Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

ANALISA KASUS PERSATUAN INDOONESIA


Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pancasila
Dosen Pengampu:
Moh. Soleh, S.H,M.H

DISUSUN OLEH:
Dyah Puspitasari Rizky Anang Mustofa
Violina Nedisa P.P Dwieke Viviana
Amin Wahyono Nasywa Qatrunada F.
Alif Ahya Habibi Khoilur Rofiki
Bima Satria M.W.

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2023/2024
BAB 1
PENDAHULUAN
Abstrak
Persatuan Indonesia adalah prinsip dasar dalam pembentukan negara ini, yang terdiri dari
beragam suku, budaya, agama, dan bahasa. Namun, masalah perselisihan antar suku selalu
menjadi tantangan yang berkembang dalam mempertahankan persatuan. Artikel ini bertujuan
untuk menggali latar belakang, dampak, serta solusi untuk mengatasi perselisihan antar suku
dan memperkuat persatuan Indonesia
A. Latar Belakang
Persatuan dan kesatuan adalah konsep yang mengacu pada ikatan batin dan semangat
kebersamaan antara individu atau kelompok dalam suatu masyarakat, bangsa, atau negara.
Konsep ini menekankan pentingnya kolaborasi, kerja sama, dan solidaritas antar warga
negara, terlepas dari perbedaan suku, agama, budaya, ras, dan latar belakang sosial-ekonomi.

Persatuan merujuk pada kesepakatan untuk bersatu dan bekerja bersama dalam mencapai
tujuan yang sama. Hal ini mencakup pengorbanan diri demi kepentingan bersama,
mengutamakan kepentingan kolektif daripada kepentingan pribadi, serta menghormati dan
mengakui hak-hak dan martabat semua warga negara.

Kesatuan, di sisi lain, menunjukkan integrasi dan keselarasan di antara berbagai elemen
masyarakat atau negara. Ini menggambarkan hubungan harmonis dan kohesif antara berbagai
kelompok, yang menciptakan kekuatan yang besar dan kemampuan untuk mengatasi
tantangan bersama.

Indonesia adalah negara kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau dan memiliki lebih dari
300 kelompok etnis yang beragam. Keanekaragaman ini, sementara menjadi kekayaan
budaya, juga telah menjadi sumber perselisihan antar suku. Seiring berjalannya waktu,
beberapa perselisihan telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan, mengancam persatuan
nasional. Salah satunya adalah suku Me dan suku Dani.
Suku Me dan Suku Dani adalah dua kelompok etnis yang mendiami wilayah Papua,
Indonesia. Suku Mei berada di wilayah Pegunungan Tengah, terutama di sekitar Wamena dan
sebagian di Yahukimo di Papua. Bahasa masyarakat Suku Mei umumnya berbicara dalam
bahasa yang termasuk dalam rumpun bahasa Dani, yang merupakan salah satu dari rumpun
bahasa Papua yang kaya.
Sedangkan Suku Dani mendiami wilayah sekitar Baliem Valley di Pegunungan Tengah,
Papua. Mereka juga ditemukan di sejumlah wilayah sekitar. Bahasa Dani adalah bahasa
utama yang digunakan oleh Suku Dani. Bahasa ini termasuk dalam rumpun bahasa Dani,
yang khas bagi kelompok etnis ini.
B. Rumusan Masalah
Suku Me dan Suku Dani memiliki budaya yang kaya dan unik, tetapi Suku Me dan Suku
Dani telah terlibat dalam konflik terkait klaim tanah dan persaingan sumber daya alam yang
berlarut-larut. Konflik ini melibatkan tuntutan atas hak tanah, yang sering kali menjadi
pemicu ketegangan di wilayah tersebut. Perang yang terjadi dikarenakan pencabutan tapal
batas antara suku Me dan suku Dani di kampung Urumusu.
C. Tujuan
Menganalisa terkait konflik yang terjadi antara Suku Me dan Suku Dani dengan peraturan
hukum yang berlaku di Indonesia dan dampak konflik yang terjadi anatara Suku Me dan
Suku Dani.
BAB 2
PEMBAHASAN
Pertikaian antara suku Mee dan suku Dani di Papua terjadi karena adanya masalah
pencabutan plang tapal batas tanah adat yang diklaim secara sepihak oleh suku Dani, yang
menyerobot tanah milik suku Mee. Hal ini memicu ketegangan antara kedua suku dan
berujung pada bentrokan yang mengakibatkan korban jiwa.
Permasalahan perebutan kekuasaan wilayah ini menciptakan situasi yang sangat
memprihatinkan, terutama dalam hal kerusakan infrastruktur dan dampak sosial yang
ditimbulkannya. Konflik ini berlangsung dalam bentuk perkelahian fisik atau sering dikenal
dengan genosida dan serangan terhadap perumahan warga, yang memicu ketakutan dan
kerugian materi. Perusakan perumahan warga menjadi bukti nyata dari eskalasi konflik dan
menunjukkan betapa seriusnya perselisihan antara kedua suku ini.
Konflik tersebut melanggar pasal
1. Pasal 8 UU pengadilan HAM mengatur tentang kejahatan genosida
Pasal 8 Undang-undang No. 26 Tahun 2000 di atas tidak mengatur secara
tegas kapan dilakukan kejahatan genosida di waktu damai atau di saat perang,
tetapi secara konsisten memberi ancaman hukuman kepada pelaku. Pada Pasal 3 Konvensi
tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida disebutkan
ada lima perbuatan yang dapat dihukum yaitu:
(a) Genosida;
(b) Persengkokolan
untuk melakukan genosida;
(c) Hasutan langsung dan di depan umum, untuk
melakukan genosida;
(d) Mencoba melakukan genosida;
(e) Keterlibatan dalam
genosida.
Indonesia sampai saat ini belum melakukan pengesahan Konvensi
Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida. Pada hal Indonesia mempunyai falsafah
Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 yang ‘hitam di atas putihnya’ sangat menjunjung
tinggi harkat dan martabat manusia. Bahkan seharusnya kita berani mengakui kejahatan
genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan telah pernah mewarnai perjalanan bangsa
Indonesia, khususnya selama Orde Baru berkuasa dan ratifikasi genosida khususnya yang
berkaitan dengan agama masih terus dijalankan hingga kini. Hal tersebut secara sudut
pandang genosida sama hal nya dengan kejadian perang antar suku tersebut yg menyebabkan
pembunuhan besar besaran
2. Pasal 170 dan pasal 358 KUHP berkenaan dengan tawuran
Kejadian tersebut jelas secara nyata bahwa perang antar suku tersebut bisa di sebut sebagai
kejahatan tawuran antar dua golongan. Maka bisa dikenakan yakni Pasal 170 KUHP ini
mengancamkan pidana terhadap perbuatan yang dilakukan oleh beberapa orang, sebagaimana
menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang. Penggunaan kekerasan oleh beberapa
orang secara bersama itu sendiri sudah diancam pidana penjara maksimum 5 tahun 6 bulan.
Ancaman lebih diperberat jika kekerasan itu mengakibatkan luka-luka (maksimum 7 tahun),
lebih diperberat lagi jika kekerasan mengakibatkan luka berat (maksimum 9 tahun), dan
makin diperberat lagi jika kekerasan itu mengakibatkan maut (maksimum 12 tahun).
Pasal 170 KUHP merupakan salah satu tindak pidana yang dipandang sebagai tindak pidana
terhadap ketertiban umum. Mengenai tindak pidana terhadap ketertiban umum oleh S.R.
Sianturi diberikan suatu uraian bersifat umum. Menurut S.R. Sianturi, sebagaimana tampak
dari kutipan, dimasukkannya sejumlah tindak pidana tertentu, antara lain tindak pidana Pasal
170 KUHP, karena tindak-tindak pidana tersebut dipandang sebagai kemungkinan
mengakibatkan terjadinya keresahan atau kekacauan dalam masyarakat.
Dengan demikian, akibat berupa adanya orang yang luka-luka atau mati dan rusaknya barang
bukanlah menjadi perhatian utama. Jika akibat luka-luka menjadi perhatian utama, tentunya
tindak pidana Pasal 170 sudah ditempatkan dalam bab tentang penganiayaan, demikian juga
jika akibat matinya orang menjadi perhatian utama, tentunya tindak pidana Pasal 170 sudah
ditempatkan dalam bab kejahatan terhadap nyawa, sedangkan jika perhatian utama pada
rusaknya barang-barang maka tindak pidana Pasal 170 sudah ditempatkan dalam bab tentang
menghancurkan atau merusakkan barang. Tetapi perhatian utama dari tindak pidana Pasal
170 KUHP adalah pada terjadainya keresahan atau kekacauan dalam masyarakat, sehingga
Pasal 170 bersama sejumlah tindak pidana lain yang memiliki karakteristik yang serupa
ditempatkan dibawah bab tentang kejahatan terhadap ketertiban umum.
Pasal 170 KUHP, dalam terjemahan oleh Tim
Penerjemah BPHN, berbunyi sebagai berikut,
(1) Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan
kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan.
(2) Yang bersalah diancam :
1. dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, jika ia dengan sengaja menghancurkan
barang atau jika kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-luka;
2. dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, jika kekerasan mengakibatkan luka
berat;
3. Pasal 351 ayat (1) KUHP, tentang penganiayaan
Sebuah tindak kekerasan tawuran tidak luput dari penganiayaan dimana antar dua golongan
tersebut saling serang sehingga bisa dikatan sebuah penyiksaan dan penganiayaan. Dan
penganiayaan tersebut juga melanggar salah satu pasal dal Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana yaitu Pasal 351
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah;
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun;
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun;
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan;
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Dikutip dari laman JDIH Kabupaten Banyuwangi, tindak penganiayaan adalah perlakuan
menyiksa atau menindas orang lain. Akibat dari perbuatan tersebut menimbulkan rasa sakit
atau luka di tubuh orang lain. Penyiksaan merupakan bagian dari tindakan melawan hukum.
Terkait istilah "luka", penjelasan rincinya termaktub pada Pasal 90 KUHP. Di sana dijelaskan
bahwa kategori "luka" meliputi:
Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau
yang menimbulkan bahaya maut. Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas
jabatan atau pekerjaan pencarian. Kehilangan salah satu panca indera. Mendapat cacat berat.
Menderita sakit lumpuh. Terganggu daya pikir selama empat minggu atau lebih. Gugur atau
matinya kandungan seorang perempuan.
Sementara itu, penganiayaan bisa terjadi karena kesengajaan dan ketidaksengajaan. Jika
disengaja, maka pelaku melakukannya dengan sikap permusuhan. Ada pun tindak pidana
penganiayaan dapat dibedakan dalam 6 jenis menurut KUHP:
1. Penganiayaan biasa.
Penganiayaan biasa diatur melalui Pasal 351 KUHP. Penganiayaan ini meliputi bentuk umum
penganiayaan yang bukan penganiayaan berat atau ringan.
2. Penganiayaan ringan.
Penganiayaan ini bukan berupa penganiayaan berencana, bukan penganiayaan terhadap
ibu/bapak/anak/istri, pegawai yang bertugas, memasukkan bahan berbahaya bagi nyawa, serta
tidak menimbulkan penyakit maupun halangan untuk menjalankan pekerjaan, dan
pencaharian. Pengaturannya lewat Pasal 353 dan 356 KUHP.
3. Penganiayaan berencana.
Penganiayaan berencana diatur melalui Pasal 353 KUHP. Ada tiga pembagiannya
berdasarkan dampak yang dialami korban yaitu mengaibatkan kematian; mengakibatkan luka
berat; dan tidak mengakibatkan luka berat.
4. Penganiayaan berat.
Perbuatan penganiayaan berat menimbulkan luka berat pada orang lain, bahkan kematian.
Kejahatan ini diatur lewat Pasal 354 KUHP.
5. Penganiayaan berat berencana.
Kejahatan ini melibatkan penganiayaan berencana yang menimbulkan luka berat pada orang
lain. Penindakannya diatur melalui Pasal 354 ayat (1) KUHP

6. Penganiayaan terhadap orang.


Pidananya diatur lewat Pasal 351, 353, 354, dan 355 dan dapat ditambah sepetiganya bila
memenuhi syarat:
Pelaku melakukannya pada ibunya, bapaknya, yang sah, atau istri serta anaknya
Kejahatan dilakukan pada pejabat ketika atau karena menjalankan tugas yang sah.
BAB 3
PENUTUP
Untuk mengatasi konflik ini, langkah-langkah segera dan efektif perlu diambil. Pemerintah,
organisasi masyarakat, dan pihak-pihak terkait harus berusaha mendorong dialog antar suku,
mediasi, serta membangun mekanisme untuk menyelesaikan sengketa wilayah dengan cara
damai. Selain itu, penting untuk memahami akar penyebab konflik, seperti isu-isu sosial,
ekonomi, dan budaya yang mendasarinya. Hanya dengan pendekatan yang komprehensif dan
inklusif, konflik antara Suku Mei dan Suku Dani dapat diatasi, dan perdamaian serta
persatuan dapat direstorasi di wilayah Papua.
Perselisihan antar suku merupakan tantangan serius dalam mempertahankan persatuan
Indonesia. Namun, dengan pendekatan yang bijaksana, melalui dialog, mediasi, peningkatan
kesadaran budaya, keadilan sosial, dan edukasi, mungkin kita dapat mengatasi masalah ini
dan memperkuat persatuan negara ini. Penting untuk diingat bahwa keanekaragaman adalah
kekayaan, dan persatuan adalah kunci keberhasilan Indonesia sebagai negara yang beraneka
ragam.
DAFTAR PUSTAKA
https://fahum.umsu.ac.id/persatuan-dan-kesatuan/
https://www.merdeka.com/peristiwa/bentrok-maut-dua-suku-di-papua-dipicu-pencabutan-
plang-tapal-batas-tanah-adat.html
https://tirto.id/isi-bunyi-pasal-351-kuhp-tentang-penganiayaan-ancaman-hukumannya-gvf9

Anda mungkin juga menyukai