Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
RONAA FADHILAH
216910737
T.A.2023/2024
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asesmen Nasional merupakan kebijakan yang baru pada proses penilaian siswa
di semua jenjang pendidikan. Asesmen Nasional mencakup Asesmen Kompetensi
Minimum, Survei Karakter dan Survei Lingkungan Belajar (Pusmenjar, 2020,
hlm.4). Program Asesmen Nasional sebagai langkah awal untuk misi pendidikan
Indonesia yang cerdas dan kompetitif. Adapun tercetusnya Asesmen Nasional
dikarenakan perolehan hasil Programme for Internasional Student Assesment
(PISA) yang didapatkan oleh negara Indonesia sangat rendah.
LITERASI
A. Konsep Literasi
Pengertian dari literasi Secara tradisional, literasi dipandang sebagai
kemampuan membaca dan menulis. Orang yang dapat dikatakan literat dalam
pandangan ini adalah orang yang mampu membaca dan menulis atau bebas buta
huruf. Pengertian literasi selanjutnya berkembang menjadi kemampuan
membaca, menulis, berbicara, dan menyimak. Sejalan dengan perjalanan waktu,
definisi literasi telah bergeser dari pengertian yang sempit menuju pengertian
yang lebih luas mencakup berbagai bidang penting Iainnya. Perubahan ini
disebabkan oleh berbagai faktor, baik faktor perluasan makna akibat semakin
luas penggunaannya, perkembangan teknologi informasi dan teknologi,
maupun perubahan analogi. Jika diselisik secara komprehensif, perubahan
konsepsi literasi ini telah terjadi minimalnya dalam lima generasi.
Pada masa perkembangan awal, literasi didefinisikan sebagai kemampuan
untuk menggunakan bahasa dan gambar dalam bentuk yang kaya dan beragam
untuk membaca, menulis, mendengarkan, berbicara, melihat, menyajikan, dan
berpikir kritis tentang ide-ide. Hal ini memungkinkan kita untuk berbagi
informasi, berinteraksi dengan orang Iain, dan untuk membuat makna. Literasi
merupakan proses yang kompleks yang melibatkan pembangunan pengetahuan
sebelumnya, budaya, dan pengalaman untuk mengembangkan pengetahuan
baru dan pemahaman yang lebih dalam.
Literasi dapat diartikan sebagai sebuah kemampuan membaca dan menulis
atau kadang disebut dengan istilah ‘melek aksara’ atau keaksaraan (Harras,
2011). Tale dan Sulzby (dalam Gipayana, 2007: 2) mengartikan bahwa literasi
sebagai kemampuan membaca dan menulis. Dalam pengertian luas, literasi
tidak hanya terbatas pada membaca dan menulis tetapi meliputi kemampuan
berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, menulis) dan berpikir sebagai
elemen didalamnya.
B. Tujuan Literasi
Tujuannya untuk menjadikan sekolah sebagai komunitas yang memiliki
komitmen dan budaya membaca yang tinggi serta miliki kemampuan untuk
menulis yang komprehensif. Untuk mencapai tujuan tersebut dapat dilakukan
Program Aksi dari Gerakan Literasi Sekolah sebagai berikut.
1. Menawarkan, mengajak atau menunjuk sekolah atau masyarakat sekolah
(siswa,guru, manajemen sekolah, kepala sekolah dan komite) agar dapat
melaksanakan kegiatan gerakan literasi sekolah yang merupakan bentuk
aksi/kegiatan
2. Mengadakan Sosialisasi tentang pemahaman kepada guru, kepala sekolah,
komite atau orang tua siswa tentang apa dan bagaimana gerakan literasi
sekolah.
3. Menyediakan Buku Bacaan Bagi Siswa merupakan kegiatan yang dirancang
untuk mendapatkan buku bacaan bagi sekolah minimal 3 kali jumlah siswa
di sekolah, setiap kelas di dorong untuk memiliki sudut baca (reading
corner), melalui kerjasama dengan komite sekolah dan wali murid
4. Program Membaca Setiap Hari, merupakan kegiatan yang dirancang agar
setiap sekolah mengalokasikan waktu minimal 15 menit sehari, guna
membiasakan siswa, guru, manajeman sekolah dan kepala sekolah untuk
membaca di sekolah maupun di rumah
5. One child book, merupakan kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan
jumlah dan jenis buku bacaan di sekolah, agar setiap siswa paling sedikit
memiliki 1 buku untuk dibaca di sekolah/kelas maupun di rumah, diharapkan
orang tua membelikan minimal 1 buku untuk satu semester atau 1 buku satu
tahun, yang kemudian disumbangkan untuk perpustakaan sekolah
6. Tantangan Membaca, merupakan kegiatan yang dirancang untuk mengejar
target/jumlah tertentu terhadap buku yang dibaca baik tingkat sekolah,
kabupaten/kota maupun tingkat provinsi
7. Reading Award, merupakan kegiatan yang dirancang untuk memberikan
penghargaan membaca bagi siswa terbanyak membaca buku baik bersakala
tingkat masing masing sekolah, kabupaten/kota maupun tingkat provinsi, hal
ini bertujuan agar meransang siswa agar terus membaca.
8. Pelatihan Menulis, merupakan kegiatan yang dirancang agar setiap sekolah
melatih/mendidik siswa untuk menulis, dengan pemberian tugas untuk
menulis kembali buku yang telah dibaca dalam bentuk resume buku atau
resensi buku.
9. Writing Award, merupakan kegiatan yang dirancang untuk memberikan
penghargaan kemampuan menulis bagi siswa terhadap buku yang dibaca
baik tingkat sekolah, kabupaten/kota maupun tingkat provinsi, hal ini
bertujuan agar merangsang siswa untuk bisa menulis.
10. Program Aksi Lainnya, program aksi/kegiatan lainnya dapat dirancang
secara khusus dalam upaya membudayakan minat baca dan meningkatkan
kemampuan menulis siswa sesuai dengan sasaran dan harapan yang
diinginkan.
C. Perkembangan Literasi
Literasi sebagai konsep awal multiliterasi telah dipandang berdasarkan ber-
bagai sudut pandang pembelajaran yang berbeda. Beberapa sudut pandang
tersebut antara lain sudut pandang bahasa (berfokus pada teks), sudut pan- dang
kognitif (berfokus pada berpikir), sudut pandang budaya (berfokus pada
kelompok), dan sudut pandang pertumbuhan pengetahuan (berfokus pada
pertumbuhan). Dalam sudut pandang kognitif, pembelajar- an literasi ditujukan
agar siswa mampu menggunakan berbagai proses dan strategi mental untuk
membentuk makna tertentu berdasarkan teks, tujuan, dan audiens. Dalam
pandangan fokus budaya, pembelajaran literasi dituju- kan agar siswa mampu
membentuk makna dalam kaitannya dengan kelom- pok sosial tertentu, lintas
kelompok sosial, norma, dan nilai yang berlaku dalam kelompok sosial tersebut.
Dalam pandang terakhir, pembelajaran lite- rasi ditujukan agar siswa mampu
mengembangkan dimensi literasi yang di- milikinya hingga mampu
menegosiasi makna yang terkandung dalam teks.
Sejalan dengan sudut pandang terhadap pembelajaran literasi di atas,
paradigma pembelajaran literasi telah berkembang dari waktu ke waktu.
Paradigma pembelajaran tertua dikenal sebagai paradigma dekoding. Dalam
pandangan paradigma ini pembelajaran literasi merupakan pembelajaran yang
bersifat deduktif. Basis pembelajaran literasi terletak pada aspek gra-
fofonemik, yang selanjutnya bergerak pada aspek morfemik dalam rangka
menghasilkan makna. Pembelajaran literasi dipandang sebagai proses indi-vidu
dan perkembangan literasi dipandang sebagai proses perkembangan
kemampuan dari bagian menuju kesatuan. Pembelajaran literasi dilakukan
melalui pembelajaran tentang bahasa, pembelajaran bahasa, dan belajar melalui
bahasa.
Sejalan dengan perkembangan terbaru tersebut, fokus pembelajaran lite-
rasi hendaknya mulai bergeser ke arah dimensi sosial budaya. Pembelajaran
literasi hendaknya dilakukan dengan ekspektasi yang tinggi dalam mening-
katkan kemampuan akademik, mengembangkan kompetensi budaya siswa, dan
mengembangkan kesadaran sosial politik para siswa maupun guru. Pem-
belajaran literasi juga harus ditujukan agar siswa memiliki kompetensi kri- tis
atas teks dan menempatkan siswa sebagai anggota dari kelompok sosial budaya
yang beragam. Pembelajaran literasi selanjutnya harus dipandang sebagai
praktik sosial dan tindakan kelompok. Oleh sebab itu, pembelajaran literasi
harus ditempatkan sebagai bagian dari sistem sosial, budaya, politik, dan
ekonomi yang kompleks. Paradigma pembelajaran bahasa inilah yang
kemudian dikenal dengan paradigma literasi kritis.
D. Arah Pembelajaran Literasi
Pembelajaran literasi ditujukan agar siswa mampu menguasai di- mensi
bahasa dan dimensi kognitif literasi (mencakup proses pemahaman, proses
membaca, proses menulis, dan konsep analisis wacana tertulis).Pada tahun
1998, tujuan pembelajaran literasi secara internasional diperluas dan diperinci.
Berdasarkan dokumen pada tahun 1998 dari The National Literacy Strategy
(Wray et al., 2004), pembelajaran literasi ditujukan agar siswa mampu
mencapai kompetensi-kompetensi sebagai berikut.
1. Percaya diri, lancar, dan paham dalam membaca dan menulis.
2. Tertarik pada buku-buku, menikmati kegiatan membaca, mengevaluasi, dan
menilai bacaan yang dibaca.
3. Mengetahui dan memahami berbagai genre fiksi dan puisi.
4. Memahami dan mengakrabi struktur dasar narasi.
5. Memahami menggunakan berbagai teks nonfiksi.
6. Dapat menggunakan berbagai macam petunjuk baca (fonik, grafis, sin-
taksis, dan konteks) untuk memonitor dan mengoreksi kegiatan membaca
secara mandiri.
7. Merencanakan, menyusun draf, merevisi, dan mengedit tulisan secara
mandiri.
8. Memiliki ketertarikan terhadap kata dan makna, serta secara aktif me
ngembangkan kosakata.
9. Memahami sistem bunyi dan ejaan, serta menggunakannya untuk mengeja
dan membaca secara akurat.
10. Lancar dan terbiasa menulis tulisan tangan.
LITERASI BACA-TULIS
Pada literasi baca dan tulis juga memiliki proses. Dalam proses berliterasi,
sedikitnya ada lima tahapan, yaitu:
ASESMEN
A. Konsep Asesmen
Asesmen merupakan proses mengumpulkan data tentang perkembangan
belajar peserta didik (Gloria 2012). Asesmen dapat dikatakan sebagai penilaian
proses, perkembangan, serta hasil belajar siswa (Wulan 2001). Dengan
demikian asesmen adalah istilah yang tepat untuk mengukur proses belajar
siswa. Asesmen dibedakan menjadi dua kelompok yaitu asesmen tradisional
dan asesmen alternatif. Asesmen tradisional meliputi tes benar-salah, tes pilihan
ganda, tes melengkapi, dan tes jawaban terbatas. Sedangkan asesmen alternatif
meliputi soal uraian, penilaian praktek, penilaian proyek, kuesioner, inventori,
daftar Cek, penilaian teman sejawat, penilaian diri, portofolio, observasi,
diskusi dan wawancara (Wulan 2001).
Pelaksanaan asesmen bertujuan untuk (1) mendeskripsikan keberhasilan
penguasaan kompetensi siswa, (2) mendeskripsikan keberhasilan proses
pembelajaran, (3) menentukan tindak lanjut hasil penilaian, (4) sebagai bentuk
pertanggungjawaban pihak sekolah kepada orang tua dan masyarakat, serta (5)
sebagai bahan perbaikan proses kegiatan belajar mengajar.
B. Asesmen Kompetensi Minimum ( AKM )
Komponen utama pendidikan dibedakan menjadi tiga yaitu kurikulum,
pembelajaran dan asesmen. Kurikulum mencakup tentang apa yang akan
dipelajari. Pembelajaran menyangkut tentang bagaimana cara mencapai tujuan
untuk menguasai materi sesuai dengan kurikulum. Sedangkan asesmen
mengukur tentang segala sesuatu yang sudah dipelajari, apa saja dan sejauh
mana. Assesmen merupakan penerapan penggunakaan alat penilaian untuk
mendapatkan informasi sebanyak – banyaknya tentang sejauh mana
keberhasilan siswa dalam menguasai kompetensi tertentu.
Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) diselenggarakan guna
mendapatkan informasi untuk dapat memperbaiki kualitas pembelajaran
sehingga harapannya akan dapat memperbaiki pula hasil belajar siswanya.
Pelaksanaan asesmen tidak hanya mengukur penguasaan materi pengetahuan
sesuai dengan kurikulum, namun dirancang khusus untuk mengetahui kualitas
pendidikan secara menyeluruh dan melakukan perbaikan atas mutu pendidikan
yang dirasa masih kurang. Fokus utama AKM adalah pada terpenuhinya
kemampuan literasi membaca dan literasi numerasi pada siswa (Cahyana 2020).
Hasil AKM dimaksudkan untuk memaparkan informasi tentang tingkat
kemampuan yang dimiliki siswa. Hal inilah yang akan dimanfaatkan guru
dalam merancang pembelajaran menggunakan strategi pembelajaran inovatif
yang efektif dan berkualitas sesuai dengan tingkat capaian siswa. Pembelajaran
yang dirancang sesuai dengan tingkat capaian siswa ini diharapkan dapat
memudahkan siswa dalam menguasai konten suatu mata pelajaran. Instrumen
soal AKM tidak hanya berisi topik atau konten suatu materi tertentu melainkan
mencakup konten, konteks dan proses kognitif yang harus dilalui oleh siswa.
Pelaksanaan asesmen kompetensi ini membuat guru harus lebih kreatif
dalam menyusun instrument penilaian untuk siswa (Nehru 2019). Secara tidak
langsung, guru yang mengajar menggunakan model konvensional juga harus
diganti menjadi model pembelajaran yang kreatif dan inovatif sesuai dengan
kondisi yang dibutuhkan. Pelaksanaan asesmen kompetensi memiliki
pendekatan Student Centered Learning (SCL) (Nehru 2019). SCL merupakan
pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa dimana guru hanya
berperan sebagai fasilitator. Hal ini karena pelaksanaan pembelajaran yang
bersifat konservatif atau konvensional tidak dapat menjadi wadah pelaksanaan
asesmen nasional. Dengan memperbanyak peran siswa dalam proses
pembelajaran maka akan memudahkan dalam penguasaan literasi numerasi
yang menjadi salah satu target AKM.