Disusun Oleh:
Nama. : Putri Audia Ervama
Npm. : 5021183
Mata Kuliah : Pengembangan Pembelajaran
Bahasa dan Sastra Sd.
Dosen Pengampu : Inda Puspita Sari, M.Pd
Saya ucapkan terima kasih kepada Ibu Indah Puspita Sari M.pd yang telah
memberikan bimbingannya dalam membuat makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
A. Sumber Materi
B. Pengertian 4 kebahasaan
C. Model
D. Pendekatan Gendre
A. Gambaran Masalah
B. Teknik Pengumpulan Data
C. Model
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keterampilan membaca merupakan pondasi penting bagi semua mata pelajaran di
sekolah. Ini adalah kunci untuk memahami dan mengakses berbagai jenis informasi.
Membaca adalah cara efektif untuk mengembangkan kosakata, pemahaman tata bahasa,
dan kemampuan berbicara dan menulis dalam bahasa Indonesia. Ini membantu siswa
menguasai bahasa dengan lebih baik.
C. Tujuan
Kajian Pustaka
Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk
memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa
tulis (H.G. Tarigan dalam Dalman, 2014). Kegiatan membaca ini dilakukan pembaca untuk
memperoleh pesan yang dibutuhkan khusunya melalui media tulisan khususnya buku.
Menyimak menurut Tarigan dalam Mulyati (2013: 3.4) bahwa yaitu suatu proses
kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman,
apresiasi,serta interprestasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi,serta memahami
makna komunikasi yang telah disampaikanoleh si pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan.
B. Model PBL
model pembelajaran yang saat ini sedang digemari dan mendapat perhatian dari
kalangan pendidik adalah model Problem Based Learning (PBL). Model ini dinilai relevan
dengan tuntutan masyarakat yang sedang berubah, masyarakat yang kreatif dan inovatif, serta
masyarakat modern yang kompetitif. Disebut kreatif karena dapat berkembang sesuai dengan
situasi dan kondisi serta tantangan yang dihadapi oleh peserta didik. Masalah yang diberikan
dalam model ini adalah masalah yang aktual, ril di lingkungannya dan siswa diberi
kesempatan untuk memecahkannya. Meski demikian masalah itu tetap dalamkerangka
kurikulum dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai Pembelajaran berbasis masalah
(problem based learning) disebut pembelajaran inovatif sebab dianggap baru dan berbeda
dengan model pembelajaran sebelumnya yang konservatif, konvensional, dan semuanya
berbasis guru. Sebagaimana diketahui bahwa pembelajaran konvensional selalu berasumsi
bahwa pembelajar itu belum memiliki apa apa, ibarat botol, isinya belum ada sehingga
mereka harus diisi dan diberi macam-macam minuman, terserah minuman apa yang guru
anggap cocok dengan peserta didiknya. Karena itulah pembelajaran konvensional selalu
menjadikan peserta didiknya sebagai subjek belaka Model pembelajaran berbasis masalah
mengubah asumsi peserta didik sebagai subjek yang tidak memilki apa-apa menjadi objek
yang dapat dijadikan mitra, kontributor dan memberi inspirasi bagi keberlangsungan
pembelajaran.
Oleh sebab itu, pembelajaran berbasis masalah adalah sebuah inovasi pembelajaran
dari konvensional ke pembelajaran modern yang demokratis. Problem based learning sangat
tepat diberikan kepada peserta didik di semua jurusan,namun lebih baik lagi kalau pendidikan
vokasi yang menuntut memiliki keahlian dan kompetensi yang kuat, sebab pendidikan vokasi
orientasinya pada pengembangan psikomotrik yang menuntut banyak praktik dibanding
dengan teori dan model pembelajaran berbasis masalah relevan dengan itu sebab siswa diberi
masalah dan diberi kebebasan untuk memecahkannya. Dengan demikian model ini
diharapkanakan melahirkan jiwa kemandirian, terbiasa memecahkan masalah dan
mempunyai mental kompetisi yang kuat. Dan dengan begitu model ini relevan dengan
pendidikan vokasi yang akan melahirkan entrepreneur yang tangguh dikemudian
hari.Persoalannya kemudian adalah ketersediaan dan kesiapan guru melaksanakan model ini,
sebab disadari benar bahwa peran guru dalam hal ini sangat besar, meski model ini dianggap
mereduksi peran guru, akan tetapi guru tetap menjadi penuntun dan pengendali dalam
pembelajaran. Oleh sebab itu guru harus dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan
mengenai model pembelajaran ini, dan dalam rangkaitulah buku penuntun/pedoman model
ini lahir, agar para guru benar-benar bisa melaksanakan dengan baik dan tujuan pembelajaran
bisa tercapai dengan baik. ( Dr.syamshidah ,M.Pd & Dr.Hamidah Suryani ,M.Pd 2018:3-4)
C.Pendekatan gendre
pendekatan berbasis tesk (genre-based approach). Pendekatan ini meliputi beberapa
tahapan,yaitu membangun pengetahuan, pemodelan, bekerja sama, dan bekerja mandiri.
Siklus pembelajaran ini tidak tertutup atau terkunci. Dengan demikian, pembelajaran dapat
dimulai dari mana saja, bahkan bisa dilewati jika diperlukan. Namun, siklus pembelajaran
tidak dapat diimplementasikan hanya dalam satu kali pertemuan.
Jumlah latihan yang diberikan bisa berbeda-beda dalam setiap tahapan untuk
memaksimalkan peran siswa di kelas. Setiap siklus pembelajaran dirincikan sebagai berikut:
2. Pemodelan (Modeling)
Pemodelan adalah tahap ketika siswa diperkenalkan dengan jenis teks yang akan
mereka komunikasikan. Pada tahap ini, guru menjelaskan jenis teks, termasuk tujuan
dan konteks sosialnya. Guru juga menjelaskan struktur teks, fungsi, serta unsur
kebahasaan dari teks yang mereka pelajari.
Ketika menjelaskan tujuan sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan teks, guru
menyajikan teks secara keseluruhan dalam tiga kolom. Kolom pertama berisi struktur
teks, kolom kedua menyajikan teks lengkap, dan kolom terakhir menyediakan unsur
kebahasaan teks. Pada tahap ini, peran guru juga dominan karena siswa masih perlu
memahami konsep dari jenis yang sedang mereka pelajari.
C. Model PBL
model pembelajaran yang saat ini sedang digemari dan mendapat perhatian dari
kalangan pendidik adalah model Problem Based Learning (PBL). Model ini dinilai relevan
dengan tuntutan masyarakat yang sedang berubah, masyarakat yang kreatif dan inovatif, serta
masyarakat modern yang kompetitif. Disebut kreatif karena dapat berkembang sesuai dengan
situasi dan kondisi serta tantangan yang dihadapi oleh peserta didik. Masalah yang diberikan
dalam model ini adalah masalah yang aktual, ril di lingkungannya dan siswa diberi
kesempatan untuk memecahkannya. Meski demikian masalah itu tetap dalamkerangka
kurikulum dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai Pembelajaran berbasis masalah
(problem based learning) disebut pembelajaran inovatif sebab dianggap baru dan berbeda
dengan model pembelajaran sebelumnya yang konservatif, konvensional, dan semuanya
berbasis guru. Sebagaimana diketahui bahwa pembelajaran konvensional selalu berasumsi
bahwa pembelajar itu belum memiliki apa apa, ibarat botol, isinya belum ada sehingga
mereka harus diisi dan diberi macam-macam minuman, terserah minuman apa yang guru
anggap cocok dengan peserta didiknya. Karena itulah pembelajaran konvensional selalu
menjadikan peserta didiknya sebagai subjek belaka Model pembelajaran berbasis masalah
mengubah asumsi peserta didik sebagai subjek yang tidak memilki apa-apa menjadi objek
yang dapat dijadikan mitra, kontributor dan memberi inspirasi bagi keberlangsungan
pembelajaran.
Oleh sebab itu, pembelajaran berbasis masalah adalah sebuah inovasi pembelajaran
dari konvensional ke pembelajaran modern yang demokratis. Problem based learning sangat
tepat diberikan kepada peserta didik di semua jurusan,namun lebih baik lagi kalau pendidikan
vokasi yang menuntut memiliki keahlian dan kompetensi yang kuat, sebab pendidikan vokasi
orientasinya pada pengembangan psikomotrik yang menuntut banyak praktik dibanding
dengan teori dan model pembelajaran berbasis masalah relevan dengan itu sebab siswa diberi
masalah dan diberi kebebasan untuk memecahkannya. Dengan demikian model ini
diharapkanakan melahirkan jiwa kemandirian, terbiasa memecahkan masalah dan
mempunyai mental kompetisi yang kuat. Dan dengan begitu model ini relevan dengan
pendidikan vokasi yang akan melahirkan entrepreneur yang tangguh dikemudian
hari.Persoalannya kemudian adalah ketersediaan dan kesiapan guru melaksanakan model ini,
sebab disadari benar bahwa peran guru dalam hal ini sangat besar, meski model ini dianggap
mereduksi peran guru, akan tetapi guru tetap menjadi penuntun dan pengendali dalam
pembelajaran. Oleh sebab itu guru harus dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan
mengenai model pembelajaran ini, dan dalam rangkaitulah buku penuntun/pedoman model
ini lahir, agar para guru benar-benar bisa melaksanakan dengan baik dan tujuan pembelajaran
bisa tercapai dengan baik. ( Dr.syamshidah ,M.Pd & Dr.Hamidah Suryani ,M.Pd 2018:3-4)
BAB IV
PEMBAHASAN
Berikut ini adalah beberapa kebiasaan buruk yang lazim dimiliki orang :
a. Vokalisasi
Hal ini dilakukan dengan cara melafalkan apa yang kita baca. Dengan
demikian, kecepatan membaca akan samadengan kecepatan berbicara.
b. Subvokalisasi
Ada orang membaca tanpa suara di bibir, tapi di hati. Dengan cara ini,
dampaknya kurang lebih sama dengan vokalisasi, yakni kecepatan membaca
sama dengan kecepatan berbicara.
c. Gerakan bibir
Ada juga orang yang membaca tanpa bersuara, tapi bibir seperti orang
berbicara dan melafalkan sesuatu. Kebiasaan ini berakibat sama dengan dua
kebiasaan buruk di atas.
d. Gerakan kepala
Banyak orang ketika membaca kepalanya ikut bergerak mengikuti kata
demi kata dalam bahan bacaan, sehingga kepala bergerak secara teratur dari
kiri ke kanan, lalu kembali lagi ke kiri, dan seterusnya. Kebiasaan ini akan
menghambat kecepatan baca karena pergerakan kepala sebenarnya kalah jauh
dengan pergerakan mata.
1. Keterampilan Dasar.
Anak dengan kesulitan belajar biasanya memiliki gangguan dalam proses
mem-pelajari nama warna atau huruf, tidak memiliki pemahaman yang kuat
hubungan antara huruf dengan suara, buruk pada tugas yang berhubungan
dengan bunyi, memiliki masalah dalam mengingat fakta dasar matematika.
2. Membaca.
Anak-anak ini memiliki kekurangan dalam jumlah perbendaharaan kata
dibandingkan anak seusianya, membaca dengan suara keras kurang lancar
atau terbata-bata, memiliki masalah yang berkelanjutan atau terus menerus
untuk mendeskripsikan sesuatu, tidak mengerti apa yang dibaca, pemahaman
membaca bermasalah karena masalah pemahaman uraian kata, sering
membalik-balikan kata, kemampuan membaca tidak sesuai dengan
kecerdasan yang tampak dan kosakata yang dimilikinya, sering mengganti
kata-kata yang mirip secara visual (misalnya ini untuk itu), lambat tingkat
membacanya dibandingkan anak lain seusianya, kata-kata yang terpecah
ketika membaca, menambahkan kata saat membaca, terus bergantung pada
jari menunjuk saat membaca (untuk siswa yang lebih tua), terus bergerak
bibirnya saat membaca (untuk siswa yang lebih tua).
3. Menulis.
Dalam hal menulis, anak-anak ini membuat pembalikan huruf dan diulang-
ulang (setelah 9 tahun), sering melakukan kesalahan dalam ejaan termasuk
penghilangan konsonan, kesalahan urutan suku kata (misalnya manbi untuk
mandi), menulis lambat atau dengan susah payah, membuat pembalikan
nomor.
4. Bahasa Lisan.
Anak-anak ini memiliki kesulitan menemukan kata yang tepat, mengingat
urutan verbal (misalnya nomor telepon, arah, bulan tahun), memiliki kosakata
yang terbatas.
5. Perilku.
Anak berkesulitan belajar dilihat dari spesifikasinya juga dapat dibagi menjadi dua
bagian, yaitu kesulitan belajar praakademik dan akademik. Kesulitan belajar yang
tergolong praakademik meliputi:
a. Gangguan motorik dan persepsi, yang mencakup gangguan pada motorik
kasar, penghayatan tubuh, dan motorik halus.
B. Saran
Demikianlah makalah yang dapat saya uraikan. saya menyadari bahwa
dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Karena sesungguhnya
kesempurnaan itu milik Allah dan kekurangan bagian dari kita. Oleh karena itu, saya
mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif untuk memperbaiki makalah
berikutnya. Semoga makalah ini bermafaat dan menambah referensi pengetahuan
kita. Terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA