Jurnal Pharma Saintika (JPS) ISSN: 2580-684X
Jurnal Pharma Saintika (JPS) ISSN: 2580-684X
Research Article
PENDAHULUAN
Tuntutan pasien dan masyarakat akan mutu Pelayanan Farmasi, mengharuskan adanya perubahan
pelayanan dari paradigma lama ke paradigma baru dengan filosofi Pharmaceutical Care (pelayanan
kefarmasian) yang semuanya diarahkan pada kinerja yang optimal yang ditandai dengan kepuasan pasien
disertai peningkatan kualitas hidup pasien[1]. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus
pada pengelolaan obat menjadi pelayanan yang utama dan bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari
pasien[2]. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh
Apoteker[3].
Praktek pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu dengan tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah
dan menyelesaikan masalah obat dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan[4]. Saat ini kenyataannya sebagian
besar apotek di Indonesia belum melakukan kegiatan pelayanan farmasi seperti yang diharapkan, mengingat beberapa
kendala antara lain kemampuan tenaga Farmasi, terbatasnya pengetahuan dalam hal manajemen apotek dan fungsi apotek,
terbatasnya pengetahuan pihak- pihak terkait tentang Pelayanan Farmasi. Akibat kondisi ini maka pelayanan Farmasi
masih bersifat konvensional yang hanya berorientasi pada produk yaitu sebatas penyediaan dan pendistribusian.
Pelayanan kefarmasian saat ini masih mengalami banyak kendala khususnya dalam pelayanan resep
seperti pelayanan informasi yang berkaitan dengan penggunaaan obat secara tepat dan aman, pengkajian resep,
konseling obat, serta waktu tunggu pasien dalam pelayanan resep[5]. Hasil pengamatan dan wawancara singkat
yang dilakukan kepada pasien terdapat keluhan mengenai pelayanan pasien dalam operasional sehari-hari,
mengenai waktu tunggu yang lama, keterbatasan stok obat, mahalnya obat-obatan, ruang tunggu yang kurang
nyaman. Biasanya pasien hanya menyerahkan resep, melunasi pembayaran, dan menerima obat. Pada saat
penyerahaan obatpun, hampir tidak ada informasi yang diberikan petugas apotek[6]. Apoteker di apotek sering
menyerahkan obat yang diserahkan berdasarkan resep dari dokter kepada pasien dalam wadah yang hanya
tertulis nama pasien dan aturan pakainya tanpa disertai informasi yang cukup. Bahkan pasien tidak mengetahui
apakah saat itu ada apoteker yang bertugas di apotek atau tidak.
EXPERIMENTAL
Data penelitian yang diperoleh di analisis secara deskriptif. Sistem skoring hasil penelitian
menggunakan skala likert dan diklasifikasikan agar lebih mudah diinterpretasiakan dalam rentang rata-rata dari
nilai terkecil sebesar 1 sampai nilai terbesar 4.
Karakteristik Responden
Alur dalam penelitian ini adalah pengukuran hubungan kualitas pelayanan terhadap kepuasan,
pentingnya dilakukan pengukuran kepuasan terlebih dahulu karena pengukuran kepuasan konsumen merupakan
indikator subjektif untuk menilai kinerja unit bisnis (apotek). Kualitas pelayanan meliputi kenyamanan,
ketersediaan obat, harga obat, kecepatan pelayanan, informasi pemberian obat dan kemudahan pelayanan.
Penelitian ini menguji kelayakan kuesioner menggunakan 50 responden untuk menjawab koesioner. Hasil
validitas menjukkan bahwa pertanyaan yang diajukan mampu mengukur apa yang akan diteliti, sedangkan uji
reliabilitas yaitu mengukur konsistensi jawaban atas pertanyaan yag diulang. Berdasarkan pengujian validitas
dapat dilihat nilai r tabel. Nilai r tabel nya 0,9992 sehingga pertanyaan yang diajukan kepada responden valid
digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan.
Kecepatan pelayanan sangat penting karena pada masyarakat modern, waktu adalah komoditi yang tidak
bisa diulang kembali. Proses yang terlalu lama dan berbelit-belit akan membuat konsumen menjadi tidak betah
dan tidak puas. Kenyamanan dalam menunggu merupakan salah satu faktor yang dapat memberikan kepuasan
sehingga mempengaruhi minat pasien dalam membeli obat di apotek, dan hal yang memberi kenyamanan pada
pelanggan adalah lingkungan fisik yang baik dan tersedianya sarana penunjang[13]. Lingkungan fisik adalah
semua keadaan yang terdapat disekitar, seperti suhu udara, kelembaban udara, sirkulasi udara, pencahayaan,
kebisingan, getaran mekanis, bau-bauan, warna akan berpengaruh secara signifikan tehadap hasil kerja manusia
tersebut[14].
Dimensi fasilitas berwujud (tangible). Hal yang dinilai pada dimensi ini adalah bukti fisik dari suatu
apotek. Variabel pelayanan berwujud yang diukur dalam penelitian ini antara lain penampilan petugas apotek,
kerapihan ruang apotek, harga obat terjangkau, kenyaman fasilitas ruang tunggu serta persediaan obat-obatan.
Dimensi ini merupakan hal penunjang dasar dari sebuah pelayanan. Hasil penelitian yang diperoleh pada
dimensi ini menunjukkan bahwa skor rata-rata sebesar 2,89 diklasifikasikan pasien (konsumen) sudah puas dengan
pelayanan kefarmasian yang diberikan oleh apotek x kota Bukittinggi. Hal ini disebabkan kesiapan alat-alat yang
digunakan di apotek sudah lengkap dan bersih, sehingga konsumen merasa nyaman dengan fasilitas yang
disediakan oleh pihak apotek. Fasilitas dalam pelayanan sangat mempengaruhi kenyamanan konsumen. Maka pada
dimensi tangible (berwujud) dapat ditingkatkan dengan memberikan fasilitas yang lebih lengkap yaitu dari penampilan
fisik apotek, penampilan karyawan, dan alat-alat komunikasi. Misalnya dengan menyediakan fasilitas seperti jumlah
tempat duduk di perbanyak, menyediakan air mineral pada ruang tunggu pasien, sehingga pasien merasa nyaman saat
harus menunggu obat selesai disiapkan oleh petugas.
Dimensi keandalan (reliability). Variabel pelayanan dimensi kehandalan yang diukur dalam penelitian
ini antara lain kemauan petugas apotek memberikan pelayanan, cepat, tepat dan tidak berbelit-belit dalam
memberikan pelayanan kepada pasien, sikap dan perilaku petugas apotek. Hasil penelitian yang diperoleh pada
dimensi ini menunjukkan bahwa skor rata-rata sebesar 2,98 diklasifikasikan pasien (konsumen) sudah puas dengan
pelayanan kefarmasian yang diberikan oleh apotek x kota Bukittinggi. Dapat disimpulkan bahwa petugas sudah handal
dalam memberikan pelayanan, serta pasien (konsumen) mendapatkan kepuasan karena mendapatkan pelayanan
yang sesuai seperti keramahan dan kesiapan petugas apotek dalam memberikan pelayanan, Keandalan petugas
apotek dapat ditingkatkan dengan melaksanakan jasa yang telah disajikan.
Dimensi ketanggapan/cepat tangkap (responsiveness). Pelayanan dimensi ketanggapan yang diukur
dalam penelitian ini antara lain kemampuan petugas dalam memberikan pelayanan kepada pasien (konsumen),
tanggap dalam merespon keluhan pasien (konsumen) serta penyampaian informasi yang jelas mengenai petunjuk
penggunaan obat. Ketanggapan ditunjukkan sebagai kemampuan apotek untuk membantu pelanggan dan
memberikan jasa cepat. Hasil penelitian yang diperoleh pada dimensi ini menunjukkan skor rata-rata tertinggi
sebesar 3,03 diklasifikasikan pasien (konsumen) sudah puas dengan pelayanan kefarmasian yang diberikan oleh apotek x
kota Bukittinggi. Hal ini sudah memberikan suatu pelayanan yang baik terhadap pasien (konsumen). Kemampuan
daya tangkap dengan pasien (konsumen) dapat ditingkatkan dengan kemampuan untuk memberikan jasa
pelayanan yang cepat dan tepat.
Dimensi keyakinan/jaminan (assurance). Hal yang dinilai pada dimensi ini adalah jaminan terhadap
pelayanan yang diberikan oleh apotek sebagai pemberi jasa untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan.
Variabel pelayanan jaminan yang diukur dalam penelitian ini antara lain keterampilan petugas dalam
memberikan pelayanan kepada pasien(konsumen), memberi kepercayan untuk cepat sembuh, sopan dalam
memberikan pelayanan dan berpengalaman serta terlatih dalam memberi pelayanan. Hasil penelitian yang
diperoleh pada dimensi ini menunjukkan skor rata-rata sebesar 2,65 diklasifikasikan pasien (konsumen) sudah puas
dengan pelayanan kefarmasian yang diberikan oleh apotek x kota Bukittinggi. Bentuk kepastian dari pelayanan adalah
kemampuan petugas dalam memberikan kepercayaan dan kebenaran. Hal ini dapat memberikan motivasi untuk
apotek x kota Bukittinggi mempertahankan keramah-tamahan, kepercayaan, dan keyakinan.
Dimensi empati/perhatian untuk memahami kebutuhan pelanggan (empaty). Hal yang dinilai pada
dimensi ini adalah perhatian pribadi yang diberikan petugas apotek kepada konsumen/pasien. Variabel
pelayanan empati yang diukur dalam penelitian ini antara lain pelayanan tanpa memandang status sosial pasien
(konsumen) dan perhatian yang tulus dalam memberikan pelayanan kepada pasien (konsumen). Hasil penelitian
yang diperoleh pada dimensi ini menunjukkan skor rata-rata sebesar 2,79 diklasifikasikan pasien (konsumen) sudah
puas dengan pelayanan kefarmasian yang diberikan oleh apotek x kota Bukittinggi. Hal ini menunjukkan bahwa
apotek x kota Bukittinggi sudah memberikan perhatian kepada pasien (konsumen). Sikap empati dapat
ditingkatkan dengan melakukan komunikasi yang baik, dan memahami kebutuhan yang di perlukan oleh pasien
(konsumen). Berempati terhadap pasien (konsumen) dapat ditunjukkan dengan hal-hal kecil, misalnya memberi
salam ketika pasien (konsumen) datang ke apotek, selalu tersenyum, mengucapkan terima kasih saat pasien
(konsumen) akan meninggalkan apotek hal ini akan menunjukkan bahwa petugas apotek peduli dan empati
terhadap pasien (konsumen).
Secara keseluruhan diperoleh skor rata-rata sebesar 2,87 diklasifikasikan pasien (konsumen) puas dengan
pelayanan kefarmasian yang diberikan oleh petugas apotek x kota Bukittinggi. Kualitas pelayanan resep di
apotek x kota Bukittinggi minimal harus dipertahankan dan ditingkatkan lagi sehingga pasien benar-benar
merasa sangat puas terhadap pelayanan resep di apotek x kota Bukittinggi. Kepuasan dari pasien (konsumen)
terhadap pelayanan resep merupakan faktor penting untuk mempertahannkan kepercayaan konsumen tersebut.
Semakin tinggi tingkat kepuasan pasien (konsumen) maka semakin percaya pasien tersebut terhadap apotek
yang bersangkutan
SIMPULAN
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa, Tingkat kepuasan konsumen terhadap
pelayanan resep di apotek x kota Bukittinggi adalah puas dengan skor rata-rata 2,87.
Dalam rangka untuk mempertahankan dan meningkatkan kepuasaan pasien (konsumen) diharapkan
untuk memperhatikan aspek-aspek lain selain aspek kualitas pelayanan farmasi. Memberikan kuesioner
(angket) secara berkala kepada pasien untuk mendapatkan masukan dari pasien (konsumen) atau menyediakan
kotak saran.
DAFTAR PUSTAKA