Anda di halaman 1dari 10

PEDOMAN PENGHAYATAN DAN PENGAMALAN PANCASILA

(EKA PRASETYA PANCAKARSA)

Disusun Guna Memenuhi Penilaian Tugas Mata Kuliah


PANCASILA 2

DOSEN PENGAMPU :
Noorochmat Isdaryanto S.S., M.Si.

DISUSUN OLEH :
Oktavia Simamora (3301422111)
Minna Muyasaroh (3301422027)
Nada Salsabila (3301422024)

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pancasila merupakan dasar filsafat negara Republik Indonesia yang secara resmi
tercantum dalam pembukaan UUD 1945, dan ditetapkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945
bersama-sama dengan UUD 1945. Maka seharusnya setiap warga negara terutama golongan
intelektual untuk mempelajari, mendalami, menghayati seta mengembangkan dalam rangka
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Terdapat dua hal utama yang melatarbelakangi perlunya suatu pedoman untuk
menghayati dan mengamalkan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan negara yaitu
pengamalan serta tugas menyongsong masa depan, yaitu liberalisme dan aktualisasi Pancasila
zaman orde baru.
Untuk pertama kali setelah merdeka diselenggarakan pemilihan umum pada tahun
1955 yang terjadi dalam suasana liberal. Proses pembahasan dasar negara dalam dewan
konstituante yang terlarut-larut itu bisa terjadi karena anggota konstituante telah
meninggalkan konsensus menerima Pancasila sebagai dasar negara, seperti terumus dalam
pembukaan UUD.
Orde Baru lahir sebagai reaksi terhadap penyelewengan yang terjadi dalam
pelaksanaan Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa. Motivasi
perjuangannya adalah melaksanakan Pancasila secara murni dan konsekuen. Orde Baru
meletakkan tata kehidupan bernegara dan bermasyarakat diatas azas konstitusional yang
bersumber kepada Pancasila.
Sebagai generasi sat ini, kita tidak ikut merasakan betapa sulitnya mencapai
kemerdekaan, untuk itu generasi sat in harus berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan
dengan melakukan hal yang positif dan bermanfaat bagi kita sendiri dan orang lain sesuai
dengan Pancasila. Namun pada sat ini Pendidikan Pengamalan dan Penghayatan Pancasila
tidak lagi menjadi pedoman hidup masyarakat Indonesia.
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana arti pedoman penghayatan dan pengalaman pancasila?


2. Bagaimana sejarah pembentukan P4?
3. Apa butir-butir pendidikan P4?
4. Bagaimana pola pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila?

C. Tujuan Penulisan

1. Menjelaskan sejarah pembentukan P4


2. Menjelaskan arti P4
3. Menjelaskan butir-butir pendidikan P4
4. Mendeskripsikan pola pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila.

D. Manfaat Penulisan

1. Agar pembaca dapat mengetahui dan memahami sejarah pembentukan P4


2. Agar pembaca dapat mengetahui dan memahami arti P4
3. Agar pembaca dapat mengetahui dan memahami butir-butir pendidikan P4
4. Agar pembaca dapat mengetahui dan memahami pola pelaksanaan Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Arti Pedoman, Penghayatan, Pengamalan Pancasila (P4)


Pedoman Penghayatan Dan Pengamalan Pancasila (P4) adalah program pemerintah
Orde Baru yang bertujuan memberikan pedoman kepada masyarakat tentang nilai-nilai
Pancasila. Tujuan penataran P4 adalah menciptakan manusia Pancasila, yakni manusia yang
dalam keadaan apapun secara konsisten dan konsekuen mengamalkan Pancasila.
Dari penggodokan tersebut melahirkan apa yang dinamakan Ekaprasetya
Pancasila atau kemudian dikenal dengan P4. Melalui kegiatan ini masyarakat mendapat
kesempatan untuk secara terorganisir membicarakan jati diri kita sebagai sebuah bangsa,
falsafah dan nilai yang mendasarinya, sejarah masa lalunya, dan cara bagaimana peradaban
bangsa ini hendak ditegakkan.
Materi utama dalam P4 adalah nilai-nilai yang mendasari bangunan peradaban bangsa
yang secara formal tersarikan ke dalam Pancasila dan UUD 1945. P4 merupakan sarana
pendidikan masyarakat untuk memupuk toleransi dalam keragaman agama, pendalaman
falsafah bangsa, kesadaran Wawasan Nusantara, dan pengertian tentang arah kebijakan
pembangunan bangsa. Dalam P4 juga diperkenalkan Wawasan Nusantara sebagai suatu cara
pandang dan sikap bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya yang mengutamakan
persatuan dan kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila dinamakan Ekaprasetia
Pancakarsa sesuai dengan Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1978. Ekaprasetia Pancakarsa
berasal dari bahasa Sansakerta. Secara harfiah "eka" berarti satu atau tunggal, "prasetia"
berarti janji atau tekad, "panca" berarti lima dan "karsa" berarti kehendak yang kuat. Dengan
demikian Ekaprasetia Pancakarsa berarti tekad yang tunggal untuk melaksanakan lima
kehendak. Dalam hubungannya dengan Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 maka lima
kehendak yang kuat itu ialah kehendak untuk melaksanakan kelima sila Pancasila. Dikatakan
tekad yang tunggal karena tekad
tersebut sangat kuat.
Janji dalam Ekaprasetia Pancakarsa lebih merupakan janji terhadap diri sendiri yang
merupakan panggilan hati nurani dan tidak dirasakan sesuatu yang dipaksakan dari luar.
Pancasila membangkitkan kesadaran manusia bahwa mengembangkan kodrat sebagai
makhluk pribadi sekaligus makhluk sosial yang harus bergaul dengan orang lain. Setiap orang
harus menyadari bahwa ia tidak bisa hidup tapa bantuan orang lain. Janji manusia Indonesia
terhadap dirinya adalah dengan segala kemauan dan kepentingannya agar dapat melaksanakan
kewajibannya sebagai manusia sosial dalam bersama-sama mewujudkan kehidupan
berdasarkan Pancasila. Kesadaran akan kodratnya sebagai makhluk pribadi dan sosial serta
kemauannya untuk mengendalikan kepentingannya itu merupakan modal dan mendorong
tumbuhnya karsa pribadi manusia Indonesia untuk menghayati dan mengamalkan sila kelima
dari Pancasila.
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) atau Eka Prasetya
Pancakarsa adalah sebuah panduan tentang pengamalan Pancasila dalam kehidupan
bernegara semasa Orde Baru. Panduan P4 dibentuk dengan Ketetapan MPR no.
Il/MPR/1978. Ketetapan MPR no. II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa
menjabarkan kelima asas dalam Pancasila menjadi 36 butir pengamalan sebagai
pedoman praktis bagi pelaksanaan Pancasila. Saat in produk hukum ini tidak berlaku
lagi karena Ketetapan MPR no. II/MPR/1978 telah dicabut dengan Ketetapan MPR
No. XVIII/MPR/1998 dan termasuk dalam kelompok Ketetapan MPR yang sudah
bersifat final atau selesai dilaksanakan menurut Ketetapan MPR no.
I/MPR/2003Dalam perjalanannya 36 butir Pancasila dikembangkan lagi menjadi 45
butir oleh BP7.Tidak pernah dipublikasikan kajian mengenai apakah butir-butir in
benar-benar diamalkan dalam Keseharian warga Indonesia.

2. Sejarah Pembentukan P4
Kelahiran dan tumbuh kembang P-4 didorong oleh situasi kehidupan negara
yang terjadi pada pertengahan tahun 1965. Orde Baru menilai bahwa terjadinya
tragedi nasional, G-30-S/PKI pada tahun 1965, adalah karena bangsa Indonesia tidak
melaksanakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secara muni dan
konsekuen. Setelah bangsa Indonesia mampu mengatasi akibat dari gejolak yang
ditimbulkan oleh gerakan G-30-S/PKI, serta telah mampu untuk menetapkan program
pembangunnya, dirasa perlu untuk membenahi karakter bangsa dengan
mengembangkan sika dan perilaku warganegara sesuai dengan amanat yang tertuang
dalam Undang-Undang Dasarnva.
Maka Majelis Permusyawaratan Rakyat, dalam Sidang Umumnya, pada
tanggal 22 Maret 1978 menetapkan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila.
Dengan demikian pelaksanaan P-4 merupakan kehendak rakyat yang ditetapkan oleh
MPR RI sebagai penjelmaan rakyat, yang wajib dipatuhi. Apabila kita cermati bahwa
penataran P-4 lebih dititik beratkan pada pembinaan moral bangsa yang esensinya
adalah pengendalian diri. Seorang warganegara diharapkan mampu mengendalikan
diri dalam segala aspek kehidupan, diperlukan toleransi yang tinggi, dan tidak
mementingkan diri sendiri. Hanya dengan jalan in maka kebersamaan akan terwujud
dalam masyarakat yang pluralistik
Dalam rangka mengantisipasi gerakan globalisasi yang melanda dunia dan
dalam mempersiapkan diri memasuki millennium ke-3, serta menghadapi tinggal
landas pembangunan, penataran P-4 perlu ditingkatkan. Terbitlah Instruksi Presiden
No. 2 tahun 1994 tentang Peningkatan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila disingkat P2-P. Intinya adalah bagaimana Pancasila sebagai
ideologi terbuka mampu mengantisipasi tantangan zaman. dan bagaimana usaha untuk
meningkatkan kesadaran warganegara akan hak dan kewajibannya sebagai pribadi,
makhluk Tuhan Yang Maha Esa, sebagai warga masyarakat, dan sebagai warga
bangsa serta warga dunia.

3. Butir - Butir P4
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
(1) Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
(2) Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai
dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab.
(3) Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama antara pemeluk
agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang
Maha Esa.
(4) Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
(5) Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
(6) Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah
sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
(7) Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa kepada orang lain.

2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab


(1) Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
(2) Mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap
manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturrunan, agama, kepercayaan, jenis
kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
(3) Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
(4) Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
(5) Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
(6) Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
(7) Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
(8) Berani membela kebenaran dan keadilan.
(9) Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama dengan bangsa
lain.

3. Persatuan Indonesia
(1) Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan
bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan
golongan.
(2) Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila
diperlukan.
(3) Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
(4) Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
(5) Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial.
(6) Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
(7) Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam


Permusyawaratan/Perwakilan
(1) Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia
mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
(2) Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
(3) Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan
bersama.
(4) Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
(5) Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai
hasil musyawarah.
(6) Dengan i’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan
hasil keputusan musyawarah.
(7) Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan
pribadi dan golongan.
(8) Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang
luhur.
(9) Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral
kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan
kesatuan demi kepentingan bersama.
(10) Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk
melaksanakan pemusyawaratan.

5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia


(1) Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana
kekeluargaan dan kegotongroyongan.
(2) Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
(3) Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
(4) Menghormati hak orang lain.
(5) Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
(6) Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan
terhadap orang lain.
(7) Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya
hidup mewah.
(8) Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan
kepentingan umum.
(9) Suka bekerja keras.
(10) Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan
kesejahteraan bersama.
(11) Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata
dan berkeadilan sosial.

4. Pola Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila

Untuk melaksanakan P4 perlu usaha yang dilakukan secara berencana dan


terarah, berdasarkan suatu pola. Tujuannya adalah agar Pancasila sungguh-sungguh
dihayati dan diamalkan oleh segenap warga negara, baik dalam kehidupan scorang
maupun dalam kehidupan kemasyarakatan. Masalah pembinaan insan Pancasila lebih
banyak menyangkut bidang pendidikan. Sasaran pelaksanaan P4 adalah perorangan,
keluarga dan masyarakat, baik di lingkungan tempat tinggal masing-masing maupun
di lingkungan tempat bekerja.
Langkah pertama adalah dengan penataran pegawai Republik Indonesia
karena mereka adalah abdi negara dan abdi masyarakat yang pertama-tama harus
menghayati dan mengamalkan Pancasila. Langkah selanjutnya ialah
menyebarluaskannya kepada seluruh lapisan masyarakat dengan menggunakan
berbagai jalur dan penciptaan suasana yang menunjang, antara lain:

A. Jalur - Jalur yang Digunakan


a. Jalur Pendidikan
Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam pengamalan
Pancasila, baik pendidikan formal (sekolah-sekolah) maupun pendidikan nonformal
(di keluarga dan lingkungan masyarakat), keduanya sangat erat kaitannya dengan
kehidupan manusia. Dalam pendidikan formal semua tindak-perbuatannya haruslah
mencerminkan nilai-nilai luhur Pancasila. Dalam pendidikan keluarga pengamalan
Pancasila harus ditanamkan dan dikembangkan sejak anak-anak masih kecil, sehingga
proses pendarah-dagingan nilai-nilai Pancasila dengan baik dan menuntut suasana
keluarga yang mendukung.
Lingkungan masyarakat juga turut menentukan sehingga harus dibina dengan
sungguh-sungguh supaya menjadi tempat yang subur bagi pelaksanaan pengamalan
Pancasila. Melalui pendidikan inilah anak-anak didik menyerap nilai-nilai moral
Pancasila. Penyerapan nilai-nilai moral Pancasila diarahkan berjalan melalui
pemahaman dari pemikiran dan pengamalan secara pribadi.

b. Jalur Media Massa


Peranan media massa sangat menjanjikan karena pengaruh media massa dari
dahulu sampai sekarang sangat kuat, baik dalam pembentukan karakter yang positif
maupun karakter yang bersifat negatif, sasaran media massa sangat luas mulai dari
anak-anak hingga orang tua. Sosialisasi melalui media massa begitu cepat dan
menarik sehingga semua kalangan bisa menikmati baik melalui pers, radio, televisi
dan internet.
Hal itu membuka peluang besar golongan tertentu menerima sosialisasi yang
seharusnya belum saatnya mereka terima dan juga masuknya sosialisasi yang tidak
bersifat membangun. Media massa adalah jalur pendidikan dalam arti luas dan
peranannya begitu penting sehingga perlu mendapat penonjolan tersendiri sebagai
pola pedoman pengamalan Pancasila. Sehingga dalam menggunakan media massa
tersebut harus dijaga agar tidak merusak mental bangsa dan harus seoptimal mungkin
penggunaannya untuk sosialisasi pembentukan kepribadian bangsa yang berdasarkan
Pancasila. Dalam media massa ditekankan pentingnya media tradisional seperti
pewayangan serta bentuk-bentuk seni rakyat lainnya. Dalam menggunakan
komunikasi modern in perlu dijaga agar siaran-siaran yang tidak menguntungkan bagi
pelaksanaan P4 dapat dihindari.

c. Jalur Organisasi Sosial Politik


Pengamalan Pancasila harus diterapkan dalam setiap elemen bangsa dan
negara Indonesia. Organisasi sosial politik adalah wadah pemimpin-pemimpin bangsa
dalam bidangnya masing-masing sesuai dengan keahlian, peran dan tanggung
jawabnya sehingga segala unsur-unsur dalam organisasi sosial politik seperti para
pegawai Republik Indonesia mengikuti pedoman pengamalan Pancasila agar
tercermin jiwa yang berkepribadian Pancasila. Semua anggota Partai Politik
hendaklah berusaha sekuat tenaga ikut serta dalam melaksanakan P4 sehingga
Pancasila lestari.

B. Penciptaan Susana yang Menunjang

a. Kebijaksanaan Pemerintah dan Peraturan Perundang - Undangan


Semangat dan isi berbagai kebijaksanaan pemerintah dan peraturan
perundang-undangan haruslah secara sadar mencerminkan jiwa norma-norma
Pancasila. Penjabaran kebijaksanaan Pemerintah dan perundang-undangan merupakan
salah satu jalur yang dapat memperlancar pelaksanaan P4 sehingga dapat
dilembagakan suatu sistem masyarakat yang menunjang pengamalan Pancasila dalam
segi kehidupan bangsa dan negara. Dalam hubungan in aspek sanksi atau penegakan
hukum perlu mendapat penekanan khusus.

b. Aparatur Negara
Rakyat hendaklah berpartisipasi aktif di dalam menciptakan suasana dan
keadaan yang mendorong pelaksanaan P4. Aparatur pemerintah sebagai pelaksana dan
pengabdi kepentingan rakyat harus memahami dan mengatasi permasalahan-
permasalahan yang ada di dalam masyarakat. Sarana dan prasarana dalam
pelaksanaan pengamalan Pancasila perlu disediakan dan memfungsikan lembaga-
lembaga kenegaraan, khususnya lembaga penegak hukum dalam menjamin hak-hak
warga negaranya dan melindungi dari perbuatan-perbuatan tercela.

c. Kepemimpinan dan Pemimpin Masyarakat


Peranan kepemimpinan dan pemimpin masyarakat, baik pemimpin formal
maupun informal sangat penting dalam pelaksanaan P4. Mereka dapat menyampaikan
bagaimana pelaksanaan P4 kepada masyarakat sekitar dengan bahasa yang mudah
dipahami.
BAB III
PENUTUP

Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila sebagai penuntun dan


pegangan hidup dalam sikap dan peri laku di dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara memang dapat dilakukan oleh setiap warga negara Indonesia. P4
dikembangkan dari sumbernya, yaitu Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan
dasar negara Republik Indonesia. P-4 merupakan identitas diri setiap manusia
Indonesia yang selalu sadar bahwa kemanusiaannya hanya mempunyai arti apabila ia
berada dalam jalinan hubungan yang dinamis dengan manusia lainnya dan dengan
lingkungan masyarakat sekitarnya secara selaras, serasi dan seimbang. Dalam kaitan
itulah setiap manusia Indonesia harus mau dan mampu mengendalikan kepentingan
dirinya sehingga dapat melaksanakan kewajibannya sebagai warga negara dan
anggota masyarakat bangsa yang baik. Dengan demikian norma-norma dalam P4
dapat menjadi sumber motivasi bagi setiap warga negara Indonesia dalam kehidupan
berbangsa, bernegara dan bertanah air vang satu yaitu Indonesia.
Oleh, karena itu dalam diskusi kelompok, diskusi kelas dan diskusi paripurna
maupun pidato selama penataran para petatar tidak hanya dilatih agar mampu
berbicara, berani mengemukakan pendapat dan atau menanggapi pendapat orang lain,
tetapi juga diberi kesempatan untuk membicarakan masalah-masalah yang dipandang
sebagai "crucial point" dalam kehidupan bernegara dan berbangsa. Dari segi ini
diharapkan pula agar para manggala yang menjadi moderator dalam diskusi-diskusi
memiliki sumber referensi yang luas terutama yang berkaitan dengan tema-tema
diskusi dobir.
Selain itu dalam rangka lebih memantapkan proses pemasyarakatan P4, di
masa yang akan datang maka bentuk penataran ini bukanlah satu-satunya. Dengan
kata lain, penataran in hanya merupakan satu bentuk pemasyarakatan P-4 untuk
jangka tertentu misalnya sampai dengan tahun terakhir pelaksanaan Repelita. Masa
sesudah itu pemasyarakatan P-4 perlu dilakukan dalam bentuk lain yang lebih
sistematis dan disesuaikan dengan tingkat perkembangan masyarakat itu sendiri.
Sarana pemasyarakatan P-4 di masa depan adalah pendidikan, media massa,
organisasi sosial politik dan organisasi kemasyarakatan lainnya. Tetapi yang
terpenting adalah sikap dan perilaku para pemimpin yang patut ditiru oleh seluruh
lapisan masyarakat. Sudah tiba saatnya bagi kita untuk mengamalkan norma-norma
Pancasila dan bukan hanya membicarakannya saja.

Anda mungkin juga menyukai