Anda di halaman 1dari 14

TUGAS 03 KEAMANAN DATA KELAS A

“LANDASAN MATEMATIKA”

Disusun Oleh:

Alfendio Alif Faudisyah 672019222

MATA KULIAH KEAMANAN DATA

Dosen Pengampu: Magdalena A. Ineke Pakereng, M. Kom.

KELAS KEAMANAN DATA IN312A

PROGDI TEKNIK INFORMATIKA

FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2021
1. Fungsi

Fungsi (pemetaan/transformasi) adalah relasi yang khusus. Fungsi didefinisikan pada dua buah
himpunan, A dan B. Relasi biner f dari A ke B merupakan suatu fungsi jika setiap elemen di dalam
A dihubungkan dengan tepat satu elemen di dalam B. Jika f adalah fungsi dari A ke B maka kita
menuliskan f : A → B yang artinya f memetakan A ke B. Kita menuliskan f(a) = b jika elemen a
di dalam A dihubungkan dengan elemen b di dalam B. Himpunan A disebut daerah asal (domain)
dari f dan himpunan B disebut daerah hasil (codomain) dari f. Jika f(a) = b, maka b dinamakan
bayangan (image) dari a dan a dinamakan pra-bayangan (pre-image) dari b. Himpunan yang berisi
semua nilai pemetaan f disebut jelajah (range) dari f. Perhatikan bahwa jelajah dari f adalah
himpunan bagian (mungkin proper subset) dari B.

Fungsi adalah relasi yang khusus. Kekhususan ini tercakup pada dua hal penting, yaitu:

1. Tiap elemen di dalam himpunan A, yang merupakan daerah asal f, harus digunakan oleh
prosedur atau kaidah yang mendefinisikan f.

2. Frasa “dihubungkan dengan tepat satu elemen di dalam B” berarti bahwa jika (a, b)  f dan (a,
c)  f, maka b = c.

Contoh:

Relasi f = {(1, u), (2, v), (3, w)} dari A = {1, 2, 3, 4} ke B = {u, v, w} bukan fungsi, karena tidak
semua elemen A dipetakan ke B. Begitu juga relasi f = {(1, u), (1, v), (2, v), (3, w)} dari A = {1,
2, 3} ke B = {u, v, w} bukan fungsi, karena 1 dipetakan ke dua buah elemen B, yaitu u dan v.

A. Fungsi Satu-ke-Satu

Fungsi f dari himpunan A ke himpunan B dikatakan satu-ke-satu (one-to-one) atau injektif


(injective) jika tidak ada dua elemen himpunan A yang memiliki bayangan sama. Dengan kata
lain, jika a dan b adalah anggota himpunan A, maka f(a)  f(b) bilamana a  b. Jika f(a) = f(b)
maka implikasinya adalah a = b.

Contoh:

Relasi f = {(1, w), (2, u), (3, v)} dari A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w, x} adalah fungsi satu-ke-satu.
Relasi f = {(1, w), (2, u), (3, v)} dari A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w} juga fungsi satu-ke-satu, tetapi
relasi f = {(1, u), (2, u), (3, v)} dari A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w} bukan fungsi satu-ke-satu,
karena f(1) = f(2) = u.

B. Fungsi Pada

Fungsi f dari himpunan A ke himpunan B dikatakan pada (onto) atau surjektif (surjective) jika
setiap elemen himpunan B merupakan bayangan dari satu atau lebih elemen himpunan A. Dengan
kata lain seluruh elemen B merupakan jelajah dari f. Fungsi f disebut fungsi pada himpunan B.
Gambar 2.3 mengilustrasikan fungsi pada.

Contoh:

Relasi f = {(1, w), (2, u), (3, v)} dari A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w, x} adalah fungsi satu-ke-satu.
Relasi f = {(1, w), (2, u), (3, v)} dari A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w} juga fungsi satu-ke-satu, tetapi
relasi f = {(1, u), (2, u), (3, v)} dari A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w} bukan fungsi satu-ke-satu,
karena f(1) = f(2) = u.

C. Fungsi Berkoresponden Satu-ke-Satu

Fungsi f dari himpunan A ke himpunan B dikatakan berkoresponden satu-ke-satu atau bijeksi


(bijection) jika ia fungsi satu-ke-satu sekaligus fungsi pada.

Contoh:

Relasi f = {(1, u), (2, w), (3, v)} dari A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w} adalah fungsi yang
berkoresponden satu-ke-satu, karena f adalah fungsi satu-ke-satu maupun fungsi pada.

D. Fungsi Balikan

Jika f adalah fungsi berkoresponden satu-ke-satu dari A ke B, maka kita dapat menemukan balikan
atau inversi (invers) dari f, dilambangkan dengan f –1, yang memetakan B ke A sebagai berikut:
Misalkan a adalah anggota himpunan A dan b adalah anggota himpunan B, maka f -1 (b) = a jika
–1
f(a) = b. Di dalam kriptografi, f digunakan untuk enkripsi, sedangkan f untuk dekripsi. Fungsi
yang berkoresponden satu-ke-satu sering dinamakan juga fungsi yang invertible (dapat
dibalikkan), karena kita dapat mendefinisikan fungsi balikannya. Sebuah fungsi dikatakan not
invertible (tidak dapat dibalikkan) jika ia bukan fungsi yang berkoresponden satu-ke-satu, karena
fungsi balikannya tidak ada.
Contoh:

Relasi f = {(1, u), (2, w), (3, v)} dari A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w} adalah fungsi yang
berkoresponden satu-ke-satu sehingga balikan dari fungsi f ada, jadi f adalah fungsi invertible.
Balikan fungsi f adalah f -1 = {(u, 1), (w, 2), (v, 3)}.

E. Fungsi Satu-Arah

Fungsi f dari yang memetakan himpunan A ke himpunan B dikatakan fungsi satu-arah jika f(x)
“mudah” dihitung untuk semua x  A tetapi “sangat sukar” atau bahkan “hampir tidak mungkin
(infeasible) secara komputasi” menemukan x sedemikian sehingga f(x) = y untuk semua y 
jelajah f.

Contoh:

Fungsi perkalian dua buah bilangan prima yang besar. Mengalikan dua buah bilangan prima p dan
q sehingga n = pq adalah mudah scara komputasi, tetapi memfaktorkan n menjadi p dan q sangat
sukar, khususnya untuk p dan q bilangan besar. Misalnya p = 48611 dan q = 53993, maka n = pq
= 2624653723, tetapi menemukan faktor prima dari 2624653723 sangatlah sukar secara
komputasi.

F. Fungsi Pintu-Kolong

Pemetaan f : A → B dikatakan fungsi satu arah dengan pintu-kolong (trapdoor one-way function
) jika f(x) “mudah” dihitung untuk semua x  A tetapi “sangat sukar” (infeasible) secara
komputasi” menemukan x sedemikian sehingga f(x) = y tanpa informasi tambahan yang disebut
“pintu-kolong” (trapdoor). Jika f adalah fungsi pintu-kolong, maka terdapat informasi rahasia, k,
sedemikian sehingga bila diberikan f(x) dan k maka x lebih mudah dihitung.

Contoh:

Fungsi f(x) = x 3 mod n, yang dalam hal ini n = p q = 2624653723, p dan q dua buah bilangan
prima, adalah sebuah fungsi satu-arah seperti dijelaskan pada definisi sebelumnya. Menghitung
f(x) relatih mudah, misalnya f(2489991) = 24899913 mod 2624653723 = 1981394214, karena
24899913 = 5881949859n + 1981394214. Sebaliknya, jika diberikan f(x) maka menentukan x
yang memenuhi adalah sangat sukar secara komputasi apabila faktor dari n tidak diketahui.
Persoalan ini dinamakan mencari akar pangkat tiga dalam modulus n. Jika faktor-faktor n
diketahui, yang dalam hal n = 2624653723 = 48611  5399, maka faktor-faktor dari n merupakan
trapdoor, maka prosedur kebalikannya untuk menemukan x sedemikian y = f(x) menjadi lebih
mudah, karena algoritma yang mangkus untuk menemukannya sudah tersedia. (Meneeze, 1996).

2. Kombinatorial

Kombinatorial (combinatoric) adalah cabang matematika yang mempelajari pengaturan objek-


objek. Solusi yang ingin kita peroleh dengan kombinatorial ini adalah jumlah cara pengaturan
objek-objek tertentu di dalam himpunannya.

A. Kaidah Dasar Menghitung

Kombinatorial didasarkan pada hasil yang diperoleh dari dari suatu percobaan (experiment).
Percobaan adalah proses fisik yang hasilnya dapat diamati. Dua kaidah dasar yang digunakan
sebagai teknik menghitung dalam kombinatrorial adalah kaidah perkalian (rule of product) dan
kaidah penjumlahan (rule of sum).

a. Kaidah perkalian (rule of product) Jika n buah percobaan masing-masing mempunyai p1, p2,
…, pn hasil yang mungkin, maka bila semua percobaan dilaukan secara serempak, maka terdapat
p1  p2  …  pn hasil percobaan yang mungkin.

b. Kaidah penjumlahan (rule of sum) Jika n buah percobaan masing-masing mempunyai p1, p2,
…, pn hasil yang mungkin, maka bila hanya salah satu percobaan yang dilakukan, maka terdapat
p1 + p2 + … + pn hasil percobaan yang mungkin.

Contoh:

Panjang kunci sebuah algoritma kriptografi adalah 64 bit. Seseorang ingin memecahkan cipherteks
menjadi plainteks dengan mencoba seluruh kemungkinan kunci yang panjangnya 64 bit itu. Karena
ada 64 posisi pengisian bit yang masing-masing memiliki dua kemungkinan nilai, 0 atau 1, maka
dengan menggunakan kaidah perkalian jumlah kombinasi kunci yang harus dicoba adalah
sebanyak (2)(2)(2)(2)(2) … (2)(2) (sebanyak 64 kali)= 264 = 18.446.744.073.709.551.616
Semakin panjang kunci maka semakin banyak pula jumlah kemungkinan kunci yang perlu dicoba.
B. Permutasi

Permutasi adalah jumlah urutan berbeda dari pengaturan objek-objek. Permutasi dari n objek
adalah n(n – 1) (n – 2) … (2)(1) = n!

Permutasi r dari n objek, disimbolkan dengan P(n, r), adalah jumlah kemungkinan urutan r buah
objek yang dipilih dari n buah objek, dengan r  n, yang dalam hal ini, pada setiap kemungkinan
urutan tidak ada objek yang sama. Jumlah urutan yang berbeda adalah P(n, r) = n!/(n-r)!

Contoh:

Ada 26 huruf di dalam alfabet. Jika huruf-huruf tersebut disusun, maka terdapat 26! urutan susunan
yang dapat dihasilkan. Jika kita menyusun 5 buah huruf dari alfabet, maka jumlah kemungkinan
susunan huruf yang dapat dibentuk adalah P(26, 5) = 26!/(26 – 5)! = 7893600 buah.

C. Kombinasi

Bentuk khusus dari permutasi adalah kombinasi. Jika pada permutasi urutan kemunculan
diperhitungkan, maka pada kombinasi, urutan kemunculan diabaikan. Kombinasi r elemen dari n
elemen, disimbolkan dengan C(n, r) adalah jumlah pemilihan yang tidak terurut r elemen yang
diambil dari n buah elemen, yang banyaknya adalah C(n, r) = n!/r!(n-r)!

Contoh:

Setiap karakter ASCII panjangnya 1 byte (1 byte = 8 bit). Jumlah byte yang mengandung 3 buah
bit 1 adalah C(8, 3) = 8!/(3! 5!) = 56 buah.

3. Teori Peluang

Permutasi dan kombinasi didasarkan pada percobaan. Hasil percobaan (outcomes) diamati dan
jumlah semua kemungkinannya dihitung.

Contoh:

Pada percobaan melempar dadu dengan 6 muka, hasil yang muncul untuk satu kali pelemparan
ada 6 kemungkinan, yaitu muka 1, 2, 3, 4, 5, dan 6; pada kejadian mengambil 5 buah kartu remi
dari 52 buah kartu, terdapat C(52, 9) = 2.598.960 kemungkinan kombinasi kartu; pada kejadian
menjawab 10 buah pertanyaan pilihan berganda –tiap soal menyediakan 4 pilihan jawaban (a, b,
c, d) – maka terdapat 410 kemungkinan jawaban.

Kejadian (event) disimbolkan dengan E– adalah himpunan bagian dari ruang terokan. Kejadian
yang hanya mengandung satu titik terokan disebut kejadian sederhana (simple event) dan kejadian
yang mengandung lebih dari satu titik terokan disebut kejadian majemuk (compound event). Suatu
kejadian dikatakan terjadi jika salah satu dari titik terokan di dalam kejadian tersebut terjadi.
Peluang kejadian E di dalam ruang terokan S adalah p(E) = E/S. Peluang kejadian E juga
dapat diartikan sebagai jumlah peluang semua titik terokan di dalam E.

Contoh:

Pada percobaan melempar dadu, kejadian munculnya angka ganjil adalah E = {1, 3, 5}, kejadian
munculnya angka 1 adalah E = {1}.

4. Teori Informasi

Teori informasi dipublikasikan pertama kali oleh Shannon pada tahun 1984. Teori ini
mendefinisikan jumlah informasi di dalam pesan sebagai jumlah minimum bit yang dibutuhkan
untuk mengkodekan pesan.

Contoh:

1 bit untuk mengkodekan jenis kelamin, 3 bit untuk mengkodekan nama hari, dan 4 bit untuk
mengkodekan 0 s/d 9.

A. Entropi

Entropi (entropy) adalah ukuran yang menyatakan jumlah informasi di dalam pesan. Biasanya
entropi dinyatakan dalam satuan bit. Entropi berguna untuk memperkirakan jumlah bit rata-rata
untuk mengkodekan elemen di dalam pesan.

Contoh:

Entropi untuk pesan yang menyatakan jenis kelamin = 1 bit, entropi untuk pesan yang menyatakan
nama hari = 3 bit.
Sifat-sifat entropi:

1. 0  H(X)  log2(n)

2. H(X) = 0 jika dan hanya jika pi = 1 untuk semua i, dan pj = 0 untuk semua j  i

3. H(X) = log2(n) jika dan hanya jika pi = 1/n untuk setiap i, 1  i  n

B. Laju Bahasa

Schneier (1996) mendefinisikan laju bahasa sebagai r = H(X)/N yang dalam hal ini N = panjang
pesan.

Contoh:

Laju normal Bahasa Inggris adalah 1.0 bit/huruf sampai dengan 1.5 bit/huruf untuk N besar.

Laju mutlak (absolute rate) didefinisikan sebagai R = log2 (L) yang dalam hal ini L = jumlah
karakter di dalam bahasa.

Contoh:

Dalam Bahasa Inggris (26 huruf), R = log2 26 = 4.7 bit/huruf.

Redundansi bahasa (D) didefinisikan sebagai D = R – r

5. Teori Bilangan

Teori bilangan (number theory) merupakan teori yang memainkan peranan sangat penting di dalam
kriptografi, khususnya pada kriptografi kunci-publik. Bilangan yang dimaksudkan di sini hanyalah
bilangan bulat (integer). Bilangan bulat adalah bilangan yang tidak mempunyai pecahan desimal,
misalnya 8, 21, 8765, -34, 0. Berlawanan dengan bilangan bulat adalah bilangan riil yang
mempunyai titik desimal, seperti 8.0, 34.25, 0.02. Operasi aritmetika yang menarik perhatian pada
bilangan bulat adalah pembagian. Pembagian bilangan bulat dengan bilangan bulat lainnya
menghasilkan sisa yang juga bilangan bulat.

A. Sifat Pembagian pada Bilangan Bulat

Misalkan a dan b adalah dua buah bilangan bulat dengan syarat a  0. Kita menyatakan bahwa a
habis membagi b (a divides b) jika terdapat bilangan bulat c sedemikian sehingga b = ac.
Notasi: a | b jika b = ac, c  Z dan a  0. (Z = himpunan bilangan bulat)

Contoh:

Kita menuliskan 4 | 12 karena 12  4 = 3 (bilangan bulat) atau 12 = 4  3. Begitu juga 134 | 0


karena 0  134 = 0. Tetapi, 4 tidak habis membagi 14 karena 14  4 = 3.5 (bukan bilangan bulat).

B. Pembagi Bersama Terbesar (PBB)

Misalkan a dan b adalah dua buah bilangan bulat tidak nol. Pembagi bersama terbesar (PBB) atau
greatest common divisor (gcd) dari a dan b adalah bilangan bulat terbesar d sedemikian sehingga
d | a dan d | b. Dalam hal ini kita nyatakan bahwa PBB(a, b) = d.

Contoh:

Faktor pembagi 45: 1, 3, 5, 9, 15, 45; Faktor pembagi 36: 1, 2, 3, 4, 9, 12, 18, 36; Faktor pembagi
bersama dari 45 dan 36 adalah 1, 3, 9; sehingga PBB(45, 36) = 9.

C. Algoritma Euclidean

Algoritma Euclidean adalah algoritma untuk mencari PBB dari dua buah bilangan bulat. Euclid,
penemu algoritma Euclidean, adalah seorang matematikawan Yunani yang menuliskan
algoritmanya tersebut dalam bukunya yang terkenal, Element. Diberikan dua buah bilangan bulat
tak-negatif a dan b (a  b). Algoritma Euclidean berikut mencari pembagi bersama terbesar dari m
dan n.

- Algoritma Euclidean:

1. Jika b = 0 maka a adalah PBB(a, b); stop. Kalau tidak (yaitu b  0) lanjutkan ke langkah 2.

2. Bagilah a dengan b dan misalkan r adalah sisanya.

3. Ganti nilai a dengan nilai b dan nilai b dengan nilai r, lalu ulang kembali ke langkah 1.

D. Kombinasi Lanjar

PBB dari dua buah bilangan bulat a dan b dapat dinyatakan sebagai kombinasi lanjar (linear
combination) dari a dan b, yaitu PBB(a, b) = ma + nb.
Contoh:

PBB(80, 12) = 4, dan 4 dapat dinyatakan sebagai kombinasi lanjar dari 80 dan 12 sebagai 4 = (-1)
 80 + 7  12.

E. Relatif Prima

Dua buah bilangan bulat a dan b dikatakan relatif prima jika PBB(a, b) = 1. Dalam bentuk
kombinasi lanjar, jika a dan b relatif prima, maka terdapat bilangan bulat m dan n sedemikian
sehingga ma + nb = 1

Contoh:

Bilangan 20 dan 3 adalah relatif prima karena PBB(20, 3) =1, atau dapat ditulis 2 . 20 + (–13) . 3
= 1 dengan m = 2 dan n = –13. Tetapi 20 dan 5 tidak relatif prima karena PBB(20, 5) = 5  1
sehingga 20 dan 5 tidak dapat dinyatakan dalam m . 20 + n . 5 = 1.

F. Aritmetika Modulo

Misalkan a adalah bilangan bulat dan m adalah bilangan bulat > 0. Operasi a mod m (dibaca “a
modulo m”) memberikan sisa apabila a dibagi dengan m. Bilangan m disebut modulus atau
modulo, dan hasil operasi modulo m terletak di dalam himpunan {0, 1, 2, …, m – 1}.

Notasi: a mod m = r sedemikian sehingga a = mq + r, dengan 0  r < m.

Contoh:

(i) 23 mod 5 = 3 (23 = 5  4 + 3)

(ii) 27 mod 3 = 0 (27 = 3  9 + 0)

(iii) 6 mod 8 = 6 (6 = 8  0 + 6)

(iv) 0 mod 12 = 0 (0 = 12  0 + 0)

G. Bilangan Prima

Bilangan bulat positif p (p > 1) disebut bilangan prima jika pembaginya hanya 1 dan p.
Contoh:

23 adalah bilangan prima karena ia hanya habis dibagi oleh 1 dan 23.

Karena bilangan prima harus lebih besar dari 1, maka barisan bilangan prima dimulai dari 2, yaitu
2, 3, 5, 7, 11, 13, …. Seluruh bilangan prima adalah bilangan ganjil, kecuali 2 yang merupakan
bilangan genap. Bilangan selain prima disebut bilangan komposit (composite).

H. Fungsi Totient Euler 

Fungsi totient Euler  mendefinisikan (n) untuk n  1 yang menyatakan jumlah bilangan bulat
positif < n yang relatif prima dengan n.

Contoh:

Untuk n = 20, maka (20) = 8; Perhitungannya adalah sebagai berikut: bilangan bulat positif yang
lebih kecil dari 20 adalah 1 sampai 19. Di antara bilangan-bilangan tersebut, terdapat (20) = 8
buah yang relatif prima dengan 20, yaitu 1, 3, 7, 9, 11, 13, 17, 19.

I. Teorema Euler

Misalkan a dan n adalah dua buah bilangan yang relatif prima, (n) adalah fungsi totient Euler,
maka berlaku teorema Euler sebagai berikut: a (n)  1 (mod n)

Contoh:

Misal a = 7 dan n = 10 (keduanya relatif prima), (10) = 4, maka 7 4 = 2041  1 (mod 10)

J. Akar Primitif dan Logaritma Diskrit

Jika n adalah bilangan bulat, maka a disebut akar primitif dari n jika perpangkatan a, a2, …, a(n)
(dalam sebuah modulus) menghasilkan nilai yang berbeda dan semuanya relatif prima dengan n.
Secara khusus, jika p adalah bilangan prima, maka a disebut akar primitif dari p jika perpangkatan
a, a2, …, ap–1 (dalam modulus p) menghasilkan nilai-nilai yang berbeda (ingatlah dari fungsi
toitient Euler, bahwa jika p prima maka (p) = p – 1).
6. Aljabar Abstrak

Aljabar abstrak (abstract algebra) adalah cabang matematika yang mempelajari struktur aljabar
seperti grup (group), cincin (ring), medan (field), ruang vektor, dan aljabar. Para penulis literatur
lebih sering menyebut “aljabar” daripada “aljabar abstrak”.

A. Grup

Grup (G, ) terdiri dari himpunan G bersama-sama dengan operasi biner  pada G (yaitu G × G →
G), yang memenuhi empat aksioma berikut:

a) Tertutup (closure): operasi biner  menghasilkan nilai di dalam G, yaitu untuk semua a dan b di
dalam G, a  b juga berada di dalam G.

b) Asosiatif: untuk semua a, b, dan c di dalam G, (a * b) * c = a * (b * c).

c) Elemen identitas: Terdapat elemen identitas e sedemikian sehingga untuk semua a di dalam G,
maka berlaku e  a = a  e = a.

d) Elemen balikan: Untuk semua a di dalam G, terdapat elemen a’ G sedemikian sehingga a  a’
= a’  a = e, yang dalam hal ini e adalah elemen identitas. Elemen a’ disebut elemen balikan
(inversi).

Jika ditulis (G, +) maka itu artinya menyatakan sebuah grup dengan operasi penjumlahan. Jika
ditulis (G, ) menyatakan sebuah grup dengan operasi perkalian.

B. Cincin

Cincin (R, +, ) terdiri dari himpunan R bersama-sama dengan dua operasi biner + dan  (masing-
masing disebut penjumlahan dan perkalian) sedemikian sehingga memenuhi aksioma berikut:

a) (R, +) adalah grup abelian dengan elemen identitas adalah 0.

b) Operasi perkalian bersifat asosiatif, yaitu a  (b  c) = (a  b)  c untuk semua a, b, c  R.

c) Terdapat elemen identitas perkalian yang dinyatakan dengan 1, dimana 1  0, sedemikian


sehingga 1  a = a  1 = a untuk semua a  R.

d) Operasi  bersifat distributif terhadap penjumlahan, yaitu:


a  ( b + c) = (a  b) + (a  c) dan (b + c )  a = (b  a) + (c  a) untuk a, b, c  R.

Sebuah cincin dikatakan cincin komutatif jika berlaku a  b = b  a untuk semua a, b  R.

C. Medan

Medan F adalah sebuah cincin komutatif di mana setiap elemen tidak-nol mempunyai balikan
perkalian. Yang dimaksud dengan balikan perkalian adalah untuk setiap a  0 yang termasuk di
dalam F, terdapat elemen a−1  F sedemikian sehingga a  a−1 = 1. Secara sederhana medan adalah
tempat dimana kita dapat melakukan operasi seperti penjumlahan dan perkalian. Medan berhingga
memainkan penting di dalam kriptografi karena semua operasi di dalam kriptografi berada di
dalam sebuah himpunan berhingga.

Contoh:

F2 adalah medan dengan elemen 0 dan 1.

D. Medan Berhingga Fp

Untuk p bilangan prima, maka Fp adalah medan berhingga berorde p dengan anggotanya adalah
Zp = {0, 1, 2, p – 1}, yang dalam hal ini operasi penjumlahan dan perkalian dilakukan dalam
modulus p, yang didefinisikan sebagai berikut:

a) Penjumlahan: jika a, b  Fp, maka a + b = r, yang dalam hal ini r = (a + b) mod p.

b) Perkalian: jika a, b  Fp, maka a  b = s, yang dalam hal ini s = (a  b) mod p.

Semua operasi penjumlahan dan perkalian di dalam Fp selalu menghasilkan nilai di dalam
himpunan {0, 1, 2, p – 1}.

E. Medan Galois

Medan Galois (Galois field) adalah medan berhingga dengan pn elemen, yang dalam hal ini p
adalah bilangan prima dan n  1. Notasi: GF(pn)

Medan Galois ada dua bentuk:


1) GF(p): Kasus paling sederhana bila n = 1, maka GF(p) = Fp dan elemen-elemennya dinyatakan
di dalam Zp = {0, 1, 2, …, p – 1} dan operasi penjumlahan dan perkalian dilakukan dalam modulus
p, yaitu:

Penjumlahan: jika a, b  GF(p), maka a + b = r, yang dalam hal ini r = (a + b) mod p.

Perkalian: jika a, b  GF(p), maka a  b = s, yang dalam hal ini s = (a  b) mod p.

2) GF(pn): Untuk n > 1, maka struktur GF(pn) berbeda dengan GF(p) sebab penjumlahan dan
perkalian tidak dilakukan dalam modulus pn tetapi dalam modulus f(x) yang dalam hal ini f(x)
adalah polinom derajat n.

F. Aritmetika Polinom di dalam Medan Galois GF(2n)

Medan Galois yang paling menarik dan banyak digunakan di dalam kriptografi adalah GF(2n).
Setiap integer direpresentasikan sepanjang n bit. Plainteks, cipherteks, dan kunci dinyatakan dalam
barisan bit 0 dan 1 sepanjang n. Untuk barisan bit sepanjang n, maka integer yang
direpresentasikannya adalah nilai unik dari 0 sampai 2n – 1.

Contoh:

Untuk n = 8, string biner yang merepresentasikan integer adalah 00000000 sampai 11111111 (atau
dalam nilai decimal 0 sampai 255).

Semua elemen di dalam GF(2n) dapat dinyatakan dalam bentuk polinom. Bentuk umum polinom
berderajat n adalah f(x) = anxn + an – 1xn – 1 + … + a2x2 + a1x + a0 yang dalam hal ini an, an – 1 …,
a0 adalah koefisien-koefisien polinom, n adalah derajat polinom.

Medan Galois GF(2n) memiliki 2n elemen, setiap elemen dapat direpresentasikan sebagai polinom
berderajat n – 1 atau kurang, dengan koefisien-koefisiennya adalah elemen {0, 1}:

GF(pn) = {an – 1x n – 1 + an – 2 xn – 2 + … + a1x + a0 | ai  {0, 1 } }

Jadi, setiap aGF(2n) dapat dinyatakan sebagai a = an – 1x n – 1 + an – 2 x n – 2 + … + a1x + a0

Anda mungkin juga menyukai