Anda di halaman 1dari 5

URAIAN SINGKAT PEKERJAAN

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KECAMATAN PAGERUYUNG

A. Latar Belakang
Salah satu langkah strategis Pemerintah dalam mengatasi permasalahan investasi dan
penciptaan lapangan kerja yang salah satunya diakibatkan oleh tumpang tindih pengaturan
penataan ruang dengan menetapkan Peraturan Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun
2022 Tentang Cipta Kerja, dimana salah satu Undang-Undang yang diubah adalah Undang-
Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Di dalam Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang terdapat berbagai terobosan kebijakan penataan ruang yang
ditargetkan untuk mendorong kemudahan berinvestasi dan pemanfaatan ruang yang
berkelanjutan. Terobosan kebijakan terkait rencana tata ruang salah satunya adalah
percepatan penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
Berdasarkan amanat Perpu Cipta Kerja Pasal 14 ayat (2), Pemerintah Daerah wajib
menyusun dan menyediakan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dalam bentuk digital dan
sesuai standar, yang nantinya akan diintegrasikan oleh Pemerintah Pusat kaitannya dengan
sistem Perizinan Berusaha secara elektronik atau yang lebih dikenal dengan Online Single
Submission (OSS). Perpu Cipta Kerja bahkan telah mengatur bahwa Kepala Daerah wajib
menetapkan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) paling lama 1 (satu) bulan setelah
mendapat persetujuan substansi dari Pemerintah Pusat, dan apabila dalam jangka waktu
tersebut Kepala Daerah tidak menetapkan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), maka
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RDTR adalah rencana secara
terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi dengan peraturan
zonasi kabupaten/kota. RDTR dan peraturan zonasi berfungsi sebagai kendali mutu
pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota berdasarkan RTRW; acuan bagi kegiatan
pemanfaatan ruang yang lebih rinci dari kegiatan pemanfaatan ruang yang diatur dalam
RTRW; acuan bagi kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang; serta acuan bagi penerbitan
izin pemanfaatan ruang. RDTR dan peraturan zonasi bermanfaat sebagai penentu lokasi
berbagai kegiatan yang mempunyai kesamaan fungsi dan lingkungan permukiman dengan
karakteristik tertentu; alat operasionalisasi dalam sistem pengendalian dan pengawasan
pelaksanaan pembangunan fisik kabupaten/kota yang dilaksanakan oleh pemerintah,
pemerintah daerah, swasta, dan/atau masyarakat; ketentuan intensitas pemanfaatan ruang
untuk setiap bagian wilayah sesuai dengan fungsinya di dalam struktur ruang kabupaten/kota
secara keseluruhan; dan arahan program pengembangan kawasan dan pengendalian
pemanfaatan ruangnya pada tingkat Wilayah Perencanaan (WP) atau sub WP.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dalam rangka meningkatkan efektivitas
pelaksanaan rencana tata ruang kawasan perkotaan, meminimalisir dampak yang merugikan
akibat pembangunan, sebagai rujukan teknis dalam pengelolaan kawasan, dalam rangka
melaksanakan pembangunan kota yang lebih harmonis serta pengendalian dan pemanfaatan
ruang kota maka perlu disusun Rencana Detail Tata Ruang yang dilengkapi dengan Peraturan
Zonasi. Dengan disusunnya Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Perencanaan Kecamatan
Pageruyung diharapkan dapat tercapai kesesuaian dengan fungsi ruang sebagai alat pengendali
pembangunan kota di Wilayah Perencanaan Kecamatan Pageruyung.
B. Lingkup Pekerjaan
Ruang lingkup materi berdasarkan Peraturan Menteri ATR/BPN No. 11 Tahun 2021 meliputi:
1. Persiapan;
a. Penyusunan kerangka acuan kerja
1) Pembentukan tim penyusun RDTR kabupaten;
2) Penyusunan rencana kerja.
b. Penetapan metodologi yang digunakan;
1) Kajian awal data sekunder;
2) Penetapan Wilayah Perencanaan (WP) RDTR;
3) Persiapan teknis pelaksanaan.
4) Pemberitaan kepada publik perihal akan dilakukannya penyusunan RDTR.
2. Pengumpulan data dan informasi;
Pengumpulan data dan informasi meliputi data primer dan data sekunder.
a. data primer, terdiri atas:
1) aspirasi masyarakat, termasuk pelaku usaha dan komunitas adat serta informasi
terkait potensi dan masalah penataan ruang yang didapat melalui metode:
penyebaran angket, forum diskusi publik, wawancara orang per orang, kotak
aduan, dan lainnya;
2) kondisi dan jenis guna lahan/bangunan, intensitas ruang, serta konflik-konflik
pemanfaatan ruang (jika ada), maupun infrastruktur perkotaan yang didapat
melalui metode observasi lapangan; dan
3) Kondisi fisik dan sosial ekonomi Wilayah Perencanaan (WP) secara langsung
melalui kunjungan ke semua bagian dari wilayah kabupaten.
b. data sekunder, terdiri atas:
1) data wilayah administrasi;
2) data dan informasi kependudukan;
3) data dan informasi bidang pertanahan;
4) data dan informasi kebencanaan;
5) peta dasar dan peta tematik yang dibutuhkan;
6) peta Satuan Wilayah Sungai (SWS) dan Daerah Aliran Sungai (DAS);
7) peta klimatologis (curah hujan, hidro-geologi, angin, dan temperatur);
8) peta kawasan rawan bencana dan/atau risiko bencana di level kabupaten;
9) apabila masih terdapat pada wilayah tersebut, peta tematik sektoral tertentu
seperti:
- peta kawasan obyek vital nasional dan kepentingan pertahanan dan keamanan
dari instansi terkait;
- peta lokasi kawasan industri maupun kluster industri kecil dari kementerian
perindustrian;
- peta kawasan pertanian dari instansi terkait baik di pusat maupun daerah.
- peta destinasi pariwisata dari instansi terkait baik di pusat maupun daerah;
- Peta lokasi bangunan bersejarah dan bernilai pusaka budaya, dari instansi
terkait; dan/atau
- peta kawasan terpapar dampak perubahan iklim dari BMKG atau instansi
terkait.
Hasil kegiatan pengumpulan data akan menjadi bagian dari dokumentasi Buku Fakta dan
Analisis.
3. Pengolahan dan analisis data;
Pengolahan dan analisis data untuk penyusunan RDTR meliputi:
a. analisis struktur internal Wilayah Perencanaan (WP);
b. analisis sistem penggunaan lahan (land use);
c. analisis kedudukan dan peran Wilayah Perencanaan (WP) dalam wilayah yang lebih
luas;
d. analisis sumber daya alam dan fisik atau lingkungan Wilayah Perencanaan (WP);
e. analisis sosial budaya;
f. analisis kependudukan;
g. analisis ekonomi dan sektor unggulan;
h. analisis transportasi (pergerakan);
i. analisis sumber daya buatan;
j. analisis kondisi lingkungan binaan;
k. analisis kelembagaan;
l. analisis karakteristik peruntukan zona;
m. analisis jenis dan karakteristik kegiatan yang saat ini berkembang dan mungkin akan
berkembang di masa mendatang;
n. analisis kesesuaian kegiatan terhadap peruntukan/ zona/ sub zona;
o. analisis dampak kegiatan terhadap jenis peruntukan/ zona/ sub zona;
p. analisis pertumbuhan dan pertambahan penduduk pada suatu zona;
q. analisis gap antara kualitas peruntukan/ zona/ sub zona yang diharapkan dengan
kondisi yang terjadi di lapangan;
r. analisis karakteristik spesifik lokasi;
s. analisis ketentuan dan standar setiap sektor terkait; dan
t. analisis kewenangan dalam perencanaan, pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
Selain analisis tersebut, dapat ditambahkan analisis sebagai berikut:
1) kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk pembangunan;
2) perkiran mengenai dampak dan resiko lingkungan hidup;
3) kinerja layanan atau jasa ekosistem;
4) efisiensi pemanfaatan sumber daya alam;
5) tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim; dan
6) tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati
Keluaran dari pengolahan data dan analisis meliputi:
1) potensi dan masalah pengembangan di Wilayah Perencanaan (WP);
2) peluang dan tantangan pengembangan;
3) tema pengembangan Wilayah Perencanaan (WP);
4) kecenderungan perkembangan;
5) perkiraan kebutuhan pengembangan di Wilayah Perencanaan (WP);
6) intensitas pemanfaatan ruang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung (termasuk
prasarana/infrastruktur dan utilitas);
7) indikasi arahan penanganan kawasan dan lingkungan; dan
8) kriteria performa zona/subzona yang termuat pada tabel kriteria pengklasifikasian
zona/subzona dalam RDTR.
9) definisi zona dan kualitas lokal minimum yang diharapkan;
10) kesesuaian/kompatibilitas kegiatan dengan peruntukan/zona/sub zona;
11) kesesuaian/kompatibilitas kegiatan dengan kualitas lokal peruntukan/zona/subzona
sebagai dasar perumusan ketentuan ITBX (diizinkan, terbatas, bersyarat, dilarang);
12) dampak kegiatan terhadap peruntukan/zona/subzona, sebagai dasar perumusan
ketentuan ITBX (diizinkan, terbatas, bersyarat, dilarang);
13) lokasi-lokasi dengan karakteristik spesifik yang membutuhkan pengaturan yang
berbeda (khusus atau perlu penerapan teknik pengaturan zonasi);
14) rumusan tabel atribut kegiatan untuk peta zonasi;
15) kebutuhan prasarana minimum/maksimum dan standar-standar pemanfaatan ruang;
16) kebutuhan teknik pengaturan zonasi; dan
17) konsep awal peraturan zonasi termasuk untuk mitigasi bencana, pemanfaatan
ruang dalam bumi, dan lain-lain.
Hasil dari tahap di atas didokumentasikan di dalam Buku Fakta dan Analisis.
4. Perumusan Konsep RDTR dan Muatan Peraturan Zonasi
Hasil kegiatan perumusan konsepsi RDTR terdiri atas:
a. tujuan penataan Wilayah Perencanaan (WP);
b. rencana struktur ruang;
c. rencana pola ruang;
d. ketentuan pemanfaatan ruang; dan
e. Peraturan zonasi, meliputi:
1) penentuan deliniasi blok peruntukan
2) perumusan aturan dasar, yang memuat:
a) ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan;
b) ketentuan intensitas pemanfaatan ruang;
c) ketentuan tata bangunan;
d) ketentuan prasarana minimal;
e) ketentuan khusus;
f) ketentuan pelaksanaan meliputi:
• ketentuan variansi pemanfaatan ruang;
• ketentuan insentif dan disinsentif; dan
• ketentuan penggunaan lahan yang tidak sesuai (nonconforming situation)
dengan peraturan zonasi;
5. Perumusan teknik pengaturan zonasi yang dibutuhkan (jika diperlukan).

Anda mungkin juga menyukai