Anda di halaman 1dari 15

URAIAN SINGKAT

Proses Penyusunan
a. Persiapan Proses persiapan penyusunan RDTR terdiri atas:
1) Penyusunan kerangka acuan kerja, meliputi:
a) Pembentukan tim penyusun RDTR kabupaten/kota yang beranggotakan:
(1) pemerintah daerah kabupaten/kota, khususnya dalam lingkup Forum Penataan Ruang
Kabupaten/Kota;
(2) tim ahli yang diketuai oleh profesional perencana wilayah dan kota yang bersertifikat,
memiliki pengalaman di bidang perencanaan pernah menyusun RDTR, dengan anggota
profesional pada bidang keahlian yang paling kurang terdiri atas:
(a) arsitek (rancang kota);
(b) pertanahan;
(c) geografi/geodesi;
(d) geologi/kebencanaan;
(e) teknik sipil (infrastruktur/prasarana/transportasi);
(f) teknik lingkungan; dan
(g) hukum.
Selain itu dapat dilengkapi dengan bidang keahlian lainnya sesuai dengan kebutuhan
perencanaan RDTR.
b) Penyusunan rencana kerja.
2) Penetapan metodologi yang digunakan;
a) kajian awal data sekunder, mencakup peninjauan kembali terhadap: (1) RTRW kabupaten atau
kota (termasuk Ketentuan Umum Zonasi); (2) RDTR (apabila ada);
(3) RTBL (apabila ada);
(4) RPJPD dan RPJMD; dan
(5) Ketentuan sektoral terkait pemanfaatan ruang.
b) penetapan wilayah perencanaan (WP) RDTR; Wilayah perencanaan RDTR merupakan bagian
dari kabupaten/kota yang akan atau perlu disusun RDTRnya. Wilayah perencanaan RDTR
tersebut ditetapkan oleh kepala daerah. Penetapan WP dapat mencakup wilayah administratif
maupun fungsional.
c) persiapan teknis pelaksanaan yang meliputi:
(1) penyimpulan data awal;
(2) penyiapan metodologi pendekatan pelaksanaan pekerjaan;
(3) penyiapan rencana kerja rinci; dan
(4) penyiapan perangkat survei (checklist data yang dibutuhkan, panduan wawancara,
kuesioner, panduan observasi, dokumentasi, dan lain-lain), serta mobilisasi peralatan dan
personil yang dibutuhkan.
d) pemberitaan kepada publik perihal akan dilakukannya penyusunan RDTR, tim ahli yang
terlibat, tahapan penyusunan, dan penjelasan lain yang diperlukan.
b. Pengumpulan Data dan Informasi Untuk keperluan pengenalan karakteristik WP serta penyusunan
rencana struktur ruang dan rencana pola ruang WP, dilakukan pengumpulan data primer dan
data sekunder, meliputi:
1) data primer, terdiri atas:
a) aspirasi masyarakat, termasuk pelaku usaha dan komunitas adat serta informasi terkait
potensi dan masalah penataan ruang yang didapat melalui metode: penyebaran angket,
forum diskusi publik, wawancara orang per orang, kotak aduan, dan lainnya;
b) kondisi dan jenis guna lahan/bangunan, intensitas ruang, serta konflik-konflik pemanfaatan
ruang (jika ada), maupun infrastruktur perkotaan yang didapat melalui metode observasi
lapangan; dan
c) kondisi fisik dan sosial ekonomi WP secara langsung melalui kunjungan ke semua bagian
dari wilayah kabupaten/kota.
2) data sekunder, terdiri atas:
a) data wilayah administrasi;
b) data dan informasi kependudukan;
c) data dan informasi bidang pertanahan;
d) data dan informasi kebencanaan; dan
e) peta dasar dan peta tematik yang dibutuhkan, antara lain:
(1) peta dasar rupa bumi Indonesia atau peta dasar lainnya dengan skala minimal 1:5.000;
(2) peta geomorfologi, peta geologi, peta topografi, serta peta kemampuan tanah dengan
skala minimal 1:5.000;
(3) peta penatagunaan tanah dengan skala minimal 1:5.000, meliputi:
(a) peta penguasaan tanah/pemilikan tanah/gambaran umum penguasaan tanah,
atau
(b) peta penggunaan dan/atau pemanfaatan tanah;
f) peta satuan wilayah sungai (SWS) dan daerah aliran sungai (DAS);
g) peta klimatologis (curah hujan, hidro-geologi, angin, dan temperatur);
h) peta kawasan rawan bencana dan/atau risiko bencana di level kabupaten/kota; dan i)
apabila masih terdapat pada wilayah tersebut, peta tematik sektoral tertentu seperti:
(1) peta kawasan obyek vital nasional dan kepentingan pertahanan dan keamanan dari
instansi terkait;
(2) peta lokasi kawasan industri maupun kluster industri kecil dari kementerian
perindustrian;
(3) peta sebaran lahan gambut (peatland), dari instansi terkait;
(4) peta kawasan hutan dari instansi terkait baik di pusat maupun daerah;
(5) peta kawasan pertanian dari instansi terkait baik di pusat maupun daerah.
(6) peta destinasi pariwisata dari instansi terkait baik di pusat maupun daerah;
(7) peta lokasi bangunan bersejarah dan bernilai pusaka budaya, dari instansi terkait;
dan/atau
(8) peta kawasan terpapar dampak perubahan iklim dari BMKG atau instansi terkait.
Penjaringan isu pembangunan berkelanjutan dilakukan melalui konsultasi publik.
Hasil kegiatan pengumpulan data akan menjadi bagian dari dokumentasi Buku
Fakta dan Analisis.
c. Pengolahan Data dan Analisis Pengolahan dan analisis data untuk penyusunan RDTR meliputi:
1) analisis struktur internal WP;
2) analisis sistem penggunaan lahan (land use);
3) analisis kedudukan dan peran WP dalam wilayah yang lebih luas;
4) analisis sumber daya alam dan fisik atau lingkungan WP;
5) analisis sosial budaya;
6) analisis kependudukan;
7) analisis ekonomi dan sektor unggulan;
8) analisis transportasi (pergerakan);
9) analisis sumber daya buatan;
10) analisis kondisi lingkungan binaan;
11) analisis kelembagaan;
12) analisis karakteristik peruntukan zona;
13) analisis jenis dan karakteristik kegiatan yang saat ini berkembang dan mungkin akan
berkembang di masa mendatang;
14)analisis kesesuaian kegiatan terhadap peruntukan/zona/sub zona;
15)analisis dampak kegiatan terhadap jenis peruntukan/zona/sub zona;
16) analisis pertumbuhan dan pertambahan penduduk pada suatu zona;
17) analisis gap antara kualitas peruntukan/zona/sub zona yang diharapkan dengan kondisi
yang terjadi di lapangan;
18) analisis karakteristik spesifik lokasi;
19) analisis ketentuan dan standar setiap sektor terkait; dan
20) analisis kewenangan dalam perencanaan, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
Selain analisis tersebut, dapat ditambahkan analisis sebagai berikut:
1) kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk pembangunan;
2) perkiran mengenai dampak dan resiko lingkungan hidup;
3) kinerja layanan atau jasa ekosistem;
4) efisiensi pemanfaatan sumber daya alam;
5) tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim; dan
6) tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati Rincian analisis dalam penyusunan
RDTR serta rincian perumusan substansi RDTR. Keluaran dari pengolahan data dan analisis
meliputi:
1) potensi dan masalah pengembangan di WP;
2) peluang dan tantangan pengembangan;
3) tema pengembangan WP;
4) kecenderungan perkembangan;
5) perkiraan kebutuhan pengembangan di WP;
6) intensitas pemanfaatan ruang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung (termasuk
prasarana/infrastruktur dan utilitas);
7) indikasi arahan penanganan kawasan dan lingkungan; dan
8) kriteria performa zona/subzona yang termuat pada tabel kriteria - pengklasifikasian
zona/subzona dalam RDTR. Contoh tabel kriteria pengklasifikasian zona/subzona dalam RDTR.
9) definisi zona dan kualitas lokal minimum yang diharapkan;
10) kesesuaian/kompatibilitas kegiatan dengan peruntukan/zona/sub zona;
11) kesesuaian/kompatibilitas kegiatan dengan kualitas lokal peruntukan/ zona/subzona
sebagai dasar perumusan ketentuan ITBX;
12) dampak kegiatan terhadap peruntukan/zona/subzona, sebagai dasar perumusan ketentuan
ITBX;
13) lokasi-lokasi dengan karakteristik spesifik yang membutuhkan pengaturan yang berbeda
(khusus atau perlu penerapan teknik pengaturan zonasi);
14) rumusan tabel atribut kegiatan untuk peta zonasi;
15) kebutuhan prasarana minimum/maksimum dan standar-standar pemanfaatan ruang;
16) kebutuhan teknik pengaturan zonasi; dan
17) konsep awal peraturan zonasi termasuk untuk mitigasi bencana, pemanfaatan ruang dalam
bumi, dan lain-lain.
Hasil dari tahap di atas didokumentasikan di dalam Buku Fakta dan Analisis.
d. Perumusan Konsepsi RDTR Perumusan konsepsi RDTR dilakukan dengan:
1) mengacu pada RTRW;
2) mengacu pada pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang; dan
3) memperhatikan RPJP kabupaten/kota dan RPJM kabupaten/kota. Konsepsi RDTR
dirumuskan berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan sebelumnya dengan menghasilkan
beberapa alternatif konsep RDTR, yang berisi:
1) rumusan tentang tujuan penataan WP; dan
2) konsep struktur internal WP.
Penyusunan alternatif konsepsi RDTR ini berdasarkan prinsip optimasi pemanfaatan ruang
kawasan perkotaan (ruang darat, ruang laut, ruang udara termasuk ruang di dalam bumi).
Kegiatan penyusunan konsepsi RDTR melibatkan masyarakat secara aktif dan bersifat
dialogis/komunikasi dua arah. Dialog dilakukan antara lain melalui konsultasi publik, workshop,
FGD, seminar, dan bentuk komunikasi dua arah lainnya. Konsultasi publik pada tahap
penyusunan konsepsi minimal dilakukan 1 (satu) kali yang melibatkan DPRD, perguruan tinggi,
pemerintah Provinsi, swasta, dan masyarakat, serta dituangkan dalam bentuk berita acara.
Setelah dilakukan beberapa kali iterasi, dipilih alternatif terbaik sebagai dasar perumusan
RDTR.
c) perumusan teknik pengaturan zonasi yang dibutuhkan (jika ada). Dalam rangka kemudahan
pelayanan perizinan dan keterbukaan informasi, maka diperlukan RDTR dalam bentuk digital
yang terintegrasi dengan sistem pelayanan perizinan berusaha secara elektronik. Tata cara
penyusunan RDTR dalam bentuk digital akan diatur lebih lanjut dalam peraturan tersendiri.
e. Penyusunan Rancangan Peraturan tentang RDTR Penyusunan rancangan peraturan tentang
RDTR dalam bentuk Rancangan Peraturan Kepala Daerah (raperkada), terdiri atas:
1) Penyusunan kajian kebijakan raperkada tentang RDTR; dan
2) Penyusunan raperkada tentang RDTR yang merupakan proses penuangan materi teknis
RDTR ke dalam pasal-pasal dengan mengikuti kaidah penyusunan peraturan perundang-
undangan.
2. Pelibatan peran masyarakat dalam penyusunan RDTR Kegiatan penyusunan raperkada
tentang RDTR melibatkan masyarakat dalam bentuk pengajuan usulan, keberatan, dan
sanggahan terhadap naskah Raperkada RDTR, melalui:
a. Media massa (televisi, radio, surat kabar, majalah);
b. Website resmi lembaga pemerintah yang berkewenangan menyusun RTRW
kabupaten/kota;
c. surat terbuka di media massa;
d. kelompok kerja (working group/public advisory group); dan/atau e. diskusi/temu warga
(public hearings/meetings), konsultasi publik, workshops, FGD, seminar, konferensi, dan
panel.
3. Pembahasan rancangan RDTR kabupaten/kota oleh Pemangku Kepentingan di tingkat
kabupaten/kota Konsultasi publik pada tahapan penyusunan raperkada tentang RDTR minimal
dilakukan 1 (satu) kali yang melibatkan DPRD, perguruan tinggi, pemerintah Provinsi, swasta,
asosiasi perencana, dan masyarakat, serta dituangkan dalam bentuk berita acara. Hasil
pelaksanaan penyusunan raperkada tentang RDTR terdiri atas:
a. Kajian kebijakan raperkada RDTR;
b. Naskah ranperkada tentang RDTR beserta seluruh lampirannya; dan
c. Berita acara pembahasan RDTR dengan para pemangku kepentingan, antara lain:
1) berita acara konsultasi publik; dan
2) berita acara pembahasan dengan kabupaten/kota yang berbatasan kalo ada atau dihadiri
oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten/kota sendiri.
Secara keseluruhan, penyusunan RDTR dilaksanakan paling lama 8 (delapan) bulan.

Anda mungkin juga menyukai