Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

SEJARAH DAENDELS

Disusun Oleh:
Ikhrom Kurnia Agusta (2230402043)
Janurian Alhafis ( 2220402037)
Kevin Ananta Farhat ( 2230402071 )

Dosen Pengampu:

Dra.Sri Suriana,M.Hum

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA


UIN RADEN FATAH PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2024
DAFTAR ISI
Daftar Isi.............................................................................................................................. i

Bab I Pendahuluan

a. Latar Belakang......................................................................................................... 1

b. Rumusan Masalah.................................................................................................... 2

c. Tujuan Masalah....................................................................................................... 2

Bab II Pembahasan

a. Sejarah Kehidupan Daendels................................................................................... 3


b. H.W. Daendels di Bidang Politik............................................................................ 12

c. H.W. Daendels di Bidang Ekonomi........................................................................ 14

Bab III Penutup

a. Kesimpulan.............................................................................................................. 16

b. Saran ....................................................................................................................... 16

Daftar Pustaka...................................................................................................................... 17

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Herman Willem Daendels (lahir di Hattem, Gelderland, Republik Belanda, 21
Oktober 1762 – meninggal di Elmina, Belanda Pantai Emas, 2 Mei 1818 pada umur 55
tahun), adalah seorang politikus Belanda yang merupakan Gubernur- Jenderal Hindia
Belanda yang ke-36. Ia memerintah antara tahun 1808 – Masa itu Belanda sedang dikuasai
oleh Perancis.Pada tahun 1780 dan 1787 ia ikut para kumpulan pemberontak di Belanda dan
kemudian melarikan diri ke Perancis. Di sana ia menyaksikan dari dekat Revolusi Perancis
dan lalu menggabungkan diri dengan pasukan Batavia yang republikan. Akhirnya ia
mencapai pangkat Jenderal dan pada tahun 1795 ia masuk Belanda dan masuk tentara
Republik Batavia dengan pangkat Letnan- Jenderal. Sebagai kepala kaum Unitaris, ia ikut
mengurusi disusunnya Undang-Undang Dasar Belanda yang pertama. Bahkan ia
mengintervensi secara militer selama dua kali. Tetapi invasi orang Inggris dan Rusia di
provinsi Noord-Holland berakibat buruk baginya. Ia dianggap kurang tanggap dan diserang
oleh berbagai pihak. Akhirnya ia kecewa dan mengundurkan diri dari tentara pada tahun Ia
memutuskan pindah ke Heerde, Gelderland.
Herman Willem Daendels atau di Indonesia lebih dikenal dengan nama Daendels,
adalah nama seorang Gubernur Jenderal Belanda yang pernah memerintah di bumi kita
tercinta ini antara tahun 1808 dan 1811. Berdasarkan buku-buku sejarah, Gubernur Jenderal
Daendels dikenal sebagai seorang diktator yang sangat kejam, tidak berperikemanusiaan, dan
selalu menindas rakyat demi keuntungan pemerintah Kolonial Belanda dan pribadinya.
Sebelum meninggalkan negeri Belanda menuju Jawa, Daendels menerima dua tugas yang
diberikan oleh Louis Napoleon, yang menjadi raja di negeri Belanda pada saat itu. Kedua
tugas itu adalah: mempertahankan Pulau Jawa agar tidak jatuh ke tangan Inggris dan
memperbaiki sistem administrasi negara di Jawa.
Kedua tugas ini diberikan kepadanya mengingat bahwa pada saat itu negeri Belanda
berada di bawah kekuasaan Napoleon Bonaparte, dan Inggris adalah salah satu negara yang
belum bisa ditaklukkan Prancis yang saat itu. (Eymeret: 1973: 29). Pada tanggal 28 Januari
1807 Daendels menerima tugas untuk menjadi Gubernur Jenderal di Hindia Belanda
langsung dari Louis Napoleon atas perintah dari Napoleon Bonaparte. Persiapan
keberangkatannya pun dilakukan. Pada tanggal 9 Februari 1807, Louis Napoleon

1
menandatangani instruksi yang harus dilakukan oleh Daendels. Instruksi itu terdiri atas 37
pasal. Pada bulan Maret, Daendels berangkat secara diam-diam, agar tidak diketahui pihak
Inggris, melalui Paris, kemudian ke Lisabon dengan menaiki kapal Amerika dan mengubah
namanya menjadi Van Vlierden. Dari Lisabon Daendels berlayar menuju Kepulauan Kanari
selanjutnya menuju pulau Jawa. (Paulus: 1917: 554). Pada tanggal 1 Januari 1808, setelah
menempuh perjalanan selama 10 bulan, Daendels mendarat di Anyer hanya dengan
didampingi oleh seorang ajudannya dan tanpa memiliki surat-surat kepercayaan. Dari Anyer
dia melalui jalan darat menuju ke Batavia untuk menemui gubernur jenderal saat itu, yaitu
Henricus Albertus Wiese (Stapel: 1940: 35). Tampaknya Wiese telah menerima berita
pengangkatan Daendels. Pada tanggal 14 Januari 1808 Wiese menyerahkan kekuasaannya
kepada Daendels.
Pada tahun 1806 ia dipanggil oleh Raja Belanda, Raja Louis (Koning Lodewijk)
untuk berbakti kembali di tentara Belanda. Ia ditugasi untuk mempertahankan provinsi
Friesland dan Groningen dari serangan Prusia.Setelah sukses, pada tanggal 28 Januari 1807
atas saran Kaisar Napoleon Bonaparte, ia dikirim ke Hindia Belanda sebagai Gubernur-
Jenderal menggantikan Gubernur-Jenderal Albertus Wiese dan untuk mengisi kekosongan
kekuasaan akibat dibubarkannya VOC. Dijuluki sebagai Tangan Besi. Daendels adalah
gubernur jenderal Hindia Belanda yang terkenal dengan kebijakannya yang keras dan
ambisius. Kebijakannya memiliki dampak yang signifikan pada politik, ekonomi, dan sosial
di Hindia Belanda.
.

B. Rumusan Masalah
Jelaskan tentang sejarah kehidupan Herman Willem Daendels atau di indonesia lebih dikenal
dengan sebutan Daendels serta jelaskan tentang politik dan ekonomi kehidupannya?

C. Tujuan Masalah
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui tentang sejarah kehidupan Herman
Willem Daendels atau di indonesia lebih dikenal dengan sebutan Daendels serta mengetahui
tentang politik dan ekonomi kehidupannya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Kehidupan Daendels


Meester in de Rechten Herman Willem Daendels (lahir di Hattem, 21
Oktober 1762 – meninggal di Ghana, 2 Mei 1818 pada umur 55
tahun), adalah seorang politikus Belanda yang merupakan Gubernur-
Jenderal Hindia-Belanda yang ke-36.
Ia memerintah antara tahun 1808 – 1811. Masa itu Belanda sedang
dikuasai oleh Perancis

 Masa Dewasa
Pada tahun 1780 dan 1787 ia ikut para kumpulan pemberontak di Belanda dan
kemudian melarikan diri ke Perancis. Di sana ia menyaksikan dari dekat Revolusi Perancis
dan lalu menggabungkan diri dengan pasukan Batavia yang republikan. Akhirnya ia
mencapai pangkat Jenderal dan pada tahun 1795 ia masuk Belanda dan masuk tentara
Republik Batavia dengan pangkat Letnan-Jenderal. Sebagai kepala kaum Unitaris, ia ikut
mengurusi disusunnya Undang-Undang Dasar Belanda yang pertama. Bahkan ia
mengintervensi secara militer selama dua kali. Tetapi invasi orang Inggris dan Rusia di
provinsi Noord-Holland berakibat buruk baginya. Ia dianggap kurang tanggap dan diserang
oleh berbagai pihak. Akhirnya ia kecewa dan mengundurkan diri dari tentara pada tahun
1800. Ia memutuskan pindah ke Heerde, Gelderland.

 Karier
Pada tahun 1806 ia dipanggil oleh Raja Belanda, Raja Louis (Koning Lodewijk)
untuk berbakti kembali di tentara Belanda. Ia ditugasi untuk mempertahankan provinsi
Friesland danGroningen dari serangan Prusia. Lalu setelah sukses, pada tanggal 28 Januari
1807 atas saran Kaisar Napoleon Bonaparte, ia dikirim ke Hindia-Belanda sebagai Gubernur-
Jenderal.

 Daendels di Hindia-Belanda
Maka setelah perjalanan yang panjang melalui Pulau Kanari, Daendels tiba di Batavia
pada tanggal 5 Januari 1808 dan menggantikan Gubernur-Jenderal Albertus Wiese. Daendels

3
diserahi tugas terutama untuk melindungi pulau Jawa dari serangan tentara Inggris. Jawa
adalah satu-satunya daerah koloni Belanda-Perancis yang belum jatuh ke tangan Inggris
setelah Isle de France dan Mauritius pada tahun1807. Namun demikian beberapa kali armada
Inggris telah muncul di perairan utara laut Jawa bahkan di dekat Batavia. Pada tahun 1800,
armada Inggris telah memblokade Batavia dan menghancurkan galangan kapal Belanda di
Pulau Onrust sehingga tidak berfungsi lagi. Pada tahun 1806, armada kecil Inggris di bawah
laksamana Pellew muncul di Gresik. Setelah blokade singkat, pimpinan militer Belanda, Von
Franquemont memutuskan untuk tidak mau menyerah kepada Pellew. Ultimatum Pellew
untuk mendarat di Surabaya tidak terwujud, tetapi sebelum meninggalkan Jawa Pellew
menuntut Belanda agar membongkar semua pertahanan meriam di Gresik dan dikabulkan.
Ketika mendengar hal ini, Daendels menyadari bahwa kekuatan Perancis-Belanda yang ada
di Jawa tidak akan mampu menghadapi kekuatan armada Inggris. Maka iapun melaksanakan
tugasnya dengan segera. Tentara Belanda diisinya dengan orang-orang pribumi, ia
membangunrumah sakit-rumah sakit dan tangsi-tangsi militer baru. Di Surabaya ia
membangun sebuah pabrik senjata, di Semarang ia membangun pabrik meriam dan di
Batavia ia membangun sekolah militer. Kastil di Batavia dihancurkannya dan diganti dengan
benteng di Meester Cornelis (kini Jatinegara). Di Surabaya dibangunnya Benteng Lodewijk.
Proyek utamanya, yaitu Jalan Raya Pos, sebenarnya dibangunnya juga karena manfaat
militernya, yaitu untuk mengusahakan tentara-tentaranya bergerak dengan cepat.
Terhadap raja-raja di Jawa, ia bertindak keras, tetapi kurang strategis sehingga mereka
menyimpan dendam kepadanya. Di mata Daendels, semua raja pribumi harus mengakui raja
Belanda sebagai junjungannya dan minta perlindungan kepadanya. Bertolak dari konsep ini,
Daendels mengubah jabatan pejabat Belanda di kraton Solo dan kraton Yogya dari residen
menjadi minister. Minister tidak lagi bertindak sebagai pejabat Belanda melainkan sebagai
wakil raja Belanda dan juga wakilnya di kraton Jawa. Oleh karena itu Daendels membuat
peraturan tentang perlakuan raja-raja Jawa kepada para Minister di kratonnya. Jika di zaman
VOC para residen Belanda diperlakukan sama seperti para penguasa daerah yang menghadap
raja-raja Jawa, dengan duduk di lantai dan mempersembahkan sirih sebagai tanda hormat
kepada raja Jawa, Minister tidak layak lagi diperlakukan seperti itu. Minister berhak duduk
sejajar dengan raja, memakai payung seperti raja, tidak perlu membuka topi atau
mempersembahkan sirih kepada raja, dan harus disambut oleh raja dengan berdiri dari
tahtanya ketika Minister datang di kraton. Ketika bertemu di tengah jalan dengan raja,
Minister tidak perlu turun dari kereta tetapi cukup membuka jendela kereta dan boleh
berpapasan dengan kereta raja. Meskipun di Surakarta Sunan Paku Buwono IVmenerima
4
ketentuan ini, di Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono II tidak mau menerimanya. Daendels
harus menggunakan tekanan agar Sultan Yogya bersedia melaksanakan aturan itu.Tetapi
dalam hati kedua raja itu tetap tidak terima terhadap perlakuan Daendels ini. Jadi ketika
orang-orang Inggris datang, maka mereka bersama-sama dengan para raja “mengkhianati”
orang Belanda.
Berbeda dengan apa yang dipercaya orang selama ini, Daendels selama masa
pemerintahannya memang memerintahkan pembangunan jalan di Jawa tetapi tidak dilakukan
dariAnyer hingga Panarukan. Jalan antara Anyer dan Batavia sudah ada ketika Daendels tiba.
Oleh karena itu menurut het Plakaatboek van Nederlandsch Indie jilid 14, Daendels mulai
membangun jalan dari Buitenzorg menuju Cisarua dan seterusnya sampai ke
Sumedang.Pembangunan dimulai bulan Mei 1808. Di Sumedang, proyek pembangunan jalan
ini terbentur pada kondisi alam yang sulit karena terdiri atas batuan cadas, akibatnya para
pekerja menolak melakukan proyek tersebut dan akhirnya pembangunan jalan macet.
Akhirnya Pangeran Kornel turun tangan dan langsung menghadap Daendels untuk meminta
pengertian atas penolakan para pekerja. Ketika mengetahui hal ini, Daendels memerintahkan
komandan pasukan zeni Brigadir Jenderal von Lutzow untuk mengatasinya. Berkat tembakan
artileri, bukit padas berhasil diratakan dan pembangunan diteruskan hingga Karangsambung.
Sampai Karangsambung, proyek pembangunan itu dilakukan dengan kerja upah. Para bupati
pribumi diperintahkan menyiapkan tenaga kerja dalam jumlah tertentu dan masing-masing
setiap hari dibayar 10 sen per orang dan ditambah dengan beras serta jatah garam setiap
minggu.
Setibanya di Karangsambung pada bulan Juni 1808, dana tiga puluh ribu gulden yang
disediakan Daendels untuk membayar tenaga kerja ini habis dan di luar dugaannya, tidak ada
lagi dana untuk membiayai proyek pembangunan jalan tersebut. Ketika Daendels berkunjung
ke Semarang pada pertengahan Juli 1808, ia mengundang semua bupati di pantai utara Jawa.
Dalam pertemuan itu Daendels menyampaikan bahwa proyek pembangunan jalan harus
diteruskan karena kepentingan mensejahterakan rakyat (H.W. Daendels, Staat van
Nederlandsch Indische Bezittingen onder bestuur van Gouverneur Generaal en Marschalk
H.W. Daendels 1808-1811, ‘s Gravenhage, 1814). Para bupati diperintahkan menyediakan
tenaga kerja dengan konsekuensi para pekerja ini dibebaskan dari kewajiban kerja bagi para
bupati tetapi mencurahkan tenaganya untuk membangun jalan. Sementara itu para bupati
harus menyediakan kebutuhan pangan bagi mereka. Semua proyek ini akan diawasi oleh para
prefect yang merupakan kepala daerah pengganti residen VOC. Dari hasil kesepakatan itu,
proyek pembangunan jalan diteruskan dari Karangsambung ke Cirebon. Pada bulan Agustus
5
1808 jalan telah sampai di Pekalongan. Sebenarnya jalan yang menghubungkan Pekalongan
hingga Surabaya telah ada, karena pada tahun 1806 Gubernur Pantai Timur Laut Jawa
Nicolaas Engelhard telah menggunakannya untuk membawa pasukan Madura dalam rangka
menumpas pemberontakan Bagus Rangin di Cirebon (Indische Tijdschrift, 1850). Jadi
Daendels hanya melebarkannya. Tetapi ia memang memerintahkan pembukaan jalan dari
Surabaya sampai Panarukan sebagai pelabuhan ekspor paling ujung di Jawa Timur saat itu.
Kontroversi terjadi tentang pembangunan jalan ini. Pada masa Daendels banyak
pejabat Belanda yang dalam hatinya tidak menyukai Perancis tetapi tetap setia kepada dinasti
Oranje yang melarikan diri ke Inggris. Namun mereka tidak bisa berbuat banyak karena
penentangan terhadap Daendels berarti pemecatan dan penahanan dirinya. Hal itu menerima
beberapa orang pejabat seperti Prediger (Residen Manado), Nicolaas Engelhard (Gubernur
Pantai Timur Laut Jawa) dan Nederburgh (bekas pimpinan Hooge Regeering). Mereka yang
dipecat ini kemudian kembali ke Eropa dan melalui informasi yang dikirim dari para pejabat
lain yang diam-diam menentang Daendels (seperti Peter Engelhard Minister Yogya, F.
Waterloo Prefect Cirebon, F. Rothenbuhler, Gubernur Ujung Timur Jawa), mereka menulis
keburukan Daendels. Di antara tulisan mereka terdapat proyek pembangunan jalan raya yang
dilakukan dengan kerja rodi dan meminta banyak korban jiwa. Sebenarnya mereka sendiri
tidak berada di Jawa ketika proyek pembangunan jalan ini dibuat. Ini terbukti dari
penyebutan pembangunan jalan antara Anyer dan Panarukan, padahal Daendels membuatnya
dimulai dari Buitenzorg. Sayang sekali arsip-arsip mereka lebih banyak ditemukan dan
disimpan di arsip Belanda, sementara data-data yang dilaporkan oleh Daendels atau para
pejabat yang setia kepadanya (seperti J.A. van Braam, Minister Surakarta) tidak ditemukan
kecuali tersimpan di Perancis karena Daendels melaporkan semua pelaksanaan tugasnya
kepada Napoleon setelah penghapusan Kerajaan Belanda pada tahun 1810. Sejarawan
Indonesia yang banyak mengandalkan informasi dari arsip Belanda ikut berbuat kesalahan
dengan menerima kenyataan pembangunan jalan antara Anyer-Panarukan melalui kerja rodi.
Kontroversi lain yang menyangkut pembangunan jalan ini
adalah tidak pernah disebutkannya manfaat yang diperoleh dari
jalan tersebut oleh para sejarawan dan lawan-lawan Daendels.
Setelah proyek pembuatan jalan itu selesai, hasil produk kopi dari
Gambar Kerja Rodi pedalaman Priangan semakin banyak yang diangkut ke pelabuhan
Cirebon dan Indramayu padahal sebelumnya tidak terjadi dan produk itu membusuk di
gudang-gudang kopi Sumedang, Limbangan, Cisarua dan Sukabumi. Begitu juga dengan
adanya jalan ini, jarak antara Surabaya-Batavia yang sebelumnya ditempuh 40 hari bisa
6
disingkat menjadi 7 hari. Ini sangat bermanfaat bagi pengiriman surat yang oleh Daendels
kemudian dikelola dalam dinaspos.
Di sisi lain dikatakan bahwa Daendels mebuat birokrasi menjadi lebih efisien dan
mengurangi korupsi. Tetapi ia sendiri dituduh korupsi dan memperkaya diri sendiri. Akhirnya
ia dipanggil pulang oleh Perancis dan kekuasaan harus diserahkan kepada Jan Willem
Janssens, seperti diputuskan oleh Napoleon Bonaparte.Pemanggilan pulang ini
dipertimbangkan oleh Napoleon sendiri. Dalam rangka penyerbuan ke Rusia, Napoleon
memerlukan seorang jenderal yang handal dan pilihannya jatuh kepada Daendels. Dalam
korps tentara kebanggaan Perancis (Grande Armee), ada kesatuan Legiun Asing (Legion
Estranger) yang terdiri atas kesatuan bantuan dari raja-raja sekutu Perancis. Di antaranya
adalah pasukan dari Duke of Wurtemberg yang terdiri atas tiga divisi (kira-kira 30 ribu
tentara). Tentara Wurtemberg ini sangat terkenal sebagai pasukan yang berani, pandai
bertempur tetapi sulit dikontrol karena latar belakang mereka sebagai tentara bayaran pada
masa sebelum penaklukan oleh Perancis. Napoleon mempercayakan kesatuan ini kepada
Daendels dan dianugerahi pangkat Kolonel Jenderal.
Ketika tiba di Paris dari perjalanannya di Batavia, Daendels disambut sendiri oleh
Napoleon di istana Tuiliries dengan permadani merah. Di sana ia diberi instruksi untuk
memimpin kesatuan Wurtemberg dan terlibat dalam penyerbuan ke Rusia pada tanggal 22
Juni 1812.

 Kekuasaan H.W. Daendels di Jawa (1808 – 1811)


Di awal Januari 1795, Napoleon menaklukkan negeri Belanda tanpa perlawanan yang
berarti. Raja Willem V melarikan diri dan bersembunyi di Kew, sebuah kota kecil di Inggris.
Sebagai ganti Willem V, Napoleon mendudukkan adiknya, Louis Bonaparte, di tahta kerajaan
Belanda. Segera ia memerintahkan untuk mengantisipasi serangan dari Inggris terhadap tanah
jajahan. Ada tiga target utama serangan Inggris yaitu; Tanjung Harapan, Jawa dan kepulauan
Maluku. Ketiga tempat tersebut berada didalam blokade angkatan laut Inggris. Napoleon pun
mengirim dua orang militer untuk tujuan itu. Jendral Jan Willem Janssen di kirim ke Tanjung
Harapan tahun 1803 dan Marshall Herman Willem Daendels ke Jawa tahun 1808.

7
Plattegrond Van Batavia

H.W. Daendels adalah seorang jendral Belanda, pengagum Napoleon dan Jacobis. Ia
memimpin perlawanan yang gagal terhadap kerajaan Oranje pada 1787. Setelah
kegagalannya, ia lari ke Prancis. Ia kembali ke Belanda, 1795, bersama serangan Prancis.
Sejak itu, Belanda terlibat dalam perang Eropa di pihak Prancis. 1797, Daendels memimpin
30.000 pasukan Belanda di Texel, menunggu invasi Inggris yang sedang dalam pertempuran
laut di Camperdown. 1799, ia hampir menjadi tawanan perang di pertempuran Helder.
Di awal 1800-an, Inggris dan Prancis mengkonsentrasikan kekuatan perangnya di
wilayah India dan Mesir. Secara tak terduga Tanjung Harapan sebagai pelabuhan strategis
dapat di kuasai Inggris tahun 1806, Jawa berada dalam posisi terancam. Jawa membutuhkan
seorang gubernur-jendral baru yang dapat memperkuat pertahanan militer. Untuk alasan itu,
Napoleon tidak mempercayai pejabat Asiatic Council, Dirk van Hogendorp, seorang liberalis
yang dicalonkan sebagai gubernur jendral. Maka pilihan jatuh pada Daendels.
Daendels menempuh perjalanan melalui Cadix, Tanger, Kepulauan Kanari dan New
York. Dengan kapal dagang berbendera Amerika, Daendels tiba di Batavia pada Januari
1808. Amerika adalah negara netral yang tidak terlibat dalam perang Eropa. Kedatangannya
seorang diri menggunakan nama samaran van Vlierden (nama istrinya) dengan kapal tersebut,
dimaksudkan untuk mengelabui blokade kapal perang Inggris. Kedatangannya di Batavia, ia
langsung berhadapan dengan keadaan keuangan dan administrasi yang buruk. Korupsi

8
membuat bangkrut VOC. Keuntungan dagang lebih banyak masuk ke kantong pejabat VOC.
Kekuatan pasukan Belanda di Jawa tidak lebih dari 2.000 orang dengan kemampuan dan
disiplin yang rendah.
Pada saat yang hampir bersamaan dengan dikuasainya Belanda oleh Prancis, VOC
dibubarkan. Herren XVII (dewan beranggotakan 17 orang pengusaha besar Belanda)
ditiadakan. Sebagai gantinya, seluruh jajahan Belanda langsung berada dibawah penguasaan
kerajaan Belanda dan diurus oleh kementerian jajahan (Pemerintah kolonial Belanda di
Nusantara menguasai Jawa, Palembang, Makassar dan Maluku, sisanya dikuasai oleh
Inggris). Pengaruh langsung dari pergantian itu adalah soal otonomi pengaturan keuangan
dan pembentukkan angkatan perang.
Segera setelah menginjakkan kakinya di Weltevreden, Daendels mengganti bendera
Belanda di depan kantor gubernuran dengan bendera Prancis. Tak ada seorang pegawai pun
yang berani bereaksi atas tindakannya itu. Begitu pula ketika ia mengeluarkan aturan bahwa
pegawai pemerintah kolonial dilarang untuk memberi dan menerima hadiah dari pejabat
pribumi. Setiap kesalahan akan ditindak dengan keras dan tak luput dari dampratan dengan
suaranya yang sangat keras. Hobi membentak dan suaranya yang menggelegar membuatnya
mendapat panggilan mas guntur dan mas galak. Berdiri di atas ketaatan para pegawainya, ia
membangun pasukan dalam jumlah dan organisasi yang cukup mengesankan. Pasukannya
terdiri dari orang-orang Belanda dan pribumi. Ia menghentikan penggunaan orang-orang
Jawa dalam pasukan inti nya dan menggantinya dengan orang-orang dari Madura, Makasar,
Bali, Ambon dan budak-budak dari wilayah jajahan lainnya. Sistem kepangkatan dalam
organisasi militer eropa diterapkan pula dalam pasukan pribumi. Mereka mendapat latihan,
pangkat, ransum, seragam, senjata dan juga upah. Dalam dua tahun, ia berhasil membentuk
20.000 orang pasukan yang terdiri dari lima divisi; divisi mobile, tiga divisi kota (Batavia,
Semarang, dan Surabaya) dan divisi pertahanan di luar Jawa. Ia mengatur korps tentaranya
dengan gaya Prancis dan mengubah banyak industri komersial menjadi industri militer,
seperti pabrik-pabrik di Gresik menjadi senjata dan di Semarang diubah menjadi penghasil
mesiu.
Sebagai bagian dari proyek militernya, Daendels juga membangun instalasi militer
seperti pelabuhan militer di Surabaya dan benteng di Mester Cornelis serta sebuah jalan
utama dari Anyer hingga Panarukan. Sebelumnya, hanya ada jalan setapak yang diketahui
oleh penduduk setempat dan itupun selalu disertai dengan penebasan hutan. Jalur
perdagangan lebih mengutamakan penggunaan jalur laut sepanjang pantai utara.

9
Kesulitan jalur darat itu memang telah menjadi perhatian pihak kolonial seperti yang
dituturkan oleh Francois Tombe. Tombe adalah seorang perwira Prancis yang dikirim oleh
Daendels dua tahun sebelum kedatangannya. Tugasnya adalah membuat peta selat Bali.
Sayangnya, ia terdampar di Banyuwangi dan kemudian memutuskan melakukan perjalanan
ke Surabaya. Perjalanan itu memakan waktu enam bulan.
Dari sekian banyak proyek Daendels dalam kurun waktu tiga tahun
kepemimpinannya, pembuatan jalan utama Anyer-Panarukan adalah yang paling besar
pengaruhnya. Bahkan diluar yang dibayangkan olehnya sebagai fasilitas yang mempercepat
mobilitas pasukan (Dengan kekuatan lautnya, Inggris mempunyai kemungkinan untuk
mendarat dimanapun sepanjang pantai utara Jawa. Oleh karena itu, mustahil bagi Daendels
untuk terus mengawasinya. Baginya, adalah paling penting membangun pasukan infanteri
dengan mobilitas yang tinggi untuk mengantisipasi penyusupan lebih jauh dari pasukan
Inggris). Belum diperoleh waktu yang tepat kapan pembuatan jalan tersebut dimulai. Hanya
saja, bersamaan dengan pembuatan jalan, ia juga mendirikan jasa pos dan telegraf yang
kemudian menjadi nama jalan Anyer-Panarukan, groote postweg (jalan raya pos). Tercatat
pada 1810 Daendels telah membeli 200 ekor kuda — alat pengangkut pos — yang
menandakan jalan Anyer-Panarukan telah selesai. Pada tahun ini juga ia menghidupkan
kembali surat kabar yang sebelumnya pernah terbit dan mati, Bataviasche Koloniale Courant.
Surat kabar ini terus terbit hingga berakhirnya kekuasaan kolonial di Indonesia.
Groote postweg di buat dalam jangka waktu sekitar satu tahun. Pembuatannya
memaksa pada penguasa pribumi setempat, yang dilewati jalan tersebut, untuk mengerahkan
penduduk di wilayah cacah-nya. Jarak yang ditempuh oleh Groote postweg adalah sekitar
800 mil. Dalam jarak itu, dibangun 12 pesanggrahan, 126 stasiun untuk kereta, 51 stasiun
untuk penggantian kuda-kuda pos, semuanya didirikan atas tanggung jawab bupati setempat.
Menurut laporan yang didapat oleh Raffles, pembuatan jalan tersebut memakan korban
sekitar 10.000 orang. Dalam situasi perang Inggris-Prancis di Nusantara, seluruh aktivitas
Daendels dipantau oleh biro urusan intelejen Inggris yang berpusat di Penang.
Februari 1808, Du Fuy menghadap Sultan Banten untuk meminta pekerja untuk
pengerjaan jalan dan pembuatan pelabuhan militer di Merak. Sultan Banten yang berseteru
dengan pemerintah kolonial sejak masa VOC menolak. Ia melihat peperangan antara Inggris
dan Prancis memberikan kesempatan baginya untuk memberontak apalagi pasukan Daendels
dianggap belum cukup siap untuk menghadapi peperangan. Atas alasan itu, ia membunuh Du
Fuy dan menghabisi seluruh garnisun kecil pemerintah kolonial di Banten. Atas tindakannya
itu, segera Daendels mengirim 1.000 pasukan yang dipimpinnya langsung. Kesultanan
10
Banten berhasil dikuasai bahkan Daendels sambil duduk di tahta kerajaan berujar, “akulah
raja Banten”. Kesultanan Banten kemudian dihapus dan ia mengirim saudaranya untuk
menjadi residen di sana (Kemudian hari ia merehabilitasi kesultanan Banten dan menentukan
siapa yang duduk di tahta kerajaan. Banten tidak sepenuhnya aman dari gangguan karena
sering adanya pemberontakan yang dibantu oleh Inggris.)
Sebagai penganut jacobism, Daendels menghancurkan kekuatan raja-raja Jawa.
Setelah Banten, ia mencoba mengatasi kesultanan Yogyakarta. Mangkunegara II di Surakarta
telah memutuskan untuk bekerjasama dengan Belanda. Atas perintah Daendels pada 1808,
Mangkunegara II mendapat pangkat kolonel dan membentuk Legiun Mangkunegara
beranggotakan 1.150 prajurit serta mendapat bantuan 10.000 ryksdaalders pertahun.
Sementara itu, Saudara ipar Sultan Hamengkubuwana II, Raden Rangga melancarkan
pemberontakan atas Daendels yang secara diam-diam mendapat dukungan dari Sultan
Hamengkubuwana II. Dengan 3.200 pasukan, Daendels dapat mengatasi pemberontakan.
Pangeran Rangga terbunuh dan Sultan Hamengkubuwana II diturunkan dari tahta serta
digantikan oleh putra mahkota. Atas pembangkangan itu, dua orang pangeran, Natakusuma
dan Natadiningrat, dikirim ke penjara Cirebon.
Menjelang akhir jabatannya, Daendels menghadapi banyak persoalan. Perjalanan
kepemimpinannya telah membangun tembok kebencian baik dikalangan Belanda maupun
Pribumi. Beberapa suku yang menjadi anggota pasukannya membelot dan menolak berperang
di pihaknya. Belum dapat dipastikan apakah itu ada kaitannya dengan kegiatan intelejen
Inggris.
Proyek besar Daendels memakan banyak biaya. Sementara keadaan keuangannya
semakin memburuk. Blokade Inggris menyebabkan hilangnya pemasukan dari sektor
perdagangan. Bahkan untuk mata uang, Daendels harus mengeluarkan assigant (Mata uang
kertas yang biasa digunakan di Prancis)sebagai pengganti mata uang tembaga yang bahannya
harus diimpor. Satu-satunya pemasukan yang diperolehnya adalah dari pajak (Pajak
dikenakan pada penjualan barang, tol jalan, penjualan & penyewaan tanah, judi, rumah madat
dan banyak lagi.), pencetakan assigant, dan penjualan tanah seperti. Contoh penjualan tanah
seperti yang berlangsung pada wilayah Besuki dan Panarukan kepada Kapiten Cina di
Surabaya, Han Chan Pit. Terakhir ia menjual tanah seluas Besuki dan Panarukan di
Probolinggo kepada saudara Han Chan Pit, Han Ki Ko.
Pada masa Daendels, ia memindahkan ibukota pemerintahan dari Batavia ke
Weltevreden dan memindahkan tempat tinggal dari Batavia ke Buitenzorg (Bogor). Dengan
gajinya, 130.000 guilders, ia membeli tanah Buitenzorg ke pemerintah dan membangun
11
sebuah istana megah bagi dirinya yaitu Istana Bogor. Tanah disekitar istana dijual kembali ke
pengusaha Cina dan istananya dijual kembali kepada pemerintah. Pada saat hendak
digantikan oleh W. Janssens, Daendels menjual istananya. Untuk penjualan itu, ia mendapat
untung 900.000 guilders. Pada 27 April 1811, W. Janssens datang disertai oleh seorang
mayor jenderal Prancis, Jumel. Segera Daendels diganti dan dipulangkan. Sebagai seorang
tahanan.
4 Agustus 1811 60 kapal perang Inggris muncul di Batavia. 26 Agustus seluruh
wilayah disekitar Batavia dapat dikuasai. Janssens bertahan di Semarang bersama legiun
Mangkunegara dibantu pasukan Yogyakarta dan Surakarta. 18 September 1811, Janssens
menyerah di Salatiga.

B. H.W. Daendels di Bidang Politik


Herman Willem Daendels, yang merupakan politikus dan jenderal Belanda,
mempunyai berbagai kebijakan di bidang politik dan pemerintahan saat ia menjabat sebagai
Gubernur-Jenderal Hindia Belanda antara tahun 1808-1811. Louis Napoleon yang berasal
dari Perancis, menunjuk Daendels untuk menjadi gubernur jenderal Belanda pada 1808-1811.

 Politik Sentralisasi Kekuasaan:


Salah satu tindakan terpenting Daendels adalah sentralisasi kekuasaan di Hindia Belanda. Ia
memusatkan kekuasaan administratif di tangan pemerintah pusat di Batavia (sekarang
Jakarta), dan mengurangi otonomi yang dinikmati oleh penguasa lokal di wilayah-wilayah
Hindia Belanda. Hal ini bertujuan untuk memperkuat kendali Belanda atas koloninya.

 Reformasi Administrasi
Daendels melakukan reformasi administratif yang signifikan dengan memperkenalkan
struktur administrasi yang lebih efisien dan terpusat. Ia mengganti sistem pemerintahan lama
yang berbasis pada konsep "piagam daerah" dengan sistem administrasi yang lebih
sentralistik. Adapun Tugas Daendels adalah sebagai berikut:
 Daendels mempunyai tugas untuk memperkuat pertahanan Jawa sebagai basis militer
Perancis untuk melawan pasukan Inggris di kawasan Samudra Hindia.
 Ia juga bertanggung jawab untuk mempertahankan Pulau Jawa agar tidak jatuh ke
tangan Inggris.

12
 Daendels juga bertugas untuk memperkuat dan memperbaiki administrasi
pemerintahan.
 Daendels juga mempunyai tugas untuk memperbaiki kehidupan ekonomi nusantara,
terlebih di Jawa.
 Daendels melakukan reorganisasi sistem pemerintahan dan birokrasi di Jawa.
 Kebijakan militer dan pertahanan: Seluruh kebijakan di bidang militer dan pertahanan
ditujukan untuk mempertahankan Jawa dari serangan Inggris.
 Perubahan sistem pemerintahan: Daendels menerapkan sistem pemerintahan
sentralisasi kekuasaan dan menjadikan Batavia sebagai pusat kekuasaan
 Perubahan sistem politik: Ia juga mengubah sistem politik dan pemerintahan
Indonesia, yang memburukkan hubungannya dengan para raja di Jawa, yang memicu
berbagai perlawanan.

Kebijakan pemerintahan oleh Daendels merujuk pada masa kekuasaan Herman


Willem Daendels sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda dari tahun 1808 hingga 1811.
Daendels dikenal karena kebijakan-kebijakan reformis yang diimplementasikan selama masa
pemerintahannya, yang berdampak besar pada struktur administratif, ekonomi, dan
infrastruktur di wilayah jajahan Belanda di Hindia Timur (sekarang Indonesia). Inilah
kebijakan-kebijakan Daendels, yaitu:
 Membatasi kekuasaan kerajaan-kerajaan Indonesia secara ketat, terhadap aspek hidup
masyarakat.
 Membagi pulau Jawa menjadi 23 karisidenan.
 Pembagian tanah Jawa menjadi 9 bagian prefektur (wilayah yang memiliki otoritas)
 Kedudukan Bupati sebagai penguasa tradisional diubah oleh Daendels menjadi
pegawai pemerintah yang digaji.
 Membagai wilayah Jawa bagian timur menjadi 5 prefektur (setingkat provinsi) yaitu
Surabaya, Sumenep, Rembang, Pasuruan, dan Gresik,
 Daendels melakukan reorganisasi sistem pemerintahan dan birokrasi di Jawa,
membuat kebijakan di berbagai bidang, sampai peradilan.
 Kebijakan yang mengeluarkan praktik perbudakan menjadikan hubungannya dengan
para raja di Jawa memburuk hingga memicu berbagai perlawanan.
 Daendels mengusahakan pembuatan jalan, hospital, dan lain-lain untuk memperkuat
infrastruktur di Indonesia.

13
 Ia mengusahakan pemerintahan kolonial di Indonesia dengan sistem kediktatoran dan
modernitas,
 Pembangunan Jalan Raya: Salah satu tindakan paling terkenal Daendels adalah
membangun sistem jalan raya yang luas dan padat di Pulau Jawa. Proyek ini bertujuan
untuk memperbaiki konektivitas antara wilayah-wilayah penting di Jawa, dan
memungkinkan mobilisasi tentara secara efisien untuk keperluan administratif dan
militer.
 Pusat Administrasi: Daendels memindahkan pusat administrasi kolonial dari Batavia
(sekarang Jakarta) ke Semarang. Ini adalah upaya untuk memperkuat kendali
pemerintah kolonial di Pulau Jawa, yang pada saat itu merupakan pusat pemerintahan
dan pusat aktivitas ekonomi di wilayah tersebut.
 Kebijakan Keras: Daendels dikenal karena pendekatannya yang tegas terhadap
pemerintahan. Ia menerapkan kebijakan yang sangat otoriter dan keras terhadap
pemberontakan dan penentangan terhadap pemerintah kolonial Belanda.
 Pembangunan Benteng: Daendels juga meningkatkan pembangunan infrastruktur
pertahanan, termasuk pembangunan benteng dan benteng-benteng lainnya untuk
memperkuat posisi Belanda di Hindia Timur.
 Penghapusan Monopoli Perdagangan: Daendels mencoba untuk mengurangi
monopoli yang dimiliki oleh Kompeni (VOC) dalam perdagangan di Hindia Timur.
Namun, upaya ini tidak terlalu berhasil karena masih ada tekanan dari pihak Belanda
yang mendukung monopoli tersebut.

C. H.W. Daendels di Bidang Ekonomi


H.W. Daendels, sebagai gubernur jenderal pada masa penjajahan Belanda, memiliki
kebijakan yang sangat berpengaruh di bidang pertahanan dan ekonomi. Sebagai sosok yang
revolusioner, Daendels mendukung perubahan-perubahan liberal dan bercita-cita untuk
memperbaiki nasib rakyat dengan cara memajukan perdagangan dan pertanian. Di bidang
pertahanan, ia membuat kebijakan untuk mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris,
seperti membangun jalan raya pos dari Anyer sampai Panarukan. Di bidang ekonomi,
Daendels membuat kebijakan untuk memperbaiki keungan pemerintah Belanda akibat
kebangkrutan yang dialami VOC, seperti membangun jalan raya pos dan membuka
perkebunan yang mampu menghasilkan komoditas. Selain itu, ia juga harus memperkuat

14
pertahanan, memperbaiki administrasi pemerintahan, dan memperbaiki kehidupan sosial
ekonomi di Nusantara, khususnya Jawa.

Tujuan:
 Meningkatkan pendapatan kas Belanda yang kosong akibat perang Napoleon.
 Memperkuat pertahanan Jawa.
Kebijakan:
 Sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel):
 Petani diwajibkan menanam tanaman tertentu (kopi, tebu, nila).
 Hasil panen wajib dijual kepada pemerintah dengan harga rendah.
 Pelanggaran dihukum berat.

Penjualan tanah partikelir:


 Tanah-tanah milik pemerintah dijual kepada swasta (pribumi, Tionghoa, Eropa).
 Bertujuan untuk mendapatkan dana dan meningkatkan produksi.
Monopoli perdagangan:
 Belanda memonopoli perdagangan di Hindia Belanda.
 Petani tidak boleh menjual hasil panennya kepada pihak lain.

Adapun Dampaknya
Positif:
 Meningkatkan pendapatan kas Belanda.
 Memperkuat pertahanan Jawa.
 Membuka peluang investasi swasta.
Negatif:
 Bekerja keras tanpa upah yang layak.
 Kekurangan pangan.
 Kematian akibat kelaparan dan penyakit.
 Petani tidak punya waktu untuk mengurus tanaman lain.
 Kerusakan lingkungan.

15
BABIII
PENUTUP
A. Kesimpulan
Daendels sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda adalah bahwa Daendels
mengubah jabatan pejabat Belanda di kraton Solo dan Yogya dari residen menjadi minister.
Ini berarti, minister tidak lagi bertindak sebagai pejabat Belanda melainkan sebagai wakil raja
Belanda dan juga wakilnya di kraton Jawa. Daendels membuat peraturan tentang perlakuan
raja-raja Jawa kepada para Minister di kratonnya. Jika pada zaman VOC para residen
Belanda diperlakukan sama seperti para penguasa daerah yang menghadap raja-raja Jawa,
dengan duduk di lantai dan mempersembahkan sirih sebagai tanda hormat kepada raja Jawa,
Minister tidak layak lagi diperlakukan seperti itu. Minister berhak duduk sejajar dengan raja,
memakai payung seperti raja, tidak perlu membuka topi atau mempersembahkan sirih kepada
raja. Daendels juga mengubah sistem pembangunan jalan, menggunakan sistem upah,
kerjapaksa, dan memerintahkan para pribumi untuk wajib menyerahkan hasil pertanian
mereka. Pembangunan jalan raya Daendels menjadikan peningkatan ekonomi semakin cepat,
khususnya transportasi kopi. Seluruh produksi kopi di ekspor ke pasar Eropa dan Amerika.
Dalam Pembangunan Jalan Raya Pos Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Cirebon
1808 -1815 adalah bahwa Jalan Raya Pos atau Jalan Daendels yang membentang dari Anyer -
Panarukan dengan jarak 1000 kilometer yang dibangun pada tahun 1808 adalah titik balik
dalam sejarah Indonesia modern. Pembangunan jalan raya tersebut mempermudah perjalanan
yang semula memakan waktu yang lama kini biasa dilalui dengan singkat. Selain itu,
pengangkutan barang atau hasil pertanian dari berbagai daerah juga semakin lancar, hasil
komoditi dagang juga semakin naik. Pembagunan jalan raya Daendels menjadikan
peningkatan ekonomi semakin cepat, khususnya transportasi kopi. Seluruh produksi kopi di
ekspor ke pasar Eropa dan Amerika.

B. Saran
Penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan yang penulis miliki, baik dari tulisan maupun
bahasa yang penulis sajikan, oleh karena itu mengharapkan kritik dan sarannya, agar
kedepannya penulis dapat membuat makalah lebih baik lagi dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembacanya agar meningkatkan wawasan dalam memahami sejarah
kehidupan dari H.W. Daendels.

16
DAFTAR PUSTAKA

Cribb, R. B., Kahin, A., & Kahin, G. McT. (2004). Historical Dictionary of Indonesia.

Scarecrow Press.

De Roever, A. (2009). The Dutch in the Indian Ocean. Zutphen: Walburg Pers.

Elson, R. E. (2009). The Idea of Indonesia: A History. Cambridge University Press.

Nusa Jawa Silang Budaya I,II & III, Dennys Lombard Raffles of The Eastern Isles, C.E.

Wurtzburg Nusantara, Vlekke Sejarah Indonesia Modern, Ricklefs

Ricklefs, M. C. (1991). A History of Modern Indonesia Since c. 1200. Palgrave Macmillan.

Ricklefs, M. C. (2008). A History of Modern Indonesia Since c. 1300. Palgrave Macmillan.

The Dutch in the Far East: A History of the Netherlands Settlements in the East Indies" oleh

W. O. J. Nieuwenkamp

http://repository.syekhnurjati.ac.id/5314/3/bab%20V.pdf

https://eprints.uny.ac.id/13506/2/bab%201.pdf

https://www.academia.edu/12016169/

Sejarah_Pemerintahan_Gubernur_Jenderal_Herman_Willem_Daendels_1808_1811_

https://www.britannica.com/biography/Herman-Willem-Daendels

17

Anda mungkin juga menyukai