Anda di halaman 1dari 9

7 Gubernur Jenderal Hindia Belanda Paling Terkenal

1. Pieter Both (Memerintah tahun 1610-1614)

Siapa yang tidak kenal Pieter Both? Beliau adalah Gubernur Jenderal Hindia
Belanda pertama yang berkuasa di Hindia Belanda. Meskipun ketenarannya
masih kalah dari ketenaran Daendels dan Raffles, Pieter Both mempunyai
beberapa kebijakan di saat awal-awal berdirinya VOC. Pendirian pos
perdagangan di Banten dan pembuatan perjanjian dengan Pulau Maluku demi
penguasaan rempah-rempah, adalah kebijakan yang dibuat Gubernur
Jenderal Hindia Belanda pertama tersebut.

Pemerintahannya dari tahun 1610 hingga 1614 meninggalkan beberapa


kebijakan yang dianggap berhasil, Sesudah Pieter Both, para gubernur
jenderal tetap meneruskan kebijakan Gubernur Jenderal Pieter Both. Pieter
Both sendiri wafat pada tahun 1615 di perairan Mauritius, tak lama setelah
berhentinya beliau dari jabatan gubernur jenderal.

2. Jan Pieterszoon Coen (Memerintah tahun 1619-1623 dan 1627-1629)

Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke 4 ini tidak kalah tenar dengan gubernur
jenderal lainnya. Jan Pieterszoon Coen atau J.P Coen, adalah orang yang
memindahkan markas VOC dari Banten ke Jayakarta, kemudian nama
Jayakarta sendiri diubah menjadi Batavia. J.P Coen juga dikenal sebagai
pembesar VOC yang cukup berpengaruh di Hindia Belanda.

Kesuksesannya sebagai Gubernur Jenderal ke 4, membuat dirinya dipercaya


untuk menjadi Gubernur Jenderal ke 6. Pada masa J.P Coen, terjadi
perlawanan dari Sultan Agung Hanyokrokusumo, yang lebih dikenal sebagai
Sultan Agung, dari Kerajaan Mataram Yogyakarta. Perlawanan tersebut terjadi
pada tahun 1628 dan 1629, dimana Sultan Agung dan pasukannya
menyerang Batavia. 
Pasukan Mataram berhasil menyebarkan wabah kolera ke Batavia melalui
Sungai Ciliwung. Banyak orang Belanda yang terjangkit penyakit kolera dan
wafat, salah satunya adalah Jan Pieterszoon Coen. Gubernur Jenderal itu
wafat di Batavia pada tahun 1629.
3. Herman Willem Daendels (Memerintah tahun 1808-1811)

Nama gubernur jenderal ini sudah tidak asing lagi bagi kita. Daendels, adalah
gubernur jenderal yang memerintah tahun 1808-1811. Pemerintahannya
sendiri adalah sebagai wakil Perancis di Indonesia. Belanda sendiri pada masa
itu takluk oleh Perancis, sehingga seluruh tanah jajahan Belanda jatuh ke
tangan Perancis, salah satunya Indonesia.
Pada masa itu pula, Inggris sedang berperang dengan Perancis, sehingga
apabila Inggris masuk ke Indonesia lalu menuju ke Pulau Jawa, itu adalah
ancaman besar bagi Perancis. Karena itu, tugas utama Daendels di Indonesia
adalah mempertahankan pulau Jawa, yang merupakan pusat pemerintahan,
dari serangan Inggris.

Untuk mengerjakan tugas utamanya, Daendels mempunyai banyak kebijakan.


Berikut adalah kebijakan yang dibuat oleh Daendels,

1. Membuat jalan dari Anyer (daerah di Banten) hingga Panarukan (daerah


di Jawa Timur), yang biasanya disebut Jalan Raya Pos. Pembangunan
jalan ini memakan banyak biaya, dan tentunya pembangunan jalan ini
memakan banyak korban jiwa. Dikarenakan rakyat Indonesia dipaksa
membuat Jalan Raya Pos non-stop.
2. Membangun dermaga di Surabaya.
3. Membangun pabrik senjata di Semarang, untuk produksi senjata.
4. Membangun benteng di Jakarta dan Surabaya, untuk pertahanan.

Semua kebijakan Daendels tersebut dilakukan untuk usahanya menghindari


serangan Inggris. Namun, raja-raja yang berkuasa di Jawa dan beberapa orang
Belanda, menganggap Daendels bersikap otoriter. Sehingga pada tahun 1811,
Daendels dipanggil pulang ke Belanda. Meskipun pada akhirnya Jalan Raya
Pos selesai pembuatannya, namun Inggris berhasil masuk ke Indonesia.

4. Thomas Stamford Raffles (Memerintah pada tahun 1811-1816)

Raffles, adalah Gubernur Jenderal Inggris yang memerintah pada tahun 1811-
1816. Dibuatnya Kapitulasi Tuntang, telah mengakhiri kekuasaan Belanda di
Hindia Belanda untuk sementara, dan Inggris berkuasa di Hindia Belanda.
Thomas Stamford Raffles membuat banyak kebijakan, yakni sebagai berikut,
1. Bidang Politik

 Membentuk Pulau Jawa menjadi 16 karisidenan


 Merubah sistem pemerintahan  pribumi menjadi sistem pemerintahan
kolonial bercorak barat, jadi kedatangan Raffles juga membawa
pengaruh barat, salah satunya adalah sistem pemerintahan

2. Bidang Ekonomi

 Mengenalkan mata uang


 Menghapuskan pajak hasil bumi dan sistem penyerahan wajib
 Sistem Landrente atau sewa tanah, jadi para petani atau penggarap
tanah menyewa tanah dari Inggris untuk digarap dan ditanami

3. Bidang Budaya dan Ilmu Pengetahuan

 Mendirikan Kebun Raya Bogor


 Penemuan dan pemugaran Candi Borobudur
 Penemuan tanaman Rafflesia Arnoldi
 Menulis buku History of Java, berisi tentang sejarah Pulau Jawa pada
masanya
 Mendukung Bataviaach Genootschap yang merupakan perkumpulan
budaya dan ilmu pengetahuan

4. Bidang Sosial

 Menghapus kerja rodi yang dibuat pada masa Daendels


 Menghapus perbudakan

Kekuasaan Raffles di Indonesia resmi berakhir pada tahun 1816. Berakhirnya


kekuasaan Raffles juga merupakan berakhirnya Inggris di Indonesia.

5. Van Der Capellen (Memerintah pada tahun 1816-1826)


Mungkin nama gubernur jenderal yang satu ini masih kurang tenar jika
dibandingkan ketenaran Raffles. Perlu diketahui, Van Der Capellen adalah
Gubernur Jenderal Hindia Belanda pertama yang memerintah setelah
berakhirnya kekuasaan Inggris di Indonesia atau Hindia Belanda.

Kebijakannya pun di Indonesia bisa dibilang cukup berpengaruh. Beliau


mengurangi monopoli rempah-rempah di Pulau Maluku, dan menghentikan
sewa tanah yang berlaku di Kerajaan Mataram Yogyakarta, untuk membantu
para petani. Gubernur Jenderal Capellen juga membuat Departemen
Pertanian, Seni, dan Ilmu Pengetahuan untuk Pulau Jawa, Kebijakannya bisa
dibilang sebagai kebijakan yang pro terhadap rakyat.

Namun, karena dianggap lemah oleh Belanda, maka Van Der Capellen
dipanggil pulang ke Belanda, kemudian digantikan oleh Markus De Kock. 
Pada masa pemerintahan Capellen, meletus juga Perang Diponegoro atau
Perang Jawa pada tahun 1825, yang berakhir pada tahun 1830.

6. Van Den Bosch (Memerintah pada tahun 1830-1834)


Bisa dibilang, Gubernur Van Den Bosch adalah gubernur jenderal yang
terkenal ketiga, setelah Herman Williem Daendels dan Thomas Stamford
Raffles.
Kebijakannya yang paling terkenal adalah Sistem Tanam Paksa atau
Cultuurstelsel. Daendels sendiri membuat Sistem Tanam Paksa untuk mengisi
kekosongan kas Belanda akibat Perang Diponegoro dan Perang Kemerdekaan
Belgia. Rakyat dipaksa untuk menanam tanaman seperti kopi, lada, teh, dan
tebu. Nantinya, tanaman itu akan dipanen, kemudian diangkut dan dijual oleh
Belanda.
Sayangnya, dalam praktek Cultuurstelsel, peraturan yang ditetapkan tidak
sesuai dengan prakteknya. Salah satu peraturan menyatakan bahwa rakyat
yang tidak memiliki tanah pertanian, wajib bekerja di perkebunan milik
pemerintah Belanda selama 66 hari atau seperlima tahun. Namun, rakyat
yang tidak memiliki tanah pertanian, tetap dipaksa untuk bekerja di
perkebunan lebih dari 66 hari.

Penyimpangan di dalam Cultuurstelsel menuai kritik dari kaum liberal dan


intelektual Belanda. Selain itu, kesewenang-wenangan Van Den Bosch dalam
pelaksanaan Cultuurstelsel juga mendapat kritikan tersendiri. 

Selain sistem tanam paksa, Van Den Bosch juga melakukan usaha untuk
memadamkan perlawanan Pangeran Diponegoro dan perlawanan Kaum Paderi
di Sumatra Barat. Perlawanan Diponegoro dapat berakhir pada tahun 1830,
namun perlawanan Kaum Paderi atau perang Paderi terus berlanjut hingga
tahun 1837.
7. Van Limburg Stirum (Memerintah pada tahun 1916-1921)

Mungkin nama gubernur jenderal yang satu ini kurang terkenal. Namun,
beliau mempunyai kebijakan yang cukup berpengaruh pada masanya.

Van Limburg Stirum adalah orang yang mendirikan Volksraad, atau biasa
disebut dewan rakyat. Volksraad didirikan pada tahun 1918. Volksraad adalah
perwakilan rakyat Hindia Belanda. 
Selain itu, Limburg Stirum juga membentuk komisi perubahan untuk
memperbaiki kondisi sosial-ekonomi rakyat Hindia Belanda.

Limburg Stirum adalah orang yang menjadi pilihan terbaik untuk menjadi
gubernur jenderal, dikarenakan kepeduliannya terhadap Indonesia atau
Hindia Belanda. Pada masa itu, Belanda menerapkan politik balas budi
terhadap rakyat pribumi.

Jadi, Sahabat Hitz, Indonesia atau Hindia Belanda pernah merasakan


dipimpin oleh ratusan gubernur jenderal, di antaranya 7 gubernur jenderal di
atas. Ada gubernur jenderal yang membuat sengsara rakyat pribumi, ada pula
gubernur jenderal yang tidak terlalu menyengsarakan rakyat pribumi. Karena
itu, kita harus bersyukur karena hidup di zaman dimana Indonesia sudah
merdeka. Jaga terus Indonesia, dan wujudkan terus sikap persatuan dan
kesatuan.

Anda mungkin juga menyukai