Anda di halaman 1dari 5

LOGIKA-PENALARAN

Logika, dirumuskan singkat, adalah asas-asas berfikir lurus dan


tertib. Penalaran berlangsung berdasarkan logika. Penalaran, proses
penyimpulan berdasarkan proposisi- proposisi yang sudah diketahui
(benar) sebagai premis (dengan susunan tepat) yang menghasilkan
proposisi lain/baru (benar) sebagai konklusi melalui prosedur yang sah
sehingga penalaran itu logis (sesuai dengan logika).
Dirumuskan ringkas, sebagai bagian usulan penelitian, kerangka
penalaran merupakan rangkaian berbagai penalaran yang menghasilkan
konklusi-konklusi menuju konklusi akhir (sebagai jawaban atas
pertanyaan sebagai masalah penelitian) dalam suatu kerangka tertentu
(umumnya sebagai hipotesis).

1. Logika Tradisional Formal Deduktif


(Aristoteles)(Logika Kelas)-Penalaran deduktif (deduksi) : penalaran
deduktif langsung dan penalaran deduktif tak langsung (silogisme)
Berdasarkan proposisi (tunggal) kategorik (tanpa syarat)
(a) penalaran deduktif langsung, dari satu premis
dihasilkan satu konklusi melalui:
(i) Oposisi subalternat (ketercakupan) dua proposisi kategorik
(proposisi A sebagai premis dan oposisi I sebagai konklusi)
(ii) Konversi, pertukaran tempat S dan P dalam dua proposisi
kategorik yang ekivalen (S-P → P-S): proposisi E→E, proposisi
I→I, proposisi A→I; proposisi O tak dapat dikonversi
(iii) Obversi, pengubahan kualitas proposisi dan penggantian
P dengan komplemennya (Non-P)dua proposisi kategorik yang
ekivalen (S=P→S ≠ non-P dan S ≠ P → S = non-P): proposisi
A ↔ E, proposisi I↔O.
(iv)Kontraposisi, pertukaran tempat komplemen S (non-S) dan
komplemen P (non-P) dua proposisi kategorik yang ekivalen
(S=P→non–P=non-S): proposisi O→O, proposisi E→O, proposisi
I tak dapat dikontraposisi.
(v) Inversi, penggantian S dengan komplemen S (non-S) dan P
dengan komplemen P (non-P) dua proposisi. Hanya untuk
proposisi A dan E. Proposisi I dan O tak dapat diinversi.
 Semua oposisi (kontradiktorik A-O dan dan E-I, kontrarik A-
E, sub kontrarik I-O, sub alternat A-I dan E-O) dapat digunakan
sebagai penguji kebenaran pernyataan / simpulan)
 Konversi, obversi, kontraposisi, dan inversi berguna untuk
mengungkapkan pikiran dengan berbagai cara guna memperoleh
efek yang berlainan, tetapi mengandung amanat yang sama.
(b) Penalaran deduktif tak langsung
(silogisme kategorik atau ‘silogisme’ saja)
Berdasarkan proposisi kategorik , terdiri atas tiga proposisi, dua
sebagai premis (premis mayor dan premis minor) dan satu
sebagai konklusi berurutan.
Silogisme mengandung tiga term (S dalam proposisi minor dan
konklusi, P dalam proposisi mayor dan konklusi, dan M = term
tengah dalam kedua premis)

Silogisme :
(i) ‘Tunggal’ : satu silogisme
(ii) Hiperlengkap lebih dari dua silogisme tersusun (polisilogisme
dan sorites), dan dengan penjelasan (epikirema)
(iii) Tak lengkap (entimema), tanpa premis mayor, tanpa
premis minor, tanpa konklusi; tanpa konklusi dan premis
mayor atau minor (sorites=entimema polisilogisme)
Bentuk [kombinasi antara figura (posisi M:4) dengan modus (jenis
proposisi A, E, I, O sebagai premis mayor, premis minor,
konklusi:64):256] yang sah (24):

(i)

(ii)

(iii)

(iv)
Dengan syarat memenuhi ketentuan keharusan sifat premis dan
konklusi (universal/partikular,afirmatif/negatif)
Silogisme merupakan penalaran deduktif standar (penalaran
langsung adalah nonstandar)

2. Logika tradisional formal deduktif (lanjut) (logika proposional/simbolik)-


penalaran deduktif (deduksi) berupa silogisme.
Berdasarkan proposisi majemuk (dengan syarat); proposisi majemuk
terdiri atas dua proposisi (tunggal) kategorik yang dihubungkan oleh
konektif sebagai operator proposisional
(i) proposisi (majemuk) negatif (=kontradiktor suatu proposisi afirmatif)
(ii) proposisi (majemuk) konyungtif (dengan konektif ‘dan’, ’sedangkan’,
‘meskipun)
(iii) proposisi (majemuk) disyungtif (dengan konektif ‘tetapi’ ;
inklusif)
(iv) proposisi (majemuk) kondisional atau implikatif (‘kalau..,maka…’)
(v) proposisi (majemuk) bikondisional atau
biimplikatif
(a) silogisme (proposional) kondisional
premis mayor berupa proposisi (majemuk) kondisional (proposisi
kategorik anggota yang menyatakan kondisional = anteseden, yang
dikondisikan = konsekuens), premis minor berupa proposisi (tunggal)
kategorik (ada yang menyebut silogisme kondisional sebagai silogisme
hipotetik).
(i) modus ponens
(premis minor berupa proposisi (tunggal) kategorik membenarkan
anteseden premis mayor.
(ii) modus tollens
(premis minor menyangkal konsekuens premis mayor), konklusinya
anteseden premis mayor.
(b) silogisme (proposional) hipotetik
premis mayor dan premis minor berupa proposisi (majemuk)
kondisional, konklusinya juga proposisi kondisional dengan anteseden
= anteseden premis mayor dan dengan konsekuens = konsekuens
premis minor.
(c) Silogisme (proposional) disyungtif atau alternatif
Berdasarkan proposisi (majemuk) disyungtif, premis mayor berupa
proposisi disyungtif (inklusif), premis minor menyangkal salah satu
alternatif, konklusi = alternatif yang tak disangkal.
Menurut Herman Soewardi :
Proposisi kondisional (relasi sebab akibat) ada 10 macam
(i) reversible dan irreversible
(ii) deterministik dan stokastik X→ Y
(iii) koekstensif dan sekuensial
(iv) Necessary dan substitutable
X→Y dalam Z
(v) Sufficient dan contingent
Proposisi majemuk, selain dijadikan dasar silogisme (yang merupakan
sebagian dari penalaran sederhana), juga dijadikan dasar penalaran-
penalaran lain.
Penalaran sederhana, bersama ekuivalensi (mis. Hukum De Mogran :
‘Nor’, ‘Nand’) dan tautologi (proposisi majemuk yang selalu benar)
digunakan dalam tabel kebenaran atau metode deduksi sebagai cara
meneliti penalaran.
Penaran-penalaran lain misalnya :
(a) reductio ad absurdum (membuktikan
kebenaran suatu proposisi melalui negasinya yang teruji salah)
(b) dilema (proposisi kondisional dan proposisi
disyungtif)
(i) dilemma konstruktif (=dua modus ponens)
(ii) dilemma destruktif (=dua modus tollens) yang dapat digunakan
untuk memaksakan konklusi tertentu (walaupun dapat
dilumpuhkan dengan retorsi)
3. Logika material induktif – penalaran induktif (induksi):
(a) generalisasi induktif, diikuti dengan deduksi
(b) analogi induktif
(c) induksi berdasarkan hubungan kausal (metode John Stuart Mill):
(i) metode persamaan
(ii) metode perbedaan
(iii) metode variasi
(iv) metode residu
(v) gabungan metode persamaan-metode perbedaan
Hubungan antara filasafat ilmu dengan metodologi penelitian adalah :
Logika/ penalaran digunakan dalam metode pemecahan masalah yang
kita hadapi dalam rangka pengembangan pengetahuan (sains dan
teknologi) yang masih perlu diperbincangkan.

Anda mungkin juga menyukai