Anda di halaman 1dari 17

Pertemuan Ke 6 & 7

Konversi, Obversi dan Silogisme

By Desri Gunawan
KLASIFIKASI LOGIKA

Dilihat dari bentuk, maka logika


dibagi:
1) Logika Tradisional.
2) Logika Formal.
1. LOGIKA TRADISIONAL

 Logika Tradisional = logika yang awal


mula dibentuk oleh Aristoteles.
 Logika Tradisional, dibagi menjadi dua:
a) Penalaran Langsung
b) Penalaran Tidak Langsung (Silogisme
Kategorik).
A. PENALARAN LANGSUNG = penalaran
yang premisnya hanya terdiri dari satu proposisi
(satu kalimat yang memiliki arti utuh dan penuh)
dan konklusinya ditarik langsung dari proposisi
yang satu itu dengan membandingkan subyek dan
predikatnya.

 Penalaran Langsung, dibagi menjadi 5 tipe:


1) Proposisi Kategori Standar.
2) Konversi.
3) Obversi.
4) Kontraposisi.
5) Oposisi.
 Proposisi Kategori Standar = penalaran
langsung yang didasarkan atas proposisi
kategorik bentuk S = P (membandingkan S dan
P)., dimana S dan P sama-sama kata benda
 Kaitan antara S (kata benda) dan P (kata benda)
berdiri sendiri dan dihubungkan oleh KOPULA.
 Contoh: “Kerbau (kata benda) itu (kopula)
binatang (kata benda).”
 Bentuk tersebut adalah bentuk proposisi
kategorik yang dipakai sebagai standar dalam
sistem logika Aristoteles.
 Banyak proposisi kategorik, yang P-nya tidak
menunjuk suatu substantif (kata benda) tetapi
kata sifat. Contoh: “Burung bangau itu putih”,
“Lukisan itu bagus”.
 Proposisi yang bukan kategorik standar
tersebut harus diubah ke dalam bentuk
standar, sehingga contoh: “Burung bangau
itu putih” menjadi “Burung bangau itu
burung putih” dan contoh: “Lukisan itu
bagus” menjadi “Lukisan itu sesuatu yang
bagus”.

 Dalam proposisi kategorik standar, kopula


dilambangkan dalam bahasa berupa kata-
kata: “itu”, “ini”, “ialah”, “adalah”, “sama
dengan”, dan sebagainya.
 Banyak proposisi kategorik, yang P-nya tidak
menunjuk suatu substantif (kata benda) yang
bukan hanya kata sifat tetapi juga kata kerja.
Contoh: “Tidak semua burung berkicau” atau
“Ia sedang makan”, dan seterusnya. Proposisi
tersebut harus diubah duku ke dalam bentuk
standar menjadi:

 Contoh: “Tidak semua burung berkicau” diubah


menjadi “Tidak semua burung adalah burung
yang berkicau”. “Ia sedang makan” diubah
menjadi “Ia adalah orang yang sedang makan”.
Dan seterusnya.
 Konversi = penalaran langsung dengan cara
pembalikan.
 Prosedur: term P dijadikan term S, dan term S
dijadikan term P.
 Dalam konversi, proposisi yang dikonversikan dan
hasil konversinya sama kualitasnya.
 Rumus: Premis: Kalau S = P,
Konklusi: Maka P = S
 Contoh:
Premis: Semua mahasiswa bukan anak kecil.
Konklusi: Semua anak kecil bukan mahasiswa.
 Contoh lain:
Premis: Beberapa mahasiswa adalah anggota Menwa.
Konklusi: Beberapa anggota Menwa adalah mahasiswa.
 Obversi = penalaran langsung dengan
prosedur:
1) Kualitas proposisi premis diganti, dari
proposisi afirmatif dijadikan negatif atau
sebaliknya.
2) Term P diganti dengan komplemennya.
Term itu menunjukkan suatu kelas. Apa
yang tidak termasuk anggota kelas itu
semuanya merupakan komplemennya atau
kelas komplementernya. Contoh:
komplemen dari kelas “ayam” ialah “non
ayam”. Komplemen dari “kucing” adalah
“non kucing”. Dan seterusnya.
 Prinsip yang menjadi dasar penyimpulan
Obversi: A = non non-A, A itu ekuivalen
dengan non non-A. Prinsip ini disebut
juga Prinsip Negasi Ganda (Double
Negation).

 Contoh:
Premis: Manusia adalah makhluk berpikir.
Konklusi: Manusia adalah bukan non
makhluk berpikir.
 Kontraposisi = penalaran langsung dengan
prosedur:
1) Term S maupun term P diganti dengan
komplemen masing-masing.
2) Proposisi yang sudah berubah term-term itu
kemudian dikonversikan: term S dan term P
bertukar tempat.
 Contoh:
Premis: Semua pejuang kemerdekaan adalah
pembela bangsa.
Konklusi: Semua non pembela bangsa adalah non
pejuang kemerdekaan.
 Oposisi = bujur sangkar perlawanan
 Penalaran langsung yang premisnya hanya terdiri
dari satu proposisi, yang langsung digunakan untuk
menarik konklusi.
 Proposisi yang satu diikuti oleh proposisi yang lain,
sehingga kalau proposisi yang satu benar, maka
yang lain juga benar.
 Karena proposisi kategorik standar hanya empat
bentuk: A E I dan O, maka salah satu dari keempat
bentuk itu yang menjadi premis dan salah satunya
pula menjadi konklusinya, dengan catatan: konklusi
dan premis tidak boleh identik.
 Kemungkinan bentuk penalaran langsung
dari Oposisi adalah:
Premis: A A A E E E I I I O O O
Konklusi: E I O A I O A E O A E I

Simbol A E I O, dilihat pada halaman 27.


 Ada empat bentuk Oposisi: Kontrarik,
Subkontrarik, Subalternasi,
Kontradiktorik.
Kualitas

A E
Semua sarjana adalah Semua sarjana adalah
orang pandai Kontrarik bukan orang pandai
Kuantitas

Subalternasi Kontradiktorik
Subalternasi
I O
Tidak semua sarjana Tidak semua sarjana
adalah orang pandai Subkon- bukan rang pandai
trarik
B. PENALARAN TIDAK LANGSUNG = disebut juga
Silogisme Kategorik, atau Silogisme saja; = bentuk formal
dari deduksi yang terdiri atas proposisi-proposisi kategorik.
 Disebut kategorik, karena proposisi-proposisi bersifat
substantif (ciri, karakteristik).
 Disebut tidak langsung, karena sebelum sampai pada
konklusi ada satu premis/proposisi yang memperantarai
(Term Tengah atau Terminus Medius).
 Prosedur: (1) Premis Mayor
(2) Premis Minor.
(3) Konklusi.
 Contoh:
Premis Mayor: Semua pahlawan adalah orang berjasa.
Premis Minor: Kartini adalah pahlawan.
Konklusi: Kartini adalah orang berjasa.
 Premis 1: Kompleksitas berhubungan
dengan sentralisasi
 Premis 2: Sentralisasi berhubungan dengan
Formalisasi
 Premis 3: Formalisasi berhubungan dengan
Efisensi
 Konklusi: kompleksitas berhubungan dengan
efisiensi: (teori birokrasi Thompson)
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai