Anda di halaman 1dari 21

Pelanggaran Dan Pembatasan Hak Asasi Manusia (HAM) Pada Saat

Pandemi Covid-19

Disusun Oleh:
Muhammad Naufal Yasykur
02011382126510

RM. Aidil Islami


02011382126473

Kelas B Palembang

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS
SRIWIJAYA 2023/2024

Abstrak
Kata Kunci: Hak asasi manusia merupakan suatu hal yang harus kita hargai dan
Hak Asasi Manusia dijunjung tinggi, sehingga tuijuan dari penilitian ini adalah untuk
(HAM); Bersosialisasi; mengetahui apa saja pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia (HAM)
Pandemi COVID-19; yang terjadi pada saat pandemi COVID-19, tidak hanya di Indonesia
Pelanggaran Hukum; saja, akan tetapi di luar negara luar negeri juga terjadi hal yang sama,
Penerapan Pembatasan yaitu diberlakukan nya “Lockdown” atau pembatasan akses
Sosial Berskala Besar berkumpul/keluar rumah guna mencegah penyebaran Virus COVID-19,
(PSBB). hal ini membuat hak-hak manusia terbatasi. Di Indonesia, eperti yang
kita ketahui pada saat pandemi COVID-19, terdapat program untuk
penanganan meluas nya penyebaran virus COVID-19 tersebut yaitu
berupa Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Penerapan
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ini sendiri menimbulkan
negatif pada aspek-aspek kehidupan sosial masyarakat Indonesia, salah
satunya adalah melanggar hak masyarakat untuk bersosialisasi keluar
rumah, oleh karena itu melalui tulisan/jurnal penulis akan menjelaskan
dan menerangkan pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia (HAM)
tersebut, bagaimana relasi dari PSBB dan pelanggaran-pelanggaran ham,
dan upaya dari penangulanggan pelanggaran-pelanggaran Hak Asasi
Manusia (HAM). Dalam jurnal ini, penulis dapat menyimpulkan bahwa
beberapa tindakan yang diambil oleh Ppemerintahuntuk menghadapi
pandemi COVID-19 merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan
tidak sesuai dengan ketentuan hukum hak asasi manusia yang
berlaku.Seperti membatasi hak asasi manusia. pandemi COVID-19 telah
menunjukkan perpecahan yang buruk dalam layanan kesehatan sistem,
kesenjangan kesehatan, dan diskriminasi, Merusak hak atas kebebasan
berekspresi dan hak untuk mengakses informasi, serta kelalaian besar
dalam melindungi tahanan dari infeksi COVID-19 di antaranya jelas
merupakan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip hukum hak asasi
manusia internasional serta, dapat disimpulkan juga kalau pembatasan
sosial berskala besar diterapkan dengan kriteria yang ditetapkan. Dalam
Peraturan Pemerintah tersebut, Pembatasan Sosial Berskala Besar paling
sedikit meliputi hari libur sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan
keagamaan, dan/atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.
dan terdapat sejumlah pelanggaran HAM selama penerapan PSBB di
Indonesia, antara lain tindakan kekerasan, seruan kriminalisasi, serta
penangkapan massal dan pemecatan pekerja.
Abstract
Keywords: Human rights are something that we must respect and keep up, so
the point of this examine is to find out what encroachment of
human rights happened in the midst of the COVID-19 broad, Not
Human Rights; Socialize; because it were in Indonesia, but besides in exterior countries the
COVID-19 Pandemic; Law same thing is happening, to be particular the execution of
Violation; Penerapan "Lockdown" or controls on get to to gatherings/leaving the house
Pembatasan Sosial to expect the spread of the COVID-19 contamination, this limits
Berskala Besar (PSBB) human rights.As we know in Indonesia in the midst of the
COVID-19 broad, there was a program to handle the wide spread
of the COVID-19 contamination, particularly inside the outline of
Actualizing a social program called "Penerapan Pembatasan
Sosial Berskala Besar" (PSBB)."Penerapan Pembatasan Sosial
Berskala Besar (PSBB)" itself had negative impacts on points
social life of Indonesian society, one of which is harming people's
rights to socialize outside the household, subsequently through
writing/journals the maker will clarify and clarify these human
rights encroachment, what is the relationship between PSBB and
human rights encroachment, and endeavors to overcome
encroachment of Human Rights. In this journal, the creator can
conclude that some exercises taken by the government to deal
with the COVID-19 broad are encroachment of human rights and
are not in understanding with the courses of action of related
human rights law, such as compelling human rights. The COVID-
19 far reaching has uncovered revolting divisions inside the
healthcare system, prosperity incongruities and segregation,
undermining the right to adaptability of expression and the right to
induce to information, as well as net carelessness in guaranteeing
prisoners from COVID-19 defilement, among other things, which
are clear encroachment of the measures of measures of all
inclusive human rights law and, it can in addition be concluded
that large-scale social impediments are actualized concurring to
set up criteria. In this Government Control, Large-Scale Social
Limitations at slightest join school and working environment
events, restrictions on sincere exercises, and/or controls on works
out in open places or workplaces. and there have been a couple of
human rights encroachment inside the utilization of Indonesia's
PSBB, tallying acts of brutality, charged criminalization, and
captures and mass removal of laborers.
PENDAHULUAN

Wabah global pandemi COVID-19 telah menyebar ke seluruh dunia, mempengaruhi


sebagian besar negara dan wilayah. Wabah ini pertama kali diidentifikasi pada bulan Desember
2019 di Wuhan, Tiongkok. Negara-negara di seluruh dunia memperingatkan masyarakat tentang
pentingnya perawatan yang tepat. Strategi pelayanan publik antara lain mencuci tangan,
memakai masker, menjaga jarak fisik, dan menghindari pertemuan dalam jumlah besar. Strategi
lockdown dan tinggal di rumah telah diterapkan sebagai tindakan yang diperlukan untuk
meratakan kurva dan mengendalikan penularan penyakit,

Dua bulan setelah wabah virus corona di Wuhan, Organisasi Kesehatan Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan wabah ini sebagai pandemi . COVID-19 telah
menyebar dengan cepat ke seluruh dunia dalam waktu kurang dari enam bulan. Pandemi ini telah
menimbulkan banyak permasalahan serius, termasuk permasalahan sosial ekonomi. gangguan,”
penundaan atau pembatalan acara olahraga, keagamaan dan budaya, kekhawatiran yang meluas
tentang kekurangan pasokan yang menyebabkan pembelian panik, informasi yang salah tentang
virus dan beberapa insiden “orang asing” serta diskriminasi terhadap komunitas Tionghoa dan
Asia di Timur, termasuk Tenggara Asia. Pandemi ini menimbulkan ancaman terhadap keamanan
manusia dan merupakan ancaman baru bagi perdamaian dan keamanan internasional. Karena
ancaman mempunyai dampak yang signifikan terhadap manusia, artikel ini terutama berfokus
pada keamanan manusia dan hak asasi manusia dengan mengeksplorasi jawaban atas pertanyaan
tentang bagaimana menanggapi ancaman dari perspektif hak asasi manusia.1

Penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan merupakan tanggung jawab bersama


pemerintah pusat dan daerah sebagai bentuk perlindungan kesehatan masyarakat terhadap
penyakit dan/atau faktor risiko epidemi bagi kesehatan masyarakat untuk dapat segera mengatasi
wabah COVID-19 dan masyarakat lainnya. darurat kesehatan. Karantina medis dilakukan
melalui kegiatan pengamatan faktor risiko penyakit dan kesehatan masyarakat yang berkaitan
dengan alat transportasi, orang, barang, dan/atau lingkungan hidup, serta melalui pelaksanaan
intervensi kesehatan masyarakat yang mendesak dalam bentuk tindakan karantina medis. Salah
satu tindakan karantina medis adalah pembatasan sosial berskala besar (PSBB).2

Penerapan pembatasan sosial luas (PSBB) dan tindakan “Lockdown” mempunyai


kelebihan dan kekurangan, sehingga menimbulkan kekhawatiran di masyarakat akan
kemungkinan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam penerapan PSBB dan
“Lockdown”. Melalui artikel ini, penulis akan melakukan penelitian mengenai peraturan hukum
dalam menyikapi wabah Covid-19 dan bagaimana upaya mengatasi wabah Covid-19 dengan
tetap melindungi hak asasi manusia.3

RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi pada saat
Pandemi COVID-19?

2. Bagaimana realisasi perlindungan HAM dalam menaggulangi Wabah COVID-19 di


Indonesia?

1 Sumitra Pokhrel dan Roshan Chhetri. “A Literature Review on Impact of COVID-19 Pandemic on
Teaching and Learning”, Volume 8 Nomor 1, Januari 2021 [350]
2 Nur Akifah Janurdan dan Fatri Sagita. “PELANGGARAN HAM DALAM PANDEMI COVID-19”,
Volume 2 Nomor 1, Juni 2021 [41]
3 Sumitra Pokhrel dan Roshan Chhetri. “A Literature Review on Impact of COVID-19 Pandemic on
Teaching and Learning”, Volume 8 Nomor 1, Januari 2021 [351]
PEMBAHASAN DAN ANALISIS
1. Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki seseorang hanya karena ia adalah manusia.
Masyarakat memilikinya bukan karena diberikan oleh masyarakat atau atas dasar hak-hak positif,
namun semata-mata karena martabat kemanusiaannya. Dalam hal ini, meskipun setiap orang
dilahirkan dengan keadaan yang berbeda-beda, baik suku, agama, warna kulit, jenis kelamin,
namun tetap mempunyai hak-hak tersebut dan patut dihormati dan dilindungi oleh setiap orang
terutama negara-negara di dunia. Dalam proses pembangunan saat ini, negara tidak hanya
bertanggung jawab memelihara keamanan, ketertiban, dan perdamaian dunia tetapi juga
menjamin keamanan manusia dimanapun ada masyarakatnya. Keamanan manusia merupakan
bentuk penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia, sehingga setiap orang mempunyai
hak untuk hidup bebas, terlindungi, bebas dari rasa takut, ancaman, penyiksaan, diskriminasi,
dan lain-lain. Oleh karena itu, penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia merupakan
kewajiban wajib Negara, namun tetap terdapat pengecualian dalam penerapan hak asasi manusia
ketika suatu negara dalam keadaan darurat, yang kita sebut sebagai hak untuk mengecualikan.4

Secara teoritis, hak asasi manusia pada dasarnya mengatur hubungan antara individu dan
negara. Hak asasi manusia telah diakui sebagai hukum internasional dan telah menjadi standar
yang ditetapkan mengenai bagaimana negara menerapkan hak asasi manusia terhadap individu
dalam yurisdiksinya. Hak asasi manusia memberikan jaminan moral dan hukum kepada individu
dalam melakukan kontrol dan mendorong norma dan praktik yang menghormati otoritas,
menjamin kebebasan individu dari negara, dan menuntut negara menghormati hak-hak dasar
individu dalam wilayah yurisdiksinya (Syafi’ moi, 2012: 684). Oleh karena itu, setiap individu
yang berada dalam yurisdiksi suatu negara harus dilindungi dan dihormati hak asasinya, apapun
statusnya. Oleh karena itu, ketika suatu negara tidak dapat melindungi dan menghormati hak
asasi manusia, maka negara tersebut telah melanggar hak-hak tersebut. Pelanggaran HAM telah
terjadi di banyak negara, namun hingga saat ini belum ada pemahaman tunggal mengenai konsep
pelanggaran HAM. Meskipun para ahli secara umum sepakat bahwa pelanggaran hak asasi
manusia dianggap sebagai pelanggaran terhadap kewajiban negara berdasarkan instrumen hak
asasi manusia internasional. Pelanggaran HAM dapat berupa perbuatan (by commission) atau
kelalaian (by omission).5

Dalam UUD 1945 Pasal 28 I disebutkan bahwa hak asasi manusia adalah “hak untuk
hidup, hak untuk tidak disiksa, hak atas kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak
untuk tidak diperbudak”. , hak untuk diakui sebagai manusia di hadapan hukum dan hak tersebut
tidak dapat dilaksanakan atas dasar hukum yang berlaku surut, artinya hak asasi manusia tidak
dapat dikurangi dengan cara apapun. Dalam Pasal 1 ayat (1), UU No. 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa Hak Asasi Manusia (HAM) adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, diakui oleh negara, hukum,

4 Farid Wajdi . “PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DAN


TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP KORBAN”, Volume 14 Nomor 2, Agustus 2021 [231]
5 Farid Wajdi . “PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DAN
TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP KORBAN”, Volume 14 Nomor 2, Agustus 2021 [235]
pemerintah, dan masyarakat. harus dihormati, dilindungi dan dilindungi. manfaat bagi semua
orang. BAGUS. demi kehormatan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Unsur hak
asasi manusia lainnya adalah persoalan pelanggaran dan peradilan hak asasi manusia.
Pelanggaran hak asasi manusia adalah pelanggaran hak asasi manusia, baik yang dilakukan oleh
individu, negara, atau organisasi lain, terhadap hak asasi manusia orang lain tanpa dasar atau
pembenaran hukum apa pun.6

Definisi pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aktor negara dan non-negara
berdasarkan UU No. Pasal 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, pelanggaran
hak asasi manusia yang dilakukan oleh setiap orang atau sekelompok orang, termasuk pejabat
Negara, baik disengaja maupun tidak disengaja, atau karena kelalaian yang berat, dengan sah
menghalangi, membatasi, dan/atau mencabut hak asasi manusia. negara. seseorang atau
sekelompok orang. orang yang dijamin oleh undang-undang. , tidak dapat mencapai atau takut
bahwa solusi hukum yang adil dan adil tidak akan tercapai berdasarkan mekanisme hukum yang
ada. Pelanggaran HAM dapat dilakukan baik oleh lembaga negara (state Organization) maupun
aktor non-negara (non-state Organization). Subyek negara, aparatur negara, atau subyek negara
adalah perseorangan dan organisasi yang mempunyai status dan kemampuan mewakili negara
(legislatif, eksekutif, yudikatif). Pelanggaran HAM terjadi karena dalam menjalankan tugasnya
sebagai pegawai negeri, mereka gagal menghormati, melindungi, dan menjamin hak asasi warga
negaranya. Misalnya, polisi sering menggunakan penyiksaan ketika menginterogasi tersangka,
atau militer melakukan penyerangan terhadap warga sipil. Dalam keadaan darurat. Lebih lanjut,
aktor non-negara atau pejabat non-negara atau aktor non-negara adalah individu atau kelompok
di luar aktor negara yang dapat menjadi pelaku pelanggaran HAM melalui tindakannya yang
berbeda-beda. Mereka sering kali memiliki kekuasaan, pengaruh, dan modal. Dan penulisnya
memiliki struktur dan jaringan yang terorganisir. Pelanggaran yang dilakukan oleh aktor non-
negara tidak jauh berbeda dengan pelanggaran yang dilakukan oleh aktor negara atau aparatnya,
seperti penyerangan yang dilakukan oleh anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM) terhadap
anggota militer dan penyerangan terhadap warga sipil oleh milisi, seperti yang terjadi di wilayah
Timur Timor. Untuk menjaga penegakan hak asasi manusia, pemberantasan pelanggaran hak
asasi manusia dilakukan dalam kerangka proses peradilan hak asasi manusia, melalui tahapan
penyidikan, penyidikan, dan penuntutan.7

2. Pelanggaran Hak Asasi Manusia Pada Saat Pandemi

Berdasarkan peraturan yang ada dan hukum hak asasi manusia internasional, negara
dapat membatasi hak untuk bepergian dan bergerak, hak untuk berkumpul secara damai, hak atas
kebebasan berserikat dengan orang lain, hak atas kebebasan berekspresi beragama atau
berkeyakinan, dan hak untuk berserikat dengan orang lain. yang lain. kebebasan. Selain itu,
menutup sekolah untuk melindungi siswa, guru, dan pekerja dari infeksi COVID-19 tidak
bertentangan dengan hak asasi manusia, terutama karena terdapat sistem pendidikan alternatif
yang menggunakan pengajaran online.8 Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan
Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) merekomendasikan agar negara-negara

6 Farid Wajdi . “PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DAN


TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP KORBAN”, Volume 14 Nomor 2, Agustus 2021 [240}
7 Nur Akifah Janurdan dan Fatri Sagita. “PELANGGARAN HAM DALAM PANDEMI COVID-19”,
Volume 2 Nomor 1, Juni 2021. [43]
menerapkan berbagai solusi teknologi tinggi, teknologi rendah, dan non-teknis untuk menjamin
kelangsungan proses pendidikan. Namun keputusan penutupan sekolah berdampak dan
menghambat hak anak atas pendidikan, sehingga pembatasan hak asasi manusia harus
dibenarkan dan dilaksanakan secara legal, transparan dan hanya jika dianggap perlu.9

Pandemi COVID-19 telah mengungkap kegagalan sistem kesehatan, bahkan di negara-


negara maju. Di Tiongkok, banyak pasien yang ditolak masuk rumah sakit setelah menunggu
berjam-jam karena banyaknya pasien. Kekurangan bahan pengujian dan 55.555 bahan
pengobatan juga dilaporkan (Amnesty International, 2020a). Di Perancis, Italia dan Spanyol,
55.555 pejabat dan ahli medis menyatakan keterkejutannya atas kekurangan pasokan dan
peralatan medis (Minder dan Peltier, 2020). Di Hong Kong, salah satu tempat pertama yang
terkena virus COVID-19, sebuah LSM lokal menemukan bahwa hampir 70% keluarga
berpenghasilan rendah tidak mampu membeli alat pelindung diri yang diperlukan seperti yang
direkomendasikan pemerintah, termasuk masker dan pembersih. Jika Negara memaksakan
penggunaan barang-barang tersebut, mereka melakukannya dengan memastikan bahwa setiap
orang mempunyai akses terhadap barang-barang tersebut. Di Italia, dokter dan perawat tidak bisa
memberikan layanan medis kepada orang yang terinfeksi virus Covid-19 karena kurangnya
fasilitas medis. Hak atas standar kesehatan tidak dihormati di Italia karena dokter wajib
membedakan antara orang dewasa dan lansia serta tidak memberikan layanan medis kepada
lansia. Di Spanyol, layanan medis yang memadai tidak diberikan kepada lansia di layanan
kesehatan di rumah, sehingga menyebabkan banyak kematian di antara mereka akibat infeksi
virus COVID-19, karena berbagai penelitian memperkirakan bahwa sekitar 70% dari seluruh
kematian disebabkan oleh penyakit. disebabkan oleh penyebabnya. oleh infeksi virus. Virus
covid-19. COVID-19 di Spanyol meninggal di layanan kesehatan rumah. Situasinya jauh lebih
buruk di Perancis, di mana lebih dari 10.000 lansia yang tinggal di panti jompo telah meninggal
karena infeksi virus Covid-19, karena kurangnya tindakan yang tepat untuk melindungi fasilitas
dari infeksi, selain penolakan sistematis. dari beberapa fasilitas medis. layanan darurat untuk
memberikan perawatan kepada penghuni panti jompo.10

Selain itu, terdapat pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di bidang kebebasan
berekspresi, karena beberapa pemerintah gagal melindungi kebebasan berekspresi dan
mengambil tindakan terhadap jurnalis, petugas komunikasi dan layanan kesehatan. Pekerja. Pada
akhirnya, tindakan luar biasa ini membatasi efektivitas komunikasi mengenai wabah ini dan
melemahkan kepercayaan terhadap tindakan pemerintah. Menurut Pelapor Khusus PBB untuk
kebebasan berekspresi “David Kaye”, pelanggaran hak kebebasan berekspresi dalam isu-isu
terkait kesehatan masyarakat telah terjadi selama wabah virus COVID-19 di banyak negara,
termasuk Tiongkok dan India, Kamboja, Belarus, Iran, Mesir dan Türkiye. Ia juga menyatakan
keprihatinannya bahwa upaya pencegahan disinformasi dengan menggunakan perangkat hukum
pidana dapat menghambat kebebasan arus informasi, seperti yang terjadi di Brazil dan Malaysia.
Pemerintah China terpaksa menangkap siapa pun yang menyebarkan informasi tentang Covid-19

8 Sumitra Pokhrel dan Roshan Chhetri. “A Literature Review on Impact of COVID-19 Pandemic on
Teaching and Learning”, Volume 8 Nomor 1, January 2021 [451]
9 Mohammed R.M. Elshobake. “Human rights violations during the COVID-19 pandemic”, Volume 15
Nomor 4, Juni 2021 [326]
10 Mohammed R.M. Elshobake. “Human rights violations during the COVID-19 pandemic”, Volume 15
Nomor 4, Juni 2021. [ 327]
melalui Internet. Internet dan jejaring sosial dengan alasan “menyebarkan rumor” dan melarang
penyebaran informasi apapun tentang Covid-19 di media. Pada awal Januari, seorang dokter di
sebuah rumah sakit di Wuhan, dipanggil oleh polisi karena “menyebarkan rumor” setelah
memperingatkan tentang virus baru di Internet. Dokter tersebut meninggal pada awal Februari
karena virus tersebut.11

Laporan menunjukkan bahwa 55 jurnalis di India ditangkap, diserang, dan diancam saat
menggunakan hak kebebasan berekspresi mereka selama periode lockdown dari bulan Maret
hingga Mei 2020. Di Moldova, Badan Televisi dan radio telah melarang jurnalis dan pakar media
untuk mengekspresikan pendapat mereka. pendapat. pendapat. pendapat tentang topik apa pun
terkait pandemi COVID-19, baik di dalam negeri maupun internasional. Di Brazil, lebih dari 82
jurnalis dan profesional media diserang. Denise Dora, direktur eksekutif ARTICLE 19 Brazil,
mengatakan: “Di tengah pandemi di mana informasi benar-benar dapat menyelamatkan nyawa,
sungguh mengejutkan bahwa pemerintah menyerang jurnalis, mengurangi transparansi, dan
mendorong misinformasi. Pihak berwenang telah menuntut secara hukum dan administratif
banyak jurnalis dan staf medis karena melaporkan secara online kegagalan pemerintah dalam
memenuhi kewajibannya memerangi wabah COVID-19 (Human Rights Watch, 2020b). Di
Polandia, seorang bidan dipecat karena mengunggah informasi di media sosial mengenai situasi
rumah sakit dan staf medis terkait epidemi Covid-19. Setelah itu, dokter dan tenaga medis
dilarang memberikan informasi kepada media. Oleh karena itu, Ombudsman Polandia Adam
Bodnar memberi tahu Menteri Kesehatan bahwa kebebasan berekspresi staf medis dijamin oleh
konstitusi Polandia dan ada kemungkinan untuk memecat atau mendenda dokter yang
memberikan informasi kepada publik terkait pandemi ini. . dianggap sebagai pelanggaran
terhadap “standar wajib”.12

Hukum Hak Asasi Manusia Hak asasi manusia internasional melarang penggunaan
kekerasan, diskriminasi dan ujaran kebencian berdasarkan agama, ras, warna kulit, jenis kelamin,
bahasa, pendapat, asal atau alasan lainnya. Hukum internasional menangani diskriminasi dengan
melarang diskriminasi rasial dalam semua instrumen hak asasi manusia internasional yang
utama.13 Konvensi ini mewajibkan Negara untuk menghapuskan segala bentuk diskriminasi
rasial dan mengadopsi prosedur khusus untuk menghilangkan kondisi yang menyebabkan atau
berkontribusi terhadap terpeliharanya dan tersebarnya diskriminasi rasial (OHCHR, 2021).
Untuk mencapai tujuan ini, Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi Rasial menyatakan: “Negara-negara Pihak mengutuk diskriminasi rasial dan
berjanji untuk menerapkannya tanpa penundaan dan dengan segala cara, dengan undang-undang
dan kebijakan yang sesuai yang bertujuan untuk menghilangkan rasisme dalam segala bentuknya
dan meningkatkan pemahaman antar negara.” semua. sama. Ditegaskan juga bahwa:
“Diskriminasi antar manusia berdasarkan ras, warna kulit atau asal usul kebangsaan merupakan
hambatan dalam mencapai tujuan hubungan persahabatan dan damai antar bangsa dan berpotensi

11 Mohammed R.M. Elshobake. “Human rights violations during the COVID-19 pandemic”, Volume 15
Nomor 4, Juni 2021. [378]
12 Mohammed R.M. Elshobake. “Human rights violations during the COVID-19 pandemic”, Volume 15
Nomor 4, Juni 2021 [380]
13 (Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, 1948, pasal 2 dan 7; Jenderal Perserikatan
Bangsa-Bangsa Majelis, 1966a, 1966b, pasal 2; Majelis Umum PBB, 1966b, pasal 2)
mengganggu perdamaian dan keamanan antar bangsa dan negara. keharmonisan masyarakat
yang hidup berdampingan bahkan di dalam negara yang sama.14

Sejak Januari 2020, media telah melaporkan insiden-insiden yang meresahkan termasuk
serangan fisik, pemukulan, hinaan dan hinaan, perundungan dengan kekerasan di sekolah,
ancaman kemarahan, diskriminasi di sekolah atau tempat kerja, telah terjadi di Inggris, Amerika
Serikat, Spanyol, Italia, dan negara-negara lain. . – negara lain, menyasar masyarakat Asia akibat
penyebaran COVID-19. Di London, seorang mahasiswa Singapura diserang dalam serangan
rasis. Di Italia, tindakan rasisme dan kekerasan sering terjadi, terutama yang bersifat fisik.
Misalnya, di provinsi Vicenza, seorang pemuda Asia diserang dan dipukuli secara verbal, dan
pasangan Tiongkok dihina dan dituduh menyebarkan virus Covid-19. Dan di Roma, beberapa
toko swasta telah melarang masuknya pelanggan Asia. Insiden serupa terjadi di Perancis, dimana
masyarakatnya menolak dilayani oleh pekerja Asia di toko dan restoran. Di Melbourne,
Australia, seorang pelajar Singapura dan temannya yang warga Malaysia dipukuli, diejek, dan
dihina oleh penyerang yang meneriakkan “Virus Corona” dan menyuruh mereka kembali ke
Tiongkok. Supermarket di Australia juga menolak masuknya pelanggan dari Asia, sementara di
Selandia Baru, ayah dari seorang pelajar Tiongkok menerima email yang berbunyi: 'Anak-anak
Kiwi kami tidak ingin satu kelas dengan orang-orang menjijikkan yang terinfeksi virus. Editor."
» Ada beberapa laporan rasisme dan diskriminasi terhadap orang Asia, terutama orang Tionghoa,
di Amerika Utara dan Amerika Latin, bahkan mantan Presiden AS Donald Trump sering kali
menyebut virus Covid-19 mirip dengan virus Tiongkok. Pew Research melaporkan bahwa orang
Amerika keturunan Asia dan kulit hitam telah menghadapi berbagai bentuk diskriminasi dan
rasisme selama penyebaran pandemi COVID-19, sementara 39% dari total orang dewasa
Amerika yang disurvei mengatakan bahwa mengekspresikan pandangan rasis terhadap orang
Asia pada awal tahun adalah hal yang wajar. pandemi. . . . Faktanya, hanya dalam waktu satu
minggu di bulan Maret 2020, sekitar 650 tindakan diskriminasi dan rasisme terhadap orang
Amerika keturunan Asia dilakukan. Selain itu, Kolombia juga mengalami diskriminasi terhadap
petugas kesehatan selama pandemi COVID-19, yang berujung pada perilaku seperti penolakan
menggunakan layanan transportasi umum, sikap bermusuhan dari tetangga yang menolak
berbagi ruang, dan menimbulkan ketidaknyamanan bagi pelanggan dan karyawan saat memasuki
toko kelontong. . , diantara yang lain. Lainnya adalah tindakan ketidakpatuhan yang meningkat
menjadi tindakan kekerasan, seperti meninju dan mengancam siapa pun berseragam yang
merupakan anggota profesi layanan kesehatan. India telah mengamati beberapa kasus rasisme
terhadap orang-orang dari wilayah ‘virus corona’ di timur laut karena etnis mereka mirip dengan
Tiongkok. Selain itu, insiden rasisme juga dilaporkan terjadi di Bihar, India terhadap penyintas
pandemi COVID-19, seperti dilarang bepergian karena takut tertular.15

Dalam laporan lain, di Raipur, India, seorang wanita berusia 24 tahun menghadapi kritik
dan pesan kebencian karena terinfeksi virus COVID-19. Negara-negara Arab juga tidak lebih
baik dibandingkan negara-negara lain dalam hal kasus diskriminasi rasial terhadap pekerja
migran yang terdaftar di Kuwait dan Bahrain. Di Yordania, seorang pemuda Asia dihina dan
diusir dari mobil oleh seorang sopir taksi, dan seorang warga negara Korea dipukuli oleh tiga

14 Mohammed R.M. Elshobake. “Human rights violations during the COVID-19 pandemic”, Volume 15
Nomor 4, Juni 2021 [329]
15 Mohammed R.M. Elshobake. “Human rights violations during the COVID-19 pandemic”, Volume 15
Nomor 4, Juni 2021 [
pemuda Yordania. Di Mesir, seorang dokter perempuan menghadapi rasisme dan usahanya
ditolak. Ia diusir dari rumahnya oleh tetangganya dengan alasan ingin menularkan virus Covid-
19 kepada mereka. Dalam hal ini, Komite Darurat Organisasi Kesehatan Dunia mengeluarkan
pernyataan yang memperingatkan negara-negara terhadap tindakan apa pun yang dapat
memperkuat stigma atau diskriminasi, sesuai dengan Pasal 3 Peraturan Kesehatan Global
(Komite Tanggap Darurat WHO, 2020). Selain itu, Amnesty International mengatakan: “Sensor,
diskriminasi, penahanan sewenang-wenang dan pelanggaran hak asasi manusia tidak mempunyai
tempat dalam perang melawan wabah virus corona. Perlu disebutkan bahwa diskriminasi dan
stigma mempunyai dampak negatif yang signifikan terhadap kesehatan mental para korban,
keluarga mereka dan orang lain, orang-orang yang mereka cintai, termasuk petugas kesehatan
dan masyarakat pada umumnya. Selain itu, diskriminasi dan stigma mungkin memaksa beberapa
pasien untuk menyembunyikan gejala mereka untuk menghindari marginalisasi dan rasisme,
yang dapat menyebabkan penyebaran virus semakin meningkat. Oleh karena itu, Negara harus
berusaha melawan situasi ini dengan segala cara, di tingkat hukum, dengan menghukum mereka
yang melakukan tindakan diskriminatif, dan di tingkat kognitif, dengan menyadarkan masyarakat
betapa parahnya diskriminasi, dengan menyoroti dampak negatifnya. untuk menghindarinya.16

3. Upaya Pemerintah Dalam Menanggulangi Wabah Virus COVID-19 Di Indonesia


Serta Pembatasan Hak Asasi Manusia (HAM) Yang Dilakukan.

Penyebaran COVID-19 di Indonesia saat ini semakin meningkat dan meluas ke seluruh
wilayah dan negara, disertai dengan jumlah kasus dan/atau kematian. Di Indonesia sendiri, hasil
update informasi pada 28 Mei 2020 menunjukkan total kasus positif Covid-19 mencapai 24.538
kasus, dengan kematian 1.496 orang dan kesembuhan 6.240 orang. Tentunya data-data di atas
merupakan data yang dicatat oleh pemerintah dan tidak menutup kemungkinan jumlahnya akan
melebihi angka tersebut karena banyak kasus yang tidak atau belum dilaporkan ke pemerintah.
Sedangkan jumlah kasus tertular di Sulawesi Selatan sebanyak 1.427 kasus positif, sembuh 532
orang, dan meninggal 72 orang.17

Kebijakan yang diterapkan pemerintah seperti social distance dan PSBB tentu saja
berujung pada penerapan WFH (work from home) bagi para pekerja. Namun berbeda halnya
dengan para pekerja seperti pedagang, buruh, tukang ojek, tukang ojek dan lainnya, yang tidak
bisa menerapkan kebijakan WFH dan paling terkena dampaknya. Penerapan kebijakan PSBB
mendapat reaksi beragam di masyarakat. Mayoritas masyarakat mengeluhkan dampak yang
mereka hadapi seperti kesulitan ekonomi karena tidak dapat bekerja seperti biasa dan tidak dapat
memenuhi seluruh kebutuhan pokok, terutama bagi para lansia kelas bawah. Kemunduran fisik
akibat terbatasnya ruang gerak serta dampak psikologis akibat kekhawatiran berlebihan terhadap
virus ini. Upaya pemerintah dalam memprediksi perkembangan virus corona saat ini tengah
menimbulkan kekhawatiran masyarakat. Hal ini tidak hanya terkait dengan ketakutan terhadap

16 Mohammed R.M. Elshobake. “Human rights violations during the COVID-19 pandemic”, Volume 15
Nomor 4, Juni 2021 [331]
17 Nur Akifah Janurdan dan Fatri Sagita. “PELANGGARAN HAM DALAM PANDEMI COVID-19”,
Volume 2 Nomor 1, Juni 2021. [332]
tertular virus corona, namun juga kebijakan pemerintah yang menerapkan PSBB di beberapa
sektor.18

Hal ini akan menyulitkan masyarakat dalam melakukan aktivitas dan perjalanan. Meski
berisiko besar, namun hal ini harus dilakukan untuk memutus rantai penyebaran virus corona.
Kebijakan yang membatasi aktivitas masyarakat tidak mudah untuk diterapkan, terutama bagi
mereka yang mata pencahariannya bergantung pada sektor informal. Masyarakat yang mata
pencahariannya bergantung pada sektor informal akan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Misalnya saja pengemudi ojek online, selain harus memenuhi kebutuhan sehari-hari,
juga harus menanggung beban meminjam uang untuk membeli sepeda motor. Kondisi PSBB
otomatis menurunkan pendapatan mereka. Permasalahan perekonomian lainnya pasca penerapan
PSBB adalah permasalahan penurunan pendapatan masyarakat yang berdampak pada
menurunnya daya beli. Artinya, masyarakat tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya. Entah itu
melunasi utang atau melunasi utang, membeli beras saja sepertinya merupakan tugas yang
membosankan. Jika PSBB diterapkan semata-mata untuk mencegah penyebaran epidemi, maka
mobilitas masyarakat akan semakin terbatas, sehingga dapat semakin memperumit kondisi
perekonomian mereka. Permasalahan ekonomi jangka pendek yang harus disiapkan strategi
mitigasinya oleh pemerintah daerah adalah rendahnya akses masyarakat terhadap pangan,
khususnya pangan esensial.19

Pemerintah Indonesia berdasarkan Pasal 154 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009


tentang Kesehatan wajib memberitahukan kepada masyarakat mengenai daerah yang menjadi
sumber penularan penyakit. Artinya, pemerintah wajib menyatakan jenis dan sebaran penyakit
yang berpeluang menular atau menyebar dalam waktu singkat dan menunjukkan daerah mana
saja yang menjadi sumber penularannya. Namun kenyataannya, pemerintah lamban dalam
merilis informasi terkait kasus pertama infeksi Covid-19,20 justru pengumuman resmi tersebut
dilakukan hanya seminggu setelah 2 pasien dinyatakan positif mengidap virus SARS-Cov-2 dan
belum ada informasi. asalkan. . pemberitahuan ke rumah kedua pasien. Hal ini membuktikan
bahwa pemerintah terkesan ragu-ragu dalam menyikapi pandemi global padahal sebelumnya
terlalu sombong dalam memprediksi kemunculan virus tersebut di Indonesia.21

Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman


Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Dalam Rangka Percepatan Penanggulangan COVID-
19 merupakan kelanjutan dari Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Peraturan
Pemerintah Skala Besar. pembatasan sosial dalam rangka percepatan penanganan COVID-19.
PSBB dalam Peraturan Kementerian Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB

18 Rindam Nasruddin dan Islamul Haq. “Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Masyarakat
Berpenghasilan Rendah ”, Volume 7 Nomor 7, 2021. [643]
19 Nur Akifah Janurdan dan Fatri Sagita. “PELANGGARAN HAM DALAM PANDEMI COVID-19”,
Volume 2 Nomor 1, Juni 2021. [46]
20 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6487
21Nur Akifah Janurdan dan Fatri Sagita. “PELANGGARAN HAM DALAM PANDEMI COVID-19”,
Volume 2 Nomor 1, Juni 2021. [47]
untuk Percepatan Penanganan COVID-19 termasuk Pembatasan Sosial Berskala Besar,
sebagaimana juga disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang
Pembatasan Sosial Berskala Besar. meningkatkan layanan sosial untuk mempercepat penanganan
epidemi Covid-19. Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah pembatasan kegiatan tertentu
penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi virys COVID-19 sedemikian rupa untuk
mencegah kemungkinan penyebaran COVID-I9.22

Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk


dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi virus COVID-19 sedemikian rupa untuk mencegah
kemungkinan penyebaran virus COVID-19 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang
Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan virus COVID-19
mengatur bahwa Menteri Kesehatan menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar berdasarkan
usul gubernur/bupati/walikota atau ketua pelaksana gugus tugas percepatan penanganan virus
COVID-19), dengan kriteria yang ditetapkan.23

Dalam Peraturan Pemerintah tersebut, Pembatasan Sosial Berskala Besar paling sedikit
meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, dan/atau
pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum. Dalam hal Menteri menetapkan pembatasan
sosial berskala besar (PSBB), pemerintah daerah wajib melaksanakan dan memperhatikan
ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Medis.24

Untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan


Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019
(Covid-19), Panduan Praktis Mengingat diperlukannya pembatasan sosial berskala besar, maka
diperlukan teknis lebih lanjut. peraturan dan kriteria pembatasan sosial skala besar serta setiap
langkah teknis pelaksanaannya harus ditetapkan. Mengingat pada masa pandemi Covid-19
kemungkinan banyak orang yang sudah tertular atau ada pula yang tidak terdeteksi atau dalam
masa inkubasi, maka untuk menghindari penularan di suatu daerah melalui kontak pribadi maka
perlu dilakukan pembatasan penyebaran secara luas. . kegiatan sosial di bidang ini. Pembatasan
kegiatan tertentu dimaksudkan untuk membatasi berkumpulnya orang dalam jumlah besar di
suatu lokasi tertentu. Kegiatan yang dicakup meliputi sekolah, pekerjaan perkantoran dan
manufaktur, keagamaan, pertemuan, pernikahan, hiburan, festival, perlombaan olah raga dan
pertemuan lainnya yang menggunakan fasilitas pemerintah atau swasta.
Salah satu aturan yang tertuang dalam PSBB, yakni Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2018 tentang Karantina Medis, mengatur bahwa pelanggaran diancam dengan pidana penjara
satu tahun dan denda Rp100 juta. Menurut penulis, hal tersebut merupakan pelanggaran hak

22 Nur Akifah Janurdan dan Fatri Sagita. “PELANGGARAN HAM DALAM PANDEMI COVID-19”,
Volume 2 Nomor 1, Juni 2021.[48-49]
23 Nur Akifah Janurdan dan Fatri Sagita. “PELANGGARAN HAM DALAM PANDEMI COVID-19”,
Volume 2 Nomor 1, Juni 2021 [49]
24 Nur Akifah Janurdan dan Fatri Sagita. “PELANGGARAN HAM DALAM PANDEMI COVID-19”,
Volume 2 Nomor 1, Juni 2021 [49]
asasi manusia. Denda Terlalu Besar, Apa jadinya Jika Pelaku Menganggur atau Kehilangan
Pekerjaan Akibat PHK Massal di Masa Pandemi Covid 19.25

Di tengah pandemi COVID-19, terjadi PHK massal terhadap para pekerja, terutama yang
bekerja di sektor pariwisata seperti hotel. Contoh nyatanya, selama PSBB diterapkan di
Makassar, hotel-hotel di Makassar diperintahkan tutup. Penutupan hotel tentunya berdampak
pada staf hotel. PHK massal menyebabkan mereka kehilangan pekerjaan. Angka terkini jumlah
pekerja yang terkena PHK akibat pandemi virus corona berjumlah 7.893 orang dari total 247
perusahaan. Pada periode tersebut, terdapat 224 orang yang terkena PHK.26

DKI Jakarta, barometer perekonomian Indonesia, tak luput dari PHK di masa pandemi
COVID-19. Sekitar 11,8% pegawai/pekerja di Jakarta terkena PHK. Beberapa karyawan yang
tidak terkena PHK juga mengalami pengurangan pendapatan. Tercatat 6,8% karyawan
mengalami pengurangan pendapatan lebih dari 50% dan 30,8% mengalami penurunan
pendapatan kurang dari 50%. Gelombang PHK di Jakarta tampaknya lebih kecil dibandingkan di
Bali dan Nusa Tenggara. Namun PHK sebesar 11,8% masih merupakan peristiwa yang sangat
membawa malapetaka dan harus segera diprediksi. Ada kekhawatiran gelombang PHK akan
meningkat jika PSBB terus berlanjut, karena sebagian besar produksi barang dan jasa akan
terhenti.27

Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,


pemberhentian harus dilakukan melalui beberapa proses, termasuk musyawarah antara
pengusaha dan pekerja/serikat buruh. Jika tidak tercapai kesepakatan, solusi akhir adalah melalui
pengadilan untuk menyelesaikan perselisihan tersebut. Karena tanggung jawab perusahaan
terhadap pekerja yang diberhentikan, maka perusahaan wajib membayar uang pesangon,
tunjangan atau uang penggantian kerugian kepada pekerja (pasal 156 dan pasal 160 sampai
dengan 169). Selain itu, pengusaha juga mempunyai batasan dalam hal pemberhentian, sehingga
tidak bisa dilakukan secara sepihak atau sewenang-wenang. Memutuskan kontrak tanpa
membayar pesangon juga merupakan pelanggaran terhadap undang-undang ini dan dianggap
sebagai pelanggaran ketenagakerjaan.28

4. Upaya Pemerintah Dalam Melindungi Hak Asasi Manusia (HAM) Pada Saaat
Pandemi COVID-19

Kerugian akibat Covid-19 sangat besar dan berdampak pada perekonomian Indonesia.
Perekonomian nasional yang lemah sangat rentan terhadap dampak negatifnya, sehingga

25 Rindam Nasruddin dan Islamul Haq. “Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Masyarakat
Berpenghasilan Rendah ”, Volume 7 Nomor 7, 2021. [560]
26 Ngadi, Ruth Meilianna dan Yanti Astrelina Purba. “DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP
PHK DAN PENDAPATAN PEKERJA DI INDONESIA”, Juli 2021 [43]
27 Ngadi, Ruth Meilianna dan Yanti Astrelina Purba. “DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP
PHK DAN PENDAPATAN PEKERJADI INDONESIA”, Juli 2021 [43]
28 Ngadi, Ruth Meilianna dan Yanti Astrelina Purba. “DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP
PHK DAN PENDAPATAN PEKERJADI INDONESIA”, Juli 2021 [44]
ketidakstabilan dalam jangka pendek akan menjadi krisis ekonomi yang sedang dialami negara
kita saat ini.57 Dampak ini akan berdampak besar pada sejauh mana perlindungan terhadap
masyarakat Indonesia. Saat ini seluruh negara telah meningkatkan pelayanan khusus tenaga
medis sebesar 20%, dan jumlah profesi medis telah mencapai 6,1 triliun.58 Pengesahan
Peraturan Pemerintah pengganti UU No. 1 tahun 2020 terkait Kebijakan Publik, Kebijakan
Keuangan Negara, dan kebijakan keuangan. stabilitas pengobatan. Akibat pandemi Virus Corona
(Covid-19) tahun 2019 dan/atau ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau
stabilitas sistem keuangan, pemerintah Indonesia menaruh perhatian pada kesehatan, berupaya
mengelola dampak sosial dan menghemat uang. ekonomi. Perekonomian Nasional.

Otoritas kesehatan memfokuskan upaya mereka dalam merawat pasien Covid-19 dengan
meningkatkan pengeluaran medis. Program pengelolaan dampak sosial berfokus pada penerapan
jaring pengaman sosial.59 Namun program jaminan sosial dan kesehatan hanya disebutkan
secara singkat. Program perlindungan sosial baru ini secara khusus menyasar pandemi Covid-19,
antara lain dukungan harga listrik, dukungan pembayaran utang untuk sektor informal, dan
alokasi anggaran darurat untuk memenuhi kebutuhan material dasar.29

Untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat, pemerintah telah


menerapkan kebijakan antara lain:

1. Penerima manfaat program Keluarga Harapan atau dukungan PKH meningkat dari 9,2 juta
menjadi 10 juta keluarga, pendanaan meningkat sebesar 25%.

2. Meningkatkan jumlah penduduk yang berhak mendapatkan kartu sembako dari 15,2 juta
menjadi 20 juta. Nilai dukungannya juga meningkat dari Rp 150.000 menjadi Rp 200.000. Polis
ini akan ditanggung selama sembilan bulan.

3. Kebijakan kartu. Anggaran prakerja meningkat dari Rp10 triliun menjadi Rp20 triliun dengan
total penerima manfaat sebanyak 5,6 juta orang. Kebijakan ini memberikan prioritas kepada
pekerja informal dan pelaku usaha mikro dan kecil yang terdampak Covid-19. Nilai yang
ditampilkan adalah Rp 650 juta per bulan selama empat bulan ke depan.

4. Pemerintah memberikan listrik gratis kepada pengguna daya 450 VA atau maksimal 24 juta
pelanggan. Kebijakan ini berlaku selama tiga bulan ke depan, yakni April hingga Juni 2020.
Pada periode tersebut, sekitar 7 juta pelanggan 900 VA telah mendapatkan diskon 50%.

5. Pemerintah mengalokasikan Rp25 triliun untuk memenuhi kebutuhan pokok, operasi pasar,
dan logistik.

6. Pemerintah memastikan dukungan pembayaran kredit bagi pekerja informal tetap berlaku.
Pekerja informal yang dimaksud antara lain adalah supir taksi online, supir taksi,

Kebijakan yang diterapkan pemerintah bertujuan untuk menjamin hak-hak masyarakat


seperti hak ekonomi, hak sosial, hak sosial dan kesehatan. Urgensi kebijakan asuransi kesehatan

29 Ngadi, Ruth Meilianna dan Yanti Astrelina Purba. “DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP
PHK DAN PENDAPATAN PEKERJADI INDONESIA”, Juli 2021 [44]
universal untuk menjamin kesehatan masyarakat adalah menjamin asuransi kesehatan yang
terjangkau bagi semua kelas sosial.30

Kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah di atas merupakan jaminan terhadap


hak-hak masyarakat seperti hak ekonomi, sosial dan kesehatan. Urgensi kebijakan asuransi
kesehatan universal untuk menjamin kesehatan masyarakat adalah menjamin asuransi kesehatan
yang terjangkau bagi semua kelas sosial. Jaminan kesehatan bagi pegawai dikelola sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Pertama, Pasal 166 Ayat 1 dan 2 Undang-Undang
Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 dengan jelas menyebutkan ayat (1): “Pengusaha atau pemberi
kerja mempunyai kewajiban menjamin kesehatan pekerjanya melalui pencegahan, perbaikan,
pengobatan dan rehabilitasi. usaha dan harus menanggung segala biaya yang berkaitan dengan
pemeliharaan kesehatan pekerja. Ayat (2): “Pengusaha atau kontraktor wajib menanggung biaya
gangguan kesehatan akibat kerja yang ditimbulkan oleh pekerjanya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Kedua, Pasal 35 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Sumber Daya Manusia menyatakan: “Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja
wajib memberikan perlindungan yang meliputi kesejahteraan, keselamatan, dan kesehatan bagi
pekerja, baik lahir batin, maupun jasmani, serta pencegahan. Pemenuhan tanggung jawab
pendidikan terjadi dalam kerangka kebijakan di mana pembelajaran dilakukan secara online. 31

Dan kepatuhan jaminan sosial juga terjamin untuk menjamin keselamatan, keamanan dan
kepastian manfaat yang dijamin oleh Pemerintah. Pemerintah telah melakukan banyak upaya
untuk memutus rantai penyebaran Covid-19. Melalui kebijakan social distance, penerapan
lockdown, penerapan protokol kesehatan dan penyediaan rumah sakit khusus sebagai rujukan
pasien Covid-19. Hanya saja tidak semua kebijakan diterapkan dengan baik. Partisipasi
masyarakat dalam penyadaran diri masih rendah. Oleh karena itu, berbagai upaya perlindungan,
penghormatan, dan pelaksanaan hak asasi masyarakat di masa pandemi Covid-19 harus
diapresiasi dan didukung melalui kesadaran masyarakat. Vaksin medis tidak akan mampu
mencapai efektivitas optimal tanpa dukungan vaksin sosial dan kerja sama antar pemangku
kepentingan.32

KESIMPULAN
Pandemi COVID-19 (juga dikenal sebagai virus Corona) telah menyebabkan
ketidakseimbangan global. Hal ini bukan hanya krisis kesehatan masyarakat namun juga krisis
ekonomi, sosial dan kemanusiaan, yang dengan cepat berubah menjadi krisis hak asasi manusia,
dimana aktivis hak asasi manusia menjadi korban pemerkosaan di beberapa negara. Berdasarkan
hukum hak asasi manusia internasional, negara dapat membatasi hak untuk bepergian dan
bergerak, hak untuk berkumpul secara damai, dan hak atas kebebasan berekspresi jika hal ini

30 Ngadi, Ruth Meilianna dan Yanti Astrelina Purba. “DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP
PHK DAN PENDAPATAN PEKERJADI INDONESIA”, Juli 2021 [45]
31 Sholahuddin Al-Fatih dan Felinda Istighfararisna Aulia. “TANGGUNG JAWAB NEGARA DALAM
KASUS COVID-19 SEBAGAI PERWUJUDAN PERLINDUNGAN HAM ”, Volume 7 Nomor 3
Desember 2021. [351]
32 Sholahuddin Al-Fatih dan Felinda Istighfararisna Aulia. “TANGGUNG JAWAB NEGARA DALAM
KASUS COVID-19 SEBAGAI PERWUJUDAN PERLINDUNGAN HAM ”, Volume 7 Nomor 3
Desember 2021. [354-357]
diperlukan untuk melindungi kesehatan masyarakat. Namun, hak asasi manusia tertentu benar-
benar dilindungi oleh hukum dan tidak ada negara yang boleh mengabaikannya, bahkan dalam
keadaan darurat, dalam menghadapi penyebaran epidemi, termasuk hak atas hidup dan mati, hak
untuk mengakses layanan kesehatan.

Menyimpulkan bahwa tindakan-tindakan tertentu yang diambil oleh Negara-negara


dalam menanggapi pandemi COVID-19 merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan tidak
mematuhi undang-undang hak asasi manusia yang membatasi. Memang benar bahwa pandemi
COVID-19 telah memperlihatkan perpecahan dan kerentanan serius dalam sistem kesehatan,
karena negara-negara maju menghadapi kekurangan pasokan dan peralatan medis. Selain itu,
diskriminasi juga terjadi dalam penyediaan layanan kesehatan kepada orang yang terinfeksi
COVID-19. Selain itu, beberapa negara juga menghadapi keruntuhan sistem kesehatan, buruknya
kualitas fasilitas kesehatan, dan sikap apatis terhadap layanan kesehatan.

Di masa pandemi COVID-19, tanggung jawab negara untuk melindungi warga negara
menjadi mendesak. Secara khusus, prioritas harus diberikan pada kesehatan, pendidikan, dan
jaminan sosial yang merupakan hak seluruh warga negara Indonesia. Mengemban tanggung
jawab kesehatan terkait dengan pengobatan dan pencegahan. Pemenuhan tanggung jawab
pendidikan terjadi dalam kerangka kebijakan di mana pembelajaran dilakukan secara online.
Kepatuhan terhadap Jaminan Sosial juga menjamin keselamatan, keamanan, dan kepastian
manfaat yang dijamin oleh pemerintah. Pemerintah telah melakukan banyak upaya untuk
memutus rantai penyebaran Covid-19. Melalui kebijakan social distance, penerapan lockdown,
penerapan protokol kesehatan dan penyediaan rumah sakit khusus sebagai rujukan pasien Covid-
19. Hanya saja tidak semua kebijakan diterapkan dengan baik. Partisipasi masyarakat dalam
penyadaran diri masih rendah. Oleh karena itu, berbagai upaya perlindungan, penghormatan, dan
pelaksanaan hak asasi masyarakat di masa pandemi Covid-19 harus diapresiasi dan didukung
melalui kesadaran masyarakat. Vaksin medis tidak akan dapat berfungsi maksimal tanpa
dukungan vaksin sosial.
DAFTAR PUSTAKA

Jurnal

Sumitra Pokhrel dan Roshan Chhetri. “A Literature Review on Impact of COVID-19 Pandemic
on Teaching and Learning”, Volume 8 Nomor 1, Januari 2021

Nur Akifah Janurdan dan Fatri Sagita. “PELANGGARAN HAM DALAM PANDEMI COVID-
19”, Volume 2 Nomor 1, Juni 2021

Farid Wajdi . “PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DAN TANGGUNG JAWAB


NEGARA TERHADAP KORBAN”, Volume 14 Nomor 2, Agustus 2021

Nur Akifah Janurdan dan Fatri Sagita. “PELANGGARAN HAM DALAM PANDEMI COVID-
19”, Volume 2 Nomor 1, Juni 2021.

Sumitra Pokhrel dan Roshan Chhetri. “A Literature Review on Impact of COVID-19 Pandemic
on Teaching and Learning”, Volume 8 Nomor 1, January 2021

Mohammed R.M. Elshobake. “Human rights violations during the COVID-19 pandemic”,
Volume 15 Nomor 4, Juni 2021

Rindam Nasruddin dan Islamul Haq. “Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Masyarakat
Berpenghasilan Rendah ”, Volume 7 Nomor 7, 2021

Ngadi, Ruth Meilianna dan Yanti Astrelina Purba. “DAMPAK PANDEMI COVID-19
TERHADAP PHK DAN PENDAPATAN PEKERJADI INDONESIA”, Juli 2021

Sholahuddin Al-Fatih dan Felinda Istighfararisna Aulia. “TANGGUNG JAWAB NEGARA


DALAM KASUS COVID-19 SEBAGAI PERWUJUDAN PERLINDUNGAN HAM ”, Volume 7 Nomor
3 Desember 2021

Undang-Undang
(Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, 1948, pasal 2 dan 7; Jenderal Perserikatan
Bangsa-Bangsa Majelis, 1966a, 1966b, pasal 2; Majelis Umum PBB, 1966b, pasal 2)

TURNITIN

Anda mungkin juga menyukai