Anda di halaman 1dari 10

Instruksi Menteri dalam negeri nomor 27 tahun 2021 tentang “

Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 4, Level 3, dan Level


2 corona virus desease di wilayah jawa dan bali

Disusun untuk memenuhi Ujian Akhir Semester mata kuliah Politik Hukum

Disusun Oleh :

Albertus Bagas Satria / 225214907

PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM


UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA
2023
Pendahuluan

COVID-19 merupakan penyakit yang pertama kali terdeteksi di Kota


Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok pada Desember 2019. Virus ini diklasifikasikan
sebagai bagian dari keluarga coronavirus yang juga termasuk virus penyebab SARS
(Severe Acute Respiratory Syndrome) dan MERS (Middle East Respiratory
Syndrome) Penyebaran virus COVID-19 terjadi dengan cepat dan meluas ke
berbagai negara di seluruh dunia. Dalam waktu singkat, WHO (World Health
Organization) menyatakan COVID-19 sebagai pandemi global, mengingat tingkat
penyebaran yang sangat luas dan dampak yang signifikan terhadap kesehatan
masyarakat.

COVID-19 menunjukkan tingkat penularan yang tinggi antara manusia,


terutama melalui droplet pernapasan saat seseorang yang terinfeksi batuk, bersin,
atau berbicara. Virus ini juga dapat menyebar melalui kontak dengan permukaan
yang terkontaminasi oleh droplet tersebut, dan kemudian menyentuh wajah. Pada
awal munculnya COVID-19, pengetahuan tentang virus ini masih terbatas, dan
respons awal dalam menanggulangi penyebarannya menjadi tantangan bagi banyak
negara. Namun, seiring berjalannya waktu, penelitian dan pemahaman mengenai
virus ini terus berkembang, sehingga memungkinkan adanya upaya yang lebih
efektif dalam mengendalikan penyebarannya. Salah satu langkah yang diambil oleh
banyak negara, termasuk Indonesia, adalah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan
Masyarakat (PPKM). PPKM bertujuan untuk membatasi mobilitas dan interaksi
sosial guna mengurangi penyebaran virus. Kebijakan ini melibatkan berbagai
aspek, seperti pembatasan perjalanan, penutupan tempat-tempat umum, pengaturan
jam operasional, serta penegakan protokol kesehatan. Dalam konteks PPKM,
pemerintah dan otoritas kesehatan bekerja sama untuk menyediakan informasi,
edukasi, serta fasilitas kesehatan yang diperlukan untuk mencegah penyebaran
virus. Tujuan utama dari PPKM adalah melindungi kesehatan masyarakat,
memastikan kapasitas sistem kesehatan dapat menangani pasien COVID-19, dan
meminimalisir dampak negatif pada sektor ekonomi.
Peraturan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat)
merupakan kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah dalam rangka
mengendalikan penyebaran virus COVID-19. PPKM bertujuan untuk membatasi
mobilitas dan interaksi sosial guna mengurangi risiko penularan virus antara
individu.Peraturan PPKM melibatkan berbagai aspek kehidupan masyarakat,
termasuk perjalanan, kegiatan sosial, bisnis, dan sektor publik. Kebijakan ini
bertujuan untuk mengurangi kerumunan, mendorong physical distancing, dan
menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Salah satu komponen penting dari
peraturan PPKM adalah pembatasan perjalanan. Hal ini dapat mencakup larangan
perjalanan antar kota atau antar daerah, pengaturan jam operasional transportasi
umum, dan pengawasan ketat di pintu masuk wilayah tertentu. Tujuan dari
pembatasan perjalanan adalah mengurangi risiko penyebaran virus dari daerah yang
memiliki tingkat kasus yang tinggi ke daerah lain.

Selain itu, peraturan PPKM juga mencakup penutupan atau pengaturan jam
operasional tempat-tempat umum seperti pusat perbelanjaan, restoran, tempat
ibadah, tempat hiburan, dan tempat-tempat keramaian lainnya. Pembatasan ini
bertujuan untuk mengurangi kerumunan dan potensi penyebaran virus di tempat-
tempat yang padat.Dalam rangka menjaga kegiatan perekonomian, peraturan
PPKM juga dapat mengatur pembatasan jam operasional bisnis dan industri
tertentu. Beberapa sektor seperti sektor esensial (misalnya makanan, obat-obatan,
dan layanan kesehatan) tetap diizinkan beroperasi dengan penyesuaian protokol
kesehatan yang ketat, sementara sektor non-esensial mungkin mengalami
penurunan jam operasional atau penutupan sementara.

Selain itu, peraturan PPKM juga menekankan pentingnya menerapkan


protokol kesehatan secara ketat, seperti penggunaan masker, mencuci tangan secara
teratur, menjaga jarak fisik, dan menghindari kerumunan. Dalam beberapa kasus,
pemerintah juga dapat mewajibkan penggunaan aplikasi pelacak kontak untuk
membantu dalam upaya penelusuran dan pemantauan kasus COVID-19. Tujuan
utama dari peraturan PPKM adalah melindungi kesehatan masyarakat, membatasi
penyebaran virus, dan memastikan kapasitas sistem kesehatan dapat menangani
pasien COVID-19 dengan efektif. Meskipun peraturan PPKM dapat memberikan
dampak sosial dan ekonomi yang signifikan, kebijakan ini diterapkan sebagai upaya
untuk mengendalikan pandemi dan melindungi keselamatan masyarakat secara
keseluruhan. Pemerintah terus melakukan evaluasi dan pemantauan terhadap
implementasi peraturan PPKM, serta berkoordinasi dengan berbagai pihak
termasuk otoritas kesehatan dan pemangku kepentingan lainnya, guna memastikan
kebijakan ini efektif dalam mengendalikan penyebaran COVID-19

Rumusan masalah

1. Bagaimana isi dari Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2021
tentang "Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 4, Level 3,
dan Level 2 Corona Virus Disease di Wilayah Jawa dan Bali"?
2. Apa tujuan utama dari pemberlakuan instruksi tersebut?
3. Bagaimana perbedaan antara Level 4, Level 3, dan Level 2 dalam konteks
PPKM?
4. Bagaimana implementasi dan respons masyarakat terhadap instruksi
tersebut?

Pembahasan

Analisis Ius Constitutum

Ius constitutum adalah istilah dalam hukum yang berasal dari bahasa Latin
yang secara harfiah berarti "hukum yang dibentuk". Istilah ini merujuk pada hukum
yang telah dibuat atau dibentuk oleh otoritas atau lembaga yang berwenang, baik
itu melalui undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan pengadilan, maupun
peraturan-peraturan lainnya. Maka dalam hal ini hukum yang dibuat oleh pihak
pemerintah yaitu Instruksi Menteri dalam negeri nomor 27 tahun 2021 tentang “
Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 4, Level 3, dan Level 2
corona virus desease di wilayah jawa dan bali”

ius constitutum dapat berubah dan berkembang seiring waktu, tergantung pada
perubahan sosial, politik, dan kebutuhan masyarakat. Proses pembentukan dan
perubahan ius constitutum biasanya melibatkan proses legislatif, yudisial, dan
eksekutif, serta partisipasi dan keterlibatan masyarakat dalam bentuk konsultasi,
diskusi, atau mekanisme demokratis lainnya. Dalam suatu negara, ius constitutum
dapat berasal dari berbagai sumber hukum, termasuk konstitusi negara, peraturan
perundang-undangan, peraturan pemerintah, perjanjian internasional, keputusan
pengadilan, dan praktik hukum yang diakui secara umum. Ius constitutum berfungsi
sebagai landasan hukum yang mengatur perilaku dan hubungan antara individu,
serta memberikan kerangka hukum yang diperlukan untuk menjaga ketertiban dan
keadilan dalam masyarakat.

Analisis Perubahan Perilaku pada masyarakat

Berikut adalah contoh respons masyarakat terhadap PPKM:

1. Kepatuhan dan Dukungan:


• Masyarakat secara aktif menggunakan masker, menjaga jarak fisik,
dan mencuci tangan secara teratur.
• Banyak individu yang bekerja dari rumah atau mengurangi interaksi
sosial untuk membatasi penyebaran virus.
• Masyarakat mendukung kebijakan pemerintah dengan mengikuti
aturan pembatasan perjalanan dan kegiatan sosial.
2. Tantangan dan Ketidakpuasan:
• Sebagian masyarakat yang memiliki pekerjaan informal atau
berpenghasilan rendah menghadapi kesulitan ekonomi akibat
pembatasan kegiatan.
• Beberapa kelompok masyarakat sulit mendapatkan akses terhadap
kebutuhan dasar seperti makanan, obat-obatan, atau layanan
kesehatan.
• Individu yang kehilangan pekerjaan atau pendapatan mengalami
ketidakpuasan terhadap kebijakan yang dianggap membatasi
kesempatan mereka untuk mencari nafkah.
3. Ketidakpatuhan:
• Sebagian kecil masyarakat melanggar protokol kesehatan dengan
tidak menggunakan masker, mengabaikan jarak fisik, atau
menghadiri kerumunan.
• Ada individu yang melakukan perjalanan antar kota atau antar
daerah tanpa izin yang diperlukan.
• Beberapa kelompok masyarakat menentang kebijakan PPKM dan
tidak mengikuti pembatasan yang ditetapkan.
4. Partisipasi dan Kreativitas:
• Masyarakat secara aktif menyebarkan informasi mengenai protokol
kesehatan melalui media sosial, pesan teks, atau kampanye
komunitas.
• Ada inisiatif dari masyarakat untuk membantu mereka yang
membutuhkan, seperti menyediakan bantuan makanan atau
kebutuhan lainnya.
• Bisnis lokal berinovasi dengan mengadopsi model bisnis online atau
pengiriman untuk tetap beroperasi selama PPKM.

Dalam menghadapi PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan


Masyarakat) atau situasi darurat lainnya, kelompok pluralis dapat berperan penting
dalam mempromosikan koordinasi, solidaritas, dan partisipasi yang melibatkan
berbagai pihak dengan beragam pandangan dan latar belakang.

Berikut ini beberapa peran yang dapat dimainkan oleh kelompok pluralis dalam
menghadapi PPKM:

1. Pengumpulan dan penyebaran informasi: Kelompok pluralis dapat


mengambil peran dalam mengumpulkan informasi terkait PPKM, langkah-
langkah pencegahan, protokol kesehatan, dan sumber daya yang tersedia.
Mereka juga dapat membantu menyebarkan informasi ini secara luas kepada
masyarakat, memastikan bahwa pesan-pesan yang akurat dan bermanfaat
tersampaikan kepada berbagai kelompok dan komunitas.
2. Kolaborasi dan koordinasi: Kelompok pluralis dapat menjadi wadah untuk
kolaborasi dan koordinasi antara berbagai pihak yang terlibat, termasuk
pemerintah, organisasi non-pemerintah, kelompok masyarakat, dan
individu-individu dengan kepentingan yang beragam. Dalam situasi PPKM,
kerjasama yang baik dan koordinasi yang efektif antara berbagai entitas
dapat membantu memperkuat respons yang terkoordinasi dan
mengoptimalkan sumber daya yang tersedia.
3. Advokasi dan pemenuhan kebutuhan: Kelompok pluralis dapat menjadi
suara bagi berbagai kelompok masyarakat yang terdampak secara berbeda
oleh PPKM. Mereka dapat melakukan advokasi untuk pemenuhan
kebutuhan dasar, hak-hak, dan perlindungan bagi kelompok yang rentan,
seperti pekerja informal, kelompok masyarakat adat, kaum minoritas, dan
lain sebagainya. Kelompok pluralis juga dapat berperan dalam
mengidentifikasi kebutuhan khusus dan menyampaikannya kepada pihak
yang berwenang.
4. Pendidikan dan kesadaran: Kelompok pluralis dapat berkontribusi dalam
upaya meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya PPKM dan
langkah-langkah yang harus diambil untuk melindungi diri dan orang lain
dari penyebaran penyakit. Mereka dapat mengembangkan kampanye
pendidikan, menyediakan sumber daya pendidikan, dan melibatkan
masyarakat dalam dialog terbuka tentang PPKM dan dampaknya.
5. Dukungan psikososial: PPKM dapat memiliki dampak psikologis dan sosial
yang signifikan pada masyarakat. Kelompok pluralis dapat menyediakan
dukungan psikososial dan ruang dialog bagi individu-individu yang
mengalami tekanan, isolasi, atau kesulitan mental selama periode PPKM.
Mereka juga dapat mengadvokasi pentingnya perhatian terhadap
kesejahteraan mental dan upaya untuk mengurangi stigma terkait masalah
kesehatan mental.

Melalui kerjasama dan partisipasi yang inklusif, kelompok pluralis dapat membantu
menciptakan respons yang holistik, berkeadilan, dan berkelanjutan dalam
menghadapi PPKM atau tantangan sejenisnya.

PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) adalah salah satu


kebijakan yang diterapkan dalam upaya mengendalikan penyebaran COVID-19.
Namun, jika COVID-19 sudah tidak ada lagi, maka memang tidak ada lagi
kebutuhan untuk menerapkan PPKM karena tujuan utamanya adalah membatasi
interaksi sosial untuk menghentikan penyebaran virus. Dalam hal ini pada tahun ini
pemerintah menyatakan bahwa pandemic covid 19 telah berakhir maka peraturan
ini juga otomatis tidak lagi berlaku.

Analisis Menurut Teori Lawrence M. Friendman

Berikut adalah beberapa poin penting yang dikemukakan oleh Lawrence M.


Friedman dalam teorinya:

1. Hukum sebagai fenomena sosial: Hukum tidak hanya terdiri dari aturan
tertulis, tetapi juga merupakan produk dari faktor-faktor sosial, budaya, dan
sejarah. Hukum harus dipahami dalam konteks masyarakat di mana ia
beroperasi. Contoh : dikeluarkannya Instruksi Menteri dalam negeri nomor
27 tahun 2021 adalah akibat dari munculnya fenomena sosial covid 19 itu
sendiri
2. Realitas hukum: Hukum harus dipahami sebagai fenomena yang hidup dan
dinamis. Praktik nyata dari para aktor hukum, seperti hakim, pengacara, dan
juri, serta tindakan masyarakat umum dalam menghormati atau melanggar
hukum, memiliki peran penting dalam membentuk hukum. Contoh : intruksi
Menteri dalam negri nomor 27 tahun 2021 merupakan praktik nyata dari
kementrian itu sendiri dalam menangani fenomena yang ada, serta terdapat
sanksi bagi yang melanggar intruksi tersebut
3. Perubahan hukum: Hukum berubah seiring waktu sebagai respons terhadap
perubahan sosial, politik, dan ekonomi. Perkembangan hukum tidak hanya
terjadi melalui perubahan aturan hukum, tetapi juga melalui perubahan
sosial yang lebih luas. Contoh : perubahan dalam intruksi Menteri dalam
negri nomor 27 tahun 2021 ini telah dirubah sesuai dengan penurunan kasus
covid 19 yaitu dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 7 Tahun 2023
Tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka
Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (covid-19) yang
dimana PPKM sudah tidak perlu lagi diterapkan namun masyarakat
diwajibkan vaksin
4. Peran aktor hukum: Aktor hukum, seperti hakim, pengacara, dan juri,
memiliki pengaruh yang signifikan dalam praktik hukum. Tindakan dan
keputusan mereka dalam menginterpretasikan, membuat keputusan, dan
menegakkan hukum berkontribusi pada perkembangan hukum. Contoh :
dalam penerapan undang undang ini pihak pihak yang menjadi actor utama
adalah kementrian dalam negri, presiden, dan DPR
5. Interaksi antara hukum dan masyarakat: Hukum dipengaruhi oleh dan
berinteraksi dengan nilai-nilai, norma, dan kebiasaan masyarakat di mana
hukum itu berlaku. Hukum bukan hanya suatu entitas terpisah, tetapi terikat
erat dengan masyarakat di mana ia berfungsi. Contoh : PPKM memiliki
imbas pada masyarakat, dengan melindungi kesehatan dan keselamatan
namun juga dapat menyebabkan dampak negatif terhadap kesehatan mental
dan ekonomi.
6. Hubungan antara hukum dan perubahan sosial: Hukum tidak hanya
merefleksikan perubahan sosial, tetapi juga dapat menjadi agen perubahan
sosial. Melalui perubahan hukum, masyarakat dapat mengubah norma-
norma dan nilai-nilai yang mendasari hukum itu sendiri. Contoh : Adanya
PPKM dapat menyebabkan perubahan sosial dalam masyarakat, seperti
perubahan dalam pola interaksi sosial, kegiatan ekonomi, dan kebiasaan
sehari-hari.

Kesimpulan

Undang-undang PPKM harus diganti atau disesuaikan ketika COVID-19


sudah berakhir karena undang-undang tersebut dirancang dan diberlakukan untuk
mengatasi situasi darurat akibat penyebaran virus tersebut. Ketika COVID-19 tidak
lagi menjadi ancaman yang signifikan, langkah-langkah pembatasan dan
penanganan yang diatur dalam undang-undang PPKM mungkin tidak lagi relevan
atau perlu disesuaikan dengan kondisi baru. Selain itu, perubahan keadaan setelah
berakhirnya COVID-19 dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan dan
masyarakat. Prioritas dan tantangan yang dihadapi oleh pemerintah dan masyarakat
juga dapat berubah. Oleh karena itu, diperlukan peninjauan dan evaluasi kebijakan
yang ada untuk memastikan bahwa undang-undang yang berlaku dapat memenuhi
kebutuhan dan mengakomodasi perubahan sosial, politik, dan ekonomi pasca-
COVID-19.
Pergantian atau penyesuaian undang-undang PPKM juga dapat memberikan
kesempatan untuk menggabungkan pengalaman dan pelajaran yang diperoleh
selama pandemi. Hal ini dapat membantu memperbaiki dan memperkuat sistem
penanggulangan bencana dan kesiapan negara dalam menghadapi situasi serupa di
masa depan. Penting untuk melibatkan para ahli, pemangku kepentingan, dan
masyarakat dalam proses perubahan undang-undang PPKM, sehingga keputusan
yang diambil dapat mencerminkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat serta
memastikan keseimbangan antara kebebasan individu dan perlindungan kesehatan
masyarakat secara efektif.

Anda mungkin juga menyukai