Anda di halaman 1dari 3

Wabah virus corona atau Covid-19 telah membuat kita sadar betapa pentingnya

kualitas kesehatan. Pola hidup sehat adalah prioritas utama demi mengurangi potensi
terserang berbagai penyakit. Walau dikaji dari sudut pandang manapun, ternyata tubuh
sangat berpengaruh terhadap segala sektor kehidupan.

Faktanya menerapkan pola hidup sehat tidak sesederhana itu. Coba perhatikan, saat
pemerintah mengeluarkan kebijakan Social distancing. Berapa banyak orang yang
sadar bahwa beleid itu merupakan bagian dari upaya menjaga kualitas kesehatan.
Bahkan himbauan agar tidak nongkrong di warkop, dipandang sebagai kebijakan politis.
Padahal jika dipikir lebih dalam lagi, ada sisi edukasi di dalamnya.

Sebagai contoh sederhana, nongkrong di warkop. Membayangkan ratusan pengunjung


yang datang, berapa kali mereka menyentuh meja dan kursi. Apalagi pengunjung
jarang cuci tangan dan ganti pakaian. Contoh lain, tidak berkumpul dalam kerumunan
orang banyak, siapa yang tahu diantara kerumunan itu ada yang terpapar penyakit
menular. Ditambah lagi contoh lainnya berkaitan dengan imunitas seseorang.

Akibat krisis kesadaran itu, kini pemerintah terbelenggu dalam opsi-opsi. Di satu sisi
ingin melindungi warganya melalui social distancing, di sisi lain ada desakan harus
lockdown. Situasi menjadi semakin karut marut saat banyak pejabat daerah mondar –
mandir dari daerah terpapar. Apalagi mereka yang sibuk mencari rekomendasi. Tidak
salah, tapi ada yang prioritas.

Hingga saat ini (04/7/2020), total pasien yang positif terinfeksi covid-19 mencapai
62.142 kasus. Sementara total pasien meninggal sebanyak 3.089 orang dan pasien
sembuh sebanyak 28.219 orang. Angka tersebut tentu sangat mengagetkan.Ditambah
lagi masih banyak warga yang pernah bersentuhan dengan pasien positif tapi belum
diisolasi. Di samping itu jumlah PDP memberikan potensi bertambahnya kasus positif
covid-19.Berdasarkan sebaran kasus per provinsi, pada Sabtu (04/7/2020) terdapat 34
provinsi yang ditemukan adanya kasus positif. Gugus Tugas Percepatan Penanganan
Covid-19

Sepertinya strategi memutus penularan virus Covid-19 belum cukup sukses. Salah satu
fenomena paling sulit dibendung, warga selalu menilai aman – aman saja selama
belum ada kasus positif. Masih banyak tempat hiburan yang masih belum ditutup, cafe
dan warkop masih menerima pengunjung. Nanti ada kasus positif, barulah tempat
berkumpulnya massa dalam jumlah besar di tutup. Sebut saja tempat karaoke,
beranikah pemerintah menutup dan sadarkan warga bahayanya tempat seperti itu.

Di sisi lain, banyak kalangan menilai kebijakan pemerintah belum terlalu menyentuh
pada aspek kesadaran warga. Andaikan pemerintah dan aparat keamanan diberi
wewenang menindak, tentu seluruh tempat berkumpulnya massa dalam jumlah banyak
langsung ditutup. Faktanya, setelah aparat datang memberi himbauan agar
membubarkan diri, tidak lama kemudian situasi kembali seperti semula. Kejadian itu
selalu ada di tempat hiburan, warkop dan cafe.
Dalam berbagai kesempatan, Pemerintah berulang kali mengampanyekan social
distancing serta mengimbau masyarakat agar beraktivitas, belajar dan bekerja dari
rumah. Namun memang diakui banyak hal mengenai kedisiplinan warga yang perlu
ditingkatkan.

Sebenarnya stategi pemerintah adalah menjaga yang sehat agar tidak tertular dari yang
terinfeksi corona. Karena itulah penularannya harus diputus. Karena penyakit ini pasti
menular dari orang yang sudah positif. Namun kesadaran diri untuk stay at home
tampak belum efektif. Bukan hanya orang tua, anak – anak dibiarkan berkeliaran di luar
rumah. Nanti sudah tertular, barulah mengeritik minimnya APD dan fasilitas pelindung
diri lainnya.

Sumber:https://sosgama.iainpare.ac.id/2020/07/masah-bodoh-dan-krisiskesadaran.html

Pertanyaan:

a. Korelasikan kasus di atas dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran


hukum dalam masyarakat!

b. Buatlah simpulan tentang kesadaran hukum dilihat dari indikator-indikatornya!

c. Analisis apakah dengan adanya kesadaran hukum saat pandemi Covid-19, bisa
mempengaruhi perubahan sosial di masa post pandemi? jelaskan menggunakan
contoh kasus!

Jawaban :

a. Dalam kasus di atas, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kesadaran


hukum dalam masyarakat, antara lain:
1. Kurangnya edukasi: Salah satu faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum adalah
kurangnya edukasi atau pemahaman tentang pentingnya aturan dan kebijakan
yang diberlakukan oleh pemerintah. Dalam konteks ini, banyak orang yang
mungkin tidak sepenuhnya memahami betapa pentingnya social distancing dan
kebijakan lainnya dalam mencegah penyebaran Covid19.
2. Ketidakpatuhan terhadap aturan: Faktor lain yang mempengaruhi kesadaran
hukum adalah ketidakpatuhan terhadap aturan yang ditetapkan. Dalam kasus ini,
meskipun pemerintah mengeluarkan kebijakan social distancing dan mengimbau
masyarakat untuk tidak berkumpul dalam kerumunan, masih banyak yang tidak
mematuhi aturan tersebut, seperti berkumpul di warkop, cafe, atau tempat hiburan
lainnya.
3. Kurangnya penindakan yang tegas: Faktor lain yang mempengaruhi kesadaran
hukum adalah kurangnya penindakan yang tegas terhadap pelanggaran aturan.
Dalam kasus ini, meskipun aparat keamanan memberikan himbauan agar
membubarkan diri, situasi segera kembali seperti semula. Hal ini dapat
mengindikasikan bahwa kurangnya penindakan yang tegas dapat mengurangi
kesadaran dan kepatuhan terhadap aturan.
Sumber : BMP SOSI4416 Sosiologi Hukum

b. Berdasarkan kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa kesadaran hukum dalam


masyarakat masih perlu ditingkatkan. Beberapa indikator kesadaran hukum yang dapat
diamati dalam kasus ini antara lain:
1. Pemahaman tentang aturan: Kesadaran hukum dapat dilihat dari sejauh mana
masyarakat memahami aturan dan kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah.
Dalam kasus ini, kurangnya pemahaman tentang pentingnya social distancing dan
kebijakan lainnya menunjukkan bahwa ada kekurangan dalam pemahaman tersebut.
2. Kepatuhan terhadap aturan: Kesadaran hukum juga dapat dilihat dari sejauh mana
masyarakat mematuhi aturan yang ditetapkan. Dalam kasus ini, masih banyak yang
tidak mematuhi aturan social distancing dan masih mengunjungi tempat-tempat
kerumunan. Hal ini menunjukkan bahwa ada kekurangan dalam kepatuhan terhadap
aturan tersebut.
3. Penegakan hukum: Kesadaran hukum juga dapat dilihat dari sejauh mana hukum
ditegakkan dan pelanggaran aturan ditindak secara tegas. Dalam kasus ini, kurangnya
penindakan yang tegas terhadap pelanggaran aturan dapat mengindikasikan bahwa
ada kekurangan dalam penegakan hukum.
Sumber : BMP SOSI4416 Sosiologi Hukum

c. Kesadaran hukum yang tinggi selama pandemi Covid-19 dapat berpotensi


mempengaruhi perubahan sosial di masa pasca pandemi. Contohnya, jika
masyarakat secara keseluruhan memahami dan mematuhi aturan dan kebijakan
yang diberlakukan oleh pemerintah untuk mencegah penyebaran virus, hal ini dapat
membentuk kebiasaan baru dalam menjaga kesehatan dan menghindari risiko
penularan penyakit di masa mendatang. Misalnya, jika masyarakat tetap menerapkan
social distancing, rutin mencuci tangan, dan mematuhi aturan kesehatan lainnya, ini
dapat membawa perubahan sosial dalam hal kebersihan, pola interaksi sosial,
dan kesehatan masyarakat secara umum. Namun, perubahan sosial ini juga
tergantung pada berbagai faktor lain, termasuk dukungan pemerintah dalam
memberikan edukasi yang memadai, penegakan hukum yang efektif.
Sumber : BMP SOSI4416 Sosiologi Hukum

Anda mungkin juga menyukai