kualitas kesehatan. Pola hidup sehat adalah prioritas utama demi mengurangi potensi
terserang berbagai penyakit. Walau dikaji dari sudut pandang manapun, ternyata tubuh
sangat berpengaruh terhadap segala sektor kehidupan.
Faktanya menerapkan pola hidup sehat tidak sesederhana itu. Coba perhatikan, saat
pemerintah mengeluarkan kebijakan Social distancing. Berapa banyak orang yang
sadar bahwa beleid itu merupakan bagian dari upaya menjaga kualitas kesehatan.
Bahkan himbauan agar tidak nongkrong di warkop, dipandang sebagai kebijakan politis.
Padahal jika dipikir lebih dalam lagi, ada sisi edukasi di dalamnya.
Akibat krisis kesadaran itu, kini pemerintah terbelenggu dalam opsi-opsi. Di satu sisi
ingin melindungi warganya melalui social distancing, di sisi lain ada desakan harus
lockdown. Situasi menjadi semakin karut marut saat banyak pejabat daerah mondar –
mandir dari daerah terpapar. Apalagi mereka yang sibuk mencari rekomendasi. Tidak
salah, tapi ada yang prioritas.
Hingga saat ini (04/7/2020), total pasien yang positif terinfeksi covid-19 mencapai
62.142 kasus. Sementara total pasien meninggal sebanyak 3.089 orang dan pasien
sembuh sebanyak 28.219 orang. Angka tersebut tentu sangat mengagetkan.Ditambah
lagi masih banyak warga yang pernah bersentuhan dengan pasien positif tapi belum
diisolasi. Di samping itu jumlah PDP memberikan potensi bertambahnya kasus positif
covid-19.Berdasarkan sebaran kasus per provinsi, pada Sabtu (04/7/2020) terdapat 34
provinsi yang ditemukan adanya kasus positif. Gugus Tugas Percepatan Penanganan
Covid-19
Sepertinya strategi memutus penularan virus Covid-19 belum cukup sukses. Salah satu
fenomena paling sulit dibendung, warga selalu menilai aman – aman saja selama
belum ada kasus positif. Masih banyak tempat hiburan yang masih belum ditutup, cafe
dan warkop masih menerima pengunjung. Nanti ada kasus positif, barulah tempat
berkumpulnya massa dalam jumlah besar di tutup. Sebut saja tempat karaoke,
beranikah pemerintah menutup dan sadarkan warga bahayanya tempat seperti itu.
Di sisi lain, banyak kalangan menilai kebijakan pemerintah belum terlalu menyentuh
pada aspek kesadaran warga. Andaikan pemerintah dan aparat keamanan diberi
wewenang menindak, tentu seluruh tempat berkumpulnya massa dalam jumlah banyak
langsung ditutup. Faktanya, setelah aparat datang memberi himbauan agar
membubarkan diri, tidak lama kemudian situasi kembali seperti semula. Kejadian itu
selalu ada di tempat hiburan, warkop dan cafe.
Dalam berbagai kesempatan, Pemerintah berulang kali mengampanyekan social
distancing serta mengimbau masyarakat agar beraktivitas, belajar dan bekerja dari
rumah. Namun memang diakui banyak hal mengenai kedisiplinan warga yang perlu
ditingkatkan.
Sebenarnya stategi pemerintah adalah menjaga yang sehat agar tidak tertular dari yang
terinfeksi corona. Karena itulah penularannya harus diputus. Karena penyakit ini pasti
menular dari orang yang sudah positif. Namun kesadaran diri untuk stay at home
tampak belum efektif. Bukan hanya orang tua, anak – anak dibiarkan berkeliaran di luar
rumah. Nanti sudah tertular, barulah mengeritik minimnya APD dan fasilitas pelindung
diri lainnya.
Sumber:https://sosgama.iainpare.ac.id/2020/07/masah-bodoh-dan-krisiskesadaran.html
Pertanyaan:
c. Analisis apakah dengan adanya kesadaran hukum saat pandemi Covid-19, bisa
mempengaruhi perubahan sosial di masa post pandemi? jelaskan menggunakan
contoh kasus!
Jawaban :