Anda di halaman 1dari 4

Soal no 1

Analisis kasus di atas dalam kaitannya dengan mobilitas sosial, baik mobilitas vertikal

maupun horizontal!

Jawaban

Mobilitas sosial sering disebut juga sebagai proses suatu perpindahan atau pergerakan lapisan

sosial seseorang.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mobilitas sosial adalah perubahan kedudukan

warga masyarakat kelas sosial yang satu ke kelas sosial lain.

Dilansir Encyclopaedia Britannica (2015), mobilitas sosial merupakan pergerakan individu,

keluarga, atau kelompok melalui sistem hierarki sosial atau stratifikasi. Mobilitas sosial dapat

terjadi melalui perubahan yang lebih lambat dan halus.

Contoh dari kasus di atas dapat di ambil kesimpulan banyaknya orang yang di phk akibat

virus tersebut.

Mobilitas horizontal

Dalam situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), mobilitas horizontal

adalah perpindahan status sosial seseorang atau sekelompok orang dalam lapisan orang yang

sama.

Contoh dari kasus tersebut adalah penurunan tingkat pengangguran

Mobilitas vertikal

Mobilitas vertikal adalah status sosial yang dialami seseorang atau kelompok orang dalam

lapisan orang yang berbeda. Dalam mobilitas vertikal ada dua jenis, yakni mobilitas social

climbing (naik) dan mobilitas social sinking (turun).

Contoh dalam kasus mobilitas vertikal turun adalah seseorang yang biasa nya bekerja

sekarang banyaknya pengangguran yang terjadi akibat dari covid 19.


SOAL NO 2

Berikan contoh kasus lainnya tentang dampak Corona, dan menurut anda bagaimana efektivitas

hukum berlaku menghadapi situasi seperti pada kasus tersebut! NO 2

Jawaban

1. Petrus Richard Sianturi 


Kandidat Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum UGM

Pusat Pemodelan Matematika dan Simulasi Institut Teknologi Bandung memperkirakan


puncak wabah Covid-19 di Indonesia akan terjadi pada April hingga Mei. Itu pun dengan
syarat terus diupayakan penanganan yang komprehensif, khususnya untuk mencegah
penyebaran yang lebih luas agar jumlah korban terinfeksi dapat ditekan. Berkaca pada
kasus Italia dengan korban meninggal terbanyak di dunia, langkah-langkah antisipasi,
termasuk ketegasan dalam memastikan penyebaran virus corona tidak bertambah, harus
konsisten dilaksanakan.

Social distancing atau jaga jarak aman yang diupayakan sebisa mungkin dapat menekan
jumlah orang yang terinfeksi. Dengan sifat virus yang sangat mudah menular, social
distancing tidak bisa lagi ditempatkan sebagai imbauan, melainkan kewajiban bagi siapa
pun. Konsekuensinya adalah perlu segera dikeluarkan kebijakan-kebijakan setingkat
peraturan pemerintah untuk memastikan bahwa hal ini dapat ditaati semua warga negara.
Ini adalah persoalan hukum.

Permintaan agar masyarakat melakukan social distancing kini masih sebatas imbauan dan
tentu tidak cukup. Nyatanya, banyak orang masih mengabaikan dengan sengaja imbauan
ini. Kawasan Puncak dan beberapa tempat hiburan bahkan masih ramai pada saat korban
wabah bertambah. Masih banyak pihak yang melakukan kegiatan dengan jumlah orang
yang banyak. Siswa dan mahasiswa yang diharapkan belajar dari rumah justru bermain di
luar.

Untuk itu, kewajiban masyarakat untuk melakukan social distancing harus dimuat dalam
peraturan, yang jika diabaikan akan menimbulkan konsekuensi berupa sanksi. Persoalan ini
memang akan berkaitan dengan pembatasan hak individual. Maka, berdasarkan konstitusi,
pembatasan hak harus didasari undang-undang. Presiden mungkin dapat
mempertimbangkan untuk menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang
tentang upaya-upaya penanganan wabah Covid-19, yang salah satunya mengatur bahwa
social distancing adalah kewajiban. Pembatasan hak individual ini tentu sah karena kondisi
sekarang adalah kondisi genting yang mengancam kesehatan publik.
Persoalan hukum lainnya berkaitan dengan keseimbangan antara hak-hak pekerja dan
kewajiban kerja mereka. Pandemi ini menyerang khususnya sektor-sektor ekonomi. Dunia
usaha mengalami kerugian yang tidak sedikit karena banyak usaha harus menghentikan
produksi. Yang jelas, kesehatan pekerja tetap harus diutamakan sebagai kewajiban pelaku
usaha yang telah diatur dalam undang-undang.

Untuk itu, pemerintah harus memastikan semua pelaku usaha, khususnya di daerah-daerah
paling terancam, memberikan kebijakan internalnya yang lebih mendahulukan kesehatan
pekerja daripada perhitungan untung-rugi usaha. Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan,
pemerintah adalah pihak yang menjadi penengah antara pekerja dan pelaku usaha agar
pemenuhan hak dan kewajiban di antara para pihak dapat seimbang.

Dalam situasi sulit seperti ini, pemerintah harus memastikan pelaku usaha tidak
mengabaikan kewajiban mereka untuk memberikan upah yang menjadi hak pekerja,
termasuk pekerja dengan upah harian. Namun, bagi usaha yang tetap mengharuskan pekerja
masuk, diperlukan kebijakan mengenai waktu kerja, kesehatan lingkungan kerja, dan pola
interaksi antar-pekerja untuk menghindari penularan virus corona.

Selain itu, ada persoalan penegakan hukum kepada penyebar berita, data, atau informasi
bohong terkait dengan Covid-19 dan setiap upaya penanganannya. Sejak kasus corona
pertama kali terjadi di Wuhan, hoaks menyebar di Indonesia dengan segala macam bentuk,
terutama penyebaran ketakutan. Sampai hari ini, masih banyak hoaks yang menyebar dan
membuat simpang- siur data dan jumlah korban serta informasi tentang fasilitas kesehatan
yang menjadi rujukan, juga isu-isu pengobatan alternatif yang mampu menghancurkan
Covid-19.

Kerugian yang diakibatkan oleh berita bohong atau hoaks ini akan jauh lebih berbahaya
ketimbang Covid-19 itu sendiri jika diabaikan. Sudah barang tentu di tengah situasi sulit
seperti sekarang, ada saja pihak-pihak yang ingin membuat situasi semakin meresahkan dan
mengambil keuntungan darinya. Dalam logika hukum, siapa saja subyek hukum yang
sengaja melanggar hukum di dalam keadaan yang memaksa, termasuk dalam bencana non-
alam seperti wabah Covid-19, harus dihukum lebih tegas. Penyebaran berita bohong/hoaks
juga akan mengaburkan setiap kebenaran data dan informasi yang sesungguhnya. Jika
diabaikan, penanganan wabah Covid-19 tidak akan berjalan dengan lancar.

Bobot ketiga persoalan hukum di atas merupakan sebagian kecil dari persoalan pandemi
Covid-19. Namun, jika diabaikan, dapat dipastikan bahwa segala upaya penanganan yang
sedang kita upayakan bersama sekarang tidak akan berjalan efektif. Telatnya pencegahan
pada tahap awal harus dibayar dengan ketegasan sikap pada saat-saat yang semakin genting
seperti sekarang.

SOAL NO 3
Simpulkan kegunaan hukum dan masyarakat dalam kenyataannya, terkait dengan dampak

Corona seperti kasus yang diberikan pada soal diatas!

JAWABAN

Peranan Hukum Tata Negara 

Salah satu kewenangan Hukum Tata Negara adalah membuat peraturan perundang-

undangan. New Normal membutuhkan perangkat peraturan hukum yang bisa menjamin

masyarakat bisa hidup dengan baik ditengah-tengah Pandemi Covid-19. 

Membuat peraturan perundang-undangan dalam Hukum Tata Negara ditentukan menjadi

kewenangan dari Pemerintah. Proses penyusunan peraturan perundang-undangan itu harus

disesuaikan dengan kondisi dan keadaan yang sedang terjadi di tengah-tengah masyarakat,

dalam hal ini adalah keadaan New Normal.

Hukum Tata Negara

Dibeberapa literatur dikatakan bahwa Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur
jabatan-jabatan yang ada di dalam negara, atau hukum yang mengatur kewenangan lembaga
negara. 

Kewenangan yang dimiliki negara diantaranya adalah, 1) Membuat aturan hukum, 2)


Melaksanakan aturan hukum, 3) Dan memaksa orang untuk taat pada aturan hukum tersebut.
Apapun kondisi negaranya, negara/pemerintah wajib membuat aturan hukum yang akan
digunakan untuk mengatur kehidupan warganya agar bisa hidup lebih baik.

New Normal 

New Normal suatu istilah yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam rangka mencoba
mengatasi Pandemi Covid-19 ini. New Normal suatu tatanan masyarakat dalam menghadapi
Covid-19 ini, masyarakat harus memulai kehidupan baru dengan pola atau gaya kehidupan
yang baru. Untuk menghadapi itu semua perlu ada aturan-aturan hukum yang akan digunakan
untuk mengatur masyarakat agar masyarakat bisa menjalani kehidupan barunya. 

Anda mungkin juga menyukai