Anda di halaman 1dari 6

Esai untuk beasiswa SobatBumi Pertamina Foundation Prestasi

Tema: Aksi Kreatif Pencegahan Penyebaran dan Penanggulangan Covid-19

Ditulis oleh: Davin

Covid-19: Harapan atau Penderitaan?

Pada saat ini, seluruh dunia sedang menghadapi wabah pandemi virus Covid-19,
dimana virus tersebut bermula pertama kali di Provinsi Hubei, Kota Wuhan, Tiongkok. Virus
Covid-19 ini merupakan virus yang berasal dari satu keluarga yang sama dengan virus-virus
yang pernah dihadapi sebelumya oleh dunia yaitu virus SARS yang pertama kali
teridentifikasi pada tahun 2002 dan virus MERS yang pertama kali teridentifikasi pada tahun
2012. Sampai pada saat ini, berdasarkan data yang dirilis oleh worldometers.info kasus
Covid-19 telah terjadi sebesar 3.424.053 kasus, dimana tingkat kematian terjadi sebanyak
240.376 kasus, sedangkan tingkat kesembuhan sebanyak 1.093.651 kasus. Pemaparan data
tersebut menunjukkan bahwa tingkat kesembuhan memiliki persentase lebih tinggi
dibandingkan dengan tingkat kematian. Hal ini menunjukkan bahwa, wabah pandemi virus
Covid-19 dapat ditangani bersama dengan adanya persatuan yang melibatkan seluruh aspek
kehidupan yang ada dalam masyarakat. Meskipun, virus Covid-19 menjadi momok yang
cukup serius, mengingat bahwa virus ini menyebar secara masif lebih kuat dibandingkan
dengan virus-virus satu keluarganya (SARS dan MERS), tentu perlu dilihat pula bahwa fakta
sejarah yang pernah terjadi sebelumnya yaitu wabah virus SARS dan MERS bisa kita lalui
dengan adanya semangat persatuan dan kerjasama seluruh pihak dalam masyarakat. Hal ini
bisa diwujudkan salah satunya dengan lebih berpartisipasi lebih aktif dalam masyarakat
dengan memberi bantuan apapun yang bisa meringankan beban orang-orang, khususnya para
pihak yang sangat dirugikan dari wabah pandemi virus Covid-19 ini. Bantuan juga tidak
harus memaksakan lebih dari kapasitas kita, cukup hanya dengan memberikan kontribusi
yang berarti sesuai dengan kapasitas kita.

Indonesia dalam menghadapi wabah pandemi Covid-19 ini mendapat sejumlah kritik
dari berbagai pihak. Berdasarkan data yang dihimpun oleh worldometers.info, jumlah kasus
Covid-19 di Indonesia sebesar 10.843 kasus, dimana tingkat kematian sebesar 831 kasus dan
tingkat kesembuhan sebesar 1.665 kasus. Pada awalnya, pemerintah terkesan tidak begitu
serius dalam memberikan keterbukaan dan kejelasan informasi terkait jumlah orang yang
telah terjangkit virus Covid-19 kepada masyarakat serta minimnya gerak tanggap pemerintah
dalam menyediakan logistik, khususnya logistik kesehatan kepada rumah sakit yang menjadi
rujukan penanganan pasien Covid-19. Meskipun pada awal tahap Covid-19 ini masuk ke
Indonesia gerak tanggap pemerintah cukup lambat, tetapi pada akhirnya wabah pandemi
Covid-19 ini mampu ditangani pemerintah dengan baik. Oleh sebab itu, dengan tingkat
kesembuhan yang semakin membaik, dapat ditingkatkan lagi dengan memberikan suatu
kontribusi yang sederhana, tetapi efektif dan memberikan manfaat kepada sesama dan
khususnya terhadap lingkungan.

Semenjak virus Covid-19 mewabah ke seluruh dunia, semua kegiatan yang


menimbulkan polusi terhadap lingkungan berhenti. Jika kita perhatikan, dengan berhentinya
semua kegiatan tersebut pada akhirnya memberikan dampak positif kepada lingkungan.
Lingkungan seakan-akan sedang “menyembuhkan” dirinya sendiri agar stabilitas lingkungan
kembali normal. Hal ini dapat dibuktikan salah satunya adalah kawasan aliran air kanal di
Italia yang kembali jernih dan bahkan binatang-binatang kembali ke aliran kanal tersebut
hanya untuk sekadar melintas. Air di kanal tersebut yang sebelumnya kotor sebagai akibat
dari industri wisata yang terjadi di sekitaran kota itu, sekarang menjadi jernih. Contoh lain,
polusi udara yang biasanya ada di kota-kota besar seperti Jabodetabek, sekarang menjadi
berkurang drastis karena menurunnya aktifitas kendaraan bermotor dan juga industri-industri
yang beroperasi di kota-kota besar. Dengan melihat fakta-fakta tersebut bisa menjadi suatu
kesempatan bagi kita untuk mendekatkan diri kembali kepada lingkungan yang selama ini
telah menjadi korban dari aktifitas atau kegiatan manusia sehari-hari. Kesempatan kepada
alam untuk “menyembuhkan” dirinya kembali sekaligus menjadi kesempatan untuk
mencegah besarnya dampak pemanasan global.

Dampak dari Covid-19 ini berpengaruh besar pada segala lini kehidupan mulai dari
aspek sosial, politik, dan lebih parah berimbas pada aspek ekonomi. Ekonomi pada saat
wabah Covid-19 berpengaruh besar juga pada kehidupan masyarakat luas. Lebih parahnya
lagi, banyak perusahaan yang memutuskan hubungan pekerjaan (PHK) karyawannya dengan
menggunakaan alasan Covid-19 sebagai alasan utama pemutusan hubungan kerja dilakukan.
Tidak hanya itu, banyak karyawan yang juga tidak dipenuhi haknya oleh perusahaan tempat
mereka bekerja. Hal tersebut menyebabkan meningkatnya pengangguran yang pada akhirnya
berujung pada resesi ekonomi, dimana resesi juga akan berdampak pada segala lini
kehidupan. Peran negara sangat dibutuhkan untuk saat ini, tidak hanya menangani virus
Covid-19, tetapi juga memastikan bagaimana nasib atau hak rakyat yang kehilangan
pekerjaan karena wabah pandemi Covid-19 ini.
Buruh atau pekerja saat ini lagi dirundung pilu, bagaimana tidak sudah lebih 2,8 juta
tercatat buruh atau pekerja terkena pemutusan hubugan kerja (PHK) dan dirumahkan akibat
dampak ekonomi di tengah pademi Covid-19. Menurut Direktur Jenderal Pembinaan
Pelatihan dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), B Satrio Lelono
data ini diperoleh dari gabungan data Kemenaker dan BPJamsostek atau BPJS
Ketenagakerjaan, bisa jadi akan bertambah bilamana pandemi ini tidak terselesaikan. Hal ini
mendapat respon dari Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Obon Tabrono
yang menyerukan agar pengusaha tidak memutus hubungan Kerja (PHK) terutama pada
sektor-sektor yang mudah terkena terdampak pandemi global Covid-19. Ketua Kebijakan
Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sutrisno Iwantono berpendapat bahwa akan
sulit untuk tidak melakukan PHK karena para pengusaha atau perusahaan tidak punya uang
untuk menggaji seluruh karyawannya. Apalagi, jika perusahaan tidak punya uang, maka PHK
hanya merupakan satu-satunya jalan untuk menyelematkan keuangan perusahaan. Pada
kondisi saat ini, pengusaha bisa saja memberhentikan pekerjanya (buruh) dikarenakan
perusahaannya terkena dampak kerugian dari Covid-19.

Pada dasarnya, jika kita ingin merujuk pada ketentuan hukum yang ada, sesuai dengan
pasal 171 UU No.13 tahun 2003 pemutusan hubungan kerja harus sesuai penetapan lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industial (PHI) dan apabila pekerja/buruh yang
bersangkutan tidak menerima pemutusan hubungan kerja tersebut maka pekerja/buruh dapat
mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam waktu
paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal dilakukan pemutusan hubungan kerja. Dalam UU
Ketenagakerjaan tidak dijelaskan apa itu istilah “dirumahkan”. Mengenai istilah “di
rumahkan”, ini ada di butir f Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Kepada Pimpinan
Perusahaan di Seluruh Indonesia No. SE-907/MEN/PHI-PPHI/X/2004 tentang Pencegahan
Pemutusan Hubungan Kerja Massal. yang menyebutkan “meliburkan atau merumahkan
pekerja/buruh secara bergilir untuk sementara waktu” sebagai salah satu upaya yang dapat
dilakukan sebelum pemutusan hubungan kerja.

Untuk mengatasi masalah tersebut, penulis memiliki ide yaitu dengan memperbanyak
produksi masker kain, tetapi bahan dasarnya (kain) menggunakan kain-kain dari industri
tekstil yang sudah tidak terpakai. Hal ini dilakukan karena kain-kain bekas yang sudah tidak
terpakai oleh industri tekstil pada akhirnya akan menjadi limbah yang biasanya dibuang ke
sungai. Oleh sebab itu, dengan memanfaatkan kain bekas tidak terpakai dari industri tekstil,
akan meminimalisir pembuangan limbah ke sungai. Untuk memastikan bahwa kain-kain
bekas tersebut aman untuk dijadikan bahan dasar masker kain, tentunya akan melalui
beberapa proses pembersihan sebelum kain-kain tersebut bisa dijadikan bahan dasar masker
kain. Proses pembersihan akan dilakukan seefisien mungkin mengingat jumlah masker kain
yang akan dibutuhkan akan sangat banyak. Dengan banyaknya kain bekas tidak terpakai dari
industri tekstil, akan memberikan dampak juga kepada masyarakat yaitu dengan terbukanya
lapangan pekerjaan, dimana para pekerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK) akan diperkerjakan oleh pemerintah untuk mengisi lapangan pekerjaan tersebut.
Bahkan, dengan menggunakan kain bekas tekstil industri sebagai bahan dasar dalam
membuat masker kain, juga bisa dijadikan sebagai pertimbangan bagi pemerintah untuk
memproduksi masker medis sendiri. Sebagaimana diketahui, bahwa para tenaga medis juga
membutuhkan masker medis N-95 sebagai proteksi diri dari para pasien yang terkena virus
Covid-19 dan jika, kain bekas tekstil industri secara sains dan medis teruji layak untuk
dijadikan sebagai masker medis, maka akan memberikan keuntungan tersendiri bagi negara,
dimana negara tidak perlu lagi untuk mengimpor masker medis N-95 dari negara lain dan
bahkan bisa mengekspornya ke luar negeri. Dengan demikian, hal tersebut diharapkan dapat
menjadi win-win solution baik bagi pemerintah dan masyarakat, sehingga kerugian yang
terjadi bisa diminimalisir sedikit mungkin.
Foto 1: Lomba debat di Universitas Negeri Malang

Foto 2: Lomba debat hukum di Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta dengan tema:
Perlindungan Hak Konstitusional atas Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat

Anda mungkin juga menyukai