STATISTIKA MATEMATIKA
Disusun oleh :
PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS PRIMAGRAHA
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
hidayah Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Peluang Bersyarat, Peluang Dua Kejadian yang Saling Bebas, dan Dalil Bayes”
dengan baik. Makalah ini kami susun guna melengkapi tugas mata kuliah
Statistika Matematika.
Tugas ini dibuat berdasarkan hasil referensi dari buku Pengantar
Statistika Matematis serta berbagai sumber di internet. Makalah ini disusun
dengan maksud untuk dapat dijadikan pedoman tambahan pengetahuan bagi yang
membaca makalah ini. Semoga tugas makalah ini dapat bermanfaat untuk
menambah wawasan pengetahuan kita tentang peluang bersyarat, peluang dua
peristiwa yang saling bebas, dan dalil bayes.
“Tiada gading yang tak retak”, begitupun dengan makalah ini. Maka dari
itu, kritik dan saran konstruktif sangat kami harapkan demi perbaikan
penyusunan selanjutnya. Akhirnya penulis tetap berharap semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
3. Apa itu dalil bayes atau teorema bayes dalam peluang?
1.3. Tujuan
1. Untuk bisa memahami pengertian dan contoh-contoh dari peluang bersyarat
2. Untuk bisa memahami pengertian dan contoh-contoh dari peluang dua
peristiwa yang saling bebas
3. Untuk bisa memahami dalil atau teorema bayes dalam peluang
2
BAB II
PEMBAHASAN
Jika A dan B adalah dua buah peristiwa yang dibentuk dari ruang sampel S,
maka peluang bersyarat dari B diberikan A didefinisikan sebagai :
P(B ∩ A)
P(B|A) =
P(A)
Dalam hal ini, P(B|A) berarti kita ingin menghitung peluang peristiwa B, apabila
peristiwa A sudah terjadi. Kita juga dapat menyatakan bahwa peluang peristiwa A dan B
kedua-duanya terjadi sama dengan peluang peristiwa A terjadi dikalikan dengan peluang
3
peristiwa B terjadi apanila peristiwa A sudah terjadi. Dalam hal terakhir ini, kita dapat
menuliskannya sebagai berikut.
𝑃 (𝐴 ∩ 𝐵) = 𝑃 (𝐴). 𝑃(𝐵|𝐴)
Kejadian bersyarat adalah kejadian tidak saling lepas tetapi kejadian tersebut saling
mempengaruhi. Peluang munculnya kejadian B jika kejadian A telah terjadi disebut peluang
bersyarat (conditional probability), dan disajikan dengan P(B|A), dibaca peluang
munculnya B jika diketahui A. Jika A dan B adalah dua kejadian di dalam ruang sampel S
dan P(A) ≠ 0 maka peluang bersyarat kejadian B jika diketahui kejadian A, yang disajikan
dengan P(B|A) didefinisikan sebagai berikut :
Jika A dan B dua kejadian bersyarat maka :
𝑃(𝐴∩𝐵) 𝑃 (𝐴 ∩ 𝐵) = 𝑃(𝐵) . 𝑃(𝐴|𝐵)
• 𝑃 ( 𝐴| 𝐵 ) = ; 𝑃(𝐵) ≠ 0
𝑃(𝐵)
Contoh soal 1 :
Misalkan Ira melakukan pengundian 2 buah dadu yang seimbang secara sekaligus. Jika
jumlah dua mata dadu yang terjadi adalah 6, maka hitung peluang bahwa salah satu mata
dadunya bernilai 2.
Penyelesaian :
Misal :
Jadi : 𝐴 ∩ 𝐵 : Peristiwa bahwa dua mata daduyang terjadi berjumlah 6 dan mata dadu dari
salah satu dadunya bernilai 2.
4
Ruang peristiwa dari 𝐴 ∩ 𝐵 adalah :
Jadi : 2
𝑃 (𝐴 ∩ 𝐵 ) =
36
Sehingga : 𝑃(𝐴 ∩ 𝐵)
𝑃 ( 𝐵 | 𝐴) =
𝑃(𝐴)
2
𝑃 (𝐵|𝐴) = 36
5
36
2
=
5
Contoh soal 2 :
Dua buah dadu dilempar sekali secara bersamaan. Peluang munculnya angka 5 untuk dadu
kedua dengan syarat kejadian munculnya kedua dadu lebih dari 9 telah terjadi adalah...
Penyelesaian :
Misal :
n (A) = 6
n (B) = 6
5
n (𝐴 ∩ 𝐵) = 2
Sehingga : 𝑃(𝐴 ∩ 𝐵)
𝑃 ( 𝐴 |𝐵 ) =
𝑃(𝐴)
2
𝑃 ( 𝐵 | 𝐴) = 36
6
36
2
=
6
1
=
3
Contoh soal 3 :
Sebuah kotak berisi 10 lampu cabe 5 watt, dengan 4 buah lampu diantaranya tidak jalan.
Kemudian tiga buah lampu diambil secara acak dan satu per satu dari kotak itu. Berapa
peluang bahwa ketiga lampu cabe yang terambil itu semuanya masih jalan?
Penyelesaian :
Misal :
A : ketiga lampu cabe yang terambil itu semuanya masih jalan. pengambilan ketiga lampu
cabe itu secara satu per satu artinya pengambilan lampu itu dilakukan tanpa pengembalian.
Dalam hal ini, peluang bahwa lampu cabe yang terambil pertama itu masih jalan sebesar
6
, peluang lampu cabe yang terambil kedua itu masih jalan setelah lampu pertama yang
10
5
masih jalan itu terambil sebesar 9, dan peluang bahwa lampu cabe yang terambil ketiga itu
4
masih jalan stelah lampu cabe pertama dan kedua yang masih jalan itu terambil sebesar 8.
6 5 4 120 1
Jadi : 𝑃 (𝐴) = ( ) ( ) ( ) = =
10 9 8 720 6
6
2.2. Peluang Dua Peristiwa yang Saling Bebas
Dalam pembicaraan sehari-hari, dua buah peristiwa dikatakan bebas, jika terjadinya
atau tidak terjadinya peristiwa yang satu tidak dipengaruhi oleh terjadinya peristiwa yang
lain. Sebenarnya dua peristiwa dikatakan saling bebas didasarkan pada perumusan
perkalian dari peluang bersyarat, yaitu :
𝑃 (𝐴 ∩ 𝐵) = 𝑃 (𝐵) × 𝑃(𝐴|𝐵)
Karena dua peristiwa A dan B bebas, maka dalam penghitungan P(A|B) terjadinya
peristiwa A tidak dipengaruhi oleh terjadinya peristiwa B. Sehingga peristiwa A diberikan
peristiwa B akan merupakan peristiwa A itu sendiri. Akibatnya, P(A|B) = P(A).
Dengan demikian :
𝑃 (𝐴 ∩ 𝐵) = 𝑃 (𝐴) . 𝑃(𝐵)
Perumusan inilah yang akan digunakan dalam mendefinisikan dua peristiwa yang saling
bebas.
“Dua kejadian A dan B dikatakan saling bebas jika kejadian A tidak mempengaruhi
peluang terjadinya kejadian B, dan begitupun sebaliknya”.
Rumusnya :
𝑃(𝐴 ∩ 𝐵) = 𝑃(𝐴) . 𝑃(𝐵)
Jika dua buah peristiwa tidak saling bebas, maka dua buah peristiwa itu dikatakan
bergantungan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam dua buah peristiwa yang saling bebas
adalah sebagai berikut.
1. Peristiwa yang satu dan komplemen dari peristiwa yang lainnya juga saling bebas.
2. Komplemen dari peristiwa yang satu dan peristiwa yang lainnya juga saling bebas.
3. Komplemen dari peristiwa yang satu dan komplemen dari peristiwa yang lainnya juga
saling bebas.
Contoh soal 1 :
Misalnya Faris mengundi sebuah mata uang logam Rp 100 yang seimbang sebanyak tiga
kali.
Jika A adalah peristiwa bahwa GAMBAR "KARAPAN SAPI" terjadi pada pengundian
pertama, B adalah peristiwa bahwa GAMBAR "KARAPAN SAPI" terjadi pada
pengundian kedua, dan C adalah peristiwa bahwa dia GAMBAR "KARAPAN SAPI"
terjadi berturut-turut pada pengundian tersebut.
7
Maka periksa :
Penyelesaian :
8
Berdasarkan peristiwa-peristiwa di atas, maka :
4 1
𝑃 (𝐴 ∩ 𝐵 ) = =
8 2
1 1 1
Sedangkan 𝑃(𝐴). 𝑃(𝐵) = (2) (2) = = 𝑃(𝐴 ∩ 𝐵)
4
1
𝑃 (𝐴 ∩ 𝐶 ) =
8
1 1 1
Sedangkan 𝑃(𝐴). 𝑃(𝐶 ) = (2) (4) = = 𝑃(𝐴 ∩ 𝐶)
8
2 1
𝑃 (𝐵 ∩ 𝐶 ) = =
8 4
1 1 1
Sedangkan 𝑃(𝐵). 𝑃(𝐶 ) = (2) (4) = ≠ 𝑃(𝐵 ∩ 𝐶)
8
d. A ∩ B' adalah peristiwa bahwa GAMBAR "KARAPAN SAPI" terjadi pada pengundian
pertama dan HURUF "BANK INDONESIA" terjadi pada pengundian kedua. A ∩ B' =
{GHG, GHH}
2 1
𝑃(𝐴 ∩ 𝐵′) = =
8 4
1 1 1
Sedangkan 𝑃(𝐴). 𝑃(𝐵′) = ( ) ( ) = = 𝑃(𝐴 ∩ 𝐵′)
2 2 4
9
e. A' ∩ B adalah peristiwa bahwa HURUF "BANK INDONESIA" terjadi pada pengundian
pertama dan GAMBAR "KARAPAN SAPI" terjadi pada pengundian kedua. A' ∩ B =
{HGG, HGH}
2 1
𝑃 (𝐴′ ∩ 𝐵) = =
8 4
1 1 1
Sedangkan 𝑃(𝐴). 𝑃(𝐵) = (2) (2) = = 𝑃(𝐴′ ∩ 𝐵)
4
f. A' ∩ B' adalah peristiwa bahwa dua HURUF "BANK INDONESIA" terjadi berturut-
turut pada pengundian pertama dan kedua. A' ∩ B' = {HHG, HHH}
2 1
𝑃(𝐴′ ∩ 𝐵′) = =
8 4
1 1 1
Sedangkan 𝑃(𝐴′). 𝑃(𝐵′) = (2) (2) = 4
= 𝑃(𝐴′ ∩ 𝐵′)
Uniknya, Bayes tidak pernah memublikasikan karya besarnya ini sampai ia wafat.
Namun, Richard Price (1723–1791), matematikawan Inggris, melakukan
penyuntingan terhadap catatan peninggalan Bayes dan memublikasikannya secara
resmi pada tahun 1763 dengan menamainya sebagai aturan Bayes sebagai tanda
penghormatan terakhir kepada Bayes.
Dalam teori probabilitas dan statistika, Teorema Bayes adalah sebuah teorema
dengan dua penafsiran yang berbeda. Dalam penafsiran Bayes, teorema ini
menyatakan seberapa jauh derajat kepercayaan subjektif harus berubah secara rasional
ketika ada petunjuk baru. Dalam penafsiran frekuentis teorema ini menjelaskan
representasi invers probabilitas dua kejadian. Teorema ini merupakan dasar dari
statistika Bayes dan memiliki penerapan dalam sains, rekayasa, ilmu ekonomi terutama
10
ilmu ekonomi mikro, teori permainan, kedokteran dan hukum. Penerapan teorema
Bayes untuk memperbaharui kepercayaan dinamakan inferens Bayes. Secara umum,
teorema Bayes dinyatakan sebagai :
𝑃 (𝐵|𝐴)𝑃(𝐴)
𝑃 ( 𝐴 |𝐵 ) =
𝑃(𝐵)
Dalam notasi ini P(A|B) berarti peluang kejadian A bila B terjadi dan P(B|A)
peluang kejadian B bila A terjadi.
Contoh 1 :
Misalkan kawan Anda bercerita dia bercakap-cakap akrab dengan seseorang lain
di atas kereta api. Tanpa informasi tambahan, peluang dia bercakap-cakap dengan
perempuan adalah 50%. Sekarang misalkan kawan Anda menyebut bahwa orang lain
di atas kereta api itu berambut panjang. Dari keterangan baru ini tampaknya lebih boleh
jadi kawan Anda bercakap-cakap dengan perempuan, karena orang berambut panjang
biasanya wanita. Teorema Bayes dapat digunakan untuk menghitung besarnya peluang
bahwa kawan Anda berbicara dengan seorang wanita, bila diketahui berapa peluang
seorang wanita berambut panjang.
Misalkan :
W adalah kejadian percakapan dilakukan dengan seorang wanita.
L adalah kejadian percakapan dilakukan dengan seorang berambut panjang.
M adalah kejadian percakapan dilakukan dengan seorang pria.
Kita dapat berasumsi bahwa wanita adalah setengah dari populasi. Artinya peluang
kawan Anda berbicara dengan wanita,
P(W) = 0,5
Misalkan juga bahwa diketahui 75 persen wanita berambut panjang. Ini berarti bila
kita mengetahui bahwa seseorang adalah wanita, peluangnya berambut panjang adalah
0,75. Kita melambangkannya sebagai :
P(L|W) = 0,75
Sebagai keterangan tambahan kita juga mengetahui bahwa peluang seorang pria
berambut panjang adalah 0,3. Dengan kata lain :
P(L|M) = 0,3
Disini kita mengasumsikan bahwa seseorang ini adalah pria atau wanita, atau P(M)
= 1 - P(W) = 0,5 dengan kata lain M adalah kejadian komplemen dari W.
11
Tujuan kita adalah menghitung peluang seseorang itu adalah wanita bila diketahui
dia berambut panjang, atau dalam notasi yang kita gunakan, P(L|W). Menggunakan
Teorema Bayes, kita mendapatkan :
𝑃 (𝐿|𝑊 )𝑃(𝑊)
𝑃 ( 𝑊 |𝐿 ) =
𝑃(𝐿|𝑊 )𝑃(𝑊 ) + 𝑃 (𝐿|𝑀)𝑃(𝑀)
Disini kita menggunakan aturan peluang total. Dengan melakukan nilai-nilai
peluang yang diketahui ke dalam rumus di atas, kita mendapatkan peluang seseorang
itu wanita bila diketahui dia berambut panjang adalah 0,714. Angka ini sesuai dengan
intuisi awal kita, bahwa peluang kawan kita itu bercakap-cakap dengan wanita
meningkat.
Contoh 2 :
Kota Bogor disebut kota hujan karena peluang terjadinya hujan (H) cukup besar
yaitu 0,6. Hal ini menyebabkan para siswa harus siap-siap dengan membawa payung
(P). Peluang seorang siswa membawa payung jika hari hujan 0,8, sedangkan jika tidak
hujan 0,4. Berapa peluang hari akan hujan jika diketahui siswa membawa payung?
Penyelesaian :
Misalkan : Diketahui :
H : Bogor hujan P(H) = 0,6
TH : Bogor tidak hujan P(TH) = 0,4
P : Siswa membawa payung P(P|H) = 0,8
P(P|TH) = 0,4
Jawab :
𝑃(∩ 𝑃) 𝑃 (𝐻 )𝑃(𝑃|𝐻)
𝑃 ( 𝐻 |𝑃 ) = =
𝑃(𝑃) 𝑃(𝐻 )𝑃(𝑃|𝐻 ) + 𝑃 (𝑇𝐻 )𝑃(𝑃|𝑇𝐻)
0,6 × 0,8 0,48 0,48
𝑃 (𝐻 |𝑃 ) = = =
0,6 × 0,8 + 0,4 × 0,4 0,48 + 0,16 0,64
12
BAB III
PENUTUPAN
3.1. Kesimpulan
Dua kejadian A dan B tidak dikatakan saling bebas atau bersyarat, jika kejadian A
dan B dapat terjadi secara bersama-sama. Munculnya kejadian A mempengaruhi peluang
terjadinya kejadian B, dan sebaliknya. Sedangkab kejadian A dan B dikatakan saling bebas
jika kejadian A tidak mempengaruhi peluang terjadinya kejadian B, dan sebaliknya.
Teorema Bayes adalah sebuah teorema dengan dua penafsiran berbeda. Dalam
penafsiran Bayes, teorema ini menyatakan seberapa jauh derajat kepercayaan subjektif
harus berubah secara rasional ketika ada petunjuk baru.
3.2. Saran
Dalam peluang yang memiliki pengertian himpunan kemungkinan hasil dari suatu
percobaan. Pastinya perhitungan matematika dengan menggunakan peluang digunakan
manusia dalam kehidupan sehari-hari dimana kita sering dihadapkan pada suatu pertanyaan
yang tidak diketahui jawabannya tetapi harus dijawab ungkin atau tidak mungki. Saran
kami peluang itu tidak harus digunakan dalam kegiatan sehari-hari karena perhitungan
menggunakan peluang cukup rumit.dan sebagian besar disekitar kita juga ada yang tidak
bisa menghitung. Jadi dalam mengetahui sesuatu hal bukan hanya bisa menggunakan
peluang saja tetapi bisa juga dengan praktik.
13
DAFTAR PUSTAKA
https://ciptacendekia.com/peluang/
https://id.scribd.com/document/540322039/Makalah-teorema-bayes
Pengantar Stastistika Matematika / Nar Herrhyanto, Tuti Gantini, Bandung, Yrama Widya,
2009.
14