net/publication/371303553
CITATIONS READS
0 1,751
2 authors:
All content following this page was uploaded by Kasiyati Kasiyati on 05 June 2023.
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG
2020
PENANGANAN HEWAN COBA
PENULIS
KASIYATI
SILVANA TANA
EDITOR
INDRA GUNAWAN
Penerbit
Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Matematika Universitas
Diponegoro
Jl. Prof Soedharto, SH, Tembalang Semarang
2020
2
PENANGANAN HEWAN COBA
Oleh
Kasiyati
Silvana Tana
Penerbit
Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Matematika Universitas Diponegoro
Jl. Prof Soedharto, SH, Tembalang Semarang
2020
3
KATA PENGANTAR
4
DAFTAR ISI
5
VII. ANALGESI, ANESTESI, DAN EUTHANASIA UNTUK HEWAN PERCOBAAN .. 81
Ringkasan ..............................................................................................88
Latihan Soal ...........................................................................................88
6
I. PENDAHULUAN
7
Penelitian menggunakan hewan coba dilakukan jika uji kelayakan
tidak memungkinkan dilakukan pada manusia sehingga peran hewan
sangat dibutuhkan. Hingga saat ini penggunaan hewan coba pada
berbagai jenis penelitian mencapai 70.000.000 hewan per tahun. Percobaan
atau penelitian pada hewan ini sering melibatkan perlakuan pembedahan
hingga mutilasi hewan sehingga banyak mengakibatkan kematian. Dalam
bidang biomedis atau kepentingan peraga pendidikan ilmiah, hewan
sengaja dilukai untuk mengajarkan bagimana memperbaiki luka,
mangatur patah tulang, proses recovery jaringan, dan sebagainya.
Berbagai alasan penting, hewan coba masih diperlukan dalam
penelitian sains, khususnya bidang kesehatan, farmasi, biologi, pangan,
dan gizi, antara lain
1. Keragaman subyek penelitian dapat diminimalisir,
2. Variabel penelitian mudah dikontrol,
3. Daur hidup relatif pendek sehingga dapat dilakukan penelitian
yang bersifat multigenerasi,
4. Pemilihan jenis hewan dapat disesuaikan dengan kepekaan hewan
terhadap materi penelitian yang dilakukan,
5. Biaya relatif murah,
6. Dapat dilakukan pada penelitian yang beresiko tinggi,
7. Mendapat informasi lebih mendalam dari penelitian yang
dilakukan karena dapat membuat sediaan biologis untuk
keperluan penelitian simulasi, dan
8. Dapat digunakan untuk uji keamanan, diagnostik, dan toksisitas.
Berdasarkan konsep penggunaan hewan coba, untuk mencegah
terjadinya penganiayaan terhadap hewan coba dalam penelitian maka
setiap peneliti yang melibatkan hewan coba harus memahami prinsip
dasar penggunaan hewan coba. Berikut adalah beberapa prinsip dasar
penggunaan hewan coba,
1. Untuk kemajuan pengetahuan kesehatan, biomedis, dan biologi
serta pengembangan cara-cara yang lebih baik dalam usaha
melindungi kesehatan dan kesejahteraan manusia, dan
memerlukan percobaan pada spesies hewan utuh.
8
2. Bila memungkinkan digunakan metode simulasi komputer,
matematik, dan in vitro untuk mengurangi jumlah hewan coba.
3. Percobaan hewan hanya dapat dilakukan dengan pertimbangan
seksama, terdapat relevansi kuat terhadap kesehatanmanusia dan
kemajuan pengetahuan biologi.
4. Spesies hewan coba harus tepat dan dari filogeni yang rendah.
5. Peneliti/pelaksana penelitian harus memperlakukan hewan
sebagai mahluk perasa (sentient).
6. Peneliti harus beraggapan bahwa prosedur yang menyebabkan
nyeri pada manusia juga menimbulkan rasa nyeri pada hewan.
7. Prosedur yang menimbulkan rasa nyeri pada hewan harus dengan
pembiusan yang lazim.
8. Pada akhir penelitian hewan yang menderita nyeri hebat atau
kecacatan harus dimatikan tanpa rasa nyeri atau kesakitan.
9. Hewan yang dimanfaatkan untuk penelitian biomedis harus
dijamin dalam kondisi hidup yang paling baik berdasarkan animal
laboratory science.
9
Penggunaan hewan coba tersebut disesuikan dengan tujuan penelitian.
Dengan demikian, percobaan yang menggunakan hewan/satwa liar tentu
hasilnya dapat berbeda jika digunakan hewan konvensional atau hewan
bebas kuman spesifik. Tabel 1 memperlihatkan berbagai jenis hewan coba
yang banyak dipergunakan dalam bidang sains.
10
Berdasarkan tingkatan kontaminasi mikroorganisme patogen,
hewan percobaan digolongkan menjadi hewan percobaan
konvensional, specified pathogen free (SPF), dan gnotobiotic. Hewan model
juga dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan penelitian, antara lain,
a. Hewan model exploratory, hewan digunakan untuk memahami
mekanisme biologis secara mendasar atau mekanisme yang
berhubungan dengan fungsi biologis yang abnormal.
b. Hewan model explanatory, tujuan dari penggunaan hewan jenis ini
adalah memahami suatu proses kejadian atau permasalahan
biologi yang kompleks. Biasanya didampingi dengan pendekatan
model matematika atau fisika.
c. Hewan model predictive, bertujuan untuk menentukan dan
mengukur akibat dari adanya perlakuan, apakah sebagai cara
untuk pengobatan penyakit atau untuk memperkirakan tingkat
toksisitas suatu senyawa kimia.
11
infeksi virus AIDS manusia daripada digunakan simian atau
kelompok primata nonhuman. Tikus maupun mencit memiliki
banyak kesamaan karakteristik biologis dengan manusia, namun
kedua hewan tersebut tidak selalu memberikan respons yang baik
dengan model penyakit manusia. Beberapa tikus memiliki
kekebalan yang dapat melawan infeksi secara efektif.
2. Hewan model penyakit spontan (genetik), model penyakit
manusia dengan menggunakan varian genetik alami (muatan).
Berbagai strain hewan mewarisi penyakit dari tetuanya serupa
dengan manusia. Sebagai contoh mencit Dwarf Snell tidak memiliki
hipofisis fungsional, dengan ekor keriting, dan memiliki defek
(kelainan) tabung saraf dapat digunakan untuk mempelajari
penyakit pada manusia dengan latar belakang genetik yang sama.
3. Hewan model penyakit transgenik, hewan model ini muncul
karena adanya perkembangan yang pesat dari rekayasa genetik
dan teknik manipulasi embrio sehingga memunculkan penyakit
transgenik. Sejumlah besar hewan model transgenik terus
dikembangkan untuk tujuan penelitian transgenik. Mencit, tikus,
ikan, dan hewan ternak merupakan hewan model untuk tujuan
transgenik. Perkembangan hewan model transgenik ini dapat
digunakan untuk mempelajari perubahan jalur genetik, interaksi
gen dengan gen, dan gen dengan lingkungan.
4. Hewan model penyakit negatif, merupakan istilah yang
digunakan untuk jenis, strain, atau breed (keturunan) hewan
dengan penyakit tertentu yang tidak dapat berkembang atau
menginfeksi. Model penyakit menular sering dibatasi untuk
membatasi jumlah hewan yang rentan. Spesies yang tidak
responsif dianggap sebagai model hewan negatif, terutama untuk
organisme patogen bagi manusia. Model negatif menunjukkan
kurangnya reaktivitas terhadap stimulasi tertentu.
5. Hewan model penyakit orphan, adalah istilah yang digunakan
untuk menggambarkan gangguan fungsional yang secara alami
ditemukan pada spesies nonhuman, belum jelas diskripsi
12
penyebab penyakitnya, tetapi ketika manusia menderita
gangguan yang serupa dengan penyakit tersebut, diagnosa yang
dihasilkan dapat berguna untuk penelitian pada penyakit
manusia. Contoh panyakit Marek, papillomatosis, ensefalopati
spongioform bovine, dan leukimia pada kucing.
13
menggunakan hewan dalam penelitian mungkin saat ini manusia akan
kekurangan makanan yang aman dikonsumsi, obat-obatan, kosmetika,
serta berbagai pengetahuan medis dan biologi. Beberapa jenis penelitian
yang memerlukan hewan coba bertujuan untuk uji toksisitas atau untuk
menentukan suatu bahan obat. Penggunaan obat baru pada manusia akan
menimbulkan berbagai pengaruh yang diinginkan dan bermanfaat untuk
beberapa kasus. Akan tetapi, penggunaan obat juga bisa menimbulkan
efek yang tidak diinginkan, berbahaya, dan berpengaruh toksik bagi
manusia. Tujuan utama uji toksisitas adalah menentukan derajat dan
macam-macam efek yang merugikan sebelum obat dipakai secara luas
untuk tujuan terapi di masyarakat.
Contoh lain penggunaan hewan dalam keperluan ilmu
kedokteran, terutama untuk penelitian terapeutik, profilaksis, diagnostik,
dan alat baru pada manusia harus aman dari konsekuensi apapun. Syarat
utama secara nasional maupun internasional, zat atau alat baru tidak
boleh digunakan untuk pertama kali pada manusia, kecuali bila
sebelumnya telah diuji pada hewan dan diperoleh hasil yang cukup untuk
keamanannya.
Pabrik farmasi merupakan konsumen hewan coba yang paling
besar. Hewan coba tersebut digunakan untuk uji kaji hayati, penelitian,
serta pengembangan laboratorium. Hewan coba yang digunakan oleh
pabrik farmasi berperan dalam menghasilkan vaksin, hormon, antidota,
dsb. Hewan coba juga digunakan sebagai sarana produksi darah, antigen,
organ transplan (contoh ginjal), dll. Strain hewan yang digunakan oleh
pabrik farmasi sangat jelas asal usulnya dan banyak digunakan pula yang
“pure strain”, khususnya untuk percobaan-percobaan tertentu.
14
patogen pada tubuh hewan sangat mengganggu jalannya reaksi
pada pemeriksaan penelitian, sehingga dari segi ilmiah hasilnya
kurang dapat dipertanggungjawabkan.
b. Mempunyai kemampuan dalam memberikan reaksi imunitas
yang baik. Hal ini ada hubungannya dengan persyaratan pertama
(butir a).
c. Kepekaan terhadap sesuatu penyakit. Hal ini menunjukkan
tingkat suseptibilitas hewan terhadap penyakit.
d. Performa atau prestasi hewan percobaan yang dikaitkan dengan
sifat genetiknya.
Ringkasan
15
Latihan Soal
16
II. ETIKA PENGGUNAAN HEWAN COBA
17
Kesejahteraan hewan juga harus memenuhi lima prinsip dasar
kebebasan (five freedom), yaitu
1. Bebas dari rasa haus dan lapar (freedom from hunger and thirst),
menyediakan akses air minum dan pakan, serta memelihara
kondisi kesehatan tubuh.
2. Bebas dari rasa ketidaknyamanan (freedom from discomfort),
menyediakan lingkungan tempat tinggal yang nyaman termasuk
tempat bernaung dan beristirahat yang layak.
3. Bebas dari sakit dan kesakitan (freedom from paint, injury, and
disease), melakukan tindakan pencegahan penyakit, diagnosa, dan
pengobatan hewan sakit dengan segara.
4. Bebas rasa takut dan tertekan (freedom from fear and distress),
memastikan bahwa kondisi lingkungan dan perlakuan yang
diberikan dapat mencegah terjadinya penderitaan mental.
5. Bebas untuk mengeksploitasi perilaku alamiah (freedom to express
normal behaviour), menyediakan tempat tinggal dengan luas yang
cukup dan fasilitas yang layak, serta memberikan teman hewan
lain yang sejenis.
Implementasi prinsip kesejahteraan hewan dalam penelitian yang
menggunakan hewan coba ataupun hewan model harus menerapkan
prinsip 3R dalam protokol penelitian, yaitu 1) replecement; 2) reduction, dan
3) refinement.
Replacement merupakan pertimbangan pemanfaatan hewan
coba/model dari pengalaman sebelumnya maupun literatur dalam
upaya untuk majawab pertanyaan penelitian yang tidak dapat
digantikan oleh mahluk hidup lain, seperti sel atau biakan
jaringan. Jadi, hewan coba seyogyanya tidak digunakan apabila
tujuan dari penelitian, pendidikan, dan pengujian dapat dicapai
tanpa harus meggunakan hewan. Hewan coba yang dimaksud
adalah hewan tingkat tinggi yang dapat merasakan penderitaan
atau merasakan kesakitan. Replacement bersifat relatif, artinya
dengan mamanfaatkan hewan sebagai donor organ, jaringan atau
18
sel, sedangkan replacement absolut adalah memanfaatkan hewan
sebagai galur/cell line.
Reduction merupakan upaya pemanfaatan hewan sesedikit
mungkin dalam penelitian, tetapi tetap memberikan hasil yang
optimal. Hal ini dapat mencegah penggunaan hewan coba dalam
jumlah berlebihan. Di sisi lain juga dihindarkan penggunaan
hewan coba yang terlalu sedikit sehingga tidak memungkinkan
untuk dapat menginterpretasikan hasil percobaan dengan baik.
Belum ada jumlah yang tetap untuk dijadikan standar jumlah
minimum hewan coba, semua bergantung pada tujuan dan
karakter penelitian.
Refinement adalah perlakuan secara manusiawi terhadap hewan
percobaan, memelihara, tidak menyakiti, dan meminimalkan
perlakuan yang menyakitkan pada hewan hingga akhir penelitian.
Berbagai upaya dilakukan untuk memperingan rasa sakit,
menderita atau gangguan lain yang ditimbulkan akibat perlakuan
penelitian ilmiah.
19
penelitian yang diharapkan sejalan dengan manajemen pemeliharaan
hewan dan perlakuan terhadap hewan coba. Etika penggunaan hewan
yang buruk akan menghasilkan ilmu pengatahuan yang buruk pula (bad
ethic, bad science). Kesejahteraan hewan menjadi salah satu hal yang
penting, terutama dalam publikasi ilmiah karena banyak jurnal
internasional yang mensyaratkan ethic clearance pada penelitian. Prinsip
dasar etik pelaksanaan penelitian yang menggunakan hewan coba adalah:
1. Tiga pilar prinsip etik penelitian,
2. Prinsip etik penggunaan hewan percobaan: 3R,
3. Prinsip etik pemeliharaan/perlakukan terhadap hewan percobaan:
5F.
20
3. Tujuan penelitian tidak dapat dicapai dengan menggunakan
subyek atau prosedur alternatif, dan
4. Manfaat yang diperoleh jauh lebih berarti dibandingkan dengan
penderitaan yang dialami oleh hewan percobaan.
Selain mengacu pada prinsip dasar etik penelitian menggunakan
hewan, setiap penelitian yang menggunakan hewan coba juga harus
mengacu pada perundang-undangan nasional dan internasional, Komisi
Etik Penelitian Kesehatan (KEPK), Komisi Pemanfaatan dan Pemeliharaan
Hewan (KPPH), serta Prinsip Etik untuk Penelitian Kesehatan yang
Melibatkan Subyek Manusia melalui Deklarasi Helsinki yang direvisi di
Tokyo, tahun 2014, butir 11 dan 12 yang berbunyi,
Butir 11: penelitian kesehatan yang mengikutsertakan manusia
sebagai subyek penelitian harus memenuhi prinsip ilmiah
berdasarkan kepustakaan ilmiah, percobaan di laboratorium, dan
dilakukan percobaan pada hewan (bila diperlukan).
Butir 12: Keberhati-hatian (caution) yang wajar diterapkan pada
penelitian yang dapat mempengaruhi lingkungan maupun
kesejahteraan hewan yang digunakan dalam penelitian harus
dihormati (respect).
21
Hewan yang akan dimanfaatkan untuk penelitian hendaknya
dipelihara dengan baik termasuk kandang, makanan, air minum,
transportasi, dan cara menanganinya sesuai tingkah laku dan
kebutuhan biologis tiap spesies.
Pimpinan lembaga yang memanfaatkan hewan percobaan
bertangung jawab penuh atas segala hal yang yang tidak
mengikuti pemanfaatan hewan percobaan di lembaganya.
Ringkasan
22
Latihan Soal
23
III. KARAKTER BIOLOGIS HEWAN COBA
24
A. Ikan
Seiring dengan perkembangan dan kemajuan teknologi, ikan
dapat digunakan sebagai hewan coba penelitian. Latar belakang yang
mendasari ikan dapat dimanfaatkan sebagai hewan coba adalah
1. Hewan coba yang telah direkomendasikan oleh Environmental
Protection Agency (EPA)
2. Persebaran cukup luas
3. Memiliki nilai ekonomi yang relatif tinggi
4. Mudah diperoleh dan dipelihara di laboratorium
5. Responsif pada berbagai jenis pakan
Beberapa jenis ikan yang umum dijadikan sebagai hewan coba adalah
ikan nila, mas, lele, patin, mujaer, kerapu, dan beberapa jenis ikan hias.
Salah satu contoh karakter biologis ikan yang sering dipakai dalam
penelitian dipaparkan dalam buku ini, yaitu ikan nila. Ikan nila yang
umum digunakan dalam penelitian adalah jenis nila larasati (nila merah
strain Janti), nila merah (dari Thailand), nila hitam, dan nila srikandi
(persilangan nila hitam betina dan nila biru jantan).
Nila tergolong sebagai pemakan campuran (omnivora), memakan
fitoplankton, perifiton, tanaman air, vertebrata kecil, fauna bentik,
detritus, dan bakteri yang berasosiasi dengan detritus. Sementara, ikan
nila yang dibudidayakan, pakan yang diberikan adalah pelet dan ampas
tahu yang diberikan sebayak 3% dari totol berat tubuhnya, pakan
diberikan saat pagi dan sore hari. Bobot ikan jantan yang telah dewasa
kelamin adalah 300-350 g baik jantan maupun betina, dan betina yang
dikembangkan sebagai induk memiliki bobot lebih dari 500 g.
Ikan nila merupakan salah satu jenis ikan air tawar, namun dapat
juga ditemukan di perairan payau. Dewasa kelamin ikan nilai pada umur
4-5 bulan, dengan umur kawin 4-11 bulan (pemijahan). Suhu rektal
mengikuti suhu lingkungan (habitatnya), sekitar 24-30C, nila dapat
bertahan hidup pada 14-38C. pH yang baik bagi ikan nilai adalah 5-9 dan
optimum pada pH 7-8. Kandungan oksigen yag baik bagi ikan nila
minimal 4 mg/L dengan karbon dioksida 5 mg/L. Warna kulit ikan nilai
25
dapat berubah-ubah sesuai
habitatnya. Ikan nila
bersifat fototaxis positif
(mendekati cahaya).
Ikan nila jantan akan
cenderung membuat
sarang berbentuk lubang di
dasar perairan yang lunak sebelum Gambar 1. Ikan nila
bergabung dengan nila betina untuk
memijah. Juvenil ikan nila dapat masuk ke dalam mulut induk betina
ketika terancam bahaya, dan diasuh selama 2 minggu.
B. Unggas
Unggas (poultry) merupakan jenis ternak bersayap dari kelas aves
yang telah didomestikasi dan cara hidupnya diatur oleh manusia dengan
tujuan untuk memberikan nilai ekonomi (telur dan daging) serta jasa
(pendapatan). Berbagai jenis unggas banyak dimanfaatkan sebagai hewan
coba, baik unggas terestrial maupun unggas air. Yang termasuk ke dalam
kelompok unggas adalah ayam, ititk, puyuh, kalkun, merpati, burung
mutiara, kasuari, dan burung unta. Berdasarkan pemanfaatannya unggas
yang sering digunakan dalam penelitian adalah unggas pedaging dan
petelur. Bahkan saat ini bidang peternakan dan serumpun
mengembangkan unggas-unggas lokal untuk melindungi plasma nutfah
Indonesia.
Tingkah laku alami unggas, terutama ayam adalah mematuk
pakan, mematuk litter atau lantai kandang, minum, berjalan, berlari,
bertengger, berdiri, duduk, tidur, meminyaki bulu (preening),
meregangkan sayap, terbang, mandi pasir. Tingkah laku ayam
dipengaruhi faktor lingkungan antara lain suhu, kelembaban, sistem
lantai kandang, manajemen pakan dan pencahayaan. Salah satu aspek
yang menyebabkan tercekamnya unggas selama pemeliharaan adalah
program pencahayaan. Penggunaan jenis, sumber, warna, lama dan
intensitas cahaya yang kurang sesuai akan meningkatkan cekaman dan
26
menurunkan kenyamanan unggas yang dipelihara. Beberapa jenis unggas
yang akan dibahas dalam buku ini adalah broiler, puyuh, dan itik.
Sejalan dengan berkembangnya ilmu perunggasan, berbagai
penelitian dibidang ternak unggas terus dieksplorasi karena memiliki
beragam manfaat, antara lain
1. Pabrik vaksin menggunakan telur fertil sebagai bahan dasar
2. Pabrik farmasi dan kosmetik memanfaatkan putih dan kuning
telur sebagai bahan utama
3. Pabrik pakan ternak (feedmill) sebagai penunjang utama pakan
unggas
4. Pabrik obat-obatan ternak
5. Home industry yang memanfaatkan bulu untuk shuttle cock,
suvenir, kulit burung unta untuk jaket, dll
6. Industri pascapanen, misalnya ayam goreng, tepung telur, telur
asin, sosis ayam, dll
7. Pertanian secara terpadu dengan peternakan karena
memanfaatkan kotoran serta kompos sebagai pupuk kandang
Hasil pokok dari pemeliharaan unggas adalah telur dan daging,
sementara hasil samping berupa bulu, kotoran, tulang, serta kesenangan
(ornamental) dikategorikan sebagai hassil khusus. Demikian
kompleksnya peran unggas bagi kehidupan masyarakat sehingga unggas
dapat dijadikan sebagai hewan coba untuk saat ini. Beberapa jenis unggas
yang banyak digunakan dalam penelitian antara lain broiler, ayam
petelur, itik, ayam/itik lokal, dan puyuh.
Ayam yang dipelihara saat ini berasal dari empat spesies ayam
liar, yaitu
1. Gallus gallus (Gallus bankiva, Gallus ferugenus atau The Red Junggle
Fowl) yang tersebar di India Timur, Birma, Thailand, Laos,
Vietnam, Semenanjung Malaka, dan Sumatra.
2. Gallus lafayettei (The Ceylon Junggle Fowl) terdapat di Ceylon.
3. Gallus sonneratii (The Gray Junggle Fowl) terdapat di India bagian
selatan.
27
4. Gallus varius (The Java Jungle Fowl) terdapat di Jawa, Bali, Lombok,
Sumbawa, dan Sulawesi Selatan.
Beberapa persilangan bangsa ayam di dunia dikembanglan menjadi
beberapa jenis (tipe) ayam komersial, antara lain
- Tipe petelur (layer type), yaitu ayam yang dipelihara untuk
diambil telurnya.
- Tipe pedaging (broiler type), yaitu ayam yang dipelihara untuk
diambil dagingnya.
- Tipe dwiguna (dual purpose), yaitu ayam yang dipelihara untuk
diambil daging dan telurnya.
Ayam broiler merupakan ayam
ras pedaging atau jenis ras
unggulan hasil persilangan
bangsa-bangsa ayam yang
memiliki daya produktivitas
tinggi, terutama dalam
memproduksi daging ayam. Jenis
strain ayam broiler yang banyak
beredar di Indonesia antara lain
Gambar 2. Broiler
Super 77, Tegel 70, ISA, Kim Cross,
Lohman 202, Hylin, Vdett, Missouri, Hubbard, Shaver Starbro, Pilch,
Yabro, Goto, Arbor Arcress, Tatum Indian River, Hybro, Cornish, Brahma,
Langshans, CP 707, COBBHypeco-broiler, dan Sussex. Broiler memiliki
pertumbuhan yang sangat cepat, yaitu dimulai umur 1-5 minggu. Pada
umur 3 minggu tubuh ayam broiler sudah padat dan umur 6 minggu
memiliki ukuran tubuh sama besar dengan ayam kampung dewasa,
bahkan bila dipelihara berumur 8 bulan, bobotnya bisa mencapai 2 kg.
Broiler strain Cobb memiliki keunggulan daya hidup mencapai 98%,
bobot badan hingga 1,7 kg dalam waktu 35 hari dan konversi pakan 1,8
dan kualitas daging baik.
28
Terdapat beberapa jenis (tipe) ayam ras petelur, namun yang perlu
diperhatikan sifat/karakter yang dikembangkan pada setiap jenis ayam
petelur, yaitu
1. Mencapai dewasa kelamin pada 18-20 minggu
2. Ukuran telur normal 60-65 g
3. Produksi telur per tahun 250-300 butir
4. Bebas dari sifat mengeram
5. Daya hidup tinggi (90%) dengan tingkat kematian rendah
6. Bebas dari sifat kanibalisme
7. Mudah beradaptasi dengan lingkungan
8. Bobot apkir ayam tinggi (2,3-2,5 kg)
9. Konversi pakan rendah
10.Pertumbuhan anak ayam relatif cepat
Tipe (jenis) ayam petelur yang umum dijumpai di Indonesia adalah
1) Tipe ayam petelur ringan dan 2) Tipe petelur medium. Tipe petelur
ringan menghasilkan telur yang berwarna putih dengan ukuran kecil.
Karakter ayam jenis ini memiliki badan ramping, bulu berwarna putih
bersih, berjengger merah, dan sensitif terhadap cuaca panas. Ayam jenis
ini berasal dari galur murni white leghorn. Tipe petelur medium
menghasilkan telur dengan warna kerabang cokelat sehingga jenis ini
sering disebut sebagai ayam petelur cokelat. Bobot badan berada pada
kisaran ayam petelur ringan dengan ayam broiler.
Itik petelur di Indonesia terdiri atas dua jenis, yaitu itik hasil
persilangan itik lokal. Itik hasil persilangan diantaranya itik Khaki
Campbell dan itik CV 2000. Sementara, itik lokal Indonesia antara lain
itik tegal, itik magelang, itik pengging, itik alabio, itik bali, itik mojosari,
itik medan, itik damiaking, itik turi, dll.
Puyuh yang dibudidayakan di Indonesia memiliki daya adaptasi
tinggi terhadap lingkungan, dan lebih tahan terhadap penyakit. Produksi
telur puyuh 200-300 butir/tahun dengan bobot rata-rata 10 g/butir. Puyuh
termasuk dalam unggas dwiguna, diambil telur dan dagingnya.
Pemilihan bibit puyuh dapat memperhatikan karakteristik seperti bentuk
tubuh kecil, gemuk, dan bulat. Kaki pendek, tubuh dipenuhi bulu
29
berwarna cokelat dengan bercak putih atau hitam. Bobot tubuh dewasa
sekitar 140 g. Puyuh dapat berlari dengan kecepatan tinggi namun tidak
dapat terbang. Jenis puyuh yang biasa diternakan adalah Coturnix
coturnix japonica, Coturnix chinensis, Arborophila javanica, dan Rollulus roul
roul.
C. Rodensia
Mencit
Strain mencit yang banyak
dikembangkan dan digunakan
dalam penelitian adalah dari galur
Mus musculus domesticus, M.m.
musculus dan M.m. molossius, serta
turunan dari masing-masing
substrains tersebut. Mencit
biasanya tidak agresif sehingga Gambar 4. Mencit (Mus musculus)
mudah ditangani, namun dapat
juga menggigit jika menagalami ketakutan. Beberapa strain mencit ada
yang agresif dan dapat menimbulkan gigitan menyakitkan.
Mencit memiliki pendengaran dan penciuman yang sangat
berkembang. Secara visual, sensitivitas mencit terhadap spektrum warna
merah sangat kurang namun dapat membedakan warna pada kedua
30
ujung spektrum. Mata mencit sangat besar untuk ukuran tubuh mencit
yang kecil, dan karena pola aktivitas nocturnal serta memiliki banyak
batang retina sehingga penglihatan pada malam hari lebih baik. Mencit
memiliki penglihatan dwiwarna, mirip dengan buta warna merah-hijau
pada manusia dan memiliki mekanisme retina yang sangat sensitif
terhadap cahaya ultraviolet. Mencit menunjukkan reaksi terkejut jika
secara tiba-tiba ditempatkan sesuatu secara tiba-tiba di depannya. Mencit
juga mampu melihat benda-benda yang berada diatasnya karena
kemampuan tersebut sangat penting bagi spesies pemangsa seperti
mencit. Mencit bernapas dengan hidung dengan frekuensi lebih cepat
dibandingkan dengan mamalia lainnya karena memiliki pernapasan
dengan tingkat metabolik yang tinggi. Berikut disajikan data biologi
mencit (Tabel 2).
Perilaku biologi mencit. Mencit merupakan hewan yang hidup
berkelompok, hewan jantan sangat dominan. Semua mencit sangat
teritorial, dan pejantan serta betinanya menunjukkan perilaku agonistik,
seperti mengejar, menggigit, dan menjepit ketika diperkenalkan dengan
mencit dewasa baru yang belum dikenalnya. Untuk menurunkan
dominasi mencit jantan maka dapat dilakukan kastrasi. Kaki mencit
berfungsi untuk bergerak, berjalan, melompat, dan memanjat. Mencit
yang merasa aman di lingkungannya, berjalan dengan ekor dijulurkan ke
belakang, sedangkan jika tertekan atau takut maka mencit menekankan
diri ke lantai kandang dan menyeret ekornya.
Induk mencit yang sedang bunting akan membangun sarang
untuk persiapan kelahiran. Sarang merupakan komponen yang sangat
penting untuk perawatan anak mencit baru lahir yang belum mampu
bergerak sendiri (altricial) dan dengan suhu tubuh internal yang bervariasi
(poikilotherm) sehingga harus dilindungi dari suhu ekstrem. Mencit mudah
menampilkan berbagai perilaku abnormal pada lingkungan suboptimal,
termasuk mengunyah rambut (barbering), stereotype seperti berputar-putar
berulang-ulang atau jungkir balik dan jika melihat hewan lainnya perilaku
agonistik dan menggigit akan meningkat. Mencit juga dapat melukai diri
sendiri (autotony) jika mempunyai luka terbuka atau mengalami nyeri
31
neuropatik kronis, mencit juga kanibal di antara sisa mencit yang hidup
jika ada hewan yang mati dalam kandang.
Tikus
Tikus sebagai hewan coba di laboratorium yang paling umum
digunakan adalah jenis tikus Norwegia yang telah berevolusi menjadi
Rattus norvegicus yang hidup terutama dalam liang tanah. Berdasarkan
perilaku alami, semua spesies rodensia termasuk tikus adalah species
sosial dan harus rutin ditempatkan berpasangan atau kelompok, dengan
beberapa pengecualian. Semua spesies tikus perlu ditempatkan dalam
kandang dengan populasi tidak terlalu padat perlu dipertimbangkan
pada saat di buat kelompok atau konfigurasi kandang yang dapat
32
menghambat visualisasi antara hewan sehingga meminimalkan interaksi
agonistik.
Tikus memiliki mata samping yang kecil dan relatif kurang bagus
visinya dengan bidang teropong yang lebih kecil daripada mata manusia
sehingga menghasilkan persepsi kedalaman yang rendah. Tikus
kemungkinan memiliki beberapa penglihatan warna, khususnya dalam
spektrum warna biru-hijau. Tikus albino sensitif terhadap lampu, karena
memiliki retina amelanotic, dan mungkin menderita kerusakan permanen
jika terkena cahaya dengan intensitas di atas 150 lux untuk waktu yang
lama. Tikus memiliki tingkat pernapasan dan metabolisme yang cepat
tetapi cenderung kurang peka terhadap alergen di lingkungannya karena
tingkat histamin paru yang dilepaskan dan inervasi adrenergik dari
bronkiolus rendah, dibandingkan dengan spesies lain seperti marmot.
Tikus bernapas melalui hidung dan tingkat respirasi meningkat bila
terjadi peningkatan suhu. Proses pendinginan suhu tubuh dapat terjadi
melalui pembuluh darah telinga dan ekor tikus. Ketika suhu lingkungan
rendah, hewan akan meringkuk dan menunjukkan piloereksi dan ekor
disembunyikan, ini merupakan perilaku untuk meminimalkan
kehilangan panas.
Perilaku biologis tikus. Tikus adalah hewan yang sangat social, di
alam liar tikus berada pada koloni besar yang terdiri atas 100 ekor atau
lebih. Kelompok-kelompok kecil hingga delapan betina dapat berbagi
liang dengan ruang sarang yang terpisah. Struktur koloni sosial
didasarkan pada hierarki yang didominasi oleh pejantan, dengan ukuran
tubuh yang besar. Dalam populasi dengan kepadatan rendah, baik
pejantan dan betina adalah territorial, tetapi dalam lingkungan dengan
kepadatan tinggi jantan mungkin menjadi despotik (penguasa). Tikus
mempunyai penciuman yang sangat tajam dan organ vomeronasal besar
untuk mendeteksi feromon yang terlibat dalam seksualitas dan perilaku
seksual lainnya. Beberapa jenis komunikasi ultrasonik juga digunakan
antara kelompok hewan untuk menunjukkan rasa takut, rasa sakit, dan
interaksi agonistik (20 kHz), mendeteksi adanya makanan (40-50 kHz),
33
dan suara umum yang dipancarkan selama eksplorasi lingkungan. Tabel
3 menampilkan data biologis tikus.
Kelinci
Kelinci sebagai hewan coba mempunyai banyak kelebihan
diantaranya adalah sangat jinak dan nonagresif sehingga mudah untuk
menangani dan mengamati, mudah dikembangbiakan dan sangat
ekonomis dibandingkan dengan memakai hewan yang lebih besar,
memiliki siklus vital pendek (bunting, menyusui, dan pubertas) dan
termasuk kategori hewan rendah sehingga mudah untuk disetujui komite
etika dibandingkan menggunakan hewan katagori tinggi. Strain kelinci
yang banyak dipakai dalam penelitian adalah strain kelinci putih New
34
Zealand (NZ), karena strain ini kurang agresif dan memiliki masalah
kesehatan lebih sedikit dibandingkan dengan jenis lainnya.
Eksistensi dasar kelinci adalah nokturnal sehingga sangat sensitif
terhadap cahaya. Secara natural kelinci hidup di dalam liang tanah dalam
komunitas besar dan merupakan hewan pemalu serta sensitif, istirahat
siang hari dalam kegelapan bawah tanah dan mencari makan pada malam
hari. Oleh karena itu pencahayaan dalam ruang kandang harus diatur
dengan siklus waktu 12 jam terang dan 12 jam gelap. Kelinci sangat
toleran terhadap temperatur rendah. Temperatur ruangan di atas 30C
dengan kelembaban relatif yang tinggi, dapat menyebabkan stres pada
kelinci yang dapat berakibat infertilitas dan kematian. Data biologis
kelinci disajikan pada Tabel 4.
35
Marmut
Marmut banyak digunakan dalam penelitian medis karena
marmut juga memiliki banyak kesamaan biologis dengan manusia dan
telah digunakan sebagai hewan percobaan selama berabad-abad untuk
subyek percobaan manusia. Sebanyak 13.000 eksperimen ilmiah di Inggris
telah menggunakan marmot pada tahun 2012, mewakili kurang dari 1%
dari total penelitian pemakaian hewan. Sebagai hewan coba, marmut
memainkan peranan penting dalam berbagai penelitian toksikologi, studi
penyakit alergi, penyakit paru non-infeksi, gangguan reproduksi,
osteoarthritis dan aterosklerosis. Marmut juga digunakan secara rutin
untuk mempelajari berbagai infeksi yang disebabkan bakteri, virus, dan
jamur. Strain marmut yang paling umum digunakan dalam penelitian
saat ini adalah the Hartley albino.
Marmut adalah hewan sosial dan lebih memilih untuk hidup
dalam kelompok 5-10 hewan sehingga untuk perawatan dalam kandang
marmut harus ditempatkan dalam kelompok yang kompatibel atau
berpasangan. Marmut betina matang secara seksual pada umur 4 minggu.
Lama kebuntingan adalah berkisar 59-73 hari dengan ukuran litter rata-
rata 1-4 tetapi dapat pula 7 atau lebih. Marmut merupakan hewan pemalu
dan mahluk sosial tetapi sangat lambat untuk beradaptasi dengan
perubahan lingkungan serta tidak memiliki kemampuan untuk melompat
atau memanjat.
D. Ruminansia
Ternak ruminansia termasuk jenis hewan coba yang memiliki
kontribusi besar dalam mengkaji bahkan menginduksi berbagai
pengembangan ilmu terutama untuk ilmu-ilmu hewan.
Domba (Ruminansia kecil)
Sering didiskripsikan sebagai hewan dengan fisik yang kuat, tahan
terhadap cuaca ekstrim. Adanya rumen sangat membantu untuk bertahan
hidup dalam jangka waktu lama tanpa adanya pakan dan minum. Domba
(Ovis aries) merupakan ungulata (mamalia berkuku) yang terdistribusi
36
luas di seluruh permukaan bumi, dengan tingkat keberhasilan
domestikasi sangat tinggi. Wilayah sebaran domba mulai dari Eropa,
Siberia, Asia, Alaska, hingga Amerika Selatan. Habitat domba mulai dari
daerah pegunungan, bukit, padang gurun hingga kepulauan, bahkan
dapat hidup pada lingkungan ekstrem, suhu antara musim panas dengan
musim dingin mencapai 40C. Di wilayah Asia dan Eropa keberadaan
domba berkompetisi dengan kambing.
Domba merupakan hewan yang hidup dalam koloni besar.
Perilaku agonistik agresi ditunjukan untuk menjaga dinamika sosial
domba. Ukuran tanduk menjadi penentu status sosial domba dalam
hierarki koloni. Domba dapat kehilangan status sosialnya dalam hierarki
jika terjadi konflik karena perebutan makanan dan betina. Domestikasi
domba dalam kelompok dapat dilakukan secara spesifik pada kelompok
umur yang sama atau seks yang sama untuk mengurangi konflik.
Visualisasi domba sangat dominan dengan jangkauan bidang
pandang 270-280 sehingga memungkinan domba mengenali hewan yang
ada di depan atau belakangnya. Sinyal suara (vokal) pada domba sangat
terbatas pada interaksi antara induk dengan anak. Vokalisasi bernada
rendah dibuat oleh induk dengan anaknya yang baru lahir, atau antara
domba betina yang didekati oleh domba jantan. Olfaktori (penciuman)
pada domba sangat berperan dalam identifikasi individual induk pada
anak-anaknya. Domba juga dapat membedakan bau dari kawanan
sejenisnya. Kondisi seksual domba betina juga dapat dikenali oleh domba
jantan. Domba dipelihara untuk tujuan multifungsi, yaitu dimanfaatkan
wool, kulit, daging, dan susu.
37
individu. Sapi betina yang baru lahir tetap berada dalam kelompoknya 1-
3 minggu. Anak-anak sapi yang baru lahir dapat mengisap induknya
untuk mendapatkan susu 38 menit per hari.
Anak sapi betina akan disapih oleh induknya pada saat berumur
7-9 bulan, sedangkan anak sapi jantan disapih pada umur 9-14 bulan.
Anak-anak sapi yang telah disapih akan merumput bersama dengan
kawanannya dan membentuk interaksi sosial dengan anak-anak sapi
yang lebih tua umurnya. Kelompok sosial ini akan bertahan hingga sapi
dewasa.
Sapi memerlukan waktu merumput 10-11 jam/hari. Penelitian
terkini melaporkan waktu merumput membentuk ritme sirkadian.
Puncak merumput pada pagi hari (fajar) dan sore hari (senja), meskipun
ada sapi yang merumput sepanjang hari. Selain merumput, aktivitas
harian sapi adalah berbaring sekitar 7-8 jam, ruminasi 5 jam (75% dari
waktu berbaring), 40 menit tidur, 70 menit berprilaku sosial, dan 30 menit
berjalan. Pada pengembalaan tradisional, sapi Meksiko dapat berjalan
hingga 20 km per hari.
Ternak sapi modern memiliki sistem pemeliharaan anak sapi
dipisah dari induknya. Secara alamiah anak-anak sapi akan memperoleh
susu dengan menghisap puting induknya, namun pada pemeliharaan
modern pakan anak sapi disediakan dalam wadah pakan (ember) dan di
dalam kandangnya dilengkapi dengan dot karet. Anak sapi akan
menerima susu dari dot dan akan menghisapnya dengan keras, setelah
sebelumnya dirangsang dengan memasukan susu ke dalam mulut anak
sapi. Susu yang diberikan merupakan susu pengganti dengan kadar
laktosa yang lebih tinggi, jumlah kasein dan lemak dua kali lebih banyak
dari susu induknya.
38
E. Primata nonhuman
Primata nonhuman digunakan sebagai hewan coba dan hewan
model dalam berbagai penelitian kesehatan, farmasi, biomedis, biologi,
dan toksikologi. Primata nonhuman yang sering digunakan dalam
penelitian adalah primata dunia baru (new world monkeys) dan primata
dunia lama (old world monkeys). Genus primata dunia lama yang sering
dipakai dalam penelitian adalah macaca, terutama rhesus macaca (Macaca
mulatta), monyet ekor panjang (Macaca
fascicularis), monyet ekor pendek (Macaca
arctoides). Monyet dunia baru yang banyak
digunakan dalam penelitian adalah marmoset
(Callithrix jacchus), dalam jumlah yang lebih
sedikit adalah monyet tamarin (Saguinus spp)
dan monyet tupai (Soimiri spp).
Macaca (Gambar 5) adalah
Gambar 5. Monyet (Macaca)
kelompok monyet dunia lama yang
banyak digunakan dalam penelitian berasal dari Asia. Bobot badan
dewasa bervariasi mulai dari 2,5-10 kg, dapat hidup lebih dari 20 tahun di
penangkaran. Di alam liar, macaca hidup berkoloni antara 10-100 individu
dengan hubungan kekerabatan yang kuat. Macaca jantan sering
membentuk koalisi (kelompok) dalam koloni. Macaca bersifat diurnal dan
hampir semuanya arboreal. Macaca betina melahirkan setiap 1-2 tahun,
dan kerabat yang lain akan membantu merawat bayi yang baru
dilahirkan. Visualisasi sangat baik, dengan posisi mata menghadap ke
depan dan sering memperlihatkan ketangkasan
manual.
Marmoset (Gambar 6) adalah monyet
dunia baru yang berasal dari Amerika Tengah
dan Selatan. Secara genetik, marmoset memiliki
kekerabatan yang jauh dari manusi daripada
macaca. Marmoset memiliki ukuran tubuh kecil
(berat badan 250-600 g), sangat arboreal dan Gambar 6. Monyet
diurnal. Di alam liar, marmoset hidup (Marmoset)
39
berkoloni beranggotakan 5-10 individu. Marmoset adalah hewan
frugivora (pemakan buah), tetapi juga memakan serangga dan spesialisasi
mengkonsumsi gum (getah pohon). Umur hidup mencapai 10-15 tahun.
Pada kondisi alamiah melahirkan kembar pada periode kebuntingan 4-5
bulan. Visualisasi dan organ olfaktori (penciuman) berkembang sangat
baik.
Ringkasan
Latihan Soal
40
5. Dalam penelitian medis sering kali digunakan primata nonhuman.
Tuliskan alasan penggunaan primata nonhuman dalam penelitian-
penelitian medis.
6. Sebutkan kelompok primata nonhuman yang dapat digunakan
sebagai hewan coba atau hewan model peneltian.
7. Saat ini penelitian juga menggunakan ruminasia sebagai hewan coba.
Tuliskan karakteristik ruminansia kecil sebagai hewan coba.
8. Perilaku apa yang harus diperhatikan jika dalam penelitian
digunakan anak-anak sapi yang disapih.
41
IV. METODE PENANGANAN HEWAN COBA
A. Prinsip Dasar Handling dan Restraint
Ketrampilan menguasai hewan coba bukan kemampuan yang
diperoleh dalam waktu singkat. Diperlukan waktu yang cukup lama (jam,
hari, minggu, bulan) untuk dapat menguasai satu jenis hewan saja.
Beberapa cara yang dapat dipergunakan untuk menguasai ketrampilan
hewan coba, antara lain
1. Memperoleh informasi dari buku, diktat, modul, hasil penelitian,
atau sumber lain (internet, wawancara langsung, dll) yang
mengulas berbagai cara menangani hewan coba.
2. Memperhatikan orang yang ahli dalam melakukan handling dan
restraint hewan coba. Pelajari bagimana melakukannya dan
membuat catatan mengenai kesalahan-kesalahan yang pernah
dilakukan.
3. Mencoba mengatasi rasa takut (anxiety) karena tidak mungkin
bekerja dengan hewan dengan rasa takut. Bila diri kita merasa
rileks maka hewan coba juga akan merasakan hal yang sama.
4. Handling yang tidak tepat atau keliru bahkan sampai
menimbulkan stress pada hewan coba akan mengakibatkan tidak
berguna lagi dalam penelitian.
5. Hindari atau jangan pergunakan hewan dalam sebuah percobaan
(penelitian) sampai hewan terebut benar-benar bisa ditenangkan
dan dalam kondisi terkekang.
Prinsip penanganan hewan coba meliputi dua hal, yaitu 1) handling,
merupakan upaya memegang atau tindakan-tindakan lain untuk
menguasai hewan coba, dan 2) restraint, merupakan tindakan
mengekang hewan coba dengan membatasi gerak hewan agar hewan
dapat diberikan tindakan-tindakan tertentu yang dikehendaki.
Handling dapat dilakukan dengan memegang hewan sedemikian
rupa sehingga tidak mencederai atau membuat hewan stress dan handler
(pawang) dapat melakukan tindakan yang diperlukan, serta tidak
42
membahayakan bagi kesehatan hewan coba tersebut. Terdapat beberapa
prinsip dasar dalam menguasai hewan coba, yaitu
a. Hewan sebaiknya didekati dengan percaya diri dan dengan cara
yang rileks.
b. Hewan ditangani dengan teratur untuk mengurangi stress
sehingga hewan merasa tenang pada saat prosedur pengekangan
(restraint) diberikan.
c. Sebagian besar hewan memiliki cakar yang tajam sehingga lebih
baik jika tidak ditempatkan pada permukaan yang licin. Jika
memungkinkan digunakan sangkar (untuk rodensia) yang
dilengkapi dengan penutup.
d. Memperbanyak latihan menguasai hewan coba sehingga sebagian
besar hewan coba akan lebih mudah untuk ditangani dan
dikekang.
e. Tidak ada satu pun metode handling atau restraint hewan yang
paling benar. Pada prinsipnya baik handling dan restraint tidak
menimbulkan rasa sakit atau ketidaknyamanan pada hewan
tersebut.
f. Handler (pawang) harus merasa nyaman, terutama pada saat
memberikan suntikan/injeksi atau memindahkan tempat sehingga
handler dapat berkonsentrasi sesuai prosedur yang berlaku.
g. Metode-metode handling dan restraint untuk berbagai hewan
eksotik sangat direkomendasikan, meskipun beberapa orang
mungkin lebih nyaman menggunakan cara yang berbeda untuk
mengekang hewan dan cara-cara tersebut dapat diterima.
Sebagai contoh, pengambilan darah pada hewan yang berukuran besar,
pengambilan darah pada sapi melalui vena jugularis dapat dilakukan
pada saat hewan berdiri. Penusukan jarum tidak terlalu menganggu sapi
tersebut. Namun, pada hewan coba dengan ukuran tubuh relatif kecil
seperti tikus, mencit, dan hamster diperlukan pengekangan agar
pengambilan darah dapat dilakukan dengan mudah.
43
B. Pengekangan Berbagai Jenis Hewan Coba
1. Tikus
Tikus sebagai hewan laboratorium pada prinsipnya mudah
ditangani, terutama tikus-tikus yang sudah sering berhubungan dengan
manusia. Tikus laboratorium memiliki temperamen yang tenang dan
dapat ditenangkan dalam waktu singkat. Tikus dapat ditangani dengan
sedikit mungkin tenaga. Hewan yang ditempatkan dalam kandang gelap
akan menyendiri, malu-malu, dan mudah ketakutan. Seseorang yang
menangani tikus, jika tidak dapat memperkirakan posisi hewan
disarankan untuk menggunakan sarung tangan untuk mencegah gigitan
tikus. Rasa sakit (tidak nyaman) tikus diutarakan dengan mengindari
kontak dengan manusia, yaitu rasa marah ditunjukan dengan gerakan
melecut ekor. Tikus yang merasa puas akan memperlihatkan gerakan
mengeratkan gigi-giginya.
Cara Memegang (Handling) dan Mengekang (Restraint) Tikus
Tikus dewasa sebaiknya jangan diangkat dengan memegang
ekornya, kondisi ini dapat menyebabkan stress, dan jika tikus berputar
kulit ekor dapat terkelupas. Metode yang lebih baik dalam memegang
tikus adalah dengan scruffing, yaitu dengan memegang atau
menggenggam bagian kulit yang agak kendur dibagian bahu dengan
menggunakan ibu jari dan jari telunjuk, dan jari-jari lainnya dapat
memutar di sekeliling perut. Selanjutnya, Tikus dapat dibalikan hingga
terlentang dan ibu jari handler dapat ditempatkan di bawah dagu. Pada
posisi tersebut tikus merasa nyaman. Jika ukuran tikus besar (> 250 g)
dapat digunakan tangan yang lain untuk memegang bagian rump. Tingkat
kesuksesan memegang dengan metode ini bergantung pada besar
penekanan yang dilakukan pada saat mencengkram tikus pada awalnya.
Bila terlalu kuat dapat menganggu respirasi. Sebaliknya, bila terlalu
lemah, tikus dapat meronta dan mencakar handler.
Restraint dilakukan pada saat sebelum penyuntikan obat,
pemberian obat per oral, ataupun pemberian nomor telinga. Pada kondisi-
kondisi tersebut, tikus biasanya akan menggigit atau mencakar sehingga
diperlukan pengekangan. Pencakaran sering dilakukan oleh tikus
44
terhadap orang yang tidak biasa menangani tikus. Apabila digigit tikus
sebaikya tidak segera menarik jari tergigit karena dapat memperlebar luka
gigitan taring tikus. Metode restraint yang terbaik adalah scruffing, tangan
yang dipergunakan untuk scruffing sebaiknya tangan sebelah kiri
sehingga tangan kanan dapat bebas melakukan tindakan (Gambar 7).
Untuk pengambilan sampel darah dapat digunakan kotak kayu
berbentuk persegi dengan salah satu ujung kotak berfungsi sebagai pintu
luncur. Kotak dilengkapi dengan celah pada permukaan atas dan tutup
kotak untuk mengontrol tikus dengan memegang ekornya.
A B
2. Mencit
Handling mencit dapat dilakukan dengan mengangkat bagian
ekor, kira-kira setengah bagian dari pangkal ekor (bukan bagian ujung
ekor). Cara ini aman baik bagi hewan ataupun yang menangkapnya.
Seekor mencit yang tidak mau menurut dapat ditundukan dengan cara
mengekangnya, yaitu meletakan mencit pada permukaan yang tidak licin
sehingga hewan cenderung mencengkramkan kakinya pada alas.
45
Kemudian, mencit diangkat dengan memegang lipatan kulit tengkuk
dengan ibu jari dan jari telunjuk. Di waktu yang sama, ekor dipegang
dengan jari kelingking pada tangan yang sama (Gambar 8). Ekor harus
diamankan untuk mencegah supaya hewan tidak bergerak dan
melonggarkan cengkraman, akan lebih baik jika ekor menempel pada
telapak tangan.
A B
C D
46
Hewan dapat dikuasai dengan satu tangan, sementara tangan
yang lain dapat bebas melakukan tindakan yang diperlukan. Tutup
kandang berupa kawat ram atau besi barjari sangat sesuai untuk
keperluan ini. Sarung tangan platik dari bahan PPE sangat diperlukan
untuk handling dan restraint atau bergantung pada fasilitas hewan yang
tersedia. Untuk keperluan pengambilan sampel darah sering dilakukan
restraint menggunakan papan yang terbuat kayu, dilengkapi dengan
galur logam serta sandaran kepala dari gabus. Bebat karet dipasang pada
kait untuk menahan mencit.
3. Kelinci
Secara umum, kelinci tidak dapat mencederai orang yang
menanganinya (handler), tetapi kelinci dapat melawan sehingga
mencederai diri sendiri. Adanya perlawanan ini dapat menyebabkan
salah satu tulang punggung atau kaki belakang patah, atau mencederai
otot dan saraf. Tujuan pengekangan kelinci adalah mencegah hewan
tersebut mencederai diri sendiri dan penanganan ataupun pengobatan
dapat dilakukan dengan mudah dan menyenangkan. Telinga kelinci
relatif besar sehingga harus dicegah mengangkat kelinci pada bagian
telinga. Telinga sangat peka dan jika ditarik kelinci akan melawan atau
dapat mencederai dirinya sendiri. Seekor kelinci yang masih muda dapat
dibawa secara menyenangkan dengan memegang langsung pada bagian
pinggangnya erat-erat. Sebaliknya, pada kelinci dewasa dapat dibawa
dengan cara memegang kulit bagian tengkuk (kuduk) erat-erat
menggunakan tangan kanan dan pada saat yang sama tangan kiri
dipergunakan untuk menyangga badan hewan tersebut. Kaki kelinci
diposisikan menjauhi badan orang yang memegang, tujuannya untuk
mencegah kelinci mencakar dengan kaki belakang. Kelinci memiliki
kuku-kuku yang tajam pada kakinya.
47
Handling dan restraint kelinci berdasarkan berat badan. Beberapa ras
kelinci lokal memiliki ukuran tubuh lebih kecil sehingga dapat langsung diangkat
dengan memegang kedua daun telinga atau dapat dilakukan scruffing (Gambar
9c-d). Namun cara ini tidak berlaku untuk ras kelinci berbobot tubuh besar,
serperti New Zeland karena berat tubuhnya relatif besar, cara tersebut dapat
melukai kelinci. Sebaiknya, untuk kelinci ras yang memiliki ukuran tubuh besar
diangkat dengan menopang bagian bawah tubuhnya. Tangan kanan pembawa
(handler) memegang kulit bagian bahu, kepala kelinci diletakkan di bawah
lengan kiri dan tubuh kelinci dijepit diantara lengan dan tubuh pembawa. Bobot
tubuh hewan ditopang oleh pinggul dan tangan kiri pembawa yang
diletakkan di bawah badan kelinci (Gambar 9).
A B
C D
48
4. Marmut
Marmut sangat mudah ditangani karena memiliki gerak yang
lebih sedikit, lebih jinak, jarang menggigit, dan tidak menimbulkan luka
pada handler saat marmut menendang atau mencakar. Namun, jika
marmut diangkat secara mendadak akan berteriak atau mengeluarkan
suara jeritan dan berakibat stres bagi hewan tersebut. Jika marmut merasa
kesakitan hewan ini akan mencakar dan menggigit. Memegang marmut
dapat dilakukan dengan mendukung tubuh marmut dengan cara
menempatkannya di atas meja, satu tangan dipakai untuk menahan
bagian kepala dan tangan lainnya untuk memegang bagian pinggang
(Gambar 10). Restraint marmut dapat dilakukan dengan tekanan tegas
dan lembut di sekitar thorax, kaki depan ditempatkan antara ibu jari dan
jari telunjuk sebagai dukungan tambahan.
49
Cara lain yang sering dipakai untuk memegang marmut adalah
dengan menempatkan tangan kanan di atas pundak marmot dengan ibu
jari dan jari-jari melingkari leher. Satu kaki depan masuk dalam
genggaman ini. Kaki belakang dapat ditekan ke bawah oleh jari-jari lain.
Untuk pemeriksaan genetalia (seksing), marmut dapat dihandling dengan
tekanan lembut di bagian atas organ genetalia. Jika pejantan, penis akan
terlihat menonjol.
50
pengekangan yang diterapkan pada domba dapat juga diterapkan pada
kambing.
6. Unggas
Berbagai jenis unggas membutuhkan penanganan yang spesifik.
Jika penelitian menggunakan ayam maka untuk menangkap ayam dari
kelompoknya dapat digunakan jala atau kait. Penggunaan jala dapat
meminimalkan kemungkinan hewan cedera. Penggunaan kait sering
dijumpai pada ayam atau kalkun. Kait biasanya dapat dilingkarkan pada
bagian paha ayam atau kalkun supaya lebih mudah ditangkap, tetapi
penggunaan kait pada angsa sangat dihindarkan karena angsa memiliki
kaki mudah patah.
Cara memegang
ayam dengan aman. Ayam
sebagai hewan penelitian
dapat dipegang dengan
aman menggunakan satu
tangan. Jari telunjuk ada di
antara kedua kaki dan ibu
jari serta jari manis
melingkarinya (Gambar 11).
Jari lain agak dibuka untuk
menangkap sayap apabila
hewan tersebut dibalikan.
Gambar 11. Cara memegang ayam
Untuk keperluan pengambilan dengan aman
sampel darah, ayam dapat
ditempatkan di atas meja sehingga diperoleh posisi yang mantap. Asisten
peneliti (handler) memegang kedua kaki dengan satu tangan dan
membalikkan sayap dengan tangan lain. Cara lain untuk menahan seekor
ayam supaya diam beberapa saat adalah dengan menyilangkan sayapnya.
Cara ini hanya berlaku dalam waktu singkat.
51
Ringkasan
Latihan Soal
1. Apa saja yang harus dilakukan oleh seorang peneliti supaya dapat
memiliki ketrampilan menguasai hewan coba.
2. Ceritakan apa yang dimaksud dengan handling dan restarint.
3. Bagaimana prinsip handling untuk menguasai hewan coba.
4. Tuliskan prosedur secara singkat teknik handling untuk tikus.
5. Bagaimana prosedur handling dan restaint pada beberapa hewan
berikut mencit, kelinci, unggas, dan domba.
52
V. PEMELIHARAAN HEWAN COBA
A. Perkandangan
Kandang merupakan tempat berlindung hewan coba dari hujan,
terik matahari, pengamanan dari binatang buas, pencuri, dan sarana
untuk menjaga kesehatan. Keberadaan kandang tidak memungkinkan
hewan coba untuk berkeliaran/mencari makan sendiri. Peran penting
kandang hewan coba adalah,
a. Kandang sebagai pengurung (containment) sekaligus untuk
melindungi (protection)
b. Adanya kandang, memungkinkan untuk mengelompokkan
hewan sesuai desain penelitian yang dilaksanakan
c. Kandang hewan coba kecil, dapat didesain baterai (unit-unit kecil)
yang tersusun dalam rak-rak
Kandang hewan coba yang layak dan sesuai dengan standar
pemeliharaan selama penelitian wajib dipenuhi oleh peneliti. Untuk
memudahkan dalam pemeliharaan maka perkandangan hewan coba
harus memenuhi persyaratan, yaitu
1. Luasan memadai untuk kebebasan bergerak kecuali kandang
khusus, misalnya yang dipakai untuk restraint (kandang jepit)
2. Harus mudah dibersihkan dan disterilkan
3. Terbuat dari bahan yang kuat, tahan gigitan hewan dan tidak
beracun terhadap hewan yang dikandangkan
4. Suhu dan kelembaban pada tingkat yang menyenangkan bagi
hewan
53
5. Ventilasi dan sirkulasi udara yang baik
6. Dilengkapi tempat pakan dan minum yang sesuai
7. Bila kandang dalam ruang tertutup, pencahayaan harus
disediakan sesuai kebutuhan penelitian
Bangunan untuk kandang harus direncanakan dengan baik sehingga
memberikan kenyamanan hidup bagi hewan, hal yang harus diperhatikan
adalah sebagai berikut:
1. Kandang harus cocok untuk masing-masing spesies hewan
2. Tidak mempunyai permukaan yang tajam dan kasar sehingga tidak
melukai hewan
3. Mudah dibersihkan
4. Mudah diperbaiki
5. Tidak mudah rusak oleh hewan yang dikandangkan atau hewan
pemangsa dari luar
6. Cukup luas agar hewan dapat bergerak leluasa untuk mencari
makanan dan berbiak
7. Bangunan kandang harus cukup terang
8. Mendapat air bersih
9. Mudah dibersihkan
10. Kering
11. Dilengkapi dengan sistem pembuangan air limbah dan cukup
Ventilasi
12.Kayu yang tidak dicat serta bahan-bahan lain yang bersifat
mengisap air tidak boleh dipakai untuk bangunan kandang
13.Hewan dalam kandang akan merasa nyaman bila kandangnya
kering, bersih, tidak ribut
14.Suhu antara 18–29C (rata-rata 20–22C)
15.Kelembaban relatif antara 30–70%
16.Sinar antara 800–1300 lumen/m2
17. Pertukaran udara minimum 10 kali/jam
18. Alas kandang harus diganti 1–3 kali dalam seminggu untuk
menjamin kandang selalu kering dan bebas dari gas amoniak yang
54
merangsang selaput lendir sehingga hewan tidak mudah terserang
penyakit saluran pernapasan
19. Peningkatan kadar amoniak dalam kandang dapat dicegah
dengan ventilasi yang baik, selalu bersih, dan menghindari
penimbunan feses serta urin dalam kandang.
20. Hewan yang berbeda spesies ditempatkan dalam kandang yang
berbeda.
21. Hewan yang sakit harus segera dipisahkan dalam kandang
karantina untuk mencegah penularan atau perluasan penyakit
tersebut pada hewan yang sehat.
55
3. Makanan harus disimpan dalam tempat yang bersih dan kering
untuk mencegah pencemaran oleh cendawan dan kutu-kutu
makanan.
4. Pemberian makanan yang bermutu merupakan bagian terpenting
dalam usaha menghasilkan hewan percobaan yang sehat.
56
Salah satu faktor penentu didalam keberhasilan pemeliharaan
ternak adalah ketersediaan pakan yang berkualitas tidak terkecuali pada
hewan coba. Kebutuhan pakan ternak berdasarkan kebutuhan untuk
hidup pokok, untuk produksi dan reproduksi. Untuk membuat ransum
yang baik diperlukan beberapa pengetahuan seperti,
a. Bahan pakan (kandungan gizi, adanya faktor pembatas atau anti
nutrisi, faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas bahan, dan lain
lain),
b. Kebutuhan gizi ternak sesuai dengan umur fisiologis atau tingkat
produksi,
c. Teknik menghitung (dan komputasi), serta
d. Teknik yang berhubungan dengan pencampuran dan
pembentukan pakan.
Tingkat konsumsi (voluntary feed intake) adalah jumlah pakan yang
dikonsumsi apabila bahan pakan tersebut diberikan ad libitum,
dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut bobot badan individu,
individu hewan, tipe dan tingkat produksi, jenis pakan dan faktor
lingkungan. Faktor lainnya yang tidak dapat diabaikan, yaitu palatabilitas
pakan, cita rasa, tekstur, ukuran, dan konsistensi pakan.
Pakan yang diberikan pada tikus (adalah hewan coba yang umum
digunakan) umumnya tersusun dari komposisi alami dan mudah
diperoleh dari sumber daya komersial. Namun demikian, pakan yang
diberikan pada tikus sebaiknya mengandung nutrien dalam komposisi
yang tepat. Pakan ideal untuk tikus yang sedang tumbuh harus
memenuhi kebutuhan zat makanan antara lain protein 12%, lemak 5%,
dan serat kasar kira-kira 5%, harus cukup mengandung vitamin A,
vitamin D, asam linoleat, tiamin, riboflavin, pantotenat, vitamin B12,
biotin, piridoksin dan kolin serta mineral-mineral tertentu.
57
yang dikehendaki. Hewan yang dipelihara dengan tujuan untuk dijadikan
model percobaan dan mendapat:
- Perlakuan tertentu (uji diet, obat, atau bedah) untuk keperluan
penelitian yang akan diaplikasikan pada manusia
- Salah satu cara untuk membuat hewan model adalah melalui induksi
pakan
Diet adalah susunan bahan makanan yang dibuat untuk diberikan
dengan tujuan tertentu yang positif, seperti untuk menjadikan langsing,
bulu halus, sisik berwarna mengkilat, suara yang indah atau untuk hewan
model tertentu seperti obesitas, hiperkolesterol, dan defisiensi mineral.
Diet hewan model dibuat dan diberikan agar hewan model yang diamati
sesuai dengan apa yang diinginkan peneliti dan selanjutnya dapat
dievaluasi gangguan dan kelainan serta tingkah laku secara biologis,
proses fisiologis dan gangguan pathologis.
Beberapa hewan yang sering digunakan sebagai model antara lain
monyet, tikus, mencit, kelinci, anjing, babi, domba dan kambing. Banyak
bahan baku lokal yang dapat digunakan sebagai materi diet khusus,
seperti tanaman herbal untuk pelangsing, protein hewani asal arthropoda,
lemak nabati dan hewani, dan telur sebagai bahan yang kaya nutrien.
Diet Aterogenik
Diet aterogenik adalah formula makanan yang mengandung
lemak jenuh tinggi (total lemak lebih dari 10%) dan kandungan kolesterol
sebesar 0,28 mg/kalori energi yang diberikan selama 30 hari. Hewan yang
diberi diet aterogenik akan mengalami gangguan yang disebut
aterosklerosis. Diet aterogenik dapat dibuat dari bahan baku lokal dengan
sumber kolesterol berupa kuning telur ayam ras, minyak kelapa yang
mengandung asam lemak jenuh yang tinggi (86%) dan lemak sapi (beef
tallow). Tabel 5 menampilkan formula diet aterogenik terhadap Macaca
fascicularis.
58
Tabel 5. Formula Diet Aterogenik terhadap Macaca fascicularis
59
Tabel 6. Komposisi pakan diet aterogenik untuk tikus putih (Rattus
novergicus strain Wistar) untuk induksi aterosklerosis
60
kadar glukosa darahnya dan diberikan injeksi Nicotinamide/NA(70
mg/KgBB terlarut dalam NaCl fisiologis) 15 menit sebelum injeksi
Streptozotocyn dengan dosis 120mg/KgBB terlarut dalam buffer citrate
0,1M pH 4,5 mengakibatkan kadar glukosa meningkat menjadi 263.22
mg/dl. Hiperglikemia mengindikasikan nutrisi sel tidak cukup. Ketika
nutrisi sel tidak cukup maka akan terjadi stress pada sel. Nutrisi sel yang
tidak cukup berdampak pada penurunan berat badan. Kekentalan darah
menyebabkan perfusi jaringan ke berbagai organ vital tidak mencukupi.
Hiperglikemia juga menyebabkan fungsi endotel pembuluh darah
meningkat, sehingga menyebabkan vasodilatasi akut pada pembuluh
darah.
Contoh diet diabet lainnya menggunakan 2-Methoxyethanol (2-ME)
merupakan salah satu hasil metabolit dari dimethoxy ethilphatalate (DMEP).
Dimethoxy ethilphatalate ini merupakan salah satu kelompok dari phthalic
acid ester (PAEs) yang banyak digunakan sebagai plasticizer dalam
pembuatan plastik. 2-Methoxyethanol merupakan suatu senyawa
kelompok glycol ether yang memiliki ikatan organic volatile (VOC).
Senyawa 2-ME bersifat sangat mudah terbakar, tidak berwarna, mudah
menguap dan memiliki sifat kelarutan yang sangat baik. Penggunaan 2-
ME ini juga dapat dijumpai pada perusahaan yang memproduksi
semikonduktor, tekstil, leather finishing dan plastik kotak makanan,
banyak digunakan sebagai pelarut, biasanya digunakan pada cat, tinta,
tiner, smear, pelapis permukaan, percetakan sablon, photo lithographic
processes dan foto. Senyawa plasticizer mampu menyebabkan obesitas,
diabetes dan menyebabkan gangguan sistem hormonal, seperti
menyebabkan resistansi insulin. Sehingga diduga menyebabkan
pemunculan diabetes, melalui resistansi insulin. Banyaknya penggunaan
bahan plastik untuk keperluan rumah tangga yang terkait dengan tempat
atau pembungkus makanan, dapat menjelaskan kemungkinan adanya
peningkatan epidemik dari penyakit diabetes dan obesitas yang banyak
terjadi pada negara negara industri. Dampak dari penggunaan alat
tersebut di atas menunjukkan adanya peningkatan penyakit diabetes,
insiden obesity, atherosclerosis, penyakit jantung koroner, penyakit infeksi
61
dan penyakit ginjal. Penggunaan peralatan rumah tangga dari bahan
plastik mampu melepaskan Bisphenol-A (BPA), selain itu juga BPA
diproduksi untuk campuran plasticizer agar plastik bisa lebih keras.
Dugaan adanya keterkaitan antara plasticizer dengan sejumlah masalah
kesehatan, termasuk meningkatnya resiko penyimpangan kelainan sistem
reproduksi, obesitas, asthma, atherosclerosis, dan alergi. Suatu penelitian
menggunakan 2-ME dengan dosis minimal 200 mmol/kg BB, setiap satu
kali sehari selama sepuluh hari berturut-turut. Perlakuan tersebut
diberikan setiap hari selama sepuluh hari berturut-turut secara intra-
peritonial. Hasil akhir menujukkan hewan coba mengidap penyakit
diabetes mellitus.
Secara umum, pengujian bioassay digunakan tikus Wistar jantan
berumur ± 3 bulan dengan berat 100–200 g. Tikus yang akan digunakan
diadaptasikan selama 1 minggu, selanjutnya dilakukan penimbangan
berat badan, analisis gula darah dan gula urine. Tikus selanjutnya
dipuasakan semalam dan dibagi menjadi 2 kelompok. Tikus kelompok I
digunakan sebagai kontrol, sedangkan tikus kelompok II dinjeksi dengan
alloxan 100 mg/kg bb. Masing masing kelompok diberikan jenis pakan
yang berbeda. Pengujian dilakukan selama 30 hari. Pengamatan konsumsi
pakan dilaksanakan setiap hari. Penimbangan berat badan, pengamatan
gula darah dan gula urine dilakukan 1 hari setelah injeksi alloxan dan
pada akhir perlakuan. Selama pengujian, kandang tikus dibersihkan
setiap hari, pakan dan minumnya diganti. Penggunaan alloxan dapat
menimbulkan kerusakan pada organ selain pancreas, sehingga resiko
kematian lebih besar.
Diet obesitas
Akumulasi lemak tubuh berlebih berkaitan dengan beberapa
penyakit dengan morbiditas kronik seperti diabetes mellitus tipe II,
penyakit jantung koroner, hipertensi, kanker, dan dislipidemi.
Menggunakan hewan coba tikus putih. Pakan tikus dalam bentuk pelet
dengan dua komposisi, yaitu (1) normal fat diet (NFD) dengan 64,2%
karbohidrat, 30,7% protein, dan 5,1% lemak; (2) high fat diet (HFD)
62
dengan 17,4% karbohidrat, 42,9% protein, dan 39,7% lemak . Bahan pakan
1 diberikan selama aklimatisasi dan bahan pakan 2 sebagai pakan induksi
obesitas Induksi dilakukan setelah aklimatisasi. Induksi obesitas
dilakukan dengan memberikan asupan HFD selama 7 hari ad libitum.
Pemberian makanan dalam bentuk pelet. Setelah 7 hari, tikus ditimbang.
Induksi dianggap berhasil apabila berat badan tikus yang diinduksi
memiliki berat badan lebih tinggi minimal 20 gram dibandingkan
kelompok yang tidak diinduksi.
Diet hiperurisemia
Hiperurisemia adalah salah satu faktor yang menyebabkan angka
kejadian inflamasi pada Gout arthritis akut. Gout menjadi salah satu
prevalensi dari penyakit yang berhubungan dengan lifestyle. Selain
mengakibatkan gout arhtritis belakangan ini hiperurisemia di hubungkan
dengan penyakit kardiovaskular. Hiperurisemia dapat didefinisikan
sebagai meningkatnya kadar serum urat dalam darah pada tingkat
>7mg/dL. Menggunakan tikus putih jantan sebagai hewan coba, yang
sebelumnya diaklimasi selama 7 hari. Pada hari ke-8 sampai dengan hari
ke-15 diberikan diet tinggi purin berupa jus otak kambing 20 mg/ekor.
63
kesehatan hewan percobaan merupakan kombinasi antara usaha
pencegahan penyakit dan pengobatan hewan yang sakit.
Pemeliharaan hewan uji merupakan suatu tahapan yang penting
dalam uji in vivo agar hewan uji yang digunakan dapat hidup dengan
layak dan dapat menggambarkan kondisi yang sebenarnya pada manusia.
Selain itu sanitasi kandang hewan uji juga penting agar hewan uji yang
digunakan tetap berada dalam keadaan sehat, sehingga pengaruh
penyakit lain pada hewan uji tidak mengganggu pengamatan efek
senyawa yang diujikan pada hewan uji tersebut. Botol minum dicuci dan
diganti setiap dua hari. Ruangan kandang harus disanitasi setelah
perlakuan. Selain itu, pemberian pakan harus diatur agar pakan tidak
mengotori kandang.
Sejumlah faktor organik dan lingkungan dapat meningkatkan
resiko kontak dengan agen penyakit dan menurunkan daya tahan tubuh
hewan percobaan. Faktor-faktor tersebut perlu diperhitungkan dalam
usaha pencegahan penyakit. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepekaan
hewan percobaan terhadap penyakit antara lain faktor lingkungan, faktor
genetik, faktor metabolisme, faktor perlakuan, dan faktor makanan.
Faktor lingkungan antara lain:
- iklim yang ekstrim
- perubahan iklim
- kurang ventilasi
- kadar amoniak tinggi
- terlalu kering atau terlalu lembab
- pergantian personil
- terlalu sesak dalam kandang
- alas kandang kurang baik (kasar, kotor, basah)
- hirarki sosial dalam kelompok hewan
- intensitas cahaya
- penimbunan kotoran di dalam dan di sekitar kandang
- gangguan dari hewan pemangsa
64
Faktor genetik antara lain:
- perbedaan jenis kelamin
- kelemahan yang diturunkan dari induk
- perbedaan galur
- kelainan bawaan
- imunodefisiensi
65
D. Sanitasi Lingkungan dan Desinfeksi
Sanitasi merupakan kunci keberhasilan dalam pemeliharaan
hewan percobaan. Kandang bersih terutama penting selama hewan
bunting, sedang menyusui, dan sebelum memasukkan hewan baru.
Kandang bekas ditempati hewan sakit harus disterilkan sebelum
digunakan untuk hewan sehat. Pembersihan kandang sebaiknya dimulai
dengan menggunakan air bersih dan sikat untuk menghilangkan sisa-sisa
alas kandang, sisa makanan, feses, urin dan lain-lain. Langkah ini penting
karena sisa-sisa bahan organik akan menjadi media yang baik untuk
perkembangbiakan mikroorganisme. Selain itu bahan organik dapat
menghambat daya kerja desinfektan. Selanjutnya dilakukan pencucian
dengan air panas bersuhu 80–90C selama 3 menit atau larutan
desinfektan, seperti senyawa fenol atau amonium kuartener. Sisa sabun
atau desinfektan dibersihkan untuk mencegah keracunan pada hewan.
Beberapa desinfektan harus dihindari penggunaannya pada bahan
plastik karena dapat menyebabkan kekaburan pada plastik yang
transparan. Perlu diketahui bahwa tidak semua mikroorganisme peka
terhadap desinfektan, misalnya spora bakteri. Virus dan jamur juga
mempelihatkan kepekaan yang berbeda-beda terhadap desinfektan.
Desinfektan yang mengandung halogen seperti hipoklorit dan iodofor
terutama efektif dalam larutan asam, tetapi dapat merusak pakaian dan
aktivitasnya berkurang dalam larutan yang mengandung bahan organik
sabun atau sisa-sisa deterjen. Desinfektan yang baik, praktis dan aman
untuk kandang hewan misalnya campuran 30 mL Natrium hipoklorit 5%
dalam satu liter air. Campuran ini harus dibuat segera sebelum
digunakan. Derivat fenol paling sedikit dipengaruhi oleh bahan
anorganik dan dapat membunuh bentuk vegetatif gram positif maupun
gram negatif (kecuali Pseudomonas yang membutuhkan kontak lebih
lama dengan konsentrasi yang lebih tinggi). Emulsi senyawa fenol 1–5%
dalam air yang sedikit asam dan bersabun memiliki kemampuan
membunuh jamur, spora bakteri, dan virus. Karena residu bau dan racun,
maka derivat fenol tidak digunakan untuk desinfeksi tempat makanan
dan minuman hewan.
66
Senyawa amonium kuartener efektif terhadap kuman gram
negatif tetapi kurang efektif bila terdapat bahan organik, sabun, dan pada
pH asam. Senyawa ini digunakan untuk desinfeksi secara umum dan
terutama untuk tempat makanan dan minuman. Namun residunya pada
kandang dapat menyebabkan kematian pada kelinci yang sedang
menyusu. Bahan desinfektan lainnya yang dapat digunakan serta telah
terbukti memberikan hasil yang baik antara lain NaOH 2%, formalin, gas
etilen dioksida dan larutan amoniak 10%.
Urine kelinci, marmut, dan hamster bersifat basa dan
mengandung kristal-kristal fosfat dan karbonat. Bila kristal tersebut
mengendap pada kandang maka akan terbentuk kerak yang sulit
dibersihkan. Untuk membersihkan kandang dari bulu-bulu dan kotoran
lain dapat dilakukan pembakaran yang pada umumnya lebih murah.
Fumigasi menggunakan gas formaldehid, bila didahului dengan
pembersihan secara mekanis, merupakan cara yang efektif untuk
membasmi parasit dan bakteri bentuk vegetatif. Sebelum fumigasi
dilakukan, ruangan kandang harus dikosongkan dari hewan lalu ditutup
kedap udara, suhu dibuat di atas 21C dan dibasahi agar kelembaban
relatif mencapai 80% atau lebih. Gas formaldehid dapat diperoleh dengan
cara memanaskan kristal p-formaldehid.
Ringkasan
67
sesuai dengan apa yang diinginkan peneliti dan selanjutnya dapat
dievaluasi gangguan dan kelainan serta tingkah laku secara biologis,
proses fisiologis dan gangguan pathologis.
Pemeliharaan hewan uji merupakan suatu tahapan yang penting
dalam uji in vivo agar hewan uji yang digunakan dapat hidup dengan
layak dan dapat menggambarkan kondisi yang sebenarnya pada manusia.
Selain itu sanitasi kandang hewan uji juga penting agar hewan uji yang
digunakan tetap berada dalam keadaan sehat, sehingga pengaruh
penyakit lain pada hewan uji tidak mengganggu pengamatan efek
senyawa yang kita ujikan pada hewan uji tesebut.
Latihan Soal
68
VI. APLIKASI PERLAKUAN HEWAN COBA
69
bersifat teritorial atau soliter (individual), kehadiran hewan lain di
“wilayahnya” dapat menyebabkan stres. Adanya dua atau lebih
hewan dari jenis hewan yang berbeda dalam satu kandang juga
sering menimbulkan stres.
c. Prosedur eksperimental, semua prosedur penelitian pada hewan
harus dilakukan oleh orang yang berpengalaman. Jika diperlukan
pengamatan intensif pada komplikasi atau efek samping yang
berhubungan dengan prosedur eksperimen invasif harus dilakukan
oleh dokter hewan.
d. Rasa sakit, semua prosedur yang menyebabkan sakit pada manusia
harus diasumsikan mampu memberikan pengaruh yang sama pada
hewan coba. Semua percobaan yang melibatkan hewan dan
diketahui menderita atau sakit yang tidak dapat dikurangi dengan
obat-obatan atau tindakan lainnya, hewan dapat ditarik dari
percobaan tersebut atau diakhiri oleh dokter hewan yang
profesional dengan terlebih dahulu berkoordinasi dengan peneliti.
Semua prosedur eksperimental yang menimbulkan rasa sakit sesaat
harus didahului dengan pemberian obat bius atau analgesik, kecuali
dapat dibuktikan secara ilmiah bahwa agen analgesik
mempengaruhi hasil percobaan. Pemilihan obat bius atau analgesik
harus dikonsultasikan dengan dokter hewan. Semua prosedur yang
menyakitkan pada hewan tidak boleh diobati dengan obat
penenang, ansiolitiks atau agen yang menghalangi neuromuskular
sendiri tanpa anestesi.
e. Prosedur pembedahan, pembedahan dapat dilakukan dengan
tujuan tetap mempertahankan hewan tetap hidup (pembedahan
survival) dan pembedahan yang dimaksudkan untuk terminasi
hewan coba (pembedahan terminal). Pembedahan survival harus
dilakukan sesuai dengan prosedur pembedahan yang berlaku.
Bedah survival meliputi bedah mayor (bedah dengan membuka
rongga tubuh) dan bedah minor. Bedah mayor hanya dapat
dilakukan dengan teknik aseptik, melibatkan dokter hewan (kecuali
rodensia), dan dilakukan tindakan sebelum bedah, meliputi
70
pemeriksaan fisik dan tanda vital, puasa hewan, dan pemberian
sedatif (obat penenang). Pemberian agen sedatif dan neuromuskular
bloking harus disertai dengan pemberian anestetik atau analgesik.
Bedah minor merupakan tindakan yang tidak membuka rongga
tubuh, juga diperlukan teknik aseptik. Pascabedah survival
diharapkan hewan akan pulih dari pembiusan. Pembedahan
terminal juga membutuhkan prosedur yang telah disepakati untuk
pengakhiran hewan, hewan akan diterminasi (dimatikan) sebelum
pulih kembali dari pembiusan. Tindakan terminasi hewan coba
harus dilakukan dengan cepat, tidak menimbulkan kesakitan, dan
dilakukan pada tempat terpisah. Teknik aseptik merupakan salah
satu cara untuk memperoleh kondisi bebas mikroorganisme, tujuan
dari teknik aseptik pembedahan adalah menghindarkan pasien dari
infeksi pascabedah dan mencegah penyebaran agen patogen.
f. Perlakuan hewan terancam punah harus disertai dengan ijin
instansi yang berwenang, misalnya Departemen Kehutanan RI,
BKSDA, dll.
g. Pengiriman hewan coba dari dan ke luar negeri, dilakukan dengan
mamatuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku di dalam
negeri, melibatkan bebagai departemen, misalnya Departemen
Pertanian, Departemen Kehutanan, dan Badan Internasional
Penerbangan (IATA: International Air Transport Association).
71
3. Teknik pengambilan sampel biologis pada berbagai hewan
coba
a. Teknik pengambilan sampel darah
b. Teknik pengambilan sampel urin
c. Teknik pengambilan sampel feses
Pada bab ini akan diulas mengenai teknik pembiusan dan teknik aplikasi
perlakuan pada hewan coba, sementara teknik pengambilan sampel akan
dibahas sebagai materi tersendiri.
Penguasaan ketrampilan terhadap pelaksanaan teknik-teknik
pada hewan coba berdampak secara langsung pada kesejahteraan hewan
coba (animal welfare). Penggunaan hewan coba tetap harus
mempertimbangkan kesejahteraan hewan, segala tindakan pada hewan
percobaan harus selalu meminimalkan resiko kesakitan saat
menanganinya.
Penandaan hewan coba untuk keperluan identifikasi dapat
dilakukan untuk mengetahui dan membedakan kelompok hewan lain.
Penandaan dapat dilakukan secara permanen, terutama untuk penelitian
jangka panjang (kronis) sehingga tanda tersebut tidak mudah hilang.
Penandaan dapat dilakukan dengan ear tag (anting bernomor), tatoo ekor,
melubangi daun telinga, atau menggunakan elektronik transponder.
72
tetapi untuk penelitian jarang sekali dipakai karena obat-obat tersbut
masih mengandung resiko eksitasi dan gigitan. Kombinasi obat-obatan
dan penenang yang masih sering digunakan sebgai obat bius pada
pembiusan umum (general anesthesia) atau digunakan sebagai pre-
anesthesia.
1. Rodensia kecil (mencit), pembiusan dapat dilakukan dengan
prosedur sebagai berikut:
a. Mencit ditimbang terlebih dulu, kemudian masukan hewan
ke dalam stoples.
b. Disiapkan kapas yang dibasahi dengan ether secukupnya,
kemudian kapas dimasukan ke dalam stopels dan segera
menutup rapat stoples tersebut.
c. Dilakukan pengamatan mencit dalam stoples untuk
mengetahui waktu induksi (waktu pada saat mulai
diberikannya obat bius sampai hewan tidak sadarkan diri).
d. Bila mencit sudah nampak memasuki waktu induksi,
dengan segera membuka tutup toples dan hewan
dikeluarkan dari toples.
e. Pengamatan terhadap waktu bius (dari mulai tak sadarkan
diri sampai ada tanda-tanda sadar kembali), dan waktu
pemulihan (dari mulai sadar hingga hewan bangun kembali)
dilakukan dengan bantuan stop wacth atau jam.
2. Ruminansia (domba dan kambing), pembiusan dapat dilakukan
dengan prosedur sebagai berikut,
a. Menimbang domba, domba dapat ditempatkan di lantai atau
di meja dengan posisi berdiri.
b. Pada bagian leher bawah dilakukan pembendungan vena
jugularis untuk mendapatkan orientasi lokasi vena, dan
dilanjutkan denagan pengerokan bulu.
c. Lokasi vena yang sudah bersih diolesi dengan alkohol 70%.
d. Pada lokasi vena tersebut dilakukan penyuntikan obat bius
(kombinasi kethamine 11 mg/kg BB dengan xylazine 0,1
73
mg/kg BB), prosedur ini dilakukan menggunakan syringe 2,5
mL.
e. Penyuntikan dilakukan dengan kecepatan tetap, dilanjutkan
dengan pengamatan terhadap waktu induksi.
f. Pengamatan terhadap waktu terbius dan waktu pemulihan
digunakan stop watch atau jam tangan.
3. Unggas
a. Secara umum, unggas (ayam) jarang dibius, untuk
pengambilan sampel darah ayam akan dikekang dengan
memegang pangkap sayap.
b. Kemudian bulu ketiak dicabut sesuai yang diperlukan
sampai terlihat vena brachialis (vena sayap).
c. Bagian vena yang telah terlihat diolesi dengan alkohol 70%
sebagai tempat untuk menusukan syringe.
Aplikasi perlakuan bahan uji pada hewan percobaan sangat bergantung
pada metodologi penelitian. Aplikasi dapat dilakukan secara oral atau
suntikan semunya memerlukan ketrampilan, ketepatan, dan ketelitian
dalam menentukan alat suntik, volume bahan uji, dan sisi/tempat/lokasi
penyuntikan. Bila volume bahan uji bersifat iritan sangat disarankan
untuk meminimalkan volume bahan uji tersebut.
74
tenang, panjang jarum sebaiknya sama dengan jarak mulut ke bagian
rusuk terakhir, posisi hewan dalam kondisi sesuai ketika jarum
dimasukan ke dalam lambung, dihindari memasukan jarum ke trakhea
(saluran nafas).
Pencekokan Rodensia (Tikus)
a. Tikus dipegang pada bagian tengkuk belakang dengan posisi
menghadap (menengadah) ke atas.
b. Sonde lambung yang terbuat dari logam (Syringe tumpul atau
jarum gavage), dimasukan pelan-palan ke dalam rongga
mulut.
c. Cairan di dalam syringe dimasukan melalui sonde tersebut.
d. Selalu diperhatikan kemungkinan adanya refleks batuk, bila
tikus batuk maka sonde tersebut masuk ke dalam trachea dan
sonde ditarik sedikit, kemudia dimasukan lagi ke bagian
esofagus. Jika tidak ada refleks batuk maka sonde berada pada
esofagus dan pemberian sediaan penelitian dapat didorong
masuk ke dalam lambung.
e. Setelah selasai pencekokan, sonde ditarik keluar.
Pencekokan Kelinci
a. Kelinci dimasukan ke dalam kandang fiksasi dengan posisi
kepala di bagian luar karena adanya jepitan leher.
b. Batang kayu yang berlubang di bagian tengahnya digigitkan
ke kelinci sehingga lubang tersebut berada dirongga mulut.
c. Melalui lubang tersebut kateter karet dimasukan pelan-pelan.
Bila buncul refleks batuk maka kateter ditarik sedikit dan
masukan lagi pada lubang lain, yaitu esofagus. Bila tidak
terdapat refleks batuk dorongan terus dilanjutkan hingga
masuk lambung.
d. Cairan dalam syringe dimasukan melalui sonde tersebut.
Setelah selesai pencekokan, maka kateter karet ditarik keluar.
75
Pencekokan Ruminansia
Pencekokan ruminasia dapat dengan mudah dilakukan, bahan uji bisa
langsung dimasukan ke dalam rongga mulut dengan menggunakan
syringe.
2. Teknik Penyuntikan
Teknik penyuntikan pada berbagai hewan coba, seperti mencit, tikus,
hamster, marmut, kelinci, anjing, domba, dan ayam dapat dilakukan
dengan metode antara lain,
Intradermal (ID), yaitu penyuntikan bahan uji masuk ke dalam
kulit
Subcutaneus (SC), merupakan penyuntikan bahan uji masuk ke
dalam ruang bawah kulit
Intraperitonial (IP), merupakan penyuntikan bahan uji masuk ke
dalam rongga perut
Intracardial (IC), yaitu penyuntikan bahan uji masuk menembus
otot dan ruang jantung
Intramuskuler (IM), merupakan penyuntikan bahan uji masuk ke
dalam otot
Intravenous (IV), merupakan penyuntikan bahan uji masuk ke
dalam pembuluh darah vena
76
dimasukan ke rongga mulut atau lambung hewan coba. Yang perlu
diperhatikan jika bahan uji berupa cairan adalah volume cairan, jika
volume cairan (mL/kg) terlalu besar dapat membebani kapasitas
perut. Volume cairan yang lebih besar juga dapat mengalami refluks
(aliran balik) ke esofagus. Apabila bahan uji berbentuk tablet atau
kapsul akan lebih mudah disembunyikan, disisipkan, atau
dicampurkan dalam pakan hewan coba. Bahan uji yangberbentuk cair
dapat dimasukan langsung dengan teknik oral gavage. Oral gavage
merupakan teknik memasukan bahan uji menggunakan jarum yang
ditumpulkan atau bagian ujung jarum dibuat berbentuk bola dari
timah dan dipasang pada syringe (jarum suntik). Memasukan bahan
uji dengan metode ini lebih menguntungkan karena bahan langsung
masuk ke dalam lambung sehingga dapat mencegah trauma pada
mulut dan esofagus. Bahan uji yang dimasukan melalui per oral
mudah diserap melalui membran mukosa lambung dan usus
sehingga memberi efek sistemik. Pada Tabel 8 disajikan dosis
maksium per oral yang disesuaikan dengan volume lambung.
77
sedikit lemaknya dan masuk ke dalam jaringan bawah kulit. Larutan
bahan uji sebaiknya isotonis dan isohidris. Larutan yang tidak
isotonis dapat menimbulkan rasa nyeri atau nekrosis dan absorpsi zat
aktif menjadi tidak optimal. 2) Bahan uji yang disuntikan secara
intramuskular (IM), umumnya disuntikan disela-sela otot paha atau
lapisan otot di bagian lain. Untuk pemberian dosis yang harus
diberikan berkali-kali pilih daerah yang tepat supaya tidak
menimbulkan kesakitan. Syarat yang harus dipenuhi oleh bahan uji
tersebut adalah sediaan dalam bentuk larutan sehingga mudah
diabsorpsi daripada suspensi pembawa minyak atau air. Larutan juga
sebaiknya isotonis. 3) Pemberian bahan uji secara intravena (IV)
sebaiknya harus dalam volume kecil, bahan bersifat isotonis dan
isohidris, sedangkan jika diperlukan dalam volume besar dapat
berupa infuse, tetap isotonis dan isohidris. Tidak ada vase absorpsi
sehingga obat/bahan uji langsung masuk ke dalam vena. Bahan uji
bekerja lebih efisien dan bioavibiltas bahan uji 100%. Bahan uji harus
memenuhi syarat larut air, bila bahan uji berupa emulsi lemak atau
partikel minyak tidak boleh lebih besar dari ukuran partikel eritrosit.
Larutan yang sifatnya hipertonis disuntikan secara lambat sehingga
sel-sel darah tidak akan terpengaruh. 4) Injeksi sediaan bahan uji
secara intreperitoneal (IP) tidak sering digunakan untuk multidosis
karena memungkinkan komplikasi. Injeksi pada saluran usus dapat
menyebabkan peritonitis. Penyerapan bahan dari rongga peritoneum
bergantung pada sifat partikel bahan uji. Umumnya bahan uji dapat
diserap ke dalam sirkulasi sistemik dan portal. Dalam volume besar
relatif aman jika disuntikan oleh handler yang berpengalaman. 5)
Injeksi intradermal (ID) biasanya dipakai untuk uji tanggap
kekebalan, inflamasi atau sensitisasi bahan. Beberapa hewan yang
tidak toleran terhadap jalur/rute ID merasa kesakitan, khusunya area
kulit sekitar mata. Tabel 9 menampilkan jalur bahan uji yang meliputi
lokasi injeksi, volume sediaan, dan ukuran jarum untuk beberapa
hewan coba.
78
Tabel 9. Lokasi untuk injeksi, volume bahan uji, dan ukuran jarum
79
Ringkasan
Latihan Soal
80
VII. ANALGESI, ANESTESI, DAN
EUTHANASIA UNTUK HEWAN
PERCOBAAN
81
analgesik memberikan pengaruh sedasi dan halusinasi
(dysphoria). Secara umum, efek dari narkotik adalah salivasi
(produksi air liur berlebih), nausea (mual), vomitus (muntah),
dan nonpropulsive intestinal (ketidakmampuan intestinum
berkontraksi). Jenis opiod yang sering dipergunakan untuk
hewan adalah agonis murni dan antagonis. Agonis murni
merupakan jenis opioid yang hanya menmenstimulasi reseptor,
contohnya morfin. Opioid antagonis merupakan obat analgesi
yang berikatan dengan reseptor tetapi menggagalkan atau
memblokir munculnya respons. Antagonis akan berkompetisi
dengan opioid agonis untuk mendapatkan reseptor opioid,
contohnya narcotic reversal agent dan naloxone.
Pemberian anestesi pada hewan coba membuat hewan tidak peka
terhadap rasa sakit baik disertai atau tanpa hilangnya kesadaran. Anestesi
berasal dari kata “an”, artinya tidak dan “aesthesis”, artinya tidak ada rasa
atau hilangnya rasa. Jadi, anestesi diartikan sebagai hilangnya rasa
terhadap rangsang. Anestesi diberikan dengan dosis yang cukup. Secara
umum, anestesi digunakan pada hewan coba dengan tujuan mengurangi
atau menghilangkan rasa sakit/nyeri dengan meminimalkan kerusakan
organ tubuh dan membuat hewan tidak banyak bergerak. Tujuan khusus
anestesi antara lain
a. menginduksi relaksasi otot, sering digunakan untuk diagnosis
atau proses pembedahan yang aman;
b. melakukan pengendalian hewan (restraint);
c. keperluan biomedis;
d. pemindahan atau transportasi hewan liar;
e. pengakhiran hewan secara humanis; dan
f. digunakan untuk ruda paksa (euthanasia).
82
2. Injeksi, dilakukan melalui intravena, subkutan, intramuskular,
dan intraperitoneal.
3. Gastrointestinal, anestesi yang dilakukan secara oral atau rektal.
4. Respirasi/inhalasi, anestesi melalui saluran nafas.
83
anesthesia). Prinsip penggunaan anestetikum umum adalah
kehilangan rasa di seluruh tubuh dan hilangnya kesadaran yang
bersifat sementara, hal ini dapat terjadi karena pengaruh
penekanan sistem saraf pusat dengan adanya induksi farmaologi
atau penekanan sensori pada saraf. Penggunaan anestetikum
umum injeksi atau inhalasi dapat menghilangkan respons nyeri
(analgesik), hilangnya ingatan (amnesia), hilangnya refleks atau
gerak spontan (immobility), dan hilangnya kesadaran
(unconsciusness). Beberapa jenis anestetikum umum inhlasi yang
sering dipakai pada hewan coba adalah halotan, isofluran,
sevoflurna, desfluran, dietil eter, nitrogen oksida, dan xenon.
Penggunaan secara inhalasi membutuhkan alat vaporizer
(Gambar 12). Jenis anestetikum umum yang digunakan secara
injeksi antara lain barbiturat (tiopental, metoheksital,
pentoberbital), sikloheksamin (ketamine), propofol, dan etomidat.
A B
Gambar 12. Anestesi inhalasi, A) ruang inhalasi, B) inhalasi teknik open drop
dengan isoflurane
84
Sebelum tindakan anestesi umum sering dilakukan preanestesi
dengan tujuan menenangkan hewan sehingga dihasilkan induksi anestesi
yang halus. Tujuan dilakukan preanestesi, yaitu dapat mengurangi dosis
anestesi, mengurangi atau menghilangkan efek samping ansetetikum,
serta mengurangi nyeri selama pembedahan ataupun pascapembedahan.
Preanestesi umum yang sering digunakan pada hewan coba adalah a)
golongan antikolinergik (atropin), b) pelemas otot (otot paralyzer)
misalnya xylazine dan diazepam, c) agen disosiatif (ketamin), d) narkotik/
opioid (morfin), dan e) transquilizer (diazepam, promazin, acepromazin,
midazolam).
Tindakan anestesi harus selalu disertai dengan monitoring
anestesi. Monitoring anestesi meliputi monitoring kardiovaskuler,
pulmonari, dan sistem saraf pusat. Monitoring kardiovaskuler dapat
dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, ritme jantung, serta
denyut jantung. Untuk keperluan ini dapat digunakan ECG. Monitoring
respirasi dilakukan dengan menghitung rata-rata respirasi, jumlah
hemoglobin, kadar oksigen, tekanan arteri, dan karbon dioksida yang
dikeluarkan. Monitoring sistem saraf pusat meliputi pemeriksaan posisi
mata dan refleks mata. Untuk mempercepat pemulihan anestesi dapat
dilakukan anestesi inhalasi dengan pemberian oksigen 100%.
85
memperoleh data yang berupa pengambilan organ tersebut. Pada
prinsipnya teknik euthanasia tidak menimbulkan kesakitan atau jika ada
rasa sakit harus sesedikit mungkin sehingga dalam pelaksanaannya
euthanasia akan diawali dengan pemingsanan terlebih dahulu
menggunakan anestesi atau sedasi, lalu diikuti dengan tindakan terminasi
atau mengakhiri kehidupan hewan.
Obat-obat yang dipergunakan sebagai anestesi pada euthanasia
harus di bawah pengawasan dokter hewan. Peneliti juga harus menguasai
dan terampil dengan teknik euthanasia ini untuk mencegah penderitaan
yang berkepanjangan. Euthanasia hewan coba yang hasil akhirnya daging
untuk dikonsumsi dapat dilakukan dengan penyembelihan. Teknik
penyembelihan harus menggunakan alat yang tepat, misalnya pisau yang
sangat tajam. Euthansia kadang dilakukan terhadap hewan-hewan coba
yang mengalami penderitaan/kesakitan akibat perlakuan dari penelitian.
Berbagai aspek yang harus diperhatikan ketika akan melakukan
euthanasia adalah
a. euthanasia yang dilakukan sebanding dengan tujuan penelitian,
b. sedikit pengaruhnya terhadap emosi yang melakukan (peneliti
atau teknisi),
c. lokasi untuk euthanasi harus terpisah dari kandang hewan hidup,
d. pada beberapa hewan besar, seperti monyet, anjing, kucing
diperlukan tranquilizer (obat penenang) terlebih dulu.
86
Euthanasia dapat dilakukan denagn mudah, berbiaya murah, dan
bebas dari pelatan mekanik
Lokasi untuk euthanasia cukup jauh dan terpisah dari ruang
pemeliharaan hewan
87
Ringkasan
Latihan Soal
88
7. Apa yang anda ketahui tentang
a. Preanestesi
b. Anestesi umum
c. Anestesi topikal
d. Transquilizer
8. Alasan apa yang dapat anda berikan seorang peneliti memiliki kuasa
untuk terminasi (euthanasia) terhadap hewan coba yang digunakan
dalam penelitiannya.
9. Jelaskan metode-metode yang dapat digunakan untuk euthanasia
secara humanis.
89
VIII. PENANGANAN SAMPEL
Preparasi sampel adalah bagian dari proses analisis yang sangat penting.
Teknik preparasi merupakan proses yang harus dilakukan untuk
menyiapkan sampel sehingga siap untuk dianalisis menggunakan
instrumentasi yang sesuai/yang diinginkan. Meskipun perkembangan
analisis instrumen dengan efisiensi tinggi untuk menentukan analit di
dalam sampel biologis dan sediaan jadi telah berkembang pesat,
namun pre-treatment atau preparasi sampel seperti dalam mengisolasi,
mengekstrak, dan mengkonsentratkan komponen interest dalam matriks
sampel tetap sangat diperlukan, sebab instrumen secanggih apapun tidak
bisa menangani matriks secara langsung. Penyiapan sampel dapat
berbeda untuk bahan yang satu dengan bahan yang lain dalam keadaan
yang lain serta untuk metode yang satu dengan metode yang lain.
A. Preparasi Sampel
Beberapa perlakuan umum dalam penyiapan dan preparasi
sampel adalah isolasi organ, ekstraksi, filtrasi, homogenisasi, sentrifugasi,
lisis, dialisis, inaktivasi enzim, dan modifikasi kimiawi.
a. Isolasi organ, dilakukan sesaat setelah pembedahan
b. Ekstraksi, perlakuan ini dapat dikerjakan dengan berbagai cara,
baik secara fisik (pengepresan /pengempaan, penggilingan,
pengendapan fisik/kristalisasi, pengendapan kimiawi
/penggumpalan, destilasi) dan secara kimiawi dilakukan dengan
cara melarutkan dengan pelarut
c. Fraksinasi, perlakuan ini untuk mendapatkan spermatozoa
(cacahan testis; spermatozoa)
d. Filtrasi, cara untuk memisahkan dua komponen yang berbeda
sifatnya atau ukurannya melalui sebuah membran permiabel yang
poreus (teknik penyaringan)
90
e. Homogenisasi, untuk menyesuaikan ukuran atau kondisi sampel
sehingga memudahkan terjadinya proses kimiawi (misalnya
reaksi, interaksi, dll.), proses fisikawi (misalnya difusi panas, dll).
f. Sentrifugasi, memisahkan partikel-partikel padatan dari cairan
yang bercampur menjadi terpisah satu dengan yang lainnya
didasarkan pada perbedaan berat jenis partikel.
g. Lisis, untuk merusak atau memecah dinding sel tanaman, hewan,
atau mikrobia (secara fisik misalnya dengan penggilingan,
penggerusan, secara cara kimiawi, misalnya dengan
menggunakan asam pekat seperti asam sulfat, asam klorida, asam
asetat
h. Dialisis, teknik pemisahan dengan menggunakan membran
semipermiabel (secara osmosis)
i. Inaktifasi enzim, Terdapatnya enzim sering kali dapat
mengganggu hasil oleh karena enzim yang masih aktif dapat
mengadakan perubahan-perubahan kimiawi dg cara pemanasan,
atau secara kimiawi: denaturan (misalnya urea, guanidin
hidrokiorida, merkaptoetanol, sodium dodesil sulfat, asam
trikioro asetat, dlsb), mengubah kondisi pH lingkungannya,
menambahkan garam (NaC1), dsb.
j. Modifikasi kimiawi dan enzimatik, untuk mengubah struktur
kimiawi sampel untuk suatu tujuan tertentu yang memudahkan
analisis (dematurasi)
92
Sampel yang sudah diperoleh dan disiapkan untuk analisis lanjut
sebaiknya disimpan atau diawetkan dengan memperhatikan hal-hal sebai
berikut,
a. Sampel disimpan dalam wadah (botol) yang tertutup rapat, dilack
(sealed) untuk mencegah tumpah/bocornya sampel, tersusun rapi
serta dibungkus dengan baik dan berlak segel.
b. Label sampel harus dipasang di wadah bukan ditutup wadah
sampel. Ini akan mencegah perubahan/penukaran label secara
sengaja atau tidak.
c. Disimpan dalam wadah yang terpisah
d. Setiap wadah harus dilengkapi dengan identitas yang jelas
e. Secara umum sampel biologi harus disimpan pada suhu 4 oC
sebelum diserahkan ke laboratorium; kecuali padatan yang tidak
mudah rusak, seperti rambut, kuku.
93
Penanganan Sampel Urin
Pengambilan urin minimal 50 mL dalam 1 botol dan langsung
disimpan dalam kulkas (4oC).
Urin ditampung dalam pot urin disposible dari bahan yang tidak mudah
pecah dan tidak bereaksi dengan sampel urine / inert, hindari wadah
plastik dan tutup karet karena senyawa nonpolar mudah diabsorpsi
oleh bahan tersebut.
Wadah tempat spesimen harus tertutup baik, tersegel dan pastikan
tidak bocor. Beri label yang harus menempel pada wadah urine, tidak
pada tutupnya serta pastikan integritas sampel.
Sampel urin untuk kepentingan uji analisis biasanya dikumpulkan
pada pagi hari, malam hari ataupun dapat dilakukan kapan saja
sepanjang hari.
Sangat penting untuk dilakukan pencatatan terhadap waktu
pengambilan urin karena dapat digunakan dalam penentuan laju
produksi urin.
Sampel urin acak biasanya ditambahkan pengawet seperti asam
hidroklorik 2 M.
Urin segar berwarna kuning atau kuning-hijau, namun pada
penyimpanan sebagai larutan yang bersifat asam warna urin akan
berubah menjadi kuning-coklat akibat terjadinya oksidasi dari
urobilinogen menjadi urobilin.
Sampel urin tahan selama beberapa minggu jika disimpan pada suhu
2-8oC. Namun jika dibekukan (-20oC), sampel urin yang diasamkan
akan tahan sampai jangka waktu yang panjang, tapi sebelumnya
dilakukan sentrifugasi terlebih dahulu
Urin sangat berguna dalam skrining racun karena obat, racun dan
metabolit terdapat dengan konsentrasi yang lebih besar pada urin
dibandingkan dalam darah.
94
Penanganan sampel organ:
Sampel organ setelah diisolasi untuk pengamatan histologis, difiksasi
dalam larutan Bouin (24 jam) atau larutan BNF 10%, sebelum dibuat
preparat. Apabila sampel kotor, terlebih dahulu dicuci menggunakan
larutan garam fisiologis (9 g garam dapur + 1 lt air hangat)
B. Penanganan Limbah
Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan
tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak
mempunyai nilai ekonomi. Limbah mengandung bahan pencemar yang
bersifat racun dan bahaya. Limbah ini dikenal dengan limbah B3 (bahan
beracun dan berbahaya). Limbah laboratorium juga merupakan buangan
yang berasal dari laboratorium. Dalam hal ini khususnya adalah
laboratorium kimia. Limbah ini dapat berasal dari bahan kimia, peralatan
untuk pekerjaan laboratorium dan lain-lain. Limbah laboratorium ini
mempunyai resiko berbahaya bagi lingkungan dan mahluk hidup.
Sebagai limbah, kehadirannya cukup mengkhawatirkan terutama yang
bersumber dari laboratorium kimia. Bahan beracun dan berbahaya
banyak digunakan di laboratorium kimia. Beracun dan berbahaya dari
limbah ditunjukkan oleh sifat fisik dan kimia bahan itu sendiri, baik dari
jumlah maupun kualitasnya. Beberapa kriteria berbahaya dan beracun
telah ditetapkan antara lain mudah terbakar, mudah meledak, korosif,
oksidator dan reduktor, iritasi bukan radioaktif, mutagenik, patogenik,
mudah membusuk dan lain-lain. Dalam jumlah tertentu dengan kadar
tertentu, kehadirannya dapat merusak kesehatan bahkan mematikan
manusia atau kehidupan lainnya sehingga perlu ditetapkan batas-batas
yang diperkenankan dalam lingkungan pada waktu tertentu.
Limbah laboratorium dapat mencemari lingkungan penduduk di
sekitar dan dapat menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini dikarenakan
dalam limbah laboratorium dapat mengandung berbagai jasad renik
penyebab penyakit pada manusia termasuk demam typoid, kholera,
disentri dan hepatitis sehingga limbah harus diolah sebelum dibuang ke
95
lingkungan. Sampah dan limbah laboratorium adalah semua sampah dan
limbah yang dihasilkan oleh kegiatan laboratorium dan kegiatan
penunjang lainnya. Secara umum sampah dan limbah laboratorium
dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu sampah atau limbah klinis dan
non klinis baik padat maupun cair.
Semua jenis limbah di laboratorium harus dinyatakan sebagai
bahan yang infeksius, oleh karena itu penanganan dan pembuangan
limbah harus ditangani secara benar agar tidak menimbulkan dampak
negatif sebagai akibat dari kegiatan operasional laboratorium yang jika
tidak dikelola dengan baik dapat mencemari lingkungan.Llimbah yang
berasal dari kegiatan laboratorium dapat berasal dari
a. Bahan baku yang telah kadaluarsa
b. Bahan habis pakai (misal medium biakan/perbenihan yang tidak
terpakai)
c. Produk proses di laboratorium (misal sisa spesimen)
d. Produk upaya penanganan limbah (misal jarum suntik sekali
pakai)
96
Tabel 10. Klasifikasi Limbah Laboratorium
Kelas Jenis
A Pelarut organik bebas halogen dan senyawa organik dalam
larutan
B Pelarut organik mengandung halogen dan senyawa organik
dalam larutan
C Residu padatan bahan kimia laboratorium organik
D Garam dalam larutan: lakukan penyesuaian kandungan
kemasan pada pH 6-8
E Residu bahan anorganik beracun dan garam logam berat dan
larutannya
F Senyawa beracun mudah terbakar
G Residu air raksa dan garam anorganik raksa
H Residu garam logam; tiap logam harus dikumpulkan secara
terpisah
I Padatan anorganik
J Kumpulan terpisah limbah kaca, logam dan plastik
2. Limbah infeksius
Limbah infeksius meliputi limbah yang berkaitan dengan pasien yang
memerlukan isolasi penyakit menular serta limbah laboratorium yang
berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik, ruang
perawatan dan ruang isolasi penyakit menular.
3. Limbah radioaktif
Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop
yang berasal dari penggunaan medis atau riset radionukleida.
4. Limbah umum
97
Berdasarkan bentuk limbah yang dihasilkan, dibedakan menjadi
1. Limbah padat, di laboratorium relatif kecil, biasanya berupa endapan
atau kertas saring terpakai, sehingga masih dapat diatasi. Limbah padat
dibedakan menjadi limbah padat infeksius dan limbah padat non
infeksius
2. Limbah gas, berupa gas. Umumnya dalam jumlah kecil, sehingga relatif
masih aman untuk dibuang langsung di udara, contohnya limbah yang
dihasilkan dari penggunaan generator, sterilisasi dengan etilen oksida
atau dari thermometer yang pecah (uap air raksa).
3. Limbah cair adalah sisa dari suatu hasil usaha atau kegiatan yang
berwujud cair. Umumnya, laboratorium berlokasi di sekitar kawasan
hunian, sehingga akumulasi limbah cair yang meresap ke dalam air tanah
dapat membahayakan lingkungan sekitar. Limbah cair terbagi atas,
Limbah cair infeksius
Limbah cair domestik
Limbah cair kimia
98
Tujuan penanganan limbah adalah untuk mengurangi resiko
pemaparan limbah terhadap kuman yang menimbulkan penyakit
(patogen) yang mungkin berada dalam limbah tersebut. Penanganan
limbah antara lain ditentukan oleh sifat limbah, yaitu
99
e. Limbah penyebab infeksi adalah limbah laboratorium yang
terinfeksi penyakit atau limbah yang mengandung kuman penyakit,
seperti bagian tubuh manusia yang diamputasi dan cairan tubuh
manusia yang terkena infeksi.
f. Limbah yang bersifat korosif adalah limbah yang menyebabkan
iritasi pada kulit atau mengkorosikan baja, yaitu memiliki pH sama
atau kurang dari 2,0 untuk limbah yang bersifat asam.
Bahan Karsinogenik :
a. Bahaya, beresiko tumor dan kanker pada seseorang
b. Penyimpanan :
bahan tersebut dipesan sebanyak yang diperlukan saja
wadah penyimpan harus aman betul
semua wadah harus berlabel jelas dan disimpan dalam almari
yang aman berventilasi
c. Penanganan, bagian tubuh yang terkena dengan zat tersebut harus
segera dicuci dengan air dingin selama + 5 menit
d. Pembuangan, limbah karsinogenik dibuang dalam wadah berlabel
dan tertutup serta terpisah dari bahan kimia lainnya dibuang secara
100
bertahap, jangan menunggu hingga jumlahnya banyak. Bahan
karsinogenik cair ditempatkan maksimal separuh dari kapasisas
volume tempat pembuangan.
101
e. Metode Insinerasi (Pembakaran) merupakan pemusnah limbah
dengan cara memasukkan ke dalam insinerator, dalam insinerator
senyawa kimia karbon yang ada dibebaskan ke atmosfir sebagai
CO2 dan H2O. Bahan-bahan seperti mineral, logam dan bahan organik
lainnya (kuman penyakit, jaringan tubuh, hewan, darah, bahan kimia,
kertas, plastik) yang tidak terbakar tersisa dalam bentuk abu yang
beratnya 10-30% dari berat aslinya (tergantung dari jenis limbah).
3. Limbah/sampah Biologi
Limbah/ sampah biologi adalah limbah/ sampah yang terdiri dari
sampah organik; yaitu adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan
hayati yang dapat didegradasi oleh mikroba atau bersifat biodegradable.
Sampah ini dengan mudah dapat diuraikan melalui proses alami. Sampah
rumah tangga sebagian besar merupakan bahan organik. Termasuk
sampah organik, misalnya sampah dari dapur, sisa-sisa makanan,
pembungkus (selain kertas, karet dan plastik), tepung, sayuran, kulit
buah, daun dan ranting. Selain itu, pasar tradisional juga banyak
menyumbangkan sampah organik seperti sampah sayuran, buah-buahan
dan lain-lain.
Berikut cara menangani/ mengelola sampah Organik
a. Membakar sampah botani dan zoologi merupakan jalan terbaik
untuk meyakinkan bahwa bahan-bahan busuk tersebut tidak
beresiko membahayakan kesehatan.
b. Preparat biologi, stains, fixative dan clearing agents kemungkinan
besar toksik sehingga tidak boleh dibuang ke sistem drainase
umum.
c. Sampah harus ditempatkan pada wadah tertutup dan diberi label.
d. Sampah yang mengandung mikroorganisme harus di autoklave
terlebih dahulu.
e. Sampah biologi dan mikrobiologi dalam jumlah besar sebaiknya
dimusnahkan dalam insinerator.
102
4. Limbah umum
Limbah umum noninfeksius setelah dikumpulkan dalam wadah kantong
plastik diikat kuat dan dibakar di insinerator.
103
3) Menggunakan tas dari bahan kertas atau dari bahan lainnya untuk
berbelanja.
4) Pemerintah harus membuat tempat sampah di setiap sisi kota.
5) Meningkatkan kegiatan seminar atau pertemuan yang membahas
tentang daur ulang sampah plastik.
6) Jangan dibakar, kecuali dalam alat pembakar khusus.
7) Sampah plastik jangan dikubur, sebaiknya dibuang pada wadah
khusus pembuangan plastik .
104
4. Pembakaran secara terbuka. Metoda pembakaran terbuka dapat
diterapkan untuk bahan-bahan organik yang kadar racunnya
rendah dan tidak terlalu berbahaya. Bahan-bahan organik tersebut
dibakar ditempat yang aman dan jauh dari pemukiman
penduduk.
5. Pembakaran dalam insenerator. Metoda pembakaran dalam
insenerator dapat diterapkan untuk bahan-bahan toksik yang jika
dibakar ditempat terbuka akan menghasilkan senyawa-senyawa
yang bersifat toksik.
6. Dikubur di dalam tanah dengan perlindungan tertentu agar tidak
merembes ke badan air. Metoda ini dapat diterapkan untuk zat-
zat padat yang reaktif dan beracun.
Ringkasan
105
Latihan Soal
106
DAFTAR PUSTAKA
Agromedia, Astuti DA. 2010. Petunjuk Praktis Beternak Ayam Ras, Petelur,
Itik, dan Puyuh. Jakarta: Agromodia Pustaka.
Astuti DA. 2015. Diet untuk Hewan Model. Bogor: IPB Press.
Grimm KA, Lamont LA, Tranquilli WJ, Greene SA, Robertson SA. 2015.
Veterniary Anesthesia and Analgesia. 5th Edition. UK: Wiley Blackwell.
Leahy JR, Barrow P. 2007. Cara-Cara Mengekang Hewan. Bogor: IPB Press.
107
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. 2016. Penggunaan dan
Penanganan Hewan Coba Rodensia dalam Penelitian sesuai dengan
Kesejahteraan Hewan. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian.
108
GLOSARIUM
109
Hewan coba : Hewan-hewan yang sengaja dipelihara, serta
diternakan untuk dipergunakan sebagai salah satu
sarana dalam mempelajari dan mengembangkan
berbagai bidang ilmu dalam skala pengamatan
penelitian atau pengamatan laboratorik
Limbah benda tajam : Objek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi,
ujung atau bagian menonjol yang dapat
memotong atau menusuk kulit seperti jarum
hipodermik, perlengkapan intravena, pipet
pasteur, pecahan gelas, pisau bedah
110
Primata nonhuman : Jenis primata yang dipergunakan sebagai hewan
coba atau hewan model dalam berbagai penelitian
kesehatan, farmasi, biomedis, biologi, dan
toksikologi
Unggas (poultry) : Jenis ternak bersayap dari kelas aves yang telah
didomestikasi dan cara hidupnya diatur oleh
manusia dengan tujuan untuk memberikan nilai
ekonomi (telur dan daging) serta jasa
111
INDEKS
112
BIODATA PENULIS
113
Dra. Silvana Tana, M.Si., lahir di Rantepao
(Tana Toraja Sulawesi Selatan), 23 April 1961,
dari pasangan Bapak Anton La’ka’ Tana dan
Ibu Cantia Pasa’ Duapadang (Almh),
merupakan anak pertama dari enam
bersaudara. Penulis mengawali pendidikan
formal pada tahun 1966 di SD Katolik Paku
Makale, lanjut ke SMP Katolik Makale dari
tahun 1972–1974 dan kemudian ke SMA
Katolik Makale tamat pada tahun 1979. Pada
pertengahan tahun 1979 penulis diterima di
Fakultas Sains dan Teknologi (sekarang Fakultas MIPA) Universitas
Hasanuddin Makassar melalui Seleksi Ujian Masuk Proyek Perintis III.
Pendidikan Magister ditempuh dari tahun 1997–2000 dengan beasiswa
dari BPPS di Universitas Hasanuddin Makassar pada Program Studi
Pengelolaan Lingkungan hidup kekhususan Pengelolaan Laut Dangkal
dan Pantai. Penulis diangkat sebagai staf pengajar di Jurusan Biologi
FMIPA Universitas Hasanuddin Makassar sejak Maret 1987 kemudian
tahun 2005 bergabung dengan staf pengajar di Jurusan Biologi FMIPA
Universitas Diponegoro Semarang (status Dosen Titip) dan pada Januari
2011 sampai sekarang sepenuhnya mengabdi di Departemen Biologi
Fakultas Sains dan Matematika Universitas Diponegoro Semarang.
114
Buku ini menyajikan tentang informasi yang berkaitan dengan
penanganan hewan coba. Hewan coba banyak dipergunakan dalam
berbagai penelitian bidang sains. Kualitas penelitian yag
menggunkaan bahan hayati dapat menjadi lebih baik jika digunakan
hewan coba atau hewan model yang tepat dan disertai dengan
penanganan hewan yang optimal.
115