net/publication/344932921
CITATIONS READS
0 9,933
5 authors, including:
All content following this page was uploaded by Fitriyono Ayustaningwarno on 28 October 2020.
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
BUKU
PANDUAN PRAKTIKUM KIMIA PANGAN
Tim Penulis :
Tim Penulis :
ISBN :978-623-7222-60-6
Segala puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kemudahan
dalam pembuatan buku Praktikum Kimia Pangan untuk Program Studi Gizi Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro. Buku ini disusun sebagai pedoman bagi mahasiswa dalam
melakukan Praktikum Kimia Pangan yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan
studi di Program Studi Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro tahun 2020.
Bahan makanan tersusun oleh senyawa kimia. Diperlukan metode tertentu untuk
mengetahui senyawa yang terkandung dalam bahan makanan. Buku Praktikum Kimia Pangan
akan membahas berbagai macam metode yaitu Uji Fehling dan Serat, Gula Pereduksi dan
Sukrosa, Protein dengan Metode Kjeldahl, Lemak, Kadar Vitamin C dan Beta Karoten, Garam
Beryodium dan Kromatografi, Kadar Protein dan Metode Bradford, Angka Lempeng Total
Bakteri dan Daya Hambat, Evaluasi Nilai Gizi Protein dengan Tikus Percobaan, serta
Komposisi Asam Lemak.
Terimakasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
buku Praktikum Kimia Pangan Program Studi Gizi Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro tahun 2020 sehingga dapat selesai dengan baik.
1.2.1. Karbohidrat
Karbohidrat atau sakarida menurut struktur kimiawinya dapat didefinisikan sebagai
senyawa polihidroksi aldehid atau senyawa polihidroksi keton, yang pada umumnya
mempunyai rumus molekul Cn(H2O)m. Senyawa karbohidrat secara umum dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Monosakarida
1) Aldosa: glyserosa, errythrosa, ribose, gulosa, laktosa, glukosa.
2) Ketosa: ribulosa, xylulosa, psikosa, fruktosa, sorbosa, tagatosa, dihidroksi
aseton.
b. Oligosakarida
1) Disakarida
a) Mereduksi: maltosa, laktosa, gentibiosa, selobiosa, melibiosa, turanosa
b) Tak mereduksi: sukrosa, threhalosa
2) Trisakarida
a) Mereduksi: mannotriosa, robinosa, rhamninosa
b) Tak mereduksi: raffinosa, gentionosa, melezitosa
3) Tetrasakarida: stachyosa, schorodosa
4) Pentasakarida: verbacosa
c. Polisakarida
1) Polisakarida sederhana: amilum, glikogen, dekstrin, selulosa, inulin
2) Polisakarida majemuk: heparin, agar-agar, pektin.
Karbohidrat Sederhana
Karbohidrat sederhana memiliki molekul paling sederhana dibandingkan dengan molekul
karbohidrat yang lain. Karbohidrat jenis ini tidak dapat mengalami hidrolisa. Monosakarida
merupakan suatu persenyawaan yang netral dan mudah larut dalam air, sukar larut dalam
alkohol, dan tidak larut dalam eter. Berdasarkan gugus fungsi yang terdapat dalam molekulnya,
monosakarida dibedakan atas aldosa (mempunyai gugus fungsi aldehid) dan ketosa
(mempunyai gugus fungsi keton).
Sifat-sifat aldosa banyak menyerupai sifat-sifat aldehid, misalnya baik aldosa maupun
aldehid dapat mereduksi pereaksi Benedict, pereaksi Fehling, maupun pereaksi Tollens. Pada
pemanasannya dengan fenilhidrazin dapat membentuk osazon.
Ketosa dalam beberapa hal mempunyai persamaan sifat dengan keton. Fruktosa, salah satu
contoh ketosa yang ada di alam, dapat mereduksi pereaksi Benedict, Fehling, maupun Tollens.
1
2
Inilah sebabnya kita tidak dapat membedakan glukosa dan fruktosa dengan pereaksi ini.
Fruktosa juga dapat membentuk fruktosazon pada pemanasan dengan fenilhidrazin.
Monosakarida
Monosakarida yang penting terdapat di alam, adalah:
CH2OH CHO CHO CHO
CHO
C O H C OH H C OH HO C H
HO C H
HO C H HO C H HO C H HO C H
HO C H
H C OH H C OH HO C H H C OH
H C OH
H C OH H C OH H C OH H C OH
CH2OH
CH2OH CH2OH CH2OH CH2OH
D- D- D-Ribosa D- D-Manosa
Fruktosa Glukosa Galaktosa
Disakarida
Disakarida tersusun atas 2 satuan monosakarida, Umumnya terdiri atas 2 heksosa, sehingga
sering disebut heksodisakarida. Rumus molekulnya adalah C12H22O11 yang diturunkan dari 2 x
C6H12O6.1H2O. Hanya ada beberapa disakarida yang tersusun atas heksosa dan pentosa. Pada
hidrolisa disakarida akan terbentuk komponen-komponen penyusunnya, yaitu 2 molekul
monosakarida.
Ada beberapa disakarida yang dikenal oleh banyak orang. Diantara disakarida-disakarida
tersebut, ada beberapa disakarida yang memiliki sifat sebagai disakarida pereduksi, ada yang
tidak memiliki sifat sebagai disakarida pereduksi. Contoh beberapa disakarida yang penting
dalam tubuh manusia antara lain:
CH2OH CH2OH
CH2OH CH2OH
O O OH
O O H H H
H H H
H H
H H
OH H O OH H
OH H OH H
H H
O OH OH
OH
H OH H OH
H OH H OH
Maltosa Selobiosa
CH2OH CH2OH
CH2OH
O O OH O H CH2OH H
OH H H
O
H H H
O OH H OH H OH H
OH H
H H OH O CH2OH
H
H OH
H OH H OH H OH
Laktosa Sakarosa
Polisakarida (Poliosa)
Polisakarida mempunyai susunan yang kompleks dengan berat molekul yang besar.
Polisakarida tersusun atas satuan-satuan monosakarida yang banyak, bahkan terkadang
termasuk juga turunan-turunannya. Hidrolisa pada polisakarida yang terjadi secara sempurna
akan menghasilkan komponen-komponen penyusunnya, yaitu monosakarida-monosakarida
3
ataupun turunannya. Pada umumnya, polisakarida memiliki rasa yang tidak manis, relatif stabil
terhadap alkali, mempunyai sifat optik aktif, tetapi tidak menunjukkan peristiwa mutarotasi.
Satuan-satuan monosakarida dalam molekul polisakarida ada yang dalam bentuk piranosa
dan bentuk furanosa. Polisakarida praktis tidak mereduksi, walaupun ada beberapa polisakarida
yang mempunyai gugus fungsi aldehid bebas yang terdapat pada ujung rantai molekulnya, misal
pada amilosa atau selulosa.
Beberapa contoh struktur dari polisakarida yang sering digunakan, adalah sebagai berikut:
CH2OH CH2OH
CH2OH CH2OH
O OH
O O H H H H
H H H H
H C
H OH H OH
OH H OH O
O O
O
H OH H OH
H OH H OH
Amilosa
CH2OH H OH CH2OH H OH
O O O O
H H H
O
OH H OH H
OH H OH H C
H H O H H
O OH H
H OH CH2OH H OH CH2OH
Selulosa
Reaksi :
CHO COONa
1.4.2. SERAT
Serat Kasar (AOAC, 2005)
1) Keringkan kertas saring Whatman No. 41/ 54/ 541 dalam oven dan timbang
hingga mencapai bobot konstan (b gram).
2) Timbang sampel yang sudah dihaluskan kira-kira sebanyak 1 gram dan
masukkan dalam Erlenmeyer 500 ml (c gram).
3) Tambahkan H2SO4 0,325 N sebanyak 100 ml. Panaskan/ refluks selama 30
menit, kemudian saring.
4) Tambahkan aquades hingga pH menjadi netral pada larutan yang sudah
disaring.
5) Tambahkan NaOH 1,25 N sebanyak 50 ml. Panaskan/ refluks kembali selama
30 menit, angkat dan dinginkan sampel.
6) Saring sampel menggunakan kertas saring Whatman No. 41/ 54/ 541 yang
sudah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Penyaringan dapat dilakukan
dengan bantuan corong buchner dan pompa vakum.
7) Cuci endapan yang tertinggal di kertas Whatman secara berurutan dengan 25
ml aquades, 20 ml Ethanol 95%, dan 25 ml K2SO4.
8) Keringkan endapan dalam kertas saring tesebut dalam oven suhu 105oC selama
2 jam.
9) Selanjutnya masukkan dalam desikator selama 15 menit, lalu ditimbang.
10) Pengeringan dan penimbangan dilakukan hingga bobot konstan (a gram).
6
Perhitungan:
𝑎−𝑏
Kadar Serat Kasar (%) = x 100%
𝑐
Keterangan:
a = bobot kertas saring + endapan (gram)
b = bobot kertas saring kosong (gram)
c = bobot awal sampel (gram)
Serat Pangan (AOAC, Official Methods 985,29)
Semua prosedur analisis dilakukan terhadap blanko untuk melihat apakah terdapat
endapan non serat yang berasal dari reagen atau enzim yang tersisa dalam residu dan
dapat terhitung sebagai serat pangan.
1) Timbang sampel sebanyak 1 g, dengan keakuratan hingga 0.1 mg, dalam
erlenmeyer 400 ml. Perbedaan bobot antar sampel diusahakan tidak lebih dari
20 mg.
2) Masukkan sebanyak 50 ml buffer fosfat pH 6.0 ke dalam erlenmeyer tersebut.
Nilai pH diukur hingga pH 6.0 ± 0.2.
3) Tambahkan sebanyak 0.1 ml larutan termamyl.
4) Tutup erlenmeyer menggunakan kertas aluminium foil (alufo).
5) Letakkan dalam air mendidih selama 15 menit, goyangkan secara perlahan
dalam interval waktu 5 menit. Waktu pemanasan dapat ditambahkan jika jumlah
sampel yang ditempatkan di dalam waterbath menyulitkan untuk mencapai suhu
internal antara 95-100oC. Termometer digunakan untuk memastikan tercapainya
suhu 95-100oC selama 15 menit. Prosedur ini dapat dilakukan selama 30 menit.
Dinginkan larutan tersebut pada suhu ruang.
6) Terpatkan nilai pH hingga 7.5 ± 0.2 dengan penambahan 10 ml NaOH 0.275 N.
7) Masukkan protease sebanyak 5 mg ke dalam sampel dengan cara dilengketkan
pada ujung spatula. Protease dapat pula digunakan dalam bentuk larutan (50 mg
dalam 1 ml buffer fosfat) yang dipipet sebanyak 0.1 ml dan dimasukkan ke
dalam sampel sesaat sebelum digunakan.
8) Tutup kembali sampel dengan kertas alufo. Inkubasi selama 30 menit pada suhu
60oC dengan agitasi kontinyu.
9) Dinginkan sampel dan tambahkan 10 ml HCl 0.325 M. Nilai pH diukur hingga
berkisar antara 4.0-4.6, jika nilai pH belum tercapai, maka dapat ditetesi kembali
dengan asam.
10) Tambahkan Enzim amiloglukosidase dan sampel tutup kembali dengan kertas
alufo.
11) Selanjutnya inkubasi selama 30 menit pada suhu 60oC dengan agitasi kontinyu.
12) Tambahkan sebanyak 280 ml etanol 95% yang sebelumnya telah dipanaskan
hingga suhunya 60oC (volume diukur setelah pemanasan). Agar terbentuk
endapan, sampel dibiarkan pada suhu kamar selama 60 menit. Secara kuantitatif
endapan disaring melalui crucible. Sebelumnya, crucible yang mengandung
celite ditimbang hingga keakuratan mendekati 0.1 mg.
13) Cuci residu dengan 3 x 20 ml etil alkohol 78%, 2 x 10 ml etil alkohol
95%, dan 2 x 10 ml aseton secara berturut-turut.
7
14) Pada beberapa sampel dapatsaja terbentuk getah, filtrasi dapat dibantu dengan
pengadukan menggunakan spatula.
15) Waktu yang dibutuhkan untuk pencucian dan penyaringan bervariasi antara 0.1
sampai 6 jam, rata-rata waktu yang dibutuhkan ialah 0.5 jam per sampel.
Lamanya waktu filtrasi dapat dikurangi dengan penghisapan vakum secara hati-
hati setiap lima menit selama filtrasi.
16) Keringkan crucible yang mengandung residu selama satu malam di dalam oven
vakum dengan suhu 70oC atau oven biasa pada suhu 105oC.
17) Dinginkan dalam desikator dan timbang hingga keakuratan mencapai 0.1 mg.
Untuk memperoleh bobot residu, kurangi dengan bobot crucible dan celite.
18) Analisis residu dari satu sampel ulangan digunakan untuk analisis protein
menggunakan metode Kjeldahl, faktor konversi yang digunakan ialah N x 6.25,
kecuali pada kasus sampel yang diketahui nilai N dalam proteinnya. Sampel ulangan
lainnya diabukan selama 5 jam pada suhu 525oC. Kemudian didinginkan dalam
desikator dan ditimbang hingga keakuratan mendekati 0.1
mg. Kurangi dengan bobot crucible dan celite untuk memperoleh bobot abu.
Perhitungan:
1) Penentuan Blanko
B (blanko dalam mg) = bobot residu – PB - AB
Keterangan:
Bobot residu = rata-rata bobot residu (mg) untuk dua ulangan blanko.
PB dan AB = bobot (mg) dari masing-masing protein dan abu yang
ditentukan dari kedua ulangan blanko.
2) Perhitungan Total Serat Pangan (TDF)
TDF (%) = [(bobot residu – P – A – B) / bobot sampel] x 100%
Keterangan:
Bobot residu = rata-rata bobot residu (mg) untuk dua ulangan sampel.
P dan A = bobot (mg) dari masing-masing protein dan abu yang
ditentukan dari kedua ulangan sampel.
B = blanko (mg)
Bobot sampel = rata-rata bobot sampel (mg) yang diambil.
8
DATA PENGAMATAN
PERCOBAAN 1
1. Tes Fehling
NO PERLAKUAN HASIL PARAF
2. Serat Kasar
NO PERHITUNGAN PARAF
3. Serat Pangan
NO PERHITUNGAN PARAF
Catatan :
…………………… ……………………
2. GULA PEREDUKSI DAN SUKROSA
1. TUJUAN PERCOBAAN
Penetapan kadar gula pereduksi dan sukrosa dalam makanan.
9
10
Proses
Refluks
Perhitungan :
Volume (ml) larutan Na2S2O3 yang digunakan contoh = volume (ml) larutan Na2S2O3
blangko – volume (ml) larutan Na2S2O3 sampel
Kemudian dijabarkan dengan larutan Na2S2O3 yang normalitasnya 0,1000 N
Selanjutnya gunakan tabel / daftar Luff Schoorl, untuk mencari berapa ml gula yang setara
dengan ml larutan Na2S2O3 yang digunakan
11
250
𝑚𝑔 𝑔𝑢𝑙𝑎 ×
10
Massa Gula Pereduksi (mg) = 𝑚𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙x 100 %
TABEL
PENETAPAN GULA INVERT DENGAN METODE LUFF SCHOORL
mL tio. Glu., Fruk. Galaktosa Laktosa Maltosa
1 2,4 2,7 3,6 3,9
2,4 2,8 3,7 3,9
2 4,8 5,5 7,3 7,8
2,4 2,8 3,7 3,9
3 7,2 8,3 11,0 11,7
2,5 2,9 3,7 3,9
4 9,7 11,2 14,7 15,6
2,5 2,9 3,7 4,0
5 12,2 14,1 18,4 19,6
2,5 2,9 3,7 3,9
6 14,7 17,0 22,1 23,5
2,5 3,0 3,7 4,0
7 17,2 20,0 25,8 27,5
2,6 3,0 3,7 4,0
8 19,8 23,0 29,5 31,5
2,6 3,0 3,7 4,0
9 22,4 26,0 33,2 35,5
2,6 3,0 3,8 4,0
10 25,0 29,0 37,0 39,5
2,6 3,0 3,8 4,0
11 27,6 32,0 40,8 43,5
2,6 3,0 3,8 4,0
12 30,0 35,0 44,6 47,5
2,7 3,1 3,8 4,1
13 33,0 38,1 48,4 51,6
2,7 3,1 3,8 4,1
14 35,7 41,2 52,2 55,7
2,7 3,2 3,8 4,1
15 38,5 44,4 56,0 59,8
2,8 3,2 3,9 4,1
16 41,3 47,6 59,9 63,9
2,8 3,2 3,9 4,1
17 44,2 50,8 63,8 68,0
2,9 3,2 3,9 4,1
18 47,1 54,0 67,7 72,2
2,9 3,3 4,0 4,2
19 50,0 57,3 71,7 76,5
2,9 3,4 4,0 4,3
20 53,0 60,7 75,7 80,9
3,0 3,5 4,1 4,4
21 56,0 64,2 78,8 85,4
3,0 3,5 4,1 4,6
22 59,1 67,7 83,9 90,0
3,1 3,6 4,1 4,6
23 62,2 71,3 88,0 94,6
13
DATA PENGAMATAN
PERCOBAAN 2
Sampel
Perhitungan :
Sampel
Perhitungan :
Catatan :
…………………… ……………………
3. PROTEIN, METODE KJELDAHL
gugus rantai
Adapun yang dimaksud cabang
ikatan peptida adalah ikatan amida asam, yaitu ikatan yang terdiri
dari gugus karboksilat dari asam amino satu dengan gugus asam amino dari asam amino
lainnya. Karena protein tersusun oleh polimer asam-asam alfa amino, maka unsur penyusun
dari protein sama seperti unsur penyusun dari asam amino, yaitu C,H,O, dan N disamping juga
sering ditemukan S, P, dan logam lainnya. Rumus umum protein dapat disajikan sebagai berikut
R1 R2 R3 R4 R5
HN C C N CH C N CH C N CH C N CH C
H
O H O H O H O H O
H C COOH
H C COO
R
R
asam amino yang tidak asam amino dipolar (ion
mengion zwitter)
14
15
protein C
H
COOH + CO2 + H2O + NH3 + SO2
H2SO4
NH3 + H2SO4 (NH4)2SO4
Percobaan : simplo
1. Sample dihaluskan kemudian timbang saksama sampel sebanyak 1 gram dalam labu
kejeldahl.
2. Tambahkan 20 ml H2SO4 pekat, 5 gram K2SO4, dan 0.5 gram CuSO4. Campur menjadi
satu.
3. Pindahkan campuran ke dalam labu Kjeldahl dan tambahkan beberapa butir batu didih
dan stirer.
4. Pasang labu Kjeldahl tersebut pada statif dengan kemiringan 45° dan diberi tutup corong
pada mulut labu.
16
12. Setelah proses destilasi berlangsung 15-20 menit, teteskan indikator pp pada tetesan
destilat.
13. Jika pada pengecekan dengan indikator pp, tetesan destilat tidak berwarna merah lagi,
maka proses destilasi dapat dihetikan.
17
14. Ambil hasil destilasi, lalu titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N dengan indikator pp sampai
larutan berwarna pink.
Perhitungan:
Keterangan:
V = Volume (ml)
N = Normalitas (N)
6,25 = kesetaraan protein
TABEL
KONVERSI dari KADAR NITROGEN (N)
MENJADI KADAR PROTEIN BERBAGAI MACAM BAHAN
No. Bahan Faktor
Konversi
1. Bir, Sirup, biji-bijian, ragi, makanan ternak, 6,25
buah-buahan, teh, anggur
2. Beras 5,95
3. Roti, gandum, macaroni, bakmi 5,70
4. Kacang Tanah 5,46
5. Kedelai 5,75
6. Kenari 5,18
7. Susu kental manis 6,38
18
DATA PENGAMATAN
PERCOBAAN 3
KADAR PROTEIN (METODE KJELDAHL)
Perhitungan :
Catatan :
…………………… ……………………
4. LEMAK
HC O C R2
O
H2C O C R3
19
20
i. Pindahkan ekstrak lemak dalam pelarut heksana ke dalam beaker glass yang sudah
diketahui bobotnya.
j. Uapkan pelarut (heksana) diatas penangas air.
k. Timbang sampai bobot tetap/ konstan. Jika belum konstan, maka lakukan
pemanasan dengan oven pada temperatur 100 °C.
2. Penetapan Bilangan Asam; sample : minyak harga tinggi, minyak murah, minyak,
jelantah 1 kali pakai dari harga tingi, jelantah harga rendah jelantah gorengan kantin,
penyetan, tukang gorengan 2 tempat
a. Timbang sampel sebanyak 10 gram, lalu masukan ke dalam erlenmeyer.
b. Tambahkan 50 ml alkohol 95% lalu hubungkan erlenmeyer dengan pendingin bola.
c. Refluks larutan sampai mendidih, lalu gojog kuat-kuat agar asam lemak bebasnya
larut.
d. Ambil larutan tersebut dan dinginkan, kemudian tambahkan 3 tetes indikator pp dan
titrasi dengan larutan baku NaOH 0,1 N.
e. Titik akhir titrasi dinyatakan setelah terjadi warna pink.
Perhitungan:
Bilangan asam adalah bilangan yang menunjukan banyaknya mg NaOH/ Kalium
Hidroksida (KOH) yang dapat menetralkan 1 gram lemak / minyak.
𝑉 × 𝑁
massa lemak/ minyak (mg) = x BM NaOH
1
Karena sampel lemak/ minyak adalah 20 gram, maka bilangan asam lemak/ minyak
tersebut dinyatakan sebanyak x mg/20 gram
3. Penetapan Bilangan Penyabunan
a. Timbang sampel sebanyak 1.5 gram, lalu masukkan ke dalam erlenmeyer.
b. Tambahkan 100 ml larutan NaOH 0,1 N dalam alkohol, lalu hubungkan erlenmeyer
dengan pendingin bola.
c. Refluks larutan sampai mendidih, kemudian dinginkan.
d. Tambahkan 3 tetes indikator pp, lalu titrasi dengan larutan HCl 0,1 N sampai warna
merah jambu tepat hilang.
22
Perhitungan:
Bilangan penyabunan adalah bilangan yang menunjukkan banyaknya mg NaOH/ KOH
yang dapat menyabunkan 1 gram lemak/ minyak.
(𝑁 × 𝑁) 𝑁𝑎𝑂𝐻 − (𝑉 × 𝑁) 𝐻𝐶𝑙
massa NaOH (mg) = x BM NaOH
1
Karena sampel lemak/ minyak adalah 3 gram, maka bilangan penyabunan lemak/ minyak
tersebut dinyatakan sebanyak x mg/3 gram
4. Penetapan Tingkat Ketengikan (Rancidity)
a. Timbang sampel sebanyak 5 gram, lalu masukkan ke dalam erlenmeyer bertutup.
b. Tambahkan 30 ml larutan campuran asam asetat-kloroform (perbandingan volume
3:2). Goyangkan sampai sampel terlarut semua.
c. Tambahkan 0,5 ml larutan jenuh KI dan diamkan selama 1 menit sambil digoyang-
goyang.
d. Tambahkan 30 ml akuades ke dalam larutan.
e. Titrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N dengan menggunakan 1 ml indikator larutan
kanji, sampai warna larutan biru tepat hilang.
Perhitungan:
Bilangan peroksida adalah banyaknya miligram ekuivalen dari peroksida dalam setiap
1000 gram sampel lemak/ minyak.
DATA PENGAMATAN
PERCOBAAN 4
LEMAK
Perhitungan :
Perhitungan :
24
Perhitungan :
Perhitungan :
Catatan :
…………………… ……………………
5. KADAR VITAMIN C DAN BETA KAROTEN (β-KAROTEN)
5.2.1. SPEKTROFOTOMETRI
Dalam melakukan analisa suatu senyawa kadang-kadang kita dihadapkan suatu kesulitan
karena bahan yang akan dianalisa jumlahnya sangat kecil. Hal ini disebabkan sampel akan
dianalisa biasanya dalam bentuk campuran sehingga diperlukan pemisahanterlebih dahulu.
Dengan demikian jumlah sampel yang sangat sedikit tidak mungkin dikerjakan analisa secara
konvensional, misalnya cara volumetri atau gravimetri. Untuk mengatasi hal ini kita
bisamelakukan analisa secara instrumental. Ada beberapa keuntungan metode secara
instrumental diantaranya adalah jumlah sampel dan bahan kimia yang dibutuhkan sangat
sedikit, waktu yang diperlukan relatif lebih singkat, serta dapat memberikan informasi yang
spesifik. Namun alat-alat semacam ini masih tergolong mahal, memerlukan perwatan khusus
dan tenaga yang terdidik. Salah satu alat instrumentasi yang digunakan yang dapat memberikan
hasil yang representatif adalah spektrofotometri sinar ultra violet dan sinar tampak.
Metode analisa spektrofotometri sinar uv dan sinar tampak berdasarkan pengukuran sinar
yang diabsorpsi di daerah ʎ : 190 – 800 nm. Daerah ʎ : 190 – 380 nm adalah daerah uv dan ʎ :
380 – 800 nm masuk daerah resapan sinar tampak. Kedua daerah resapan tersebut disebut
spektrum elektromagnetik. Resapan di kedua daerah tersebut sangat kuat sehingga ada beberapa
senyawa yang dapat ditetapkan di keduanya sampai sejumlah ppm.
Dasar Analisa
Analisa spektrofotometri resapan sinar uv dan tampak berdasarkan terjadinya perpindahan
energi dari keadaan dasar ke keadaan tereksitasi.
Hukum Lambert Beer
Dalam analisa secara spektrofotometri dengan menggunakan resapan sinar ada 2 hukum,
yang erat hubungannya dengan pengukuran.
Jika suatu sinar monokromatik dilewatkan melalui media maka intensitas sinar tersebut
akan berkurang karena sebagian intensitas sinar tersebut diserap, dihamburkan dan dipantulkan.
I I
I
o t
a
I
r
Io : sinar datang
It : sinar yang diteruskan
25
26
Io = Ia + It + Ir
Jika sinar datang dibuat tegak lurus dengan media maka intensitas sinar yang dipantulkan
dapat diabaikan sehingga,
Io = Ia + It
1 𝑑𝐼
-∫ db = 𝑘 ∫ 𝐼
1
-b = (ln I – ln Io) + C
𝑘
Bila b = 0, maka
1
-b = (In I – InIo)
𝑘
-kb = In I – In Io
𝐼𝑜
kb = In
𝐼
Bila ln diubah menjadi logaritma dengan bilangan dasar10, maka 10 log 2,303
27
𝑘𝑏 𝐼𝑜
= log
2,303 𝐼
𝑘
karena = a
2,303
𝐼𝑜
a b = log
𝐼
A = E = a.b.c
𝐼𝑡 1
T = 𝐼𝑜 A = log 𝑇
A : Absorbance
E : Extension
b : tebal larutan
c : konsentrasi larutan
T : Transmitance
a : absorpsivitas yang tidak tergantung dari konsentrasi larutan dan intensitas sinar yang
melewati.
Absorpsivitas tergantung dari pelarut, struktur molekul, λ yang mengenai senyawa tersebut.
Jika b dalam cm, dan c dalam gram/liter.
Aplikasi spektrofotometri resapan sinar ultra violet dan sinar tampak.
Seperti telah dikatakan bahwa energi transisi setiap molekul yang diperlukan adalah
berlainan menurut strukturnya, dengan demikian spektrum absorpsi yang terjadi juga tidak ada
yang sama untuk masing-masing molekul. Pada spektrofotometri resapan sinar ultra violet dan
sinar tampak transisi yang terjadi adalah transisi elektronik sehingga transisi hanya terjadi pada
gugusan spesifik pada molekul. Gugus tersebut dinamakan gugus kromofor. Atas dasar tersebut
maka spektrofotometer absorpsi dapat digunakan untuk analisa kualitatif atau identifikasi. Oleh
Lambert – Beer dinyatakan bahwa ada hubungan antara kadar suatu senyawa dengan besarnya
resapan sinar pada panjang gelombang tertentu, sehingga spektrum absorpsi dapat digunakan
untuk analisa kuantitatif.
28
O
amida R C NH2 asetamida <208 n → π*
Dalam melakukan analisa dengan menggunakan resapan sinar ultra violet yang mempunyai
panjang gelombang pendek dengan tenaga besar yang memindahkan energi dari sinar ultra
violet ke kromofor yang ada pada setiap senyawa tidak begitu sulit. Tetapi pada suatu saat kita
dihadapkan pada kesulitan alat yang tidak dapat untuk menganalisa senyawa yang
menggunakan sumber radiasi ultra violet, tetapi hanya dapat menggunakan sumber radiasi sinar
tampak, maka senyawa tersebut harus diubah lebih dulu menjadi senyawa yang peka terhadap
sumber radiasi sinar tampak, sehingga dengan mudah dapat mengadsorpsi sumber radiasi sinar
tampak tersebut.
Untuk mengubah senyawa menjadi peka terhadap sumber radiasi sinar tampak ada
beberapa cara antara lain :
a. Mereaksikan secara koupling antara kromofor yang ada dengan auksokrom sehingga
terjadi pergeseran panjang gelombang ke arah sinar tampak.
b. Mereaksikan dengan logam yang dapat membentuk senyawa komplek yang berwarna.
c. Memberikan tenaga yang cukup dengan cara pemanasan, pemberian basa atau asam.
d. Dengan oksidasi atau reduksi dan lain sebagainya.
k
uvet
5.2.2. Vitamin C
Vitamin C atau disebut juga asam askorbat adalah salah satu vitamin yang dapat larut dalam
air, mempunyai rumus molekul C6H8O6 dengan rumus struktur disajikan sebagai berikut :
OH OH
OH
HOH2C C
O O
H
Gambar Struktur vitamin C / asam askorbat
Vitamin C mempunyai kristal berwarna putih, bentuk lempeng atau jarum, tidak berbau,
rasa asam,titik lebur 190°C sampai dengan 192°C, larut dalam air, tidak larut dalam kloroform
maupun eter.Vitamin C merupakan senyawa reduktor, peristiwa reduktornya disebabkan
dengan lepasnya 2 atom hidrogen pada atom C nomor 2 dan nomor 3 membentuk asam
dehidroaskorbat. Sifat reduktornya dapat ditunjukkan dengan pereaksi Fehling, Benedict, dan
biru metilena. Sifat reduksinya dapat merubah asam dehidroaskorbat menjadi asam askorbat
kembali. Reaksinya dapat disajikan sebagai berikut :
OH OH O O
OH ─ 2 OH
HOH2C C
H HOH2C C
O O + 2 O O
H H H
Asam askorbat Asam dehidroaskorbat
Secara biokimia fungsi vitamin C belum diketahui secara jelas, tetapi ada yang melaporkan
bahwa vitamin C dapat berfungsi sebagai kofaktor dalam proses hidrolisis enzimatik residu
prolin pada kolagen membentuk hidroksi prolin. Peranan lain dalam tubuh sebagai antioksidan
dan aktivator beberapa enzim pemecah zat putih telur dan perekat antar sel.
Untuk mengetahui kadar atau kemurnian vitamin C dapat dilakukan dengan beberapa cara
yaitu cara volumetric dengan metoda iodimetri cara Yacop dan cara 2,6 diklorofenol indofenol
dan dengan cara spektrofotometris.
Beta karoten terdiri atas dua grup retinil, yang di dalam mukosa usus kecil akan
dipecah oleh enzim beta karoten dioksigenase menjadi retinol, yaitu sebuah bentuk aktif
dari vitamin A (Astawan M, 2007). Beta karoten juga dikatakan memiliki fungsi sebagai
scavenger radikal bebas dimana beta karoten melindungi membran lipid dari reaksi
peroksidasi dan sekaligus menghentikan reaksi rantai dari radikal bebas (Adrianta KA,
2013).
2. BAHAN
a. Sampel
b. Aquades
c. Asam Sulfat (H2SO4) 2 N
d. Larutan iodium 0,1000 N
e. Kanji
DATA PENGAMATAN
PERCOBAAN 5
KADAR VITAMIN C DAN BETA KAROTEN
Perhitungan :
Perhitungan:
Catatan :
…………………… ……………………
6. GARAM BERIODIUM DAN KROMATOGRAFI
33
34
30 1
𝑁= × × 0,1000
4,9030 𝑉
3. Penetapan Garam Kalium Iodat dalam Garam Beriodium 8 merek
a. Timbang seksama 25 gram sampel garam beriodium, lalu larutkan dengan akuades
dalam erlenmeyer bersumbat kaca.
b. Tambahkan 2 mL HCl dan 0,1 gram kristal KI, lalu gojog.
c. Kemudian titrasi dengan larutan baku Na2S2O3 0,005 N menggunakan indikator
kanji sampai warna biru larutan tepat hilang.
d. Tiap ml Na2S2O3 0,1 N setara dengan 3,567 mg KIO3
Dasar reaksi :
KIO3 + 5 KI + 6 HCl 3 I2 + KCl + 3H2O
I2 yang dibebaskan dititrasi dengan Na2S2O3
3 I2 + 6 Na2S2O3 6 NaI + 3 Na2S4O6
Perhitungan :
1 mL Na2S2O3 0,1000 N = 3,567 mg KIO3
𝑉 𝑁 𝑥 𝑚𝑔 𝐾𝐼𝑂3
× =
1 0,1000 3,567 𝑚𝑔
𝑉 𝑁
𝑥 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝐾𝐼𝑂3 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = × × 3,567 𝑚𝑔
1 0,1000
35
DATA PENGAMATAN
PERCOBAAN 6
GARAM BERIODIUM
Perhitungan :
Perhitungan :
Catatan :
…………………… ……………………
6.2. KROMATOGRAFI
36
37
b. Siapkan eluen/ fasa gerak dengan mencampur aseton dan aquades dengan perbandingan
volume yaitu 9 : 1, lalu masukkan ke dalam chamber dengan ketinggian ±2 cm dari
permukaan.
c. Siapkan sampel campuran glukosa, fruktosa, sakarosa, dan xilosa dengan volume sama
banyak, kemudian larutkan dalam air dengan konsentrasi 1%.
d. Siapkan larutan pembanding masing-masing glukosa, fruktosa, sakarosa, dan xilosa
dengan konsentrasi 1%
e. Kertas saring Whatman yang telah diaktivasi diberi tanda garis dengan pensil untuk
penotolan sampel dan pembanding. Setelah sampel dan pembanding ditotolkan, kertas
dimasukkan ke chamber yang berisi eluen. Biarkan eluen merambat sampai kira-kira 15
cm permukaan (dapat diberi tanda pensil lebih dahulu). Setelah itu ambil kertas yang
ada dalam chamber, keringkan, dan lihat noda yang terbentuk.
DATA PENGAMATAN
PERCOBAAN 7
KROMATOGRAFI
Penetapan Rf
JENIS JARAK SPOT JARAK SPOT
LARUTAN AWAL ke GARIS AKHIR ke GARIS PARAF
SAMPEL AKHIR (cm) AKHIR (cm)
Perhitungan :
Catatan :
…………………… ……………………
7. KADAR PROTEIN (METODE BRADFORD)
7.1. TUJUAN
Penetapan kadar protein dengan metode Bradford.
40
41
1 ml
2 ml
3 ml
400 200
4 ml ppm ppm
600
(0.1 gr BSA + add 100 ml ppm
Aseton 10%) 800
ppm
f. Catat hasilnya dan hitung kadarnya menggunakan persamaan yang didapatkan dari
kurva larutan standar.
43
DATA PENGAMATAN
PERCOBAAN 9
KADAR PROTEIN (METODE BRADFORD)
Sampel:
NO JENIS LARUTAN ABSORBANSI PARAF
Perhitungan :
Catatan :
…………………… ……………………
8. ANGKA LEMPENG TOTAL (ALT) BAKTERI DAN DAYA
HAMBAT
8.1.1. TUJUAN
Mengetahui jumlah bakteri total pada sampel dengan metode tuang (pour plate).
44
45
c. Penulisan hasil laporan hanya terdiri dari 2 angka (satu angka satuan dan satu
angka desimal), jika angka ketiga sama dengan lima atau lebih maka
dibulatkan menjadi satu angka lebih tinggi ke angka kedua.
3. Penanaman
a. Siapkan secara berurutan cawan petri kosong yang telah disterilisasi.
b. Berilah tanda pada masing-masing cawan petri dengan tingkat pengenceran
yang dimulai dari kontrol, 10-1 sampai pengenceran yang terakhir.
c. Untuk cawan petri kontrol, tambahkan 1 ml aquades steril.
d. Untuk cawan petri 10-1, tambahkan 1 ml dari suspensi sampel pengenceran 10-
1
.
e. Untuk cawan petri 10-2, tambahkan 1 ml dari suspense sampel pengenceran 10-
2
, dan seterusnya hingga pengenceran terakhir.
f. Tuang media NA (±500C) sebanyak 15-20 ml ke dalam masing-masing cawan
petri (control hingga pengenceran terakhir) yang telah berisi suspensi sampel.
g. Segera goyang atau putar cawan petri sedemikian rupa hingga suspensi sampel
tersebar merata.
h. Tunggu hingga media memadat.
i. Jika media sudah memadat, rekatkan cawan petri dengan plastic wrap.
j. Inkubasi dalam posisi terbalik pada suhu 35-370C selama 24-48 jam.
k. Jika masa inkubasi telah selesai, amati dan hitung pertumbuhan koloni yang
ada.
4. Perhitungan
Perhitungan jumlah koloni menganut perhitungan SPC (lihat dasar teori).
a. Hitung jumlah koloni pada control dan tingkat pengenceran yang dibuat.
b. Tentukan tingkat pengenceran yang dipakai dalam perhitungan jumlah bakteri.
c. Masukan angka tersebut kedalam rumus hitung bakteri sebagai berikut:
1
Hitung bakteri = A – B x Cx P
Keterangan:
A = Jumlah koloni sampel
B = Jumlah koloni kontrol
C = Volume sampel yang ditanam (ml)
D = Tingkat pengenceran sampel
47
DATA PENGAMATAN
ANGKA LEMPENG TOTAL (ALT) BAKTERI
Sampel:
NO PENGENCERAN JUMLAH
PARAF
KOLONI
Perhitungan :
Catatan :
…………………… ……………………
8.2. UJI DAYA HAMBAT ANTIBAKTERI
8.2.1. TUJUAN
Mengetahui kemampuan daya hambat antibakteri terhadap suatubakteri
menggunakan metode difusi Kirby Bauer.
48
49
DATA PENGAMATAN
UJI DAYA HAMBAT ANTIBAKTERI
Sampel:
NO NAMA DIAMETER (mm) PARAF
Catatan :
…………………… ……………………
9. EVALUASI NILAI GIZI PROTEIN DENGAN TIKUS
PERCOBAAN (In Vivo)
9.1. Pendahuluan
Hewan percobaan harus mamalia, karena hasilnya dapat diterapkan pada manusia.
Ciri-ciri:
a. Menyusui anak
b. Berambut
c. Berdarah panas
d. Mempunyai 4 ruang jantung
e. Melahirkan anak
Jenis Mamalia yang sering digunakan:
a. Tikus putih → paling sering digunakan
b. Mencit
c. Marmot (Guinea pig)
d. Kelinci
e. Babi
f. Hamster
g. Monyet (primata)
h. Anjing
51
52
Bentuk makanan:
a. Tepung
b. Pelet (paling menguntungkan, tidak berdebu, tidak dapat dipisah-pisahkan/dipilih)
c. Semi basah (Ka : 50-60%)→ tidak boleh tercecer
Kondisi lingkungan:
a. Suhu : 22-24 ºC
b. RH : 50-60 %
c. Cahaya: 12 jam terang, 12 jam gelap
d. Tidak boleh ada jendela terbuka
e. TED’S (Transient Environmental Disturbance)
Penyebab tikus “stress”:
a. Keluar masuk orang
b. Tidak terlalu lama
c. Suara
d. Polutan
e. Di dalam kandang (kerja cepat)
Perhitungan PER dihitung untuk tiap ekor tikus kemudian dirata-ratakan untuk tiap
grup/kelompok.
Kelompok/Sampel
I II III IV V
Kedelai mentah Kedelai rebus Kedelai sangrai Non protein Kasein
(A) (B) (standar)
BB naik BB naik BB naik Bb turun bb naik
50 + (10) 60
𝑁𝑃𝑅 𝐴 = =
21 21
54
9.4.3.1. definisi
800 ppm 4
m
l
600 ppm
1 ml 400 ppm
2 ml
200 ppm
N yang
dikonsumsi
Feses : 2 hari sekali dikumpulkan, simpan 4ºC, pada hari ke-10 timbang seluruh
feses untuk tiap ekor tikus, lalu dioven 110ºC, ditepungkan 60 mesh dan ukur
N dengan Kjeldahl
Urin : 2 hari sekali ditampung dalam botol yang diberi H2SO4 5-10% supaya
membentuk garam ammonium sulfat yang lebih stabil. Pada hari ke 10 hitung
volume urin tiap tikus dan kadar N dianalisa dengan Kjeldahl.
𝑁 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑎ℎ𝑎𝑛
𝑁𝑃𝑈 = = 𝑇𝐷 × 𝐵𝑉
𝑁 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑘𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖
2 -
3
Keterangan :
MA = berat makanan awal KM = Konsumsi makanan/ransum
MS = berat makanan sisa BB = Berat badan
Kas = Ka Sisa
10.1. Tujuan
Mahasiswa memahami dan melakukan Analisa komposisi asam lemak
Almatsier, S.. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Anggorodi, 1994. Ilmu Makanan Ternak Unggas. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
AOAC, 2005. Official Methods of Analysis Association of Official Analytical Chemistry,
Association of Analytical Chemists, ed 18th. Maryland (USA): AOAC International
AOAC. (2005). Official Method of Analysis. Arlington: AOAC International
Astawan, M. dan Andreas L.K. 2008. Khasiat Warna-Warni Makanan. Jakarta: PT Gramedia
deMan, JM. 1997. Kimia Makanan. Bandung: ITP Press
Fajri, Mas’ud Raichul. 2015. “Analisis Kadar Protein Kasar dan Serat Kasar Wafer Limbah
Jerami Klobot dan Daun Jagung Selama Masa Penyimpanan”. Skripsi. Fakultas
Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar
Kosasih, E., dan T. Setiabudi. 2004. Peran Antioksidan pada Lanjut Usia. Pusat Kajian
Nasional Masalah Lanjut Usia
Mentari, Retno, R. Baskara Katri Anandito, dan Basito. 2016. Formulasi Daging Analog
Berbentuk Bakso Berbahan Kacang Merah (Phaseolus Vulgaris) dan Kacang Kedelai
(Glycine max). Jurnal Teknosains Pangan, 5(3), 31-41
Muchtadi, Deddy. 2001. Sayuran Sebagai Sumber Serat Pangan Untuk Mencegah Timbulnya
Penyakit Degeneratif. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, XII(1)
Sediaoetama, Achmad Djaeni. 2004. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Edisi kelima.
Jakarta: Dian Rakyat
Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S. Lebdosoekojo.
2005. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Widiastuti, Harti. 2015. Standarisasi Vitamin C Pada Buah Bengkuang (Pachyrhizus erosus)
Secara Spektrofotometri UV-Vis. Jurnal Fitofarmaka Indonesia, 2(1), 72-75
Winarno, F.G., 2004. Kimia Pangan Dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Ayustaningwarno, F. (2010). Kinetika Parameter Stabilitas Minyak Sawit Merah. (Magister).
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
View publication stats