Anda di halaman 1dari 16

POTENSI GRATIFIKASI DALAM TATA KELOLA PELAYANAN

PUBLIK PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH DI BANTEN

POTENTIAL GRATIFICATION IN PUBLIC SERVICES GOVERNMENT


USE OF UNDERGROUND WATER IN BANTEN

Dede Wardiat
Pusat Penelitiaan Kemasyarakatan dan Kebudayaan – LIPI
dewadetaris@yahoo.com

Abstrak
Hampir disetiap daerah tampaknya organisasi perangkat daerah yang ada tidak memberikan ruang yang
memadai bagi pengelolaan urusan air bawah tanah sebagai salah satu sumber daya lokal, tugas dan fungsi
Satuan Kerja Perangkat Daerah dalam pengelolaan urusan itu bukan saja tumpang tindih bahkan cenderung
semakin kabur. Kondisi ini membawa implikasi luas terhadap pelayanan publik dan dalam beberapa fase
proses perizinan menunjukan potensi gratifikasi yang tinggi. Ruang gratifikasi dalam kasus pajak air tanah
terbuka lebar manakala perusahaan pengguna sumur bor melakukan pelanggaran, baik pelanggaran teknis,
maupun pelanggaran yang bersifat administratif. Upaya menekan tingkat gratifikasi yang terjadi selama ini
harus dimulai dari ketegasan peraturan perundangan, mulai tingkat pusat hingga daerah. Paradigma tentang
kandungan air dalam suatu akifer merupakan kesatuan dengan akifer lainnya didalam keseluruhan lapisan tanah
yang ada harus ditegaskan dengan jelas, sehingga penentuan zona kritis (zona merah) menjadi mutlak sebagai
daerah terlarang untuk diambil airnya. Dengan kebijakan yang tegas seperti ini peta zonase yang dibuat
memberi makna terhadap pengendalian dalam pemanfaatan air tanah. Seiring dengan itu penggunaan meteran
air sebagai alat ukur pengguaan air tanah mutlak diwajibkan kepada seluruh wajib pajak, hal ini diikuti dengan
penataan ulang proses pencatatan meteran dan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Daerah yang terintegrasi dalam
satu sistim manajemen pemerintahan daerah yang akuntabel.
Kata kunci : Tata Kelola Pemerintahan, Korupsi, Gratifikasi, Pemanfaatan Air Tanah
Abstract
Almost every area appears to regional organizations do not provide sufficient scope for management of the
affairs of underground water as one of the local resources, duties and functions of the SKPD in the management
of affairs is not only overlap even tend increasingly blurred. This condition carries broad implications for the
public service and in some phases of the licensing process indicate the potential for high gratification. Space
gratification in the case of ground water tax was wide open when the user enterprise wellbore offense, either a
technical violation, and violation of an administrative nature. Efforts to reduce the level of gratification that
occurred during this time should start from the firmness of legislation ranging from central to local level.
Paradigm of water content in a particular aquifer must be stressed that the soil water content is the unity with
other aquifer in the entire layer of the existing soil, so that the determination of the critical zone (red zone) be
absolute as the restricted areas to take water. With such a firm policy map created zonase give meaning to
control the use of groundwater. Along with the use of a water meter as a measurement of absolute water
pengguaan compulsory for all taxpayers, this is followed by rearrangement process of recording the meter and
the issuance of the Regional Tax Assessment are integrated in a single management system accountable local
government.
Keywords: Government, Corruption, Gratification, Utilization of Groundwater

Pendahuluan kewenangan internal organisasional pemerintahan


daerah, tetapi juga mekanisme pemerintahan daerah
Pasca pelaksanaan paket kebijakan
secara keseluruhan, sebab diatas bangun struktur
desentralisasi dan otonomi daerah (implementasi
hasil restrukturisasi tersebut pola manajemen
UU No. 22/1999 dan UU No. 25/1999) Pemerintah
pemerintahan daerah dilaksanakan.
Daerah dituntut untuk melakukan restrukturisasi
kelembagaan perangkatnya sesuai dengan perubahan Secara ideal, restrukturisasi kelembagaan
paradigma kenegaraan yang terjadi. Restrukturisasi pemerintah daerah bertujuan untuk mendorong
kelembagaan perangkat daerah yang dilakukan agar Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
membawa implikasi bukan saja pada distribusi dapat menjadi instrumen yang efektif dan

Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 19 No. 2 Tahun 2017 287


efisiensi dalam melakukan pelayanan publik terutama kasus-kasus di Kota Tangerang. Kasus-
serta pengembangan potensi setempat sesuai kasus di daerah tersebut dipilih karena dua
dengan tujuan desentralisasi dan otonomi itu alasan utama. Pertama, karena daerah tersebut
sendiri. Namun, kenyataannya di beberapa kasus pasca pelaksanaan desentralisasi dan otonomi
tertentu proses pemekaran (proliferasi) ataupun daerah mengalami pemekaran wilayah, sehingga
penggabungan (Amalgamasi) kelembagaan dalam banyak menbentuk kelembagaan baru. Kedua, di
restrukturisasi mengaburkan kewenangan yang daerah tersebut banyak berkembang daerah
dimiliki oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah industri, sehingga membutuhkan air bersih yang
(SKPD). Kondisi ini membawa implikasi luas relatif banyak, baik untuk kebutuhan industri
dalam mekanisme pemerintahan daerah, bukan maupun rumah tangga. Dengan kondisi seperti
saja mengaburkan tanggungjawab dalam pelaksanaan ini kehadiran Pemerintah dalam tata kelola air
tugas pokok dan fungsi satuan kerja, tetapi juga mutlak diperlukan.
membuka ruang gratifikasi dalam mekanisme
organisasional (Wardiat, dkk., 2001: 25). Gratifikasi dalam Pelayanan Publik
Pembahasan dalam tulisan ini mengangkat Pemilahan fungsi pemerintahan kedalam
isu potensi gratifikasi dalam pelayanan publik berbagai urusan yang kemudian dibakukan ke
pasca restrukturisasi Satuan Kerja Perangkat dalam berbagai institusi publik pada hakekatnya
Daerah. Mengingat luasnya ruang lingkup bertujuan agar pelayanan publik dapat
pelayanan publik, pembahasan difokuskan pada dilaksanakan sebaik mungkin. Dalam pandangan
sektor pelayanan pemanfaatan air bawah tanah. para penganut paham liberalisme, perjalanan
Sektor ini dipilih karena secara umum air historis konsepsi dan aplikasi pelayanan umum
merupakan sumber kehidupan bagi semua sebagai suatu komoditas publik yang harus
mahluk hidup, sedangkan komposisi air di bumi dikelola oleh sektor pemerintah (publik sector)
menunjukan bahwa air tanah hanyalah sebagian bermula dari adanya kegagalan pasar (market
kecil di bumi dari total air yang ada (Kodoatie, failure). Dalam hal ini, pasar yang semula
J.R., 2002:19). Oleh karena itu, setiap kegiatan diharapkan dapat memecahkan semua permasalahan
manusia yang mungkin dapat memberikan ekonomi, ternyata tidak mampu mengatasi
pengaruh negatif pada air tanah perlu mendapat masalah eksternalitas dan penyediaan barang-
pengawasan dan pengarahan secara komprehensif barang publik (public goods) termasuk diantaranya
dari pihak yang memegang otoritas. Dilihat pelayanan umum (public services). Dengan
dalam kontelasinya dengan sumber daya air saat alasan komoditas-komoditas ini tidak memberikan
ini, permasalahan sumber daya air saat ini sudah keuntungan secara ekonomis, maka sektor
menjadi suatu permasalahan yang sangat penting swasta (private sector) tidak mau menyediakan
di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa, Bali dan komoditas publik tersebut. Demikian juga,
Kepulauan Nusa Tenggara. Kebutuhan sumber eksternalitas yang ditimbulkan dari suatu aktivitas
daya air yang terus meningkat tidak dapat tertentu, sulit untuk diinternalkan. Atas dasar
diimbangi oleh siklus air yang relatif tetap. alasan ini, campur tangan pemerintah diperlukan
Perubahan lahan akibat tekanan aktifitas dalam penyediaan barang publik, pengaturan
penduduk mengakibatkan perubahan badan air monopoli, penyediaan jasa yang menghasilkan
yang terbentuk didaratan (Lubis, R.F., 2006:78). eksternalitas positif, serta upaya mengatasi
eksternalitas negatif yang ditimbulkan oleh suatu
Terlepas dari permasalahan sebagaimana
aktivitas sektor private. Sejalan dengan itu,
dideskripsikan di atas, dilihat dari sisi kepentingan
pemikiran tentang pelayanan umum menjadi
masyarakat pemenuhan kebutuhan akan air
bahasan yang menarik perhatian baik kalangan
bersih merupakan hak dasar masyarakat yang
akademisi maupun praktisi pemerintahan.
harus dipenuhi oleh pemerintah sebagai bagian
integral dari pelayanan publik yang dilaksanakannya. Dalam perkembangan selanjutnya, bentuk,
Secara objektif harus diakui bahwa sampai saat jenis dan sifat pelayanan umum mengalami
ini pemerintah belum mampu memenuhi pergeseran dan perubahan dimensional sejalan
kebutuhan publik akan air bersih. Salah satu dengan perubahan sosial yang terjadi. Persaingan
persoalan kegagalan pemerintahan di bidang antar bangsa pada skala global, perkembangan
pelayanan kebutuhan air adalah persoalan teknologi, demografi, dan karakteristik konsumsi, di
gratifikasi dan integritas. Sementara itu, berbagai satu sisi telah meningkatkan kesejahteraan umat
kasus empiris yang diangkat adalah kasus-kasus manusia, tetapi disisi lain membawa perubahan
yang terjadi di wilayah Provinsi Banten, institusional dalam masyarakat. Konsekuensi

288 Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 19 No. 2 Tahun 2017


logis dari keadaan ini terjadi pergeseran sifat kebutuhan pokok, ada beberapa faktor yang
barang dan jasa, barang publik berubah menjadi perlu diperhatikan. Pertama, memperhatikan
barang private atau sebaliknya dari barang pelayanan publik melalui penglihatan barang dan
private berubah menjadi barang publik. Dengan jasa dari sisi permintaan warga masyarakat
adanya perubahan barang atau jasa publik pengguna publik dan penilaian atau opini atas
menjadi barang atau jasa private, maka pelayanan yang diberikan. Kedua, dan proses-
konsumen yang semula menikmati barang atau proses politik yang menghasilkan keputusan
jasa tersebut secara individual maupun bersama- ekonomi (penawaran). Ketiga, kualitas pelayanan
sama tanpa dikenakan biaya (non excludable) publik.
menjadi tidak bebas menikmati kecuali bila
Dalam deskripsi di atas, telah disinggung
membayar harga barang atau jasa tersebut
bahwa barang dan jasa-jasa publik yang
(excludable). Sementara itu, pergeseran dari
dihasilkan suatu pelayanan publik mengandung
barang/jasa private dengan karakteristik rivalness,
harga, yang ditentukan oleh keseimbangan penawaran
excludable dan devisible menjadi barang/jasa
dan permintaan. Oleh karena itu, secara langsung
publik mengharuskan pemerintah untuk campur
atau pun tidak pelayanan publik tunduk pada
tangan dalam pengelolaannya. Akibat semakin
hukum penawaran dan permintaan. Semakin
banyaknya barang/jasa swasta yang tidak dapat
tinggi permintaan, sementara penawaran relatif
dihindari berubah sifat menjadi barang/jasa
rendah, maka nilai layanan publik tersebut relatif
publik, maka beban pemerintah akan semakin
tinggi (Effendi, 1986:21). Dalam kondisi seperti
tinggi. Kondisi ini yang sering disebut sebagai
ini, ruang untuk korupsi dan gratifikasi terbuka
fenomena government growth. Pertumbuhan
lebar, terlebih-lebih bila secara organisasional
beban pemerintah akan semakin tinggi bila
kewenangan yang dimiliki institusi publik
pemerintah tidak secara selektif menentukan
kurang jelas. Pengertian Gratifikasi dalam hal ini
batas-batas pekerjaannya. Sering terjadi barang/
merujuk pada penjelasan Pasal 12B UU No. 20
jasa yang sebenarnya bercirikan barang/jasa
Tahun 2001, yakni pemberian dalam arti luas,
swasta masih diproduksi atau disubsidi pemerintah.
yakni meliputi pemberian uang, rabat (discount),
Oleh karena itu, pertumbuhan beban pemerintah
komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan,
semakin tidak dapat dikendalikan. Di tengah
fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan
kecenderungan seperti ini maka efisiensi, efektivitas
cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi
dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan
tersebut baik yang diterima di dalam negeri
dengan sendirinya menjadi kebutuhan imperative
maupun di luar negeri dan yang dilakukan
(Lembaga Administrasi Negara, Perwakilan Jawa
dengan menggunakan sarana elektronik atau
Barat, 1998: 28).
tanpa sarana elektronik.
Di lihat dari prespektif ekonomi, barang
Sekalipun peraturan perundangan tentang
dan jasa-jasa publik yang dihasilkan suatu
Gratifikasi telah ditetapkan, namun secara
pelayanan publik mengandung harga yang
ermpiris praktik grativikasi masih kerap terjadi.
ditentukan oleh keseimbangan penawaran dan
Banyak faktor yang mendorong hal itu, tetapi
permintaan. Barang dan jasa-jasa publik dapat
menurut para akhli Adminitrasi Negara seluruh
dibedakan menjadi barang-barang publik (public
faktor tersebut bertumpu pada lemahnya etika
goods) dan barang-barang privat (private goods).
pelayanan publik. Secara terminologis etika
Apabila barang-barang privat tetapi merupakan
merupakan suatu cara dalam melayani publik
bagian dari jasa-jasa publik, maka barang-
dengan menggunakan kebiasaan-kebiasaan yang
barang privat itu disediakan oleh negara. Ada
mengandung nilai-nilai hidup dan hukum atau
dua elemen yang selalu ada pada setiap barang
norma-norma yang mengatur tingkah laku manusia
publik, yaitu pertama, adalah bahwa tidak
yang dianggap baik (Kumorotomo, 1992:7). Bila
mungkin untuk menjatah (ration) barang-barang
etika ini dikaitkan dengan mekanisme organisasional
itu bagi setiap individu; kedua, apabila itu bisa,
biasanya disebut etika birokrasi. Dwiyanto
amat sulit dan tidak diinginkan untuk menjatah
menggambarkan etika birokrasi sebagai suatu
atau membagi-bagikan barang-barang tersebut
panduan norma bagi aparat birokrasi dalam
(Sjahrir, 1986:11). Contohnya adalah pangan.
menjalankan tugas pelayanan pada masyarakat.
Pangan adalah barang privat yang diintervensi
Etika birokrasi harus menempatkan kepentingan
oleh negara melalui Bulog, seperti penetapan
publik di atas kepentingan pribadi, kelompok,
harga dasar. Jadi, untuk mengukur pelayanan
dan organisasnya. Etika harus diarahkan pada
publik dengan pemerataan melalui pendekatan
pilihan-pilihan kebijakan yang benar-benar

Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 19 No. 2 Tahun 2017 289


mengutamakan kepentingan masyarakat luas mencakup perspektif dari penyedia maupun
(Dwiyanto, 2002:188). masyarakat pengguna layanan. Kedua belah
pihak tersebut sama-sama menginginkan pelayanan
Lemahnya etika pelayanan publik atau
publik yang cepat, dan murah. Aspek responsibilitas
etika birokrasi berimplikasi pada integritas
menghendaki agar pelayanan publik mampu
pelayanan publik yang dihasilan, secara empiris
menjawab kebutuhan dan keinginan pengguna
ada 3 (tiga) aspek integritas pelayanan publik di
layanan. Sedangkan aspek non-partsisan menghendaki
Indonesia yang seringkali disoroti, yakni: (1) In-
agar pemberian layanan publik tidak bersifat
efisensi pelayanan; (2), Responsibilitas pelayanan
diskrimatif. Setiap warga negara mendapat akses
yang rendah; dan (3) Pelayanan yang partisan
yang sama untuk memperoleh pelayanan publik
(Saidi, dkk, 2005: 28).
yang mereka butuhkan dan diperlakukan secara
Pertama, di dalam proses penyelenggaraan sama dalam proses mendapatkan pelayanan
pelayanan pubik seringkali dijumpai adanya tersebut. Ketiga aspek tersebut akan digunakan
biaya tambahan yang harus dikeluarkan oleh sebagai parameter dalam melihat pelayanan
masyarakat untuk diberikan kepada petugas agar publik pada pemanfaatan penggunaan air bawah
dapat memperoleh produk atau jasa pelayanan. tanah.
Praktik seperti ini menyebabkan harga pelayanan
publik menjadi semakin tinggi atau memerlukan Pergeseran Kewenangan dalam Pelayanan
biaya untuk mendapatkan pelayanan yang Publik Pemanfaatan Air Tanah
seharusnya gratis atau tanpa dipungut biaya.
Sejak dibentuk Dinas Lingkungan Hidup
Biaya tambahan ini sering ditafsirkan petugas
di Kabupaten/Kota, hampir diseluruh daerah
sebagai ucapan terima kasih atas pelayanan yang
yang berada dibawah yuridiksi Provinsi Banten,
telah mereka berikan. Sementara di lain pihak
kewenangan dalam pengelolaan air bawah tanah
biaya tambahan itu bagi masyarakat-pengguna
berada di Dinas Lingkungan Hidup. pada saat itu
layanan dimaksudkan untuk mempermudah
rekomendasi dan izin pengambilan air bawah
proses pelayanan publik.
tanah dipusatkan pada satu satuan kerja, yakni
Kedua, responsibilitas birokrasi penyelenggraan Seksi Air Bawah Tanah yang ada di bawah
layanan terhadap tuntutan dan kebutuhan Dinas Lingkungan Hidup, dengan cara ini
masyarakat terlihat dari kurangnya tanggap diharapkan pengambilan air bawah tanah dapat
birokrasi penyelenggara pelayanan terhadap dikontrol dan dikendalikan sesuai dengan kondisi
berbagai inovasi atau teknologi untuk mempercepat lingkungan setempat. Sebagai contoh kasus
layanan masyarakat agar terjadi kemudahan misalnya Kota Tangerang. Sejak tahun 2002
dalam melakukan pelayanan, hal ini penting Pemerintah Kota Tanggerang mengeluarkan
karena tuntutan dan kebutuhan masyarakat Peraturan Daerah tentang Pengendalian Pengambilan
semakin berkembang. Air Bawah Tanah. Dalam peraturan itu ditetapkan
Ketiga, adalah masih dijumpai berbagai bahwa setiap pengambilan air bawah tanah untuk
peraturan yang dikeluarkan pemerintah yang berbagai keperluan tertentu hanya dapat
diskriminatif dan tidak memberikan kesamaan dilaksanakan setelah mendapat izin dari walikota,
di antara warga masyarakat yang memerlukan implementasi dari regulasi ini kemudian ditunjuk
pelayanan. Perlakuan yang tidak wajar seringkali Seksi Air Bawah Tanah yang ada di Dinas
dialami oleh para pengguna layanan ketika Lingkungan Hidup untuk memberikan izin
berhubungan dengan birokrasi pelayanan publik, dalam pengambilan air bawah tanah atas nama
akan tetapi mereka tidak bisa berbuat banyak walikota. Pemberian rekomendasi dan izin
karena haknya sebagai warga masyarakat yang didasarkan atas hasil identifikasi dan pemetaan
seringkali tidak diatur dalam prosedur pelayanan. Konservasi Air Tanah Dangkal dan Air Tanah
Prosedur pelayanan biasanya hanya mengatur Dalam yang dilaksanakan oleh Dinas Lingkungan
kewajiban dari warga pengguna. Sedangkan hak- Hidup Kota Tangerang, pada tahun 2005 instansi
hak warga pengguna tidak ada, atau kalaupun ini bekerja sama dengan PT. Ajisaka Destarutama.
diatur dalam prosedur pelayanan seringkali Jumlah rekomendasi dan izin untuk
diabaikan atau tidak diberitahu kepada masyarakat pengambilan air bawah tanah baik memlalui
pengguna layanan. sumur bor maupun sumur pantek sampai dengan
Ketiga aspek di atas merupakan permasalahan tahun 2008 tampak dalam tabel sebagai berikut:
pokok yang terkait dengan kualitas pelayanan
publik. Aspek efiensi suatu pelayanan publik ini

290 Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 19 No. 2 Tahun 2017


Tabel 1
Jumlah Izin Sumur Bor dan Sumur Pantek Tahun 2007-2008
Sumur Pantek Sumur Bor
Jumlah
Tahun Jumlah Perusahaan Daftar Daftar
Sumur Baru Jumlah Baru Jumlah
ulang Ulang
2007 175 288 47 77 124 33 130 163
2008 116 197 22 37 57 33 105 138
Sumber: Diolah dari Laporan Jumlah Rekomendasi yang dikeluarkan Dinas Lingkungan Hidup Kota
Tangerang, 2007-2008

Dalam tabel di atas terlihat jumlah fungsi lini atau memberikan pelayanan langsung
pendataran ulang, baik untuk sumur bor maupun kepada masyarakat sesuai dengan tugas dan
sumur pantek relatif lebih banyak, para pendaftar fungsi yang dimilikinya, sedangkan kelembagaan
ulang tersebut adalah pemegang izin yang perangkat daerah berbentuk Badan pada dasarnya
diberikan pada tahun-tahun sebelum 2007 dan hanya melaksanakan fungsi staf, sehingga tugas
2008. Sekalipun sulit menelusuri jumlah pemohon pokoknya lebih diarahkan pada tugas-tugas yang
pengambilan air bawah tanah yang ditolak bersifat staffing. Konsekuensi logis dari kondisi
karena alasan kondisi lingkungan yang tidak organisasional ini tugas pokok lembaga tersebut
memungkinkan sebagaimana dinyatakan dalam lebih banyak diarahkan pada berbagai kajian
hasil Identifikasi dan Pemetaan Konservasi Air tentang lingkungan hidup seperti pencemaran air
Tanah Dangkal dan Air Tanah Dalam di Kota dan udara, pemantauan kondisi air dan udara.
Tangerang, namun jumlah rekomendasi dan izin Keadaan ini terjadi hampir disetiap daerah yang
yang dikeluarkan dalam setiap bulan tercatat berada dibawah yurisdiksi Provinsi Banten.
dengan baik. Pada daerah-daerah yang termasuk
Seiring dengan perubahan kelembagaan
kedalam katagori zona merah seperti Kecamatan
yang menangani urusan lingkungan hidup, dalam
Batuceper disarankan untuk menggunakan air
rangka restrukturisasi organisasi perangkat daerah,
dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM),
Kota Tangerang membentuk Badan Pelayanan
sedangkan pada daerah-daerah yang termasuk
Perizinan Terpadu (BPPT) yang menjadi sentral
kategori zona rawan dan zona kritis seperti
pengeluaran berbagai macam izin dari Pemerintah
daerah kawasan Industri Manis dan wilayah
Daerah, termasuk izin pengambilan air bawah
Jatake serta Periuk, izin pengambilan air bawah
tanah. Dengan demikian, izin air bawah tanah
tanah dibatasi. Sementara itu, pada daerah-
yang tadinya berada dalam lingkup kewenangan
daerah yang termasuk kedalam zona aman
lingkungan hidup, ditarik kedalam satu badan
diberikan izin pengambilan air bawah tanah
yang secara khusus menangani berbagai
namun harus memenuhi persyaratan serta
perizinan. Menurut salah seorang narasumber
membayar retribusi sesuai dengan ketentuan
dari kalangan pegawai Badan Pelayanan
yang telah ditetapkan.
Perizinan Terpadu (BPPT), rekomendasi untuk
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah pemberian izin pengambilan air bawah tanah
No. 41 tahun 2007 tentang pembentukan Satuan tidak lagi berada pada institusi terkait, tetapi
Kerja Perangkat Daerah (SKPD), menuntut orang yang mewakili instansi terkait seperti
daerah untuk melakukan restrukturisasi kembali Badan Pengendalian Lingkungan Hidup dan
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang Dinas Pekerjaan Umum dilibatkan dalam
dimilikinya. Dalam konteks itu pada tahun 2008 peninjauan lokasi, kemudian langsung diminta
Pemerintah Kota Tangerang melakukan restrukturisasi rekomendasinya, dengan cara ini diharapkan
organisasi perangkat daerahnya. Dalam restrukturisasi dapat mempercepat proses pemberian izin.
tersebut Dinas Lingkungan Hidup dirubah
Dilihat dari sisi efisiensi dan efektifitas
menjadi Badan Pengendalian Lingkungan Hidup,
pemberian izin, pembentukan Badan Pelayanan
sebab dalam peraturan perundangan itu urusan
Perizinan Terpadu (BPPT) beserta penyederhanaan
lingkungan hidup termasuk kedalam rumpun
prosedur yang ada didalamnya memenuhi
Badan. Secara organisasional perubahan dari
harapan itu, namun pengendalian dalam
Dinas menjadi Badan membawa implikasi luas
pemanfaatan air bawah tanah semakin kabur,
pada tugas pokok dan fungsi lembaga tersebut.
yang tampak kemudian adalah upaya untuk
Secara teoritik kelembagaan perangkat daerah
mencapai Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang
berbentuk Dinas pada dasarnya melaksanakan
tinggi melalui pengeluaran izin sebanyak

Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 19 No. 2 Tahun 2017 291


mungkin. Kondisi seperti ini tidak hanya terjadi mendapat izin pengeboran dan izin pengambilan
di Kota Tangerang, tetapi juga terjadi di air tanah untuk Sumur Bor antara lain: Salinan
Kabupaten Tangerang, bahkan hampir merata atau fotokopi surat izin perusahaan pengeboran
diseluruh daerah. Bila dilihat dalam prespektif air bawah tanah (SIPPAT) bagi perusahaan
lebih jauh, sebenarnya daerah yang tadinya telah pengeboran untuk tujuan pemeriksaan ulang;
berupaya memusatkan pengelolaan air bawah gambar penampang litologi/batuan dan hasil
tanah dalam satu lembaga yang menangani rekaman logging sumur; gambar bagan
urusan lingkungan hidup, namun karena tuntutan penampang kontruksi sumur; berita acara uji
peraturan perundangan dalam penyusunan pemompaan; berita acara pemeriksaan kontruksi
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terpaksa sumur (termasuk meter air); surat kontrak
mendistribusikan kewenangan tersebut, sekalipun pengeboran untuk Sumur Artesis.
untuk itu harus mengorbankan proses pengendalian
Untuk sumur pantek, persyaratannya
yang sudah tertata dalam mekanisme birokrasi
antara lain: fotokopi pemohon; fotokopi izin
yang ada. Dalam perkembangan lebih lanjut,
gangguan (ig); peta situasi skala 1:10.000 atau
restrukturisasi perangkat daerah yang telah
lebih besar dan peta topografi skala 1:50.000
dilakukan tampaknya tidak memberikan ruang
yang memperlihatkan titik sumur; dokumen
yang memadai bagi pengelolaan urusan air
pengelolaan lingkungan (AMDAL atau UKL/UPL)
bawah tanah sebagai salah satu sumber daya
dan/atau laporan semesteran pengelolaan lingkungan;
lokal, tugas dan fungsi Satuan Kerja Perangkat
Pernyataan tidak keberatan dari masyarakat;
Daerah dalam pengelolaan urusan itu bukan saja
Data teknis untuk sumur bor/sumur pantek/
tumpang tindih, bahkan cenderung semakin
sumur eksplorasi; Hasil analisa kualitas air
kabur.Pada akhirnya, air bawah tanah semata-
bawah tanah; Pernyataan untuk mentaati dan/atau
mata hanya dipandang sebagai bahan mineral
tidak melanggar peraturan yang berlaku dan/atau
cair yang dapat dieksploitasi melalui regulasi
ketetapan yang ditetapkan oleh Dinas Teknis
pemerintah daerah guna mendatangkan
dalam hal pengambilan air bawah tanah serta
pendapatan asli daerah sebanyak mungkin.
bersedia menerima sangsi jika ternyata dikemudian
hari terbukti melakukan pelanggaran.
Potensi Gratifikasi
Di samping persyaratan administratif
Potensi gratifikasi dalam tata kelola
sebagaimana dideskripsikan di atas, setiap
pelayanan pemanfaatan air bawah tanah dapat
pemohon pengambilan air bawah tanah dikenakan
dibedakan dalam dua kategori besar. Pertama,
retribusi sesuai dengan jenis sumur bor yang
potensi gratifikasi dalam prosudur perizinan
akan dibuatnya, jumlah retribusi setiap jenis
yang melekat pada mekanisme organisasional
sumur bor tampak dalam tabel sebagai berikut:
Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD).
Kedua, potensi gratifikasi dari integritas pelayan Tabel 2
publik. Retribusi Setiap Jenis Sumur
Jenis Sumur Sumur Sumur
 Potensi Gratifikasi dalam Prosudur Sumur Ke 1 (Rp.) Ke 2 (Rp.) Ke 3 (Rp.)
Perizinan Sumur
1.000.000,- 1.500.000,- 2.000.000,-
Bor
Setelah kewenangan untuk mengeluarkan Sumur
izin pengambilan air tanah dipusatkan di Badan Pantek
Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT), setiap 250.000,- 250.000,- -
atauSumur
daerah, baik kota maupun kabupaten mengeluarkan Galian
Peraturan Daerah untuk menjamin kepastian Sumber: Peraturan Daerah No. 11/2002 Kota
pelayanan. Namun dalam tataran implementasinya Tangerang
hal ini memiliki implikasi luas, baik secara
Tabel di atas memperlihatkan bahwa
administratif maupun teknis, terutama konservasi
retribusi untuk sumur bor jauh lebih mahal
air disetiap daerah. Agar berbagai implikasi yang
dibanding sumur pantek, sumur bor biasanya
muncul tampak kongkrit, dalam pembahasan ini
digunakan oleh perusahaan-perusahaan besar
akan diangkat kasus di daerah Kota Tangerang.
yang membutuhkan air relatif banyak, sedangkan
Di daerah ini tarif resmi dan persyaratan untuk
sumur pantek biasanya digunakan oleh rumah
izin pengambilan air tanah ditetapkan dalam
sakit bersalin, industri rumah tangga dan industri
Peraturan Daerah No. 11 tahun 2002. Menurut
kecil lainnya yang memerlukan air relatif sedikit.
Peraturan Daerah tersebut persyaratan untuk

292 Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 19 No. 2 Tahun 2017


Sementara itu, sumur pantek yang digunakan Petugas Badan Pelayanan Perizinan Terpadu
oleh masyarakat untuk kebutuhan rumah tangga (BPPT) serta Instansi terkait (untuk Kota
tidak dikenakan retribusi. Pengambilan air Tangerang, instansi terkait adalah Badan
bawah tanah oleh perusahaan, baik melalui Pengendalian Lingkungan Hidup dan Dinas
sumur bor maupun sumur pantek selain Pekerjaan Umum). Lebih jauh narasumber
dikenakan retribusi pada saat awal pengajuan tersebut menyatakan bahwa setelah pengurusan
izin, juga dalam jangka waktu dua tahun sekali perizinan disatukan di Badan Pelayanan Perizinan
diwajibkan mendaftar ulang, tarif retribusi daftar Terpadu (BPPT), biaya yang dikeluarkan untuk
ulang setiap jenis sumur bor tampak dalam tabel mengurus izin pengambilan air tanah bisa
sebagai berikut: mencapai lebih dari 5 juta rupiah.
Tabel 3 Biaya tersebut sebenarnya relatif lebih
Retribusi Daftar Ulang Setiap Jenis Sumur murah bila dibandingkan dengan biaya yang
Jenis Sumur Sumur Sumur harus dikeluarkan pada masa lalu, ketika
Sumur Ke 1 (Rp) Ke 2 (Rp) Ke 3 (Rp) kewenangan untuk mengeluarkan izin berada di
Sumur Dinas Lingkungan Hidup. Pada saat perizinan
1.000.000,- 1.500.000,- 2.000.000,-
Bor
masih di Dinas Lingkungan Hidup, di samping
Sumur
Pantek prosesnya memerlukan waktu yang lama, biaya
atau 150.000,- 200.000,- - yang dikeluarkan untuk mengurus izin pengambilan
Sumur air tanah bisa tersebut bisa mencapai 10 juta
Galian hingga 15 juta rupiah. Menanggapi hal ini, salah
Sumber: Peraturan Daerah No. 11/2002 Kota seorang narasumber dari Badan Lingkungan
Tangerang Hidup Daerah menyatakan bahwa pada saat
perizinan berada di Dinas Lingkungan Hidup,
Biaya daftar ulang untuk sumur bor sama
proses untuk mengeluarkan izin memerlukan
dengan biaya retribusi pada saat awal pengajuan
waktu lama, sebab memerlukan kajian teknis
izin, sedangkan biaya daftar ulang untuk sumur
yang komprehensif yang disesuaikan dengan
pantek relatif lebih murah dibanding biaya
kandungan airdalam tanah serta kondisi
retribusi pada saat awal pengajuan izin, menurut
lingkungan setempat. Sementara itu, pemerintah
salah seorang narasumber hal ini disebabkan
tidak menyediakan anggaran untuk biaya
volume air yang diambil melalui sumur bor jauh
pengkajian tersebut, oleh karenanya seluruh
lebih banyak dibanding sumur pantek. Terlepas
biaya pengkajian ditanggung pemohon, sehingga
dari perbedaan biaya tersebut namun yang jelas
pengurusan izin memerlukan biaya relatif tinggi.
adanya kewajiban untuk daftar ulang ini
Menurut salah seorang narasumber yang pernah
merupakan bentuk pengendalian terhadap
mengurus izin pengambilan air tanah, dahulu
pengambilan air bawah tanah yang bermuara
banyak ketentuan yang yang harus dipatuhi
pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah
dengan alasan pengendalian penggunaan air dan
(PAD). Namun, menurut salah seorang
konservasi lingkungan, namun pada akhirnya
narasumber, sampai saat ini upaya untuk
tetap berujung pada jumlah biaya yang harus
memaksa pengguna air bawah tanah untuk
dikeluarkan. Terlepas dari berbagai alasan yang
melapor baru sebatas himbauan, belum ada
diajukan, keadaan ini mengindikasikan bahwa
mekanisme yang memaksa mereka untuk
sekalipun tarif resmi pengurusan izin penggunaan
melakukan daftar ulang, sehingga pendaftaran
air tanah telah ditetapkan berdasarkan Peraturan
ulang hanya didasarkan atas kesadaran pengguna
Daerah yang memiliki kekuatan hukum
air tanah semata.
mengikat, namun kenyataannya tidak ada
Menurut salah seorang narasumber yang kepastian biaya. Rekomendasi teknis yang pada
sering menjadi perantara dalam pengurusan izin dasarnya diarahkan untuk pengendalian penggunaan
pengambilan air tanah, sekalipun tarif resmi izin air tanah serta konservasi lingkungan, dalam
pengambilan air tanah telah ditetapkan implementasinya malah membuka ruang yang
berdasarkan Peraturan Daerah sebagaimana lebar bagi terjadinya gratifikasi dalam pengurusan
tercantum dalam tabel di atas, namun dalam izin.
kenyataannya biaya yang harus dikeluarkan jauh
Bila izin pengambilan air tanah dilihat
lebih besar dibandingkan tarif resmi tersebut,
dalam kontelasinya dengan upaya konservasi air,
sebab diluar biaya resmi tersebut, masyarakat
sentralisasi izin pengambilan air tanah menghadapi
harus mengeluarkan biaya peninjauan lokasi dari
kendala bagi daerah yang memiliki Cekungan

Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 19 No. 2 Tahun 2017 293


Air Bawah Tanah (CABT) yang bersifat lintas pajak air tanah jauh lebih tinggi ketimbang
kabupaten maupun kota, seperti berbagai daerah upaya untuk memperoleh Pendapat Asli Daerah
di wilayah Banten. Kondisi hidrologi dan (PAD) dari perizinan. Banyak kasus terjadi di
klimatologi wilayah Provinsi Banten telah mana perusahaan yang tidak memiliki SIPA
teridentifikasi ada Cekungan Air Bawah Tanah tetapi dikenakan pajak, padahal secara juridis
(CABT) yang bersifat lintas kabupaten maupun formal hanya perusahaan-perusahaan yang
kota, bahkan ada yang bersifat lintas provinsi. memiliki SIPA yang menjadi wajib pajak,
sementara perusahaan-perusahaan yang tidak
Cekungan Air Bawah Tanah (CABT) yang
memiliki SIPA adalah pemilik sumur illegal
bersifat lintas kabupaten atau kota antara lain
yang harus ditindak karena melakukan pencurian
Cekungan Air Bawah Tanah (CABT) Labuan,
air tanah. Sebagai contoh kasus misalnya Pusat
Cekungan Air Bawah Tanah (CABT) Rawadano
Perbelanjaan Ramayana Ciledug, perusahaan ini
dan Cekungan Air Bawah Tanah (CABT)
sudah satu tahun memakai sumur bor tanpa
Malingping, sedangkan Cekungan Air Bawah
memiliki SIPA. Sekalipun perusahaan ini
Tanah (CABT) yang bersifat lintas Provinsi
memakai meteran untuk mengukur penggunaan
antara lain meliputi Cekungan Air Bawah Tanah
air tanahnya, namun pembayaran pajaknya
(CABT) Serang- Tangerang dan Cekungan Air
ditentukan secara flat setiap bulan. Contoh lain
Bawah Tanah (CABT) Jakarta. Dengan kondisi
adalah Ciledug Business Center (CBD),
hidrologi dan klimatologi seperti ini membawa
perusahaan sudah 4 tahun memakai 2 buah
implikasi luas terhadap prosedur perizinan yang
sumur bor, namun disinyalir tidak memiliki
dikeluarkan dalam rangka pengendalian pemanfaatan
SIPA, sebab sampai saat ini tidak dapat
air tanah. Sekalipun saat ini kewenangan untuk
menunjukan kelengkapan administratif dari
mengeluarkan izin pemanfaatan air tanah berada
sumur bor yang dimilikinya, setiap diperiksa
di daerah otonom, baik kabupaten ataupun kota,
selalu beralasan bahwa SIPA yang dimilikinya
secara normatif, bagi daerah-daerah yang berada
dibawa oleh kontraktor yang dahulu memborong
di wilayah Cekungan Air Bawah Tanah (CABT)
pembangunan gedung tersebut, padahal setiap
yang bersifat lintas kabupaten atau kota
SIPA dalam 2 tahun sekali harus diperpanjang.
memerlukan rekomendasi teknis dari provinsi,
sedangkan bagi daerah-daerah yang berada di Menurut beberapa narasumber yang
wilayah Cekungan Air Bawah Tanah (CABT) menjadi Petugas Pencatat meteran, diluar dua
yang bersifat lintas Provinsi memerlukan contoh kasus tersebut masih banyak perusahaan
rekomendasi teknis dari Pemerintah Pusat. yang tidak memiliki SIPA tetapi ditagih pajak
Realitasnya setiap kabupaten/kota mengeluarkan penggunaan air tanahnya. Secara prosedural,
izin pengambilan air tanah tanpa meminta penentuan tarif pajak air tanah didasarkan atas
rekomendasi teknis dari Provinsi. Padahal pemakaian airnya, Nilai Pemakaian Air (NPA)
rekomendasi teknis tersebut merupakan upaya ditetapkan oleh Seksi Air Tanah dan Geologi
pengendalian untuk menjaga ketersediaan air Tata Lingkungan, Dinas Energi dan Sumber
tanah serta menjaga kelestarian lingkungan Daya Mineral Provinsi berdasarkan jumlah
secara menyeluruh. Menurut pengakuan salah meteran pemakaian serta mempertimbangkan
seorang narasumber dari Seksi Air Tanah dan Debet pengambilan air yang ditetapkan dalam
Geologi Tatalingkungan, Dinas Energi dan SIPA dan kapasitas mesin yang digunakan.
Sumber Daya Mineral Provinsi Banten, selama Namun dalam kasus-kasus perusahaan yang
setahun menjabat Kepala Seksi belum pernah tidak memiliki SIPA tetapi ditagih pajaknya,
ada kabupaten/kota yang meminta rekomendasi tarif pajak air tanah kebanyakan ditetapkan oleh
teknis sebagai salah satu syarat izin pengambilan Dinas Pengelola Keuangan dan Aset Daerah
air tanah. Tampaknya saat ini Kabuten/Kota (DPKAD) Kabupaten/Kota secara flat setiap
cenderung mengeluarkan izin tanpa memperhatikan bulan. Menurut beberapa orang narasumber,
ketersediaan air untuk daerah lainnya, mereka penentuan nilai pajak air tanah dengan cara
cenderung mengejar Pendapat Asli Daerah seperti ini cenderung serat dengan gratifikasi,
(PAD) yang tinggi melalui pengeluaran izin sebab besaran nilai pajak yang dikenakan bukan
sebanyak mungkin. didasarkan atas jumlah air yang digunakan,
tetapi tergantung pada kesepakatan antara oknum
Selain berusaha memperoleh Pendapat
pegawai DPKAD dengan pihak pengusaha.
Asli Daerah (PAD) dari perizinan, juga dari
Lebih jauh salah seorang narasumber menyatakan
pajak air tanah, bahkan tampaknya upaya untuk
bahwa gratifikasi yang relatif mencolok terjadi
memperoleh Pendapat Asli Daerah (PAD) dari

294 Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 19 No. 2 Tahun 2017


pada penentuan pajak air tanah pada perusahaan- ditetapkan pada setiap pengguna. Hasil
perusahaan yang bergerak dalam pencucian pencatatan meteran ini kemudian diserahkan
mobil atau motor. Sebagian besar perusahaan- kepada Dinas Pengelola Keuangan dan Aset
perusahaan ini tidak memiliki SIPA, namun Daerah (DPKAD) Kabupaten/Kota untuk ditetapkan
mereka dikenakan pajak penggunaan air tanah nilai pajaknya, institusi ini kemudian melakukan
secara flat, setiap bulan rata-rata berkisar antara penagihan kepada wajib pajak. Menurut salah
200 ribu hingga 250 ribu rupiah. seorang narasumber, jumlah Petugas Pencatat
Meteran di Provinsi Banten sebanyak 25 orang,
Menurut salah seorang narasumber, pajak
2 orang diantaranya berstatus Pegawai Negeri
air tanah tersebut dipungut oleh oknum pegawai
Sipil, sedangkan 20 orang lainya tenaga kontrak,
DPKAD, tanda terima pemungutan biasanya
baru pada tahun ini mereka diusulkan menjadi
berupa kwitansi umum yang biasa dijual di
Calon Pegawai Negeri Sipil. Dari keseluruhan
warung, namun dibawahnya tertera stempel
pegawai tersebut, satu orang ditugaskan sebagai
instansi pemungut. Dalam kasus ini bukan hanya
staf administrasi, sedangkan yang lainnya
dalam penentuan besaran pemakaian air tanah
disebarkan kesetiap Kabupaten/ Kota yang ada
yang disinyalir serat dengan gratifikasi, tetapi
di wilayah Provinsi Banten. Jumlah Petugas
juga pungutan pajak tersebutdisinyalir tidak
Pencatat Meteran disetiap daerah tampak dalam
masuk ke kas negara. Menanggapi hal ini salah
tabel sebagai berikut:
seorang narasumber dari provinsi menyatakan
bahwa secara materil belum dibuktikan apakah Tabel 4
ada pajak air tanah yang secara langsung masuk Jumlah Petugas Pencatat Meteran di Setiap Daerah
ke saku pribadi oknum tertentu, namun demikian Daerah Jumlah Petugas (orang)
selama ini catatan jumlah wajib pajak air tanah Kota Tangerang Selatan 2
dari DPKAD Kabupaten/Kota tidak pernah Kota Tangerang 7
sesuai dengan catatan jumlah wajib pajak yang Kabupaten Tangerang 8
ditagih oleh provinsi, ada kecenderungan Kabupaten Serang 2
Kota Cilegon 2
DPKAD menyembunyikan jumlah wajib pajak
Kabupaten Pandeglang 1
yang ditagihnya setiap bulan. Persoalannya
Kabupaten Lebak 1
kemudian apakah sebagian wajib pajak tersebut
Kota Serang 1
menjadi sumber penghasilan oknum tertentu atau
Sumber: Diolah dari Hasil Wawancara
secara institusional sengaja disembunyikan agar
pendapatan daerah lebih besar, hal ini mungkin Dalam tabel di atas tampak jumlah
terjadi sebab sampai saat ini pendapatan dari petugas pencatat meteran di Kota Tangerang dan
pajak air tanah masih dibagi antara kabupaten/ Kabupaten Tangerang jauh lebih banyak
kota dengan provinsi. dibandingkan daerah lainnya, hal ini disebabkan
perusahaan penggunan sumur bor lebih banyak
 Integritas Pelayan Publik di kedua daerah tersebut. Menurut beberapa
Di atas telah disinggung bahwa sekalipun orang petugas pencatat meteran, sekalipun di
kabupaten/kota mengeluarkan izin pengambilan wilayah-wilayah yang banyak perusahaan
air tanah, namun sampai saat ini Nilai pengguna sumur bor telah dialokasikan petugas
Pemakaian Air (NPA) ditetapkan oleh Seksi Air pencatat dengan jumlah yang relatif lebih banyak
Tanah dan Geologi Tata Lingkungan, Dinas dibanding daerah lain, namun bila jumlah
Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi petugas dibanding luas wilayah dan jumlah
berdasarkan jumlah meteran pemakaian serta pengguna, sampai saat ini tetap masih
mempertimbangkan debet pengambilan air yang kekurangan tenaga pencatat, terutama di daerah-
ditetapkan dalam SIPA dan kapasitas mesin yang daerah industri seperti Kota Tangerang dan
digunakan. Di samping itu, juga pencatatan Kabupaten Tangerang.
meteran pemakaian air setiap bulan masih Menurut salah seorang kordinator petugas
dilakukan oleh Tim pencatat yang berada
pencatat meteran, setiap petugas pencatat
dibawah Seksi Pengawasan dan Pengendalian, meteran diwajibkan mencari wajib pajak baru
Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral setiap bulan, namun relatif sulit untuk mencari
Provinsi. Dalam kaitannya dengan penentuan wajib pajak baru, dalam beberapa bulan petugas
jumlah pajak daerah, pencatatan meteran ini pencatat paling bisa menambah satu atau dua
memegang peranan strategis, sebab atas dasar
wajib pajak baru, padahal sebenarnya masih
pencatatan inilah besaran jumlah pajak daerah banyak perusahaan pengguna sumur bor yang

Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 19 No. 2 Tahun 2017 295


belum menjadi wajib pajak. Diperkirakan dari perusahaan-perusahaan besar seperti itu, sehingga
sekitar 3000 perusahaan yang ada, masih sekitar debet air yang sebenarnya digunakan oleh
800 diantaranya belum menjadi wajib pajak. perusahaan tersebut dapat diketahui.
Menurut pengakuan salah seorang petugas
Namun, sampai saat ini pihak provinsi
pencatat meteran, di samping kesulitan yang
belum pernah melakukannya, secara tegas
bersifat teknis dan administratif dalam mencari
narasumber tersebut menyatakan bahwa ada
wajib pajak baru, waktu para petugas pencatat
kecenderungan pihak Provinsi takut untuk
meteran habis tersita untuk mendatangi wajib
melakukan wasdal terhadap perusahaan besar
pajak yang telah terdaftar, terutama pengguna
seperti itu. Keadaan ini mengindikasikan bahwa
sumur bor yang menggunakan meteran. Sementara
ditengah pengawasan yang lemah, dengan
itu, wajib pajak yang nilai penggunaan airnya
menyuap petugas pencatat meteran, pihak
ditetapkan secara flat, sekalipun tidak didatangi
perusahaan dapat menentukan sendiri jumlah
setiap bulan, namun dalam dua atau tiga bulan
pajak air tanahnya, tanpa dibuktikan debet air
sekali tetap dilakukan pengecekan guna memastikan
yang digunakannya setiap bulan. Jika demikian
jumlah penggunaan airnya. Menurut pengalaman
keadaannya, maka pengurusan Surat Izin
para petugas pencatat meteran air, relatif sulit
Pengambilan Air (SIPA), pemasangan meteran
masuk ke perusahaan pengguna sumur bor,
pada setiap sumur hanya semata-mata untuk
selain harus mematuhi prosedur yang telah
memenuhi prosudur formal semata, sedangkan
ditetapkan oleh perusahaan, seringkali petugas
makna pengawasan dan pengendalian yang
dari perusahaan yang menangani sumur bor tidak
seharusnya menjadi substansi prosedur formal
ada ditempat, sehingga kunjungan harus diulangi
menjadi kabur.
pada hari berikutnya.
Menurut Kepala Seksi Air Tanah dan
Pada perusahaan-perusahaan yang
Geologi Tata Lingkungan, Dinas Energi dan
menggunakan lebih dari 3 sumur bor, terlebih-
Sumber Daya Mineral Provinsi Banten, ruang
lebih bila lokasi masing-masing sumur bor
gratifikasi dalam kasus pajak air tanah terbuka
tersebut berjauhan, selain kesulitan prosedural,
lebar manakala perusahaan pengguna sumur bor
pencatatan meteran yang dilakukan memerlukan
melakukan pelanggaran, baik pelanggaran teknis,
waktu yang relatif banyak. Padahal di wilayah
maupun pelanggaran yang bersifat administratif.
tangerang banyak perusahaan yang memiliki
Dahulu Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi
lebih dari 3 sumur bor, bahkan ada perusahaan
banyak menangani pelanggaran-pelanggaran
(PT. Gajah Tunggal) memiliki enam anak
yang terjadi, bahkan pada tahun 2005 pernah
perusahaan, setiap anak perusahaan memiliki 5
diadakan sweeping terhadap perusahaan-
buah sumur, sedangkan induk perusahaannya
perusahaan yang menggunakan sumur bor. Saat
sendiri memiliki 11 buah sumur terdiri dari 3
itu banyak sumur bor yang disegel, sebagian
buah sumur bor dan 8 buah sumur pantek. Bila
yang tidak memiliki izin diharuskan untuk
pencatatan meteran penggunaan air pada
membuat izin. Saat ini Provinsi lebih memfokuskan
perusahaan seperti ini dilakukan satu-persatu
perhatian pada konservasi air tanah dengan
pada setiap sumur, maka akan memakan waktu
membangun sumur pantau atau merubah sumur
yang cukup lama. Menurut pengalaman salah
pantau yang ada menjadi sumur pantau telemetri,
seorang petugas, pada perusahaan seperti ini,
sehingga kondisi air tanah dapat dipantau dari
biasanya petugas pencatat meteran hanya datang
kantor. Sekarang sudah ada 6 buah sumur pantau
ke ruang tamu, lalu kemudian oleh pihak
telemetri. Sementara itu, untuk menambah jumlah
perusahaan diberikan catatan penggunaan air
sumur pantau tersebut relatif sulit karena
tanah setiap sumur yang telah diketik dengan
biayanya relatif tinggi, satu sumur pantau biasa
rapih. Lebih jauh petugas tersebut mengakui
dirubah menjadi sumur pantau telemetri
bahwa dengan cara tersebut, selain meringankan
memerlukan biaya sekitar 100 juta rupiah,
pekerjaan para petugas pencatat, juga menguntungkan
sementara anggaran yang ada tidak mendukung
secara material, karena dalam kunjungan setiap
untuk itu.
bulan biasanya mendapat amplop dari pihak
perusahaan dengan isi berkisar antara 50 ribu Lebih jauh narasumber tersebut menyatakan
hingga 100 ribu rupiah. Sementara itu, salah bahwa setelah kewenangan mengeluarkan
seorang petugas pencatat meteran telah beberapa perizinan berada di kabupaten/kota, seharusnya
kali mengajukan usulan kepada Provinsi agar pengawasan dan pengendalian berada dipihak
diadakan pengawasan dan pengendalian terhadap yang mengeluarkan izin, minimal pengawasan

296 Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 19 No. 2 Tahun 2017


tersebut dilakukan dalam bentuk pendataan jenis ini terjadi karena anggaran untuk kegiatan
pompa yang digunakan serta pengawasan dalam pengawasan dan pengendalian sangat sedikit,
pemasangan filter ketika sebuah sumur bor sehingga saat ini kegiatan tersebut lebih
dibuat. Namun realitasnya pengawasan dari diarahkan kepada pembinaan wajib pajak yang
pihak kabupaten/kota relatif lemah, banyak terdaftar. Dengan kondisi seperti ini, menurut
kasus terjadi di mana debet air yang diambil salah seorang petugas pencatat meteran banyak
tidak sesuai dengan debet air yang telah pelanggaran yang kemudian diselesaikan oleh
ditetapkan dalam SIPA, bahkan banyak kasus di para petugas lapangan, baik oleh petugas
mana pemasangan filter tidak sesuai dengan izin pencatat meteran, petugas Dinas Pengelolaan
yang dikeluarkan. Sebagai contoh misalnya Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Kabupaten/
dalam izin filter harus dipasang pada pipa Kota atau kerja sama diantara keduanya.
dengan kedalaman 150 meter, namun realitasnya Keadaan ini menjadi potensi gratifikasi, sebab
filter telah dipasang pada pipa dengan setiap penyelesaian pada akhirnya tidak semata-
kedalaman 40 meter di samping kedalaman 150 mata didasarkan pada ketentuan normatif yang
meter. Keadaan ini membahayakan lingkungan, ada, tetapi juga tergantung pada kesepakatan
karena air dalam kedalaman 40 meter ikut oknum petugas dengan pihak pelanggar
tersedot, padahal air dalam kedalaman tersebut ketentuan. Secara terbuka salah seorang petugas
diperuntukan bagi sumur pantek, khususnya pencatat meteran menyatakan bahwa bila
untuk kebutuhan rumah tangga masyarakat. Hal menemukan perusahaan pengguna air tanah yang
seperti ini dapat dicegah bila pihak pemberi izin tidak memiliki izin, biasanya petugas tersebut
mengawasi dengan cermat saat sumur bor menganjurkan agar perusahaan yang bersangkutan
dibuat.Namun kenyataannya tidak demikian, melengkapi perizinannya. Bila perusahaan tersebut
para pemohon izin dapat dengan leluasa bersedia untuk melengkapi perizinannya, biasanya
membuat sumur bor tanpa pengawasan pihak pengurusan perizinan tersebut diserahkan kepada
yang kompeten. Dengan adanya biaya petugas pencatat meteran tersebut. Untuk itu
peninjauan lokasi yang dibebankan pada petugas tersebut mendapat uang jasa, di samping
pemohon izin, pengawasan dari pihak pemberi mendapat kelebihan dari biaya peninjauan lokasi
izin semakin lemah, peninjauan lokasi hanya yang dilakukan oleh petugas Badan Pelayanan
dilakukan untuk melihat titik pengeboran Perizinan Terpadu dan Instansi terkait. Setelah
semata, para petugas rata-rata tidak mau SIPA terbit, kemudian petugas pencatat meteran
mengawasi proses pemasangan pipa, selain bersama-sama dengan petugas dari DPKAD
memerlukan waktu yang lama, mereka merasa menghitung denda pemakaian airnya.
sungkan pada pemohon izin yang telah
Secara formal denda tersebut dihitung
menanggung biaya peninjauan lokasi.Jika
mundur sejak sumur bor tersebut dibuat,
demikian keadaannya, maka biaya peninjauan
sedangkan jumlah pemakaian air ditentukan
lokasi yang dibebankan kepada pemohon izin
berdasarkan kapasitas pompa yang dipakai atau
sebenarnya merupakan gratifikasi yang direstui
dihitung dari limbah yang dikeluarkan. Namun
secara prosedural dalam tata perizinan air tanah.
demikian pada akhirnya jumlah denda yang
Diatas telah disinggung bahwa setelah dikenakan tergantung pada kesepakatan antara
penerbitan perizinan penggunaan air tanah petugas dengan pemilik sumur bor. Dari
diserahkan kepada kabupaten/kota, provinsi lebih keseluruhan denda tersebut biasanya 70% diambil
memfokuskan pada koservasi. Sekalipun peranan oleh DPKAD Kabupaten/Kota, sedangkan Dinas
provinsi berkurang, namun Seksi Pengawasan Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi
dan Pengendalian Provinsi tetap memerintahkan mendapat 30%. Menurut pengakuan salah seorang
kepada para petugas pencatat meteran agar petugas pencatat meteran, sekalipun DPKAD
berbagai pelanggaran yang dilakukan para wajib telah mendapat pembagian yang jauh lebih besar,
pajak menjadi temuan lapangan yang harus namun kadangkala petugas DPKAD datang
dilaporkan. Namun demikian menurut salah sendiri kepada pengguna air tanah yang belum
seorang petugas pencatat meteran, banyak memiliki SIPA untuk menentukan denda atau
temuan lapangan yang telah dilaporkan tetapi menentukan jumlah pajak air tanah yang harus
jarang ditindaklanjuti, hal ini karena kegiatan dibayar. Kasus seperti ini terjadi pada salah satu
pengawasan dan pengendalian dari Provinsi paling Rumah Sakit Swasta (RS Aminah). Rumah sakit
banyak dua atau tiga kali dilakukan dalam tersebut sedang mengurus SIPA, ditengah proses
setahun. Menurut salah seorang narasumber, hal pengurusan izin sedang berjalan, kemudian

Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 19 No. 2 Tahun 2017 297


didatangi petugas DPKAD untuk memungut yang digunakan banyak mengandung pasir atau
pajak air tanahnya yang jumlahnya ditentukan zat besi yang mempermudah proses korosi.
secara flat. Sementara itu, pemakaian selama
Selain cepat rusak, bila menggunakan
belum ada SIPA dihitung mundur sejak sumur
meteran, dalam satu tahun sekali meteran
bor dibuat. Namun Pemilik Rumah Sakit
tersebut harus ditera, pada saat tera dilakukan
tersebut menolak membayar denda serta pajak
banyak prosudur yang harus dilalui, mulai dari
air tanah yang ditentukan dengan cara demikian,
pembuatan berita acara pencopotan meteran
alasan yang dikemukakan Pemilik Rumah Sakit
hingga pemasangan kembali. Sedangkan selama
karena volume pemakaian air tanah selama ini
meteran ditera, pembayaran penggunaan air
belum mendapat pengesahan dari Provinsi.
tanah dihitung secara flat. Pada saat penentuan
Dengan penolakan seperti itu akhirnya petugas
pembayaran secara flat ini, sekalipun jumlah
DPKAD mengajak petugas dari Provinsi untuk
pemakaian air bisa dihitung secara objektif
menyelesaikan kasus tersebut. Menurut salah
berdasarkan kapasitas pompa yang digunakan
seorang narasumber, penentuan denda tersebut
atau air limbah yang dikeluarkan, namun pada
masih diragukan legalitasnya, sebab pengguna
akhirnya tergantung kesepakatan dengan petugas
sumur bor yang jadi wajib pajak adalah mereka
yang menghitung. Diluar alasan teknis dan
yang telah memiliki izin resmi, jadi seharusnya
prosudural, menurut salah seorang pengusaha,
pajak dihitung sejak izin resmi diterbitkan. Bila
pembayaran secara flat lebih memiliki kepastian
legalitasnya diragukan, maka wajar kemudian
jumlah biaya yang harus dikeluarkan, sehingga
banyak pihak yang mempertanyakan apakah
memudahkan dalam penyusunan anggaran
uang denda tersebut masuk ke kas negara atau ke
pengeluaran setiap bulan.
saku oknum petugas tertentu. Terlepas dari
legalitasnya, pada kasus Rumah Sakit Swasta Dengan berbagai alasan sebagaimana
sebagaimana dideskripsikan di atas, tampaknya diuraikan di atas, sampai saat ini masih banyak
potensi korupsi dan gratifikasi sangat besar, perusahaan yang tidak mau menggunakan
bahkan cenderung pada tindakan pemerasan meteran, sebagai contoh kasus misalnya dari 40
yang bersandar pada formalitas ketentuan pajak wajib pajak yang ada di wilayah UPT Ciledug,
air tanah. 18 menggunakan meteran, sedangkan 22 lainnya
membayar dengan cara flat. Menurut pengakuan
Salah satu upaya untuk menentukan
petugas pencatat meteran di wilayah tersebut,
jumlah pajak air tanah secara adil, maka
jumlah pembayar flat tersebut hanyalah jumlah
digunakan meteran air. Meteran air merupakan
yang tercatat di petugas pencatat meteran, diluar
salah satu alat ukur dalam penggunaan air tanah
itu diduga masih banyak pembayar pajak dengan
secara objektif, bila penentuan jumlah pajak
cara flat yang tidak tercatat di petugas pencatat
didasarkan pada jumlah meteran air yang
meteran, terutama pembayar pajak dengan flat
digunakan diharapkan tidak merugikan salah
yang ditentukan sendiri oleh pihak DPKAD
satu fihak, baik pemilik sumur bor maupun
setempat. Hal ini terlihat karena selama ini
pemerintah. Namun demikian menurut beberapa
catatan jumlah pembayar pajak dengan cara flat
orang nara sumber banyak perusahaan pengguna
dari petugas pencatat meteran setempat tidak
sumur bor yang tidak mau menggunakan
pernah sama dengan catatan dari petugas
meteran dengan berbagai alasan, padahal harga
DPKAD setempat, ada kecenderungan petugas
meteran itu relatif murah, meteran dengan
DPKAD menyembunyikan sebagian pembayar
ukuran 2 ins yang sudah ditera seharga 3,5 juta
pajak dengan cara flat. Dengan keadaan ini patut
rupiah, sedang yang belum ditera hanya sekitas
dipertanyakan apakah uang pembayaran pajak
2,5 juta rupiah. Salah seorang narasumber dari
tersebut masuk ke kas negara atau ke saku
kalangan pengusaha pengguna sumur bor
oknum petugas. Sebagaimana telah disinggung
menyatakan bahwa perusahaannya tidak menggunakan
di atas, hal ini tampaknya memerlukan
meteran karena seharusnya meteran itu menjadi
penelusuran lebih jauh, sebab upaya untuk
fasilitas yang disediakan oleh pemerintah
menyembunyikan jumlah wajib pajak tersebut
sebagai pemungut pajak. Sementara itu,
dilatarbelakangi berbagai kemungkinan, mungkin
perusaaahaan lainnya menyatakan bahwa
bisa dijadikan sumber penghasilan oknum
menggunakan meteran itu merepotkan pihak
tertentu atau mungkin juga secara institusional
perusahaan, sebab selama ini meteran yang
sengaja disembunyikan agar pendapatan daerah
digunakan sering rusak, terlebih-lebih bila air
lebih besar, hal ini mungkin terjadi sebab sampai
saat ini pendapatan dari pajak air tanah masih

298 Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 19 No. 2 Tahun 2017


dibagi antara kabupaten/ kota dengan provinsi. sebagai tambahan penghasilan mereka setiap
Terlepas dari berbagai kemungkinan yang bulan. Bila dicermati lebih jauh, deskripsi di atas
melatarbelakanginya, namun yang jelas deskripsi menggambarkan bahwa penentuan jumlah
di atas menunjukan bahwa banyak perusahaan pembayaran pajak air tanah dengan cara flat
yang tidak menggunakan meteran air, bahkan secara keseluruhan mengandung potensi gratifikasi
ada beberapa perusahaan yang menggunakan yang besar, bukan saja pada saat fase awal
meteran hanya untuk mengontrol pemakaian penentuan jumlah pembayaran pajak, tetapi juga
airnya secara internal, sedangkan pembayaran berlanjut pada fase-fase selanjutnya selama
pajaknya dilakukan secara flat, kasus seperti ini penggunaan air tanah berlangsung.
misalnya Pusat Perbelanjaan Ramayana Ciledug,
sekalipun perusahaan tersebut memiliki meteran, Penutup
namun pembayaran pajak air tanah dilakukan
Dilihat dari sisi tatakelola pemerintahan
secara flat sebesar 400.000 rupiah setiap bulan.
dalam pemanfaatan air tanah, hampir disetiap
Sebagaimana telah disinggung di atas daerah tampaknya organisasi perangkat daerah
bahwa penentuan nilai pajak air tanah dengan yang ada tidak memberikan ruang yang memadai
cara flat cenderung serat dengan gratifikasi, bagi pengelolaan urusan air bawah tanah sebagai
sebab besaran nilai pajak yang dikenakan bukan salah satu sumber daya lokal, tugas dan fungsi
didasarkan atas jumlah air yang digunakan, Satuan Kerja Perangkat Daerah dalam pengelolaan
tetapi tergantung pada kesepakatan antara oknum urusan itu bukan saja tumpang tindih bahkan
petugas dengan pihak pengusaha. Bila dicermati cenderung semakin kabur. Kondisi ini membawa
lebih jauh, penentuan pajak air tanah dengan implikasi luas terhadap pelayanan publik yang
cara flat, selain serat dengan gratifikasi dilakukannya kemudian.
cenderung tidak adil, sebab pasti ada pihak yang
Sekalipun secara formal hampir disetiap
dirugikan, bila tidak wajib pajak yang dirugikan,
daerah penggunaan air tanah diatur dalam
pasti pemerintah yang dirugikan. Contoh kasus
Peraturan Daerah yang memiliki kekuatan
ketidakadilan yang menyolok dalam pembayaran
hukum yang mengikat, namun dalam pengurusan
pajak air tanah secara flat terjadi di Pusat
izin, sekalipun ada tarif resmi, dalam realitasnya
Perbenjaan (Mall) Serang. Perusahaan ini pada
cenderung tidak ada kepastian biaya. Dalam
saat membayar flat diharuskan membayar sebanyak
beberapa fase proses perizinan menunjukan
6000 m3 setiap bulan, setelah menggunakan
potensi gratifikasi yang tinggi. Peninjauan lokasi
meteran air ternyata hanya membayar sebanyak
ataupun Rekomendasi teknis dari Provinsi, alih-
1200 m3 setiap bulan. Dengan demikian selama
alih untuk pengawasan dan pengendalian
membayar dengan cara flat, perusahaan tersebut
penggunaan air tanah, namun karena pemerintah
harus menanggung pembayaran air yang tidak
tidak menyediakan anggaran untuk kegiatan itu,
dia pakai sebesar 4800 m3 setiap bulan. Dalam
akhirnya biaya peninjauan lokasi atau rekomendasi
kasus ini pihak perusahaan yang dirugikan,
teknis yang dibenbankan kepada pemohon izin
namun dalam banyak kasus justru pemerintah
menjadi gratifikasi yang direstui secara prosudural
yang dirugikan. Perusahaan sengaja memilih
dalam tata perizinan air tanah.
membayar pajak dengan cara flat, sebab bila
menggunakan meteran akan membayar jauh Rekomendasi teknis pada dasarnya merupakan
lebih besar.Menurut pengakuan Petugas Pencatat tata prosedural dalam perizinan yang diarahkan
Meteran, perusahaan-perusahaan seperti ini untuk konservasi dan pengendalian pengunaan
biasanya memberi uang saku setiap bulan kepada air tanah, namun tampaknya tata prosedural
petugas pencatat meteran, dengan cara ini tersebut kehilangan maknanya manakala didasari
diharapkan penggunaan air sebenarnya setiap oleh paradigma yang cenderung tidak memihak
bulan tidak diperiksa. Besarnya uang saku yang pelestarian lingkungan. Di tengah perdebatan
diberikan bervariasi tergantung besarnya perusahaan, para ahli yang belum tuntas tentang kandungan
namun rata-rata berkisar antara 50.000 hingga air di dalam tanah, sebagian ahli berpandangan
150.000 rupiah setiap bulan. Namun, tidak bahwa kandungan air dalam suatu akifer
semua wajib pajak yang membayar dengan cara merupakan satu kesatuan dengan kandungan air
flat memberikan uang saku, tergantung pada pada akifer dibawahnya, dan sebagian ahli
keiklasan masing-masing perusahaan. Dalam lainnya berpandangan bahwa kandungan air pada
pandangan para petugas pencatat meteran, uang suatu akifer tertentu terpisah secara parsial
saku yang diberikan perusahaan tersebut dianggap dengan kandungan air pada akifer dibawahnya.

Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 19 No. 2 Tahun 2017 299


Dalam konteks ini para pengambil kebijakan penentuan jumlah pajak air tanah, ditengah gaji
tampaknya memilih paradigma bahwa kandungan formalnya yang tidak memadai, penghasilan
air pada suatu akifer tertentu terpisah secara sampingannya menjadi penyangga hidup mereka
parsial dengan kandungan air pada akifer sehari-hari. Dengan kondisi seperti ini mereka
dibawahnya. Oleh karena itu, bila pada suatu cenderung permisif terhadap nilai-nilai korupsi
akifer tertentu atau pada kedalaman tertentu dan gratifikasi. Sekalipun alasan ini bersifat
dinyatakan kritis, selama akifer dibawahnya ada klasik, namun sangat realistis, anggapan bahwa
kandungan air, maka diizinkan untuk mengambil uang saku yang diberikan perusahaan dipandang
air dengan syarat pengeboran harus lebih dalam sebagai tambahan penghasilan menunjukan hal
dari zona kritis tersebut. Direvasi paradigma itu.
seperti ini kedalam kebijakan daerah bukan saja
Berbagai regulasi dalam pemanfaatan air
tidak memihak pelestarian lingkungan tetapi juga
tanah harus dipandang sebagai bagian integral
menimbulkan kebijakan yang terbuka, zona
dari pelayanan publik secara keseluruhan. Dalam
kritis hanya ada pada akifer tertentu, selama ada
konteks ini upaya perbaikan tampaknya harus
kandungan air dibawahnya, maka izin pengambilan
dimulai dari tata kelola pemerintahan dalam
air akan dikeluarkan. Kebijakan yang terbuka
pemanfaatan air tanah. Kewenangan dalam
seperti ini, pada tataran implementasi akhirnya
pengelolaan sumber daya air sebaiknya terintegrasi
membuka ruang gratifikasi yang luas, alih-alih
meliputi seluruh sumber daya air yang ada, baik
rekomendasi teknis untuk konservasi, akhirnya
air permukaan maupun air tanah. Kewenangan
menjadi alat tawar dalam praktik gratifikasi.
tersebut sebaiknya berada pada satuan unit kerja
Bertolak dari berbagai kasus yang terjadi yang memiliki fungsi lini, sehingga diharapkan
di setiap daerah, tampaknya ruang gratifikasi dapat memenuhi semua kebutuhan air sebagai
dalam kasus pajak air tanah terbuka lebar wujud pemenuhan hak rakyat, sementara sumber
manakala perusahaan pengguna sumur bor dayanya dapat dimanfaatkan secara berkesinambungan.
melakukan pelanggaran, baik pelanggaran
Upaya pengendalian dalam pemanfaatan
teknis, maupun pelanggaran yang bersifat
air tanah tidaklah cukup hanya dengan
administratif. Kesulitan untuk mengungkap
meningkatkan pajak air tanah seperti yang
berbagai kasus dewasa ini disebabkan karena
dilakukan dibeberapa daerah. Dalam rangka
pertama kurang tegasnya regulasi yang ada,
mengurangi penggunaan air tanah, pemanfaatan
kedua karena sering terjadinya gratifikasi,
air permukaan harus dilakukan secara optimal,
terutama gratifikasi antara perusahaan dengan
sedangkan air tanah harus dipandang sebagai
oknum petugas lapangan. Dalam konteks ini,
alternatif terakhir bila air permukaan tidak
petugas lapangan yang paling berperan adalah,
dimungkinkan lagi. Dalam konfigurasi desentralisasi
petugas pencatat meteran dan petugas pemungut
dan otonomi daerah, optimalisasi air permukaan
dari kabupaten/kota setempat. Dalam konteks
diarahkan pada pemberdayaan daerah otonom
pengguna air tanah yang memakai meteran,
yang mengalami surplus air, sehingga air
untuk menghidari pembayaran pajak biasanya
menjadi potensi unggulan daerah tersebut.
perusahaan mengajukan alasan bahwa meteran
Dalam hal ini Pemerintah Pusat memberikan
atau pompa yang digunakannya rusak. Dengan
dana untuk pengembangan dan pengelolaan
alasan tersebut, selama bekerjasama dengan
sumber daya air di daerah yang bersangkutan
petugas, baik pencatat meteran ataupun petugas
dengan kewajiban untuk memenuhi kebutuhan
pemungut pajak air tanah, maka perusahaan yang
air bagi penduduk setempat, sedangkan
bersangkutan tidak dikenakan pajak.
kelebihannya didistribusikan kedaerah yang
Sementara itu, di tengah-tengah tingkat gaji berdekatan dalam proses kerja sama diantara
yang relatif kecil, para petugas pencatat meteran, daerah otonom.
terutama mereka yang berstatus tenaga kontrak,
Sementara itu, dalam upaya menekan
cenderung memandang uang saku yang diberikan
tingkat gratifikasi yang terjadi selama ini harus
perusahaan dianggap sebagai tambahan penghasilan
dimulai dari ketegasan peraturan perundangan
mereka setiap bulan. Sekalipun tidak setiap
dari mulai tingkat pusat hingga daerah.
perusahaan yang menjadi wajib pajak memberikan
Paradigma tentang kandungan air dalam suatu
uang saku, namun ada beberapa wajib pajak
akifer tertentu harus ditegaskan bahwa itu
yang rutin memberikan setiap bulan. Keadaan ini
merupakan kesatuan dengan akifer lainnya
menggambarkan bahwa para petugas pencacat
didalam keseluruhan lapisan tanah yang ada,
meteran yang memegang posisi strategis dalam

300 Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 19 No. 2 Tahun 2017


sehingga penentuan zona kritis (zona merah) Daftar Pustaka
menjadi mutlak sebagai daerah terlarang untuk
Dwiyanto Agus, Partini, Ratminto, Wicaksono
diambil airnya. Dengan kebijakan yang tegas
Bambang, Tamtiari Wini, Kusumasari
seperti ini peta zonase yang dibuat memberi
Bevaola, dan Nuh Muhamad. (2002).
makna terhadap pengendalian dalam pemanfaatan
Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia.
air tanah. Kegiatan-kegiatan yang memiliki
Yogyakarta: Pusat Studi Kependudukan
korelasi langsung dengan pengendalian dan telah
dan Kebijakan (PSKK), UGM.
tertata dalam mekanisme perizinan seperti
peninjauan lokasi serta rekomendasi teknis Effendi, Sofian. (1986). Pelayanan Publik,
sebaiknya dibiayai oleh pemerintah daerah, Pemerataan dan Adminsitrasi Negara
sehingga tidak mengantungkan biaya pada Baru. Dalam Majalah Prisma No 12.
pemohon izin. Penerbit LP3ES.
Penertiban terhadap pemilik sumur illegal Kodoatie, J.R., (2002). Pengelolaan Sumber
mutlak diperlukan, namun hal ini sebaiknya Daya Air dalam Otonomi Daerah.
dilakukan oleh satuan kerja dilingkungan Yogyakarta: Andi Publisher
pemerintah daerah, sebab melibatkan Polisi Kumorotomo, Wahyudi. (1992). Etika administrasi
belum tentu dapat menyelesaikan persoalan, di Negara. Jakarta: Rajawali Pers.
samping mereka tidak memiliki kemampuan
teknis, dalam beberapa kasus yang terjadi malah Lubis, R.F., (2006). Bagaimana Menentukan
memperpanjang jenjang prosedural tanpa ada Daerah Resapan Air Tanah. URL:http://
penyelesaian secara yuridis. Seiring dengan itu, io.ppi.jepang/download.php?File=file/
penggunaan meteran air sebagai alat ukur inovasi_vol 6_XVIII_Maret 2006 Page
penggunaan air tanah mutlak diwajibkan kepada 78 pdf, 17 Desember 2007.
seluruh wajib pajak, hal ini diikuti dengan Saidi, Anas, dkk. (2005). Kajian Permasalahan
penataan ulang proses pencatatan meteran dan Hukum Perkara Tindak Pidana Korupsi
penerbitan Surat Ketetapan Pajak Daerah yang Pemerintahan Kota dan Implikasinya
terintegrasi dalam satu sistim manajemen terhadap Kinerja Pemerintah: Studi
pemerintahan daerah yang akuntabel. kasus di Tujuh Daerah (Bengkulu,
Cilegon, Solo, Salatiga, Kupang, Cimahami,
Samarinda). Jakarta: Apeksi.
Syahrir. (1986). Pelayanan dan Jasa-Jasa
Publik: Telaah Ekonomi serta Implikasi
Sosial Politik. Dalam Majalah Prisma
No. 12. Penerbit LP3ES.
Wardiat, Dede, dkk, (2001). Model Restrukturisasi
Orgasnisasi Pemerintah Daerah, Jakarta:
Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan
Kebudayaan-LIPI.

Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 19 No. 2 Tahun 2017 301


302 Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 19 No. 2 Tahun 2017

Anda mungkin juga menyukai