Anda di halaman 1dari 5

KEGIATAN PERKULIAHAN IV

Pendekatan Design Thinking

A. PENGANTAR
Mata kuliah manajemen inovasi bertujuan mengembangkan kemampuan
berinovasi dengan menggunakan pola kerja design thinking. Strategi ini dipilih
untuk melatih mahasiswa dalam berkreasi dan mengembangkan ide inovasi
melalui tahapan kerja design thinking. Sebelum mengembangkan ide inovatif
melalui design thinking terlebih dahulu mahasiswa harus mempelajari hakikat
design thinking melalui bahan bacaan, video tentang design thinking dan melalui
paparan dosen saat pembelajaran di kelas. Melalui pertemuan ini dilakukan proses
belajar mengenai design thinking dalam kegiatan pembelajaran klasikal yang
interaktif dan bersifat penguatan pemahaman konseptual, karena mahasiswa
telah diasumsikan mempelajari konsep dasar design thinking secara mandiri
sesuai tugas pertemuan sebelumnya.

B. TUJUAN
1. Mempelajari dan mendiskusikan hakikat dan alur kerja design thinking
2. Mempelajari dan mendiskusikan penerapan design thinking

C. KEGIATAN BELAJAR MAHASISWA


Pada kegiatan ini mahasiswa mempelajari konsep dasar design thinking
sebagai sebuah alur kerja pengembangan ide inovasi. Dosen dapat menggunakan
berbagai metode untuk memfasilitasi proses belajar mahasiswa, semisal ceramah,
diskusi kelompok, penugasan untuk membuat resume dalam bentuk mid map
atau tugas lain yang bertujuan membentuk pemahaman mahasiswa mengenai
konsep dasar dan prosedur design thinking.
Diakhir perkuliahan dosen menugaskan mahasiswa untuk melakukan
identifikasi problem yang dapat diangkat menjadi topik. Masalah atau problem
yang diangkat adalah masalah yang memerlukan solusi berupa langkah inovatif;
yang mungkin berkaitan dengan keilmuannya atau mungkin juga tidak.

2
9
Mahasiswa juga perlu mempelajari solusi atau produk pendahulu yang pernah ada
sebelumnya. Hal ini bertujuan agar ide yang dikembangkan mahasiswa adalah ide
inovatif yang melengkapi atau memperbaiki produk sebelumnya.

D. MATERI
Materi Sebagai alur kerja inovatif, design thinking mulai dikenal ketika
David Kelley (Stanford Univ.) mendirikan konsultan desain IDEO pada tahun 1991.
Design Thinking adalah salah satu metode baru dalam melakukan proses desain.
Design Thinking merupakan metode penyelesaian masalah yang berfokus pada
pengguna atau user. Design Thinking sendiri dipopulerkan oleh David Kelley dan
Tim Brown pendiri IDEO – sebuah konsultan desain yang berlatar belakang desain
produk berbasis inovasi. Dasar-dasar konsep design juga dipaparkan dalam artikel
Richard Buchanan 1992 yang berjudul Wicked Problems in Design Thinking.
Konsep ini sebenarnya mulai berkembang pada tahun 1950. Pada mulanya,
konsep design thinking berupa pengembangan teknik kreativitas desain baru,
pada 1960-an memunculkan ide pemikiran desain untuk memecahkan masalah
secara kreatif. Konsep ini sering dikaitkan dengan pemikiran John E. Arnold yang
dipublikasikan dengan konsep "Creative Engineering" (1959). Pemikiran L. Bruce
Archer yang mengemukakan konsep "Systematic Method for Designers" pada
tahun 1965, juga sering dikaitkan dengan konsep design thinking.
Design thinking diartikan sebagai sebuah pendekatan atau prosedur kerja
yang digunakan untuk memecahkan suatu masalah berdasarkan kebutuhan
masyarakat sebagai pengguna. Design thinking memiliki lima langkah utama yaitu
mengeksplorasi kebutuhan (empathize/explore), menentukan problem utama
yang perlu dipecahkan melalui kerja inovatif (define), mengembangkan ide
(ideate), mengembangkan purwarupa (prototyping), mempresentasikan untuk
mempelajari respon sasaran (learn/share). Lima langkah tersebut dimodifikasi dan
ditambahi dengan langkah pra empathize yaitu topic selection atau penetapan
topik atau ruang lingkup inovasi (IDEO, 2008; Mechelen, Laenen, Zaman, Willems,
& Vanden, 2019; Woolery, n.d.).

3
0
Empathize merupakan pengembangan dari kata empathy yang dimaknai
sebagai sebuah upaya untuk memahami keadaan, pikiran dan perasaan orang
lain. Dalam konteks design thinking, langkah emphatize adalah upaya untuk
mengetahui, mengeksplorasi dan memahami keadaan, pikiran dan peraaan orang
lain dalam hal ini masyarakat calon sasaran produk. pikiran, perasaan dan
keadaan orang dimaknai sebagai kebutuhan masyarakat terhadap sebuah produk
atau layanan jasa tertentu.
Dalam prosedur awal design thinking, empathize merupakan sebuah
langkah untuk mengetahui atau mengidentifikasi kebutuhan dari user tentang
sebuah produk yang akan diciptakan. Langkah ini bertujuan meningkatkan
kepekaan terhadap lingkungan, membentuk dan mengembangkan wawasan agar
pengembang produk atau inovator mampu berpikir terbuka. Melalui emphatize
inovator akan mengetahui user atau pengguna yang akan dituju, bagaimana
pengalaman, emosi, dan situasi yang dihadapi calon user. Mencoba menempatkan
diri sebagai user sehingga dapat benar-benar memahami kebutuhan mereka.
Tahap ini dilakukan melalui teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi,
ataupun melalui cara lainnya. Agar pelaksanaan empathize dapat dilakukan
dengan baik maka
Pelaksanaan empathize biasanya diawali dengan pikiran yang berisi rasa
keingintahuan (curious) atau disebut juga dengan KEPO (knowing every particular
object). Agar empathize dapat dilakukan dengan baik maka diperlukan
kemampuan berfikir kritis, berkomunikasi dan bertanya dengan penuh empati,
dan kemampuan mensintesa data. Secara khusus, kemampuan berkomunikasi
bertujuan membantu para inovator dalam menggali informasi secara mendalam
dan komprehensif.Semua kemampuan tersebut diperlukan para inovator dalam
mengembangkan sebuah produk.
Langkah selanjutnya adalah define atau menentukan permasalahan
utama. Setelah inovator memahami kebutuhan user, maka inovator perlu
menggambarkan sebuah ide atau pandangan user yang akan menjadi dasar dari
produk atau aplikasi yang akan dibuat. Hal ini dapat dilakukan melalui
penyimpulan kebutuhan user berdasarkan data yang diperoleh melalui empathize
sesuai konteks kondisi yang sedang terjadi. Pada tahap define, inovator

3
1
menetapkan apa masalah utama atau kebutuhan utama user yang akan
dipecahkan melalui produk yang akan dikembangkan.
Langkah selanjutnya adalah ideate atau merancang produk. pada langkah
ini inovator mengembangkan rancangan produk yang menggambarkan solusi
yang dibutuhkan oleh user. Inovator menuangkan kreativitas nya sendiri atau
bersama tim dalam merancang dan mengembangkan produk inovatif. Rancangan
yang dihasilkan melalui ideate masih berupa ide dan perlu ditindak lanjuti menjadi
produk nyata melalui langkah prototipe. Karena itu sebelum berlanjut pada
langkah prototipe maka inovator perlu mengevaluasi rancangn hasil tahap ideate
dengan meminta pendapat orang lain yang atau pendapat tim.
Setelah menyelesaikan langkah ideate, ide rancangan produk perlu
langsung diimplementasikan dalam sebuah aplikasi atau produk uji coba, yang
disebut dengan langkah prototipe. Langkah ini bertujuan menghasilkan sebuah
produk nyata yang dapat diujicobakan sesuai kebutuhan atau masalah user.
Kemungkinan realisasi pengembangan produk dalam langkah prototipe akan
memerlukan beberapa kali uji coba. Inovator harus siap dengan kemungkinan
kegagalan dalam mengembangkan produk, namun tentu dia harus kembali
mencoba hingga produk yang diharapkan user benar-benar terwujud.
Produk yang sudah dikembangkan perlu di uji melalui sebuah percobaan
yang melibatkan pengguna. Dari pengalaman pengguna dalam menggunakan
produk uji coba, maka akan didapatkan masukkan untuk membuat produk yang
lebih baik dan melakukan perbaikan pada produk yang ada. Tahapan ini disebut
dengan test. Evaluasi hasil test akan sangat berguna dalam memperbaiki produk.
Selanjutnya jika produk sudah dinyatakan baik dan sesuai dengan kebutuhan
pengguna maka inovator dapat menyebarluaskan produknya agar dapat
digunakan oleh user sesuai tujuan semula.

E. REFERENSI
IDEO. (2008). Design Thinking. Harvard Business Review, 86(6), 252.
https://doi.org/10.5437/08956308X5503003
Mechelen, M. Van, Laenen, A., Zaman, B., Willems, B., & Vanden, V. (2019).
International Journal of Human-Computer Studies Collaborative Design
Thinking ( CoDeT ): A co-design approach for high child-to-adult ratios.
Journal of Human Computer Studies, 130(January 2018), 179–195.

3
2
https://doi.org/10.1016/j.ijhcs.2019.06.013
Woolery, B. E. (n.d.). Design Thinking Handbook.

3
3

Anda mungkin juga menyukai