Anda di halaman 1dari 4

Putusan Pengadilan Negeri Pangkalanbun Nomor: 233/PID.

B/LH/2020/PNPBU
Tentang Pembakaran Hutan dan Lahan

A. Latar Belakang
PT. Kumai Sentosa mengalami kebakaran lahan dari Blok 31 sampai 41 seluas
kurang lebih 257 hektar berbatasan dengan Taman Nasional Tanjung Puting
menyebabkan pencemaran lingkungan. Adapun terdakwa dalam perkara ini adalah
perwakilan dari I Ketut Supastika Bin I Wayan Sukarda selaku Direktur Utama PT.
Kumai Sentosa.

B. Pertanggungjawaban pidana korporasi dalam tindak pidana lingkungan hidup


pada Putusan Pengadilan Negeri Pangkalan Bun

Dalam Putusan Nomor 233/Pid.B/LH/2020/PNPBU, Hakim menjatuhkan


putusan bebas terhadap terdakwa korporasi PT. Kumai Sentosa yang sangat jauh
berbeda dari tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum kepada terdakwa korporasi yang
berupa pidana denda utama sebesar Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah) dan
pidana denda tambahan untuk memulihkan ekosistem lingkungan yang rusak akibat
kebakaran lahan seluas 2.600 hektar senilai Rp 935.735.340.000,00 (sembilan ratus
tiga puluh lima miliar tujuh ratus tiga puluh lima juta tiga ratus empat puluh ribu
rupiah).

Jaksa Penuntut Umum mengajukan dakwaan pada surat dakwaan dalam bentuk
dakwaan alternatif. Dakwaan alternatif yang pertama adalah berdasarkan Pasal 98 ayat
(1) jo Pasal 116 ayat (1) huruf a jo Pasal 119 huruf c UUPPLH yang memiliki unsur-
unsur sebagai berikut:

1. Setiap orang;
2. Dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku
mutu air, baku mutur air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
Dakwaan alternatif kedua adalah berdasarkan Pasal 99 ayat (1) jo Pasal 116
ayat (1) huruf a jo Pasal 119 huruf c UUPPLH yang memiliki unsur-unsur sebagai
berikut:

1. Setiap orang;
2. Karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien,
baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup.

Perbedaan dari kedua dakwaan alternatif terletak pada unsur kedua, di mana
dakwaan alternatif pertama menitikberatkan pada unsur kesengajaan sedangkan
dakwaan alternatif kedua menitikberatkan pada unsur kelalaian. Unsur pertama atau
unsur “setiap orang” dalam kedua dakwaan alternatif tersebut telah terpenuhi karena
subjek hukum tindak pidana dapat berupa orang perseorangan maupun korporasi yang
dalam hal ini subjek hukum tindak pidana dapat berupa orang perseorangan maupun
korporasi yang dalam hal ini subjek hukumnya adalah terdakwa korporasi PT. Kumai
Sentosa dengan perwakilan dari I Ketut Supastika Bin I Wayan Sukarda selaku
Direktur Utama.

Unsur kedua dalam dakwaan alternatif pertama menitikberatkan kesengajaan.


Yang dimaksud dengan kesengajaan (opzet) adalah suatu kehendak yang diarahkan
pada terwujudnya perbuatan seperti dirumuskan dalam peraturan perundang-
undangan atau kehendak untuk berbuat dengan mengetahui unsur-unsur yang
diperlukan menurut rumusan perundang-undangan.

Terhadap unsur kesengajaan dalam dakwaan alternatif tersebut, Hakim


memberikan pertimbangan diantaranya:

1. Berdasarkan fakta persidangan bahwa Api berasal para saksi melihat Api
menyala diluar ring Blok 41 atau diseberang Boundries (parit batas antara lokasi
perusahaan dengan Taman Nasional Tanjung Puting).
2. Bahwa Jaksa Penuntut Umum tidak dapat mengajukan bukti berupa hasil audit
yang menunjukkan kurangnya sarana dan prasarana pemadam api yang dimiliki
terdakwa korporasi.
3. Dari dakwaan alternatif pertama tersebut adalah hasil pemeriksaan keterangan
saksi tim pemadam dan petugas sekuriti PT. Kumai Sentosa yang telah
melakukan langkah antisipasi dan upaya pemadaman yang maksimal serta
laporan perhitungan kerugian yang dialami oleh terdakwa korporasi PT. Kumai
Sentosa yang menyimpulkan bahwa terdakwa korporasi adalah pihak yang
paling dirugikan dari peristiwa tersebut.

Hakim berpendapat bahwa tidak ada sama sekali kesengajaan, baik sebagai
maksud atau tujuan yang dilakukan oleh terdakwa korporasi untuk melakukan
pembakaran lahan, sehingga terdakwa korporasi dinyatakan tidak terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah sebagaimana dakwaan alternatif pertama tersebut. Dalam
dakwaan alternatif kedua, unsur yang kedua menitikberatkan pada kelalaian (culpa),
di sini yang dimaksud dengan lalai adalah kurang hati-hati.

Terhadap unsur kelalaian dalam dakwaan alternatif kedua, Hakim memberikan


tiga pertimbangan dalam mengeluarkan amar putusan bebas.

1. Bahwa seluruh perangkat pemadam api yang dimiliki oleh terdakwa korporasi
PT. Kumai Sentosa telah diperiksa dan sesuai dengan standar operasional dan
prosedur (SOP) yang ditetapkan perusahaan dan fakta tersebut membuktikan
bahwa peralatan pemadam kebakaran tersebut memadai untuk melakukan
pemadaman kebakaran lahan.
2. Keterangan saksi yang mengungkapkan bahwa saat kejadian tersebut angin
berhembus sangat kencang dari arah tenggara sehingga api tidak dapat
dikendalikan oleh tim pemadam PT. Kumai Sentosa meskipun alat pemadam
sudah memadai, sehingga Hakim berpendapat bahwa peristiwa tersebut
termasuk kategori bencana alam karena tidak mungkin bisa diatasi dengan
kemampuan manusia atau di luar ambang batas kemampuan manusia yang
disebut force majeure yang merupakan alasan hukum sebagai pengecualian
terjadinya akibat.

Berdasarkan berbagai alat bukti dan pertimbangan-pertimbangan hukum


(legal reasoning) di atas, Majelis Hakim menyatakan bahwa unsur-unsur tindak
pidana dalam dakwaan alternatif pertama dan kedua tidak terbukti. Dengan tidak
terpenuhi dan tidak terbuktinya kedua dakwaan alternatif tersebut makaterdakwa
korporasi PT. Kumai Sentosa dinyatakan tidak terbukti secara sah danmeyakinkan
melakukan tindak pidana yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum, sehingga
Majelis Hakim mengeluarkan putusan bebas terhadap terdakwa korporasi PT.
Kumai Sentosa.

Anda mungkin juga menyukai