Anda di halaman 1dari 5

KASUS UPAYA KELAYAKAN LINGKUNGAN

M AKBAR ALBANJARI
2208016253
PUTUSAN

Nomor 1228 K/Pdt/2019

1. Jenis Kasus Lingkungan: Upaya Kelayakan Lingkungan atas pemberian Hak Guna
Usaha

2. Uraian Kasus Posisi: Sebuah perusahaan telah memulai proyek pembangunan pabrik
di sepanjang sungai yang merupakan habitat bagi spesies ikan yang dilindungi. Namun,
PT Palmina Utama mengalami kebakaran, dan sebagai akibatnya terjadi kerusakan
lingkungan, PT Palmina Utama dapat menjadi pihak yang bertanggung jawab untuk
membayar biaya pemulihan fungsi ekologis lahan yang terbakar. Aktivitas pembangunan
tersebut telah menyebabkan penurunan kualitas air dan mengganggu kehidupan ikan.
Pada putusan kasasi ini melibatkan pertikaian antara Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK) dan PT Palmina Utama terkait kerusakan
lingkungan hidup yang disebabkan oleh kegiatan perkebunan kelapa sawit. Pihak KLHK,
sebagai penggugat, mengajukan gugatan terkait perusakan lingkungan yang mereka
klaim dilakukan oleh PT Palmina Utama.

3. Dasar Hukum yang Dilanggar: Pasal 69 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009


tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang menyatakan bahwa
setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat menyebabkan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

4. Obyek Sengketa: Sungai dan habitat ikan yang dilindungi atas tanah seluas 10.683,93
hektar di Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan.

5. Subyek Hukum: PT Palmina Utama sebagai pihak yang memiliki hak guna usaha atas
tanah yang terbakar dan pihak yang dituduh melakukan perbuatan melawan hukum
serta bertanggung jawab secara mutlak atas dampak pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup yang ditimbulkan.

6. Tempos dan Lokusnya: Proses pembangunan pabrik yang berlangsung di sepanjang


sungai yang menjadi habitat ikan dilindungi di Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan
Selatan pada tahun 2018

7. Penegakan Hukum yang Diterapkan: Penegakan hukum administrasi PT Palmina


Utama bisa dianggap sebagai pihak tergugat untuk membayar biaya pemulihan fungsi
ekologis lahan yang telah terbakar seluas 511 hektar dengan total biaya sebesar
Rp128.224.849.500,00.
8. Asas Utimum Remedium dan Primun Remedium dalam Lingkungan Hidup:
Asas utimum remedium adalah penyelesaian sengketa melalui cara yang paling efektif
bagi lingkungan hidup, sementara primun remedium adalah penegakan hukum untuk
memulihkan kerugian lingkungan hidup yang terjadi.

9. Asas yang Diterapkan dalam Kasus: Asas yang diterapkan dalam kasus ini adalah
asas keberlanjutan (sustainable development), karena tindakan perusahaan tersebut
menyebabkan kerugian lingkungan yang dapat membahayakan keberlangsungan hidup
spesies ikan yang dilindungi.

10.Hak yang Dilanggar dalam Kasus: Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pasal 49 Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

Pasal 27 dan Pasal 29 untuk menjaga, memelihara, dan melestarikan hutan tempat
usahanya.

Pasal 49 UU No 41 Tahun 1999

Dan dasar hukum yang mengatur mengenai Hak Guna Usaha adalah Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah Nomor 40
Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha atas Tanah.

11.Penerapan Asas Legalitas dalam Kasus: Pemerintah dapat menerapkan asas


legalitas dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dan berdasarkan prinsip strict liability
dalam hukum lingkungan hidup, serta Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia, Tergugat dapat
dinyatakan bertanggung jawab secara mutlak atas dampak pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian lingkungan hidup. Oleh karena
itu, pengadilan dapat memutuskan bahwa Tergugat harus membayar biaya pemulihan
fungsi ekologis lahan yang telah terbakar sebagai akibat dari kegiatan yang
dilakukannya.

12.Jenis Baku Mutu Lingkungan Terkait dengan Kasus: Baku mutu air, udara, dan
tanah yang dapat tercemar oleh aktivitas pabrik serta kualitas air sungai dan keberadaan
habitat ikan yang terancam.

13.Argumen Wajib Upaya Kelayakan Lingkungan: Semua kegiatan/usaha wajib


dilakukan Upaya Kelayakan Lingkungan untuk melindungi dan memastikan keberlanjutan
lingkungan hidup serta mengurangi dampak negatif terhadap masyarakat dan
ekosistem..

14.Alat Pembuktian dalam Kasus di Atas: Laporan hasil studi dampak lingkungan
(Amdal), data kualitas air, laporan inspeksi lapangan, foto dokumentasi, dan saksi ahli
lingkungan hidup.
15. I = Issues (Isu):

Apakah Tergugat dapat dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum dan


bertanggung jawab secara mutlak atas dampak pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian lingkungan hidup?

R = Regulation (Regulasi):

 Prinsip strict liability dalam hukum lingkungan hidup.


 Kasus preseden terkait dengan tanggung jawab atas dampak lingkungan hidup.
 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, Pasal 69 ayat (1), yang melarang setiap orang melakukan
kegiatan yang dapat menyebabkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup.

A = Analysis (Analisis):

Tergugat memiliki hak guna usaha atas tanah di Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan
Selatan, dan dalam pengelolaan lahan tersebut terjadi kebakaran yang menyebabkan
kerusakan lingkungan hidup seluas 511 hektar. Dalam kasus ini, pihak penggugat
menuntut Tergugat untuk bertanggung jawab secara mutlak atas biaya pemulihan fungsi
ekologis lahan yang terbakar.

Pembangunan pabrik yang telah dimulai tanpa memperhatikan dampak lingkungan


hidup, seperti penurunan kualitas air dan gangguan terhadap kehidupan ikan yang
dilindungi, merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 69 Undang-Undang
Lingkungan Hidup.

Tindakan perusahaan tersebut tidak sesuai dengan prinsip-prinsip keberlanjutan


(sustainable development), karena dapat mengancam keberlangsungan hidup spesies
ikan yang dilindungi.

Penegakan hukum administrasi dan pidana dapat diterapkan terhadap perusahaan yang
melanggar ketentuan tersebut.

C = Conclusion (Kesimpulan):

Dalam putusan tersebut, Mahkamah Agung mengabulkan sebagian gugatan pemohon


kasasi, yaitu penggugat dalam perkara tersebut. Beberapa poin penting dari putusan
tersebut termasuk:

1. Memerintahkan tergugat untuk tidak melakukan kegiatan apapun di atas lahan


tertentu selama putusan perkara tersebut belum memiliki kekuatan hukum tetap.

2. Menyatakan bahwa tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum dan


bertanggung jawab secara mutlak atas dampak pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup.
3. Menghukum tergugat untuk membayar ganti rugi materiil dan immateriil kepada
penggugat.

4. Memerintahkan tergugat untuk tidak menanam di lahan yang telah terbakar.

5. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan atas harta benda milik tergugat.

Dalam kasus ini, tergugat dihukum untuk membayar kerugian ekologis dan ekonomis
yang diakibatkan oleh dampak pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Pemohon kasasi berhasil dalam sebagian gugatannya, dan putusan pengadilan mengikat
kedua belah pihak.

Berdasarkan analisis tersebut, dapat disimpulkan bahwa perusahaan telah melanggar


ketentuan Undang-Undang Lingkungan Hidup terkait dengan pembangunan pabrik di
sepanjang sungai yang merupakan habitat bagi spesies ikan yang dilindungi. Oleh
karena itu, penegakan hukum administrasi dan pidana dapat dilakukan untuk
menindaklanjuti pelanggaran tersebut.

Selain itu, sebaiknya penyidik lebih teliti dengan menjerat PT Palmina Utama ini ber-
dasarkan concursus idealis yaitu satu perbuatan melanggar beberapa pera-turan.

Serta dalam pemberian HGU perkebunan kepada korporasi diberikan kewajiban kepada
korporasi untuk menjaga areal-nya dari kebakaran dan apabila tetap terjadi kebakaran
siapapun pelakunya maka korporasi tetap harus ber-tanggungjawab 1.

Daftar Pustaka
Abby, F. A., & Arif, J. (2021). Konsep Pertanggungjawaban Berdasarkan Asas Vicarious Liability dalam Tindak Pidana
Kebakaran Hutan dan Lahan. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, 11(01), 97-106.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Surat Kuasa Khusus tanggal 1 Agustus 2016

Surat Kuasa Khusus tanggal 25 Agustus 2016

Surat Kuasa Khusus tanggal 20 September 2018

Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor: 52-HGU-BPN RI-2009

Putusan Pengadilan Negeri Banjarmasin Nomor 125/Pdt.G/LH/2016/PN Bjm. tanggal 21 Februari 2018

Putusan Pengadilan Tinggi Banjarmasin Nomor 48/PDT/2018/PT BJM. tanggal 15 Agustus 2018

Akta Permohonan Kasasi Nomor 48/PDT/2018/PT BJM. juncto Nomor 125/Pdt.G/2016/PN Bjm.

1
Abby, F. A., & Arif, J. (2021). Konsep Pertanggungjawaban Berdasarkan Asas Vicarious Liability dalam
Tindak Pidana Kebakaran Hutan dan Lahan. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, 11(01), 97-106.

Anda mungkin juga menyukai