Anda di halaman 1dari 5

Kebijakan Pemerintah terhadap penggunaaan lahan gambut menyebabkan fungsi

ekologinya berjalan kembali.


Devinisi
Kebijakan Pemerintah: Pengertian kebijakan pemerintah pada prinsipnya dibuat atas dasar
kebijakan yang bersifat luas. Menurut Werf (1997) yang dimaksud dengan kebijakan adalah
usaha mencapai tujuan tertentu dengan sasaran tertentu dan dalam urutan tertentu. Sedangkan
kebijakan pemerintah mempunyai pengertian baku yaitu suatu keputusan yang dibuat secara
sistematik oleh pemerintah dengan maksud dan tujuan tertentu yang menyangkut kepentingan
umum.
Lahan Gambut: Lahan gambut adalah bentang lahan yang tersusun oleh tanah hasil
dekomposisi tidak sempurna dari vegetasi pepohonan yang tergenang air sehingga kondisinya
anaerobik. Material organik tersebut terus menumpuk dalam waktu lama sehingga membentuk
lapisan-lapisan dengan ketebalan lebih dari 50 cm. Tanah jenis ini banyak dijumpai di daerah-
daerah jenuh air seperti rawa, cekungan, atau daerah pantai. Sebagian besar lahan gambut masih
berupa hutan yang menjadi habitat tumbuhan dan satwa langka. Hutan gambut mempunyai
kemampuan menyimpan karbon dalam jumlah yang besar. Karbon tersimpan mulai dari
permukaan hingga di dalam dalam tanah, mengingat kedalamannya bisa mencapai lebih dari 10
meter.(Ensiklopedi Bumi).
Fungsi Ekologi: ekologi merupakan ilmu hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan
lingkungannya.

PRO:
1. Pujian dari para pemimpin dunia, termasuk mantan Wakil Presiden Amerika Serikat Al Gore,
atas upaya Pemerintah Indonesia untuk memulihkan dan melindungi lahan gambut sebagai
bagian dari upaya mitigasi perubahan iklim pada Konferensi Perubahan Iklim PBB COP23 di
Bonn, Jerman, pada bulan November 2017 merupakan kebanggan bagi Indonesia.
2. Upaya yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo tersebut merupakan langkah strategis yang
penting, terutama setelah terjadinya kebakaran hutan di tahun 2015 yang sebagian besar
terjadi di lahan gambut yang kaya akan karbon. Kebakaran tersebut mengakibatkan 19
korban jiwa, 500.000 orang menderita infeksi saluran pernafasan akut dan lebih dari 4 juta
siswa berhenti sekolah selama satu bulan, dengan kerugian ekonomi yang diperkirakan
mencapai Rp221 triliun. Kebakaran juga melepaskan 1,62 miliar metrik ton gas rumah kaca
(GRK) ke udara, setara dengan emisi yang dihasilkan oleh sekitar 350.000 kendaraan dalam
satu tahun.
3. Sebagai negara hukum di mana kekuasaan pemerintah diatur oleh hukum, usaha restorasi dan
perlindungan lahan gambut di Indonesia membutuhkan dukungan penegakan hukum,
termasuk pembentukan peraturan baru mengenai rencana spasial lahan gambut yang
mensyaratkan pelestarian lahan gambut yang dilindungi sebagaimana ditetapkan. Sayangnya,
beberapa lahan gambut telah mendapatkan izin usaha, perkebunan dan pertanian atau hak
tanah. Situasi ini tentunya berpotensi menyebabkan konflik antara peraturan baru dan izin
atau hak tersebut. Pemegang izin atau hak biasanya menggunakan sistem hukum sebagai
alasan untuk menolak peraturan baru, di mana kepastian hukum secara sempit ditafsirkan
sebagai peraturan hukum tidak boleh diubah. Pemegang izin beralasan bahwa mereka telah
mendapatkan izin secara legal sehingga peraturan baru tersebut tidak seharusnya
memengaruhi konsesinya.
4. Konflik sejenis terjadi baru-baru ini ketika Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(KLHK) mengeluarkan peraturan yang mewajibkan pemegang izin perkebunan kehutanan
untuk menyesuaikan rencana kerjanya dengan rencana lahan gambut nyang baru dibuat
oleh kementerian. Akibat konflik tersebut, gugatan dilayangkan oleh Riau-KSPSI, sebuah
serikat buruh di industri kehutanan. Serikat buruh tersebut mengajukan permintaan kepada
Mahkamah Agung untuk melakukan pemeriksaan yudisial atas peraturan baru ini dan
membatalkannya. Mahkamah Agung mengabulkan permintaan pemohon, menyatakan bahwa
peraturan baru tersebut bertentangan dengan Undang-Undang 41/1999 tentang Kehutanan
dan menyarankan agar pembuat peraturan melakukan kajian akademis dalam pembentukan
peraturan baru.
5. Ada satu pertanyaan penting yang muncul: Apakah sistem hukum tidak memperbolehkan
pemerintah mengubah peraturan hukum yang berdampak buruk pada izin dan kewajiban atau
hak hukum yang ada? Sistem hukum sejatinya adalah cara negara demokrasi mencegah
praktik pemerintahan yang sewenang-wenang dan diskriminatif. Hukum, sebagai serangkaian
peraturan yang harus dipatuhi masyarakat, seharusnya dikeluarkan oleh pihak berwenang
sesuai dengan standar, prosedur dan tujuan yang ditetapkan oleh hukum. Ada pendapat yang
berkembang di antara pakar hukum bahwa sistem hukum seharusnya tidak hanya
berlandaskan prosedur formal, yang mengatur bahwa peraturan hukum harus jelas, terbuka,
relatif stabil dan dibuat berdasarkan undang-undang. Mereka beranggapan bahwa sistem
hukum juga harus memperhitungkan nilai-nilai di masyarakat, terutama hak asasi manusia,
keadilan dan moral.
6. Undang-Undang Dasar 1945 (UUD), hukum tertinggi di hierarki legislatif Indonesia,
mengenal nilai-nilai masyarakat tersebut. UUD mengakui hak asasi manusia, seperti hak atas
lingkungan yang bersih dan sehat serta hak atas keadilan. Hak asasi manusia harus dihormati
atas dasar pertimbangan moral, nilai-nilai keagamaan, keamanan dan ketertiban umum.
Karena itu, peraturan hukum di Indonesia tidak hanya mengikuti prosedur standar tetapi juga
nilai-nilai masyarakat.
7. Di samping itu, undang-undang yang stabil tidak berarti bahwa undang-undang tidak dapat
diubah. Sebaliknya, undang-undang harus terus disesuaikan untuk melindungi kesejahteraaan
dan keadilan di masyarakat. Undang-undang 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan nyatanya memperbolehkan undang-undang retroaktif di Indonesia
selama tidak memasukkan ketentuan yang bersifat kriminal, asalkan dampak peraturan baru
tersebut terhadap kewajiban dan hak hukum yang sudah ada juga diatur.
8. Sehubungan dengan perlindungan lahan gambut di Indonesia, penerbitan peraturan baru
tersebut oleh KLHK adalah bentuk upaya penerapan Peraturan Pemerintah 71/2014 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, Undang-undang 32/2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang-Undang Dasar 1945. Semua
undang-undang ini melarang pembukaan lahan di kawasan gambut yang dilindungi dan
mengharuskan pemilik usaha untuk memitigasi dan merestorasi gambut yang rusak akibat
kegiatan usaha.
9. Kewajiban pemilik usaha untuk melestarikan lahan gambut yang diindungi dan memitigasi
kerusakan lingkungan bukanlah hal baru. Kewajiban tersebut telah berlaku atas badan usaha
paling tidak sejak diterbitkannya Undang-undang 4/1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Keputusan Presiden 32/1990 tentang Pengelolaan
Kawasan Lindung. Oleh karena itu, pernyataan bahwa peraturan baru ini mengakibatkan
perubahan yang signifikan bagi tanggung jawab usaha perlu ditinjau lagi.
10. Ketika permasalahan gambut dan lingkungan bersinggungan dengan izin atau hak yang
sudah ada, sistem hukum harus ditafsirkan secara sensitif, akurat, menyeluruh dan hati-hati.
Penerapan sistem hukum tidak boleh hanya diliat sebagai perlindungan prosedural, namun
juga perlindungan nilai-nilai masyarakat dan tujuan negara yang ditetapkan dalam UUD.
Pada kasus di atas, Mahkamah Agung telah mengangkat pentingnya memenuhi prosedur.
Akan tetapi, pendekatan substantif dalam menafsirkan system. hukum harus terus
ditingkatkan. Penafsiran sistem hukum secara sempit dapat membahayakan kepentingan
masyarakat atas lingkungan yang baik dan sehat serta dapat mengakibatkan penyalahgunaan
hukum itu sendiri.
11. Selaras dengan derap langkah dunia melawan perubahan iklim, menurut peneliti CIFOR,
diperlukan perhatian lebih pada peran lahan gambut. Hutan gambut terbentuk selama ribuan
tahun dan menyimpan jutaan ton karbon. Jika dilindungi, hutan gambut merupakan gudang
karbon raksasa, namun jika diganggu, ia menjadi sumber gas rumah kaca yang
menghancurkan.
12. “Melengkapi fungsi sebagi penyedia jasa lingkungan yang esensial, antara lain pengaturan air
di bentang alam dan menjadi habitat keragaman hayati unik, secara global lahan gambut
sangat penting dalam perannya sebagai kolam dan serapan karbon,” kata Kristell
Hergoualc’h, ilmuwan CIFOR, kontributor edisi khusus dan pembicara di sesi IUFRO.
13. Secara global, lahan gambut menyimpan sekitar 30% karbon tanah, hanya 3% wilayahnya di
seluruh dunia. Namun, karbon ini mudah terbakar, dan bisa terlepas dalam bentuk karbon
dioksida jika keseimbangan air dan vegetasi alamnya terganggu.
14. Hergoualc’h menjelaskan, dalam kondisi alami, lahan gambut terendam di sebagian tahun.
Kondisi ini menyebabkan terjadi dekomposisi materi organik dari tanaman secara perlahan,
dan mengakumulasi karbon dalam bentuk gambut. Namun, ketika hutan gambut dikeringkan
dan dibakar untuk sawit dan perkebunan lain, terlepaslah sejumlah besar gas rumah kaca
(GRK) ke atmosfer.

KONTRA:
Emisi gas rumah kaca di lahan gambut, terutama mengandung karbon dioksida, meski
metana dan nitrogen oksida (N2O) juga mengalir. N2O berpotensi memicu pemanasan global,
sekitar 270 kali dibanding karbon dioksida dan merupakan perusak utama ozon.
Menurut Hergoualc’h, sebagian besar penelitian lahan gambut tropis terfokus pada
pemantauan emisi gas rumah kaca tanah. Ia menyatakan, nitrogen oksida masih menjadi gas
terlupakan di banyak penelitian negara tropis seperti Peru dan Indonesia.
“Salah satu hasil tak terduga datang dari penelitian terbaru di perkebunan sawit di lahan
gambut yang telah dikeringkan di Indonesia,” kata Hergoualc’h.
z“Dikombinasikan dengan kajian literatur, ditunjukkan bahwa tingginya emisi N2O dari
dekomposisi gambut tropis cenderung terjadi secara umum; ini kontras dengan faktor emisi
IPCC [Panel Internasional Perubahan Iklim] terbaru,” katanya.
Penelitian menunjukkan, diperlukan lebih banyak data untuk memperbaiki implementasi
panduan IPCC yang terbagi dalam tiga tier – makin tinggi tier makin rumit dan mahal.
“Berbagai negara sudah dapat melaporkan emisi atau serapan GRK di lahan gambut
menggunakan tier 1 atau metode standar,” kata Hergoualc’h.
“Namun, bagi negara yang ingin memfokuskan upaya pada kategori emisi dan serapan
yang berkontribusi paling signifikan pada emisi nasional, ada metode [tier 2 dan 3] dan data yang
lebih detail,” tambahnya.

Kaidah Konservasi Lahan: 1). perlindungan permukaan tanah terhadap pukulan butir-butir air hujan,
2). meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah seperti pemberian bahan organik atau dengan cara
meningkatkan penyimpanan air, dan 3). mengurangi laju aliran permukaan sehingga menghambat
material tanah dan hara terhanyut.

Anda mungkin juga menyukai