Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP KORPORASI

YANG DIDAKWA MELAKUKAN TINDAK PIDANA


LINGKUNGAN HIDUP
(Studi Putusan PN Pelalawan Nomor 349/Pid.B/LH/2019/PN.Plw)

Mursal Fadhilah,
NPM: 072323010

Program Studi Ilmu Hukum


Program Pasca Sarjana Universitas Pakuan Bogor 2023
LATAR BELAKANG
Salah satu kejahatan terhadap lingkungan hidup yang sering terjadi akhir-akhir ini yaitu pembakaran hutan dan lahan dan dilampauinya baku mutu
lingkungan hidup (pencemaran udara berat). Pembakaran hutan dan lahan yang dilakukan oleh korporasi menimbulkan akibat yang lebih luas dan
korbannya lebih banyak walaupun terkadang bukan korban secara langsung. Kebakaran hutan dan lahan yang dilakukan korporasi jelas dampak yang
ditimbulkan sungguh luar biasa. Masyarakat menjadi terhambat beraktifitas karena asap yang menganggu penglihatan dan gangguan kesehatan serta
pernafasan.
Kasus yang sering banyak disebabkan oleh korporasi, yang dengan sengaja melakukan kebakaran hutan untuk dijadikan lahan perkebunan sawit.
Dalam kurun waktu 15 tahun terakhir, berdasarkan analisis Belinda Margono dari Direktorat Invetarisasi Gas Rumah Kaca dan Monitoring Pelaporan
Verifikasi KLHK, luas kebakaran tahun 2015 adalah yang terparah mencapai 2.640.049 hektare. Umumnya area terbakar adalah gambut kering di
Sumatera Selatan dan Kalimantan, diikuti oleh Riau dan Jambi. Di tanah mineral, provinsi yang areanya paling banyak terbakar ialah Papua, Kalimantan
Selatan, dan Kalimantan Barat.
Kerusakan dan pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh korporasi sejalan dengan lemahnya penegakan hukum baik ditingkat kepolisian,
kejaksaan hingga di pengadilan. Selain itu sangat jarang adanya penerapan pidana penjara terhadap pengurus korporasi yang melakukan tindak pidana
pembakaran hutan dan lahan oleh korporasi, korporasi sebagai badan usaha pelaku tindak pidana hanya dikenai pidana denda dan pidana tambahan. Salah
satunya adalah tindak pidana pembakaran hutan yang dilakukan oleh PT Sumber Sawit Sejahtera (PT SSS) di Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau yang
diwakili oleh Eben Ezer Djadiman Halomoan Lingga Alias Eben selaku direktur utama PT SSS.
Hal ini dapat dilihat dalam Putusan Pengadilan Negeri Pelalawan Nomor 349/Pid.B/LH/2019/PN Plw: 1. Menyatakan PT Sumber Sawit Sejahtera,
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku
mutu air, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup dan tidak menerapkan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup atau Upaya Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, analisis risiko lingkungan hidup dan pemantauan lingkungan hidup” sebagaimana dalam
dakwaan alternatif kedua dan dakwaan kumulatif; 2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa oleh karena itu dengan pidana denda sejumlah Rp
3.500.000.000,-(tiga milyar lima ratus juta rupiah); 3. Menjatuhkan pidana tambahan berupa perbaikan akibat tindak pidana sejumlah Rp 38.652.262.000,-
(tiga puluh delapan milyar enam ratus lima puluh dua juta dua ratus enam puluh dua ribu rupiah);
RUMUSAN MASALAH:

• Bagaimana konsep lingkungan hidup dan model pertanggungjawaban pidana korporasi yang
melakukan tindak pidana lingkungan hidup?
• Bagaimana pertimbangan hakim terhadap korporasi yang melakukan tindak pidana lingkungan
hidup dalam Putusan Pengadilan Negeri Pelalawan Nomor 349/Pid.B/LH/2019/PN Plw?
• Bagaimana analisis hukum atas pertimbangan hakim dalam pemidanaan terhadap korporasi yang
melakukan tindak pidana lingkungan hidup dalam Putusan Pengadilan Negeri Pelalawan Nomor
349/Pid.B/LH/2019/PN Plw?
METODE PENELITIAN:

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dan menggunakan pendekatan Perundang-
undangan (statue approach) dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut
paut dengan isu hukum yang sedang ditangani, pendekatan konsep (conceptual approach), serta
pendekatan kasus (case approach) yakni mengkaji rasio decidendi atau reasoning yaitu
pertimbangan pengadilan untuk sampai kepada suatu putusan dimana dalam penelitian ini
menggunakan Putusan Nomor: 349/Pid.B/LH/2019/PN Plw.
PEMBAHASAN

A. Konsep Lingkungan Hidup Dan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Yang Melakukan Tindak Pidana
Lingkungan Hidup

1. Lingkungan Hidup dan Pengaturannya:


 Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor 32 tahun 2009 (UUPPLH) Pasal 1 Ayat 1,
lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lain
 Tindak Pidana (strafbaarfeit) = delik: Moeljatno: suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan perundang-
undangan; Simons mengartikan perbuatan melawan hukum yang berkaitan dengan kesalahan (schuld) seseorang yang mampu
bertanggungjawab dan menurut E. Mezger, strafbaarfeit adalah keseluruhan syarat untuk adanya pidana; KBBI: delik
merupakan perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang tindak pidana
 Tindak pidana lingkungan hidup dalam UUPPLH dari Pasal 97 s/d Pasal 120; KUHP Pasal 187, Pasal 188, Pasal 202, Pasal
203, Pasal 502, dan Pasal 503; UU Kehutanan Pasal 78; UU Pokok Agraria Pasal 52 ayat (1)
PEMBAHASAN

2. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

 UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 1 ayat (5): “Direksi memiliki tanggung jawab atas pengurusan perseroan dan
mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan” : Pasal 97 ayat (2): “Direksi melaksanakan pengurusan perseroan dengan
itikad baik dan penuh tanggung jawab, dan bertanggung jawab atas kerugian PT”.
 Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 116 Ayat (1) “tindak pidana lingkungan hidup yang dilakukan
oleh badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada: a. Badan usaha; dan/atau b. Orang yang memberi perintah atau
bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut”. (2) “tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh orang yang
berdasarkan hubungan kerja/berdasarkan hubungan lain dalam lingkup kerja badan usaha, sanksi pidana dijatuhkan terhadap pemberi
perintah atau pemimpin”. Pasal 116 Ayat (2)”Apabila tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
orang, yang berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain yang bertindak dalam lingkup kerja badan usaha, sanksi pidana
dijatuhkan terhadap pemberi perintah atau pemimpin dalam tindak pidana tersebut tanpa memperhatikan tindak pidana tersebut dilakukan
secara sendiri atau bersama-sama.
 Peraturan pelaksana: Peraturan Jaksa Agung RI No: PER-028/A/ JA/10/2014, tentang Pedoman Penanganan Perkara Pidana dengan
Subjek Hukum Korporasi; Perma No. 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana Oleh Korporasi.
 Konsep pertanggungjawaban pidana korporasi dapat dibagi menjadi: 1. Teori Strict Liability (korporasi dianggap bertanggungjawab atas
perbuatan yang secara fisik dilakukan oleh pemegang saham, pengurus, agen, wakil atau pegawainya; 2. Teori Vicarious Liability (atasan
harus bertanggungjawab atas apa yang dilakukan oleh bawahannya); 3. Teori Identification (Pertanggungjawaban pidana langsung atau
“direct liability” (yang juga berarti nonvicarious))
PEMBAHASAN

B. Pertimbangan Hakim Dalam Penerapan Hukum Pidana Materill Terhadap Korporasi Dalam Putusan
Pengadilan Negeri Pelalawan Nomor 349/Pid.B/LH/2019/PN.Plw.

• Profil PT. Sumber Sawit Sejahtera, bergerak di bidang budidaya kelapa sawit, didirikan berdasarkan Akta Nomor: 4 Tanggal 8 Juni 2005, SK
Menkumham No: C-23256 HT.01.01.TH.2006, tanggal 9 Agustus 2006, Direktur Utama Eben Ezer Djadiman Halomoan Lingga Alias Eben,
Kantor pusat PT SSS beralamat di Gedung Graha Kana Lt.4 dan 5, Jalan Angkasa I Blok B XVI Kav 4, Gunung Sahari Selatan, Kemayoran, Kota
Administrasi Jakarta Pusat, DKI Jakarta, kantor kebun di Jl. Lintas Bono Dusun Tampoi, Desa Pangkalan Panduk, Kecamatan Kerumutan,
Kabupaten Pelalawan. Riau
• Sabtu, tanggal 23 Pebruari 2019 sekira pukul 11.00 WIB hingga hari Jumat, tanggal 29 Maret 2019 sekira pukul 17.00 WIB, terjadi kebakaran
lahan sehingga mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut atau kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup, di lahan areal Perijinan Perkebunan Terdakwa PT. SSS
• Dakwaan Pertama: pasal 98 ayat (1) jo pasal 116 ayat (1) huruf a jo pasal 118 jo pasal 119 UU Nomor: 32 Tahun 2009, Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH); Kedua: pasal 99 ayat (1) jo pasal 116 ayat (1) huruf a jo pasal 118 jo pasal 119 UUPPLH; Ketiga:
pasal 108 jo pasal 69 ayat (1) huruf (h) jo pasal 116 ayat (1) huruf a jo pasal 118 jo pasal 119 UUPPLH; Atau pasal 108 jo pasal 56 ayat (1) jo
pasal 113 ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 2014, Tentang Perkebunan; Dan pasal 109 jo pasal 68 jo pasal 113 ayat (1) UU Perkebunan
• Pertimbangan hakim: terdakwa memenuhi unsur-unsur dalam dakwaan dalam Pasal 99 ayat (1) jo Pasal 116 ayat (1) huruf a jo Pasal 119 UPPLH,
Pasal 109 jo Pasal 68 jo Pasal 113 ayat (1) UUPerkebunan dan UU Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana serta peraturan perundang-
undangan lain
• Putusan hakim: 1. Menyatakan Terdakwa PT. Sumber Sawit Sejahtera tersebut diatas, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan alternatif kedua dan dakwaan kumulatif; 2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana
denda sejumlah Rp 3.500.000.000,-; 3. Menjatuhkan pidana tambahan berupa perbaikan akibat tindak pidana sejumlah Rp 38.652.262.000,-
PEMBAHASAN

C. Analisis Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Pengadilan Negeri Pelalawan Nomor 349/Pid.B/LH/2019/PN Plw

 Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pemidanaan: 1. Pertimbangan yuridis didasarkan pada fakta-fakta yuridis yang terungkap di dalam
persidangan dan dimuat di dalam putusan; 2. Pertimbangan non yuridis (subjektif) didasarkan pada suatu keadaan yang tidak diatur dalam
peraturan perundang-undangan, namun keadaan tersebut baik melekat pada diri pembuat tindak pidana maupun berkaitan dengan masalah-
masalah sosial dan struktur masyarakat.
 Atas pertimbangan yuridis, penulis sependapat dengan Sutan Remy Sjahdeini, dimana Majelis hakim yang menyidangkan perkara a quo,
seharusnya mempertimbangkan penerapan doktrin pertanggungjawaban vicrious liability terhadap PT. SSS, dengan pertimbangan fakta yang
muncul di persidangan perkara kebakaran lahan pada areal PT. SSS, bahwa kebakaran lahan pada areal PT. SSS kerap kali terjadi yaitu pada
tahun 2013, tahun 2014, dan tahun 2015, sehingga patut diduga bahwa kebakaran lahan pada tahun 2019 ini merupakan kesengajaan yang
dilakukan PT. SSS dalam membuka lahannya. Apalagi didukung dengan fakta bahwa korporasi dengan sengaja tidak melengkapi sarana dan
prasarana dalam mencegah terjadinya kebakaran lahan, sebagaimana yang telah ditentukan dalam Permen LH dan Kehutanan No. 32 Tahun
2016 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan dan Permentan Nomor 05 Tahun 2018 tentang Pembukaan dan/atau Pengolahan Lahan
Perkebunan tanpa Bakar, bahkan jika perusakan dan pencemaran lingkungan hidup kerapkali dilakukan oleh korporasi, hakim dapat
mempertimbangkan penjatuhan pidana tambahan pencabutan izin usaha korporasi
 Terkait pertimbangan non yuridis (subjektif) bahwa akibat yang ditimbulkan dari perbuatan terdakwa khususnya dibidang lingkungan hidup,
mengakibatkan pencemaran udara luar biasa, yang dapat mengancam Kesehatan dan keselamatan jiwa, sudah seyogyanya terdakwa selaku
pengurus korporasi dijatuhi pemidanaan penjara, agar kasus serupa tidak terjadi lagi di masa mendatang dan demi dengan terjaganya
keberlangsungan lingkungan hidup yang baik dan sehat yang merupakan hak semua rakyat Indonesia
KESIMPULAN DAN SARAN

• Kesimpulan: Apabila sanksi yang dijatuhkan tidak tegas dan tidak memuat sanksi pidana penjara bagi pengurus
korporasi, bahkan mencabut izin usaha korporasi, penulis memandang bahwa koorporasi tidak akan pernah jera,
karena masih menganggap putusan hakim yang sedemikian itu tidak akan mengkhawatirkan atau ditakuti oleh
korporasi karena tidak akan menimbulkan kerugian yang signifikan bagi perusahaan dan usahanya masih tetap
dapat berjalan, dan dari hasil usaha tersebut koorporasi masih memiliki kemampuan untuk menempuh upaya-
upaya lainnya, termasuk membayar pidana denda, tanpa harus memikirkan bagaiamana upaya pemulihan
lingkungan yang telah rusak karena perbuatannya, sedangkan dampak kerusakan lingkungan dapat terjadi
dalam jangka waktu yang sangat lama dan bahkan menimbulkan korban nyawa.
• Saran: penulis menyarankan agar penerapan pidana penjara diharapkan dapat diterapkan oleh hakim dalam
perkara-perkara lingkungan hidup terhadap pengurus korporasi, bukan hanya diterapkan terhadap pelaku-pelaku
perorangan/individu. Bilamana terjadi pengulangan kembali perbuatan tindak pidana perusakan dan
pencemaran ingkungan, maka hakim dapat menjatuhkan pidana tambahan dengan mencabut izian usaha
korporasi
TERIMA KASIH

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut


disebabkan karena perbuatan tangan manusia;
Allah menghendaki agar mereka merasakan
sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar
mereka kembali (ke jalan yang benar).
Katakanlah (Muhammad), “Bepergianlah di
bumi lalu lihatlah bagaimana kesudahan
orang-orang dahulu. Kebanyakan dari mereka
adalah orang-orang yang mempersekutukan
(Allah).” (QS. Ar-rum: 41-42)

Anda mungkin juga menyukai