Anda di halaman 1dari 15

Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Terhadap

Kerusakan Lingkungan Hidup


Corporate Criminal Liability for Environmental Damage
Jeklin1
Email. masnangapria123@gmail.com
Mahasiswa Pascasarjana
Program Studi Ilmu Hukum
Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ)

Abstrak
Penelitian ini berjudul tentang Pertanggungjawaban pidana korporasi terhadap
kerusakan lingkungan hidup. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pertanggungjawan pidana korporasi terhadap kerusakan lingkungan hidup. Metode
penelitian yang digunakan ini adalah metode penelitian yuridis normatif yaitu
mengakaji tentang Pertanggungjawaban pidana korporasi terhadap kerusakan
lingkungan hidup.Tindak pidana lingkungan hidup ini semakin kuat dengan
dibentuknya Undang-Undang Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
(UUPPLH) yang menunjukan pada masyarakat luas mengenai pengaturan yang
diterapkan dalam hal terjadinya kejahatan yang berhubungan dengan lingkungan hidup
dan pertanggungjawabanya. Korporasi menjadi salah Satu faktor yang mendukung
dalam pembangunan suatu negara dalam jangkauan yang luas korporasi memberikan
peranan yang positif dan negatif. Terkait korporasi sebagai pelaku tindak pidana
lingkungan hidup tidak hanya sebagai penetapan dan penempatan korporasi sebagai
subjek hukum pidana saja, tetapi perlu adanya ketentuan khusus tentang
pertanggungjawaban untuk korporasi. Pertanggungjawaban pidana adalah
pertanggungjawaban setiap orang terhadap tindak pidana yang dilakukannya.
Kata Kunci : Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Lingkungan Hidup.
Abstract
This research is entitled about corporate criminal liability for environmental damage.
This study aims to determine how the corporate criminal liability for environmental
damage. The research method used is a normative juridical research method, namely
studying corporate criminal liability for environmental damage. in terms of the
occurrence of crimes related to the environment and their accountability. Corporations
are one of the supporting factors in the development of a country in a broad reach,
corporations play a positive and negative role. Regarding corporations as perpetrators
of environmental crimes, it is not only the determination and placement of corporations
as subjects of criminal law, but there is a need for special provisions regarding liability
for corporations. Criminal liability is everyone's responsibility for the crime he has
committed.
Keywords: Environmental Corporate Criminal Liability.

1
Jeklin, Mahasiswa Pascasarjana, Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ)

1
A. Latar Belakang
Perkembangan Perundang-Undangan khusus diluar KUHP, khususnya tentang
subyek hukum pidana, yaitu korporasi perumusan yang lebih luas dibandingkan dengan
pengertian korporasi menurut hukum perdata pengertian korporasi bisa berbentuk ber
badan hukum atau tidak. Dalam hukum lingkungan, badan hukum juga diterima sebegai
subyek hukum. Hal ini karna disamping hal tersebut mweupakan tuntutan
perkembangan masyarakat, juga karena yuridis telah diakui dan diatur didalam undang-
undang 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.2
Tindak pidana lingkungan hidup ini semakin kuat dengan dibentuknya Undang-
Undang Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (UUPPLH) yang menunjukan
pada masyarakat luas mengenai pengaturan yang diterapkan dalam hal terjadinya
kejahatan yang berhubungan dengan lingkungan hidup dan pertanggungjawabanya.
Korporasi menjadi salah Satu faktor yang mendukung dalam pembangunan suatu
negara dalam jangkauan yang luas korporasi memberikan peranan yang positif dan
negative dan lain sebagainya yang karena sangat luas ruang lingkupnya maka menjadi
bertahan lamannya dampak negative yang bisa diciptakan oleh korporasi sehingga,
aturan yang berlaku dalam masyarakat dapat mewujudkan rasa aman bagi seluruh
masyarakat.3
Eksistensi suatu korporasi sebegai badan hukum tidaklah berdiri dengan
sendirinya namu harus ada yang mendirikannya, yaitu oleh pendiri atau pendiri-pendiri
yang menurut hukum perdata diakui memiliki kewenangan secara hukum untuk dapat
mendirikan korporasi. Menurut hukum perdata, yang diakui memiliki kewenangan
hukum untuk dapat mendirikan korporasi adalah orang atau natural person dan badan
hukum atau legal person.4
Sistem pertanggungjawaban korporasi sebegai pembuat dan dapat
dipertanggungjawabkan, Muladi memberikan komentar bahwa korporasi dapat
dipertanggungjawabkan sebegai pembuat, disamping manusia alamiah (Natuurljik
Persoon). Jadi penolakan pimidanaan korporasi berdasarkan Universitas delinquere non

2
Idi Amin, Pertanggungjawaban korporasi dalam tindak pidana lingkungan hidup,Jurnal Ius Vol VI
Nomor 2 Agustus 2018,hlm 259
3
Ni Nyoman arif noviyanti dkk,Tanggungjawab korporasi dalam tindak pidana lingkungan hidup,Jurnal
Kertha Wicaksana Volumen 13 Nomor 2 2019,hlm 110
4
Nurul Qur’aini Mardiya, Pengaturan pertanggungjawaban korporasi dalam tindak pidana lingkungan
hidup, Jurnal hukum dan peradilan, Volume 7 Nomor 3, November 2018,hlm 489

2
potest sudah mengalami perubahan dengan menerima konsep pelaku fungsional
(Functioneel daderschap).5
Korporasi seringkali tidak memperhatikan keadaan lingkungan sekitar dalam
produksi usahanya sehingga mengakibatkan pencemaran yang sangat besar baik dari
kuantitas maupun kualitas pencemaranya. Pencemaran yang dihasilkan dari proses
produksi korporasi biasanya jauh lebih besar bila dibandingkan produksi manusia
perseorangan.
Otto soemarwoto mendefinisikan pencemaran sebegai adanya suatu organisme
sebegai unsur lain dalam suatu sumber daya, misalnya air atau udara, dalam kadarnya
yang menganggu peruntukan sumber daya itu. Pencemaran lingkungan hidup di
nyatakan sebegai masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat energi, dan atau
komponen lain kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya
turus sampai ketempat tertuntu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat
berfungsi sesuai dengan peruntukannya.6
Tindak Pidana Lingkungan Hidup yang dilakukan seseorang ataupun badan
hukum korporasi sering terjadi di sekitar lingkungan tempat tinggal kita tanpa kita
sadari, terutama di lingkungan yang penuh dengan perusahaan-perusahaan yang dapat
merusak lingkungan di sekitarnya. Hal tersebut sangat merugikan masyarakat sekitar,
karena akan membawa dampak yang negatif, seperti akan menimbulkan banyak
penyakit yang terserang, bukan hanya itu, air dan udara pun juga tercemar akibat dari
perusahaan yang melakukan pelanggaran dan membuang limbah tanpa adanya
penyaringan.7
Pertanggungjawaban pidana lingkungan hidup diatur dalam Undang-undang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH). Mengingat ketentuan
hukum pidana yang hendak melindungi lingkungan hidup tersebar dalam berbagai
peratauran perundang-undangan dan dalam berbagai cabang ilmu, maka aturan hukum
tersebut perlu diintegrasikan dalam bentuk sistem hukum. UUPPLH menempatkan
dirinya sebagai umbrella act dibidang lingkungan hidup. Salah cara yang dapat
dipertimbangkan dalam menangani perkara lingkungan hidup adalah diterapkannya

5
Yeni widowati, Pertanggungjawaban pidana korporasi terhadap korban dalam kasus tindak pidana
lingkunga hidup, Jurnal Yudisial Vol. 5 Nomor 2, Agustus 2012,hlm 157
6
Ridho Kurniawan,Pertanggungjawaban pidana korporasi berdasarkan Asas strict Liability, Jurnal
Yuridis Vol.1 Nomor 2, November 2014,hlm 154
7
Andika Try Anantama dkk,Pertanggung Jawaban Pidana Karyawan Korporasi Dalam Tindak Pidana
Lingkungan Hidup, Jurnal Ilmiah Hukum, 2(2) 2020,hlm 121

3
pertanggungjawaban mutlak (strict liability) terhadap korporasi yang diduga
melakukan tindak pidana lingkungan hidup bukan hanya untuk sanksi ganti rugi
(perdata) tetapi juga terhadap ketentuan sanksi pidana.8
Indonesia termasuk negara yang mana masalah lingkungan hidup sudah sangat
memprihatinkan, hal ini dapat dilihat baik secara langsung maupun dari media massa.
Banyak kasus pencemaran lingkungan maupun illegal logging yang menimbulkan
dampak kerusakan yang memprihatinkan bagi lingkungan.9
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti dapat merumuskan rumusan masalah
sebegai berikit:
1. Bagaimana Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Terhadap Kerusakan Lingkungan
Hidup
2. Bagaiaman Pertanggungjawaban Perseorangan Terhadap Kerusakan Lingkungan
Hidup
C. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian normatif.
Penelitian normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan melalui studi pustaka atau
library research. Dalam penelitian ini data akan diperoleh dengan membaca dan
menganalisa bahan-bahan hukum tertulis berupa peraturan perundang-undangan, buku,
jurnal ilmiah, buletin, yang erat kaitannya dengan masalah Pertanggungjawaban pidana
korporasi terhadap kerusakan lingkungan hidup.
D. Pembahasan
a. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Terhadap Kerusakan Lingkungan
Hidup.
Korporasi dalam bahasa Belanda: corporatie, Inggris: corporation, Jerman:
corporation, semuanya itu berasal dari kata “corporation” dalam bahasa Latin, secara
substansi (substantivum) berasala dari kata “corporare” yang dipakai orang pada abad
pertengahan atau sesudah itu, sedangkan corporare itu sendiri berasal dari kata “corpus”
dalam bahasa Indonesia berarti badan atau memberikan badan atau membadankan,
berarti corporatio hasil dari pekerjaan membadankan.10
Menurut Muladi dan Dwidja Priyatno: Seperti halnya dengan kata lain yang
berakhiran dengan “tio” maka “corporatio” dianggap sebagai kata benda

8
Muslim, Kejahatan Korporasi Dan Pertanggungjawaban Pidana Lingkungan Hidup, Eksekusi, Vol. 3
No. 2 Desember 2021,Hlm 85
9
januari siregar dkk, penegakan hukum dalam tindak pidana lingkungan hidup di indonesia,mercatoria
vol. 8 no. 2/desember 2015,hlm 119
10
Yudi Krismen, pertanggungjawaban pidana korporasi dalam kejahatan ekonomi, jurnal ilmu hukum
volume 4 no. 1,hlm 140

4
(substantivum) yang berasal dari kata kerja “corporare” yang banyak dipakai orang
pada zaman abad pertengahan atau sesudah itu. “Corporare” itu sendiri berasal dari kata
“corpus” yang dalam bahasa Indonesia berarti “badan” atau dapat disimpulkan bahwa
corporatio dapat diartikan sebagai proses memberikan badan atau proses
membadankan. Dengan demikian, maka akhirnya “corporatio” itu berarti hasil
pekerjaan membadankan,dengan perkataan lain, korporasi merupakan badan yang
dijadikan orang, badan yang diperoleh dengan perbuatan manusia sebagai lawan
terhadap badan manusia, yang terjadi menurut alam.11
Dalam membahas pertanggung- jawaban pidana korporasi terhadap lingkungan hidup,
pada pasal 116 Undang-undang 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas
nama badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada:
1. badan usaha; dan/atau
2. orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau
orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut.
Apabila tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh orang, yang berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain yang
bertindak dalam lingkup kerja badan usaha, sanksi pidana dijatuhkan terhadap pemberi perintah
atau pemimpin dalam tindak pidana tersebut tanpa memperhatikan tindak pidana tersebut
dilakukan secara sendiri atau bersama-sama.12
Jika tuntutan pidana diajukan kepada pemberi perintah atau pemimpin tindak
pidana, ancaman pidana yang dijatuhkan berupa pidana penjara dan denda diperberat
dengan sepertiga. Terhadap tindak pidana badan hukum, sanksi pidana dijatuhkan
kepada badan usaha yang diwakili oleh pengurus yang berwenang mewakili di dalam
dan di luar pengadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan selaku pelaku
fungsional.13
Terkait korporasi sebagai pelaku tindak pidana lingkungan hidup tidak hanya
sebagai penetapan dan penempatan korporasi sebagai subjek hukum pidana saja, tetapi
perlu adanya ketentuan khusus tentang pertanggungjawaban untuk korporasi.
Pertanggungjawaban pidana adalah pertanggungjawaban setiap orang terhadap tindak

11
Kristian, urgensi pertanggungjawaban pidana korporasi, Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-
44 No.4 Oktober-Desember 2013,hlm 580
12
Pasal 116 UU no 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Diundangkan
di Jakarta pada tanggal 3 Oktober 2009, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140
13
Tonny Samuel, penerapan tindak pidana lingkungan bagi korporasi dalam penegakan hukum
lingkungan,jurnal socioscientia kopertis wilayah xi, volume 8 nomor 1 Maret 2016,hlm 179

5
pidana yang dilakukannya. Dengan ini tentunya harus ada tindak pidana yang dilakukan
baru dapat dipertanggungjawabkan terhadap setiap orang melakukan tindak pidana
tersebut. Oleh karena itu, yang dipertanggungjawabkan setiap orang adalah tindak
pidana yang dilakukannya. Akan tetapi tidak selalu setiap orang yang melakukan tindak
pidana dapat dipidana, karena untuk memenuhi syarat agar dapat
dipertanggungjawabkannya setiap orang atas tindak pidana yang dilakukannya harus
adanya unsur kesalahan sebagai wujud rasa keadilan.14
UUPPLH mengakui tentang tanggung jawab korporasi seperti diatur dalam
Pasal 116 sampai 119. Berdasarkan pasal 117, jika tindak pidana dilakukan oleh atau
atas nama badan hukum, perseroan, perserikatan yayasan atau organisasi lain, ancaman
pidananya diperberat sepertiga. Di samping pidana denda, korporasi yang melakukan
tindak pidana bisa dijatuhkan hukuman pokok berupa denda dan hukuman tambahan
berupa tindakan tata tertib sebagai berikut :
1. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana (fruit of crime);
2. Penutupan seluruhnya atau sebagian perusahaan;
3. Perbaikan akibat tindak pidana;
4. Mewajibkan mengerjakan apa yang dilakukan tanpa hak;
5. Meniadakan apa yang dilalaikan tanpa hak;
6. Menempatkan perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun.
Karena rumusan Pasal 119 UUPPLH tersebut tidak secara tegas menyebutkan
apakah jenis hukuman ini alternatif atau dapat dikenakan dua atau lebih sekaligus,
penulis berpendapat jenis-jenis hukuman itu dapat dikenakan dua atau lebih sekaligus
tergantung pada kasus-kasus atau akibatakibat dari pelanggaran.15
Memperhatikan perumusan tindak pidana lingkungan hidup, dalam Undang-
undang nomor 32 Tahun 2009, terlihat bahwa perumusan selalu diawali dengan kata
“barang siapa”. Perumusan tersebut seolah-olah memperlihatkan bahwa subjek
hukumnya terbatas pada subjek hukum orang. Namun demikian apabila dikaitkan
dengan ketentuan Pasal 1 ke-24. yang menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan
orang adalah perseorangan dan atau kelompok orang dan atau badan hukum, maka
pemaknaannya menjadi lain, dengan kata lain subjek hukumnya dapat berupa

14
Dalinama Telaumbanua ,pertanggungjawaban korporasi dibidang lingkungan hidup, refleksi hukum
[vol. 9, no. 1 2015,hlm 106
15
Septya Sri Rezeki, Pertanggungjawaban Korporasi Terhadap Penerapan Prinsip Strict Liability Dalam
Kasus Kerusakan Lingkungan Hidup, Jurnal Hukum Pidana Islam Volume 1, Nomor 1, Juni 2015; ,hlm 260

6
korporasi. Terminologi yang dipakai dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, untuk menyebut korporasi
dengan menggunakan istilah: (1) badan hukum; (2) perseroan; (3) perserikatan; (4)
yayasan; di samping juga (5) organisasi lain; sebagaimana diatur dalam Pasal 45
sebagai berikut: Pasal 45.
“Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini dilakukan oleh atau
atas nama suatu badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau
organisasi lain, ancaman pidana denda diperberat dengan sepertiga.”
Memperhatikan rumusan Pasal 45 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tersebut, terlihat bahwa
Undang-undang ini telah secara tegas mengatur korporasi sebagai subjek tindak pidana
dengan menyebutkannya sebagai badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan, dan
bahkan tidak hanya dibatasi dengan itu, tetapi dengan menjaga kemungkinan lain dari
bentuk korporasi dengan istilah yang disebut sebagai “organisasi lain”.16
Tanggung jawab korporasi tindak pidana lingkungan hidup terdapat juga di
dalam UU No 40 Th 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Di mana dalam Undang-undang
itu menyatakan bahwa Direktur tidak bisa membebaskan diri dari pertanggung jawaban
pidana di dalam perusahaan yang sedang di pimpinnya yang sudah merusak atau
mencemari lingkungan. Begitu pula pada UUPPLH juga menentukan mengenai
pertanggung jawaban bisa dijatuhkan pada badan hukum dan pimpinannya secara
bersamaan, dalam soal kegiatan dan /atau korporasi yang dijalaninya menyebabkan
pencemaran dan / atau perusakan lingkungan hidup.17
Pengurus korporasi sebagai pembuat, maka penguruslah yang
bertanggungjawab. Sistem ini membatasi sifat tindak pidana yang dilakukan korporasi
adalah hanya perorangan saja (natuurlijk persoon). Bila tindak pidana dilakukan
dilingkungan korporasi, maka yang melakukan tindak pidana adalah pengurusnya.
Tanggung jawab bila terjadi tindak pidana adalah pengurus yang melakukan tindak
pidana. Sistem ini dianut oleh KUHP kita, hal ini dinyatakan dalam Pasal 59 yang
berbunyi: “dalam hal-hal di mana karena pelanggaran ditentukan pidana terhadap
pengurus, anggota-anggota badan pengurus atau komisaris-komisaris, maka pengurus,

16
Herlan, pertanggungjawaban korporasi terhadap kerusakan lingkungan di kabupaten morowali, jurnal
katalogis, volume 4 nomor 4, april 2016,hlm 127
17
Ni kadek eny wulandari putri dkk, karakteristik pertanggungjawaban korporasi pada tindak pidana
perusakan lingkungan hidup di indonesia,jurnal kertha semaya, vol. 8 no. 11 tahun 2020,hlm 1724

7
anggota badan pengurus atau komisaris yang ternyata tidak ikut campur melakukan
pelanggaran tidak dipidana”.18
Implementasi pertanggungjawaban pidana korporasi dalam tindak pidana
lingkungan hidup sesuai UUPPLH dan kenyataan di lapangan sangat jauh berbeda.
Maka untuk mengatasi hal tersebut salah satunya ialah tindakan aparat penegak hukum
yang tegas dan mampu menghukum korporasi pelaku pidana lingkungan hidup.19
Formulasi pertanggungjawaban pidana korporasi dalam kejahatan lingkungan
tentu saja tidak cukup hanya dengan menyebutkan korporasi sebagai subjek tindak
pidana, melainkan bisa menentukan aturan mengenai sistem pidana dan
pemidanaannya, sehingga diperlukan sebuah upaya reorientasi dan reformulasi
pertanggungjawaban kejahatan pelanggaran lingkungan hidup yang dilakukan oleh
korporasi di masa datang.Pencegahan dan penanggulangan kejahatan dengan saran
penal merupakan penal policy atau penal-law enforcement policy merupakan bentuk
formulasi , menurut Barda Nawawi Arief fungsionalisasi/operasionalisasinya korporasi
dilakukan melalui beberapa tahap. Pertama, tahap formulasi (kebijakan legislatif),
kedua tahap aplikasi (kebijakan yudikatif), dan ketiga tahap eksekusi (kebijakan
administratif).20
b. Pertanggungjawaban Perseorangan Terhadap Kerusakan Lingkungan Hidup.
Definisi Pelaku Perseorangan adalah orang per orang yang terlibat di dalam
tindak pidana lingkungan hidup akibat dari berbagai kegiatan pembangunan
(pertambangan, kehutanan, perkebunan, perindustrian, perikanan, dan lainnya),
kegiatan-kegiatan lainnya di bidang pertambangan, industri, kehutanan, dan
perkebunan serta tindak pidana pelanggaran tata ruang tergantung perannya dalam
tindak pidana tersebut. Selain diatur dalam UU PPLH serta UU sektoral, rumusan
tindak pidana yang dilakukan oleh perseorangan juga mempedomani Pasal 55 dan Pasal
56 KUHP.21
Selain diatur dalam UU PPLH serta UU sektoral, rumusan tindak pidana yang
dilakukan oleh perseorangan juga mempedomani Pasal 55 dan 56 KUHP.

18
Bambang Ali Kusumo, Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Hukum Pidana Di Indonesia,Jurnal
Wacana Hukum, Volume Vii, No 2, Okto. 2008,hlm 59
19
Novalina Romauli Sirait,Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam Tindak Pidana Lingkungan
Hidup menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009,Melayunesia Law, Vol 2 No 2, Desember 2018,hlm 244
20
Mujiono, Formulasi Korporasi sebagai Subjek Hukum Pidana dalam Regulasi Lingkungan Hidup di
Indonesia, Lentera Hukum, Volume 6 Nomor 28 april 2019,hlm 63
21
Nuzul qur’aini mardiya, pengaturan pertanggungjawaban korporasi dalam tindak pidana lingkungan
hidup, jurnal hukum dan peradilan, volume 7 nomor 3, november 2018,hlm 496

8
Pasal 55 dipidana sebagai pelaku tindak pidana :
1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta
melakukan perbuatan;
2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan
menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau
penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja
menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
3. Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang
diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.
Pasal 56 dipidana sebagai pembantu kejahatan:
1. mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan;
2. mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk
melakukan kejahatan.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup atau disingkat UUPPLH menjelaskan terkait pengertian korporasi
pada Pasal 1 angka 32 bahwa korporasi adalah “orang perseorangan atau badan usaha,
baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum”.22
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup UUPPLH menyebutkan larangan-larangan yang tidak boleh
dilanggar oleh orang perorangan , maupun korporasi sebagai subjek hukum lingkungan,
dalam Pasal 69 UUPPLH yang menyatakan :
a. Melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/ atau perusakan
lingkungan hidup;
b. Memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang-undangan ke
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. Memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia ke media lingkungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. Memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
e. Membuang limbah ke media lingkungan hidup;
f. Membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan hidup;
g. Melepaskan produk rekayasa genetic ke media lingkungan hidup yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau izin lingkungan;
h. Melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar;
i. Menyususn amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyususn amdal;
dan/atau

22
Abdul Roup dkk, pertangungjawaban pidana korporasi lingkungan hidup pasca peraturan mahkamah
agung no. 13 tahun 2016,justitia jurnal hukum Volume 1 No.2 Oktober 2017,hlm 298

9
j. Memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak
informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar.23
Sebagaimana yang telah diuraikan pada pengertian korporasi diatas bahwa
korporasi menurut hukum pidana adalah perusahaan atau badan usaha baik berbentuk
badan hukum maupun bukan badan hukum. Dan sudah sejak tahun 1951 telah
menerima korporasi sebagai subyek hukum pidana melalui segala peraturan yang
dibuat diluar KUHP. Salah satu permasalah krusialnya adalah kesulitan untuk
membuktikan korporasi agar memenuhi unsur delik pidana yang dilanggar oleh
korporasi tersebut, karena masih terpakunya aparat penegak hukum dalam pada asas
tindak pidana tanpa kesalahan yang memang dianut dalam ajaran pertanggungjawaban
pidana dalam hukum pidana Indonesia.24
Permasalahan selanjutnya ialah siapa yang dapat dipertanggungjawabkan,
khususnya dalam arti siapakah yang dapat mempertanggungjawabkan dalam
persidangan, atau siapa yang mewakili dipersidangan. Siapakah yang harus
mempertanggung jawabkan dalam persidangan apabila suatu korporasi dituntut pidana,
hal ini dapat dilihat untuk tindak pidana ekonomi dalam Pasal 15 ayat (3) UU No 7 Drt
tahun 1955, yang berbunyi:
“jika tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu badan hukum, suatu
perseroan, suatu perserikatan, orang atau yayasan, maka badan hukum,
perseroan, perserikatan atau yayasan itu pada waktu penuntutan
diwakili oleh seorang pengurus atau jika ada lebih dari seorang
pengurus oleh salah seorang dari mereka itu. Wakil dapat diwakili oleh
orang lain. hakim dapat memerintahkan supaya seorang pengurus
menghadap sendiri dipengadilan dan dapat pula memerintahkan
supaya pengurus itu dibawa kemuka hakim.”25
Yang dapat mewakili korporasi dalam persidangan adalah: (a) pengurus; (b)
salah seorang pengurus, bila terdapat lebih dari seorang pengurus; (c) hakim dapat
menunjuk pengurus tertentu. Permasalahan yang kita hadapi sekarang adalah
bagaimana penegakan hukum terhadap kejahatan tersebut. Dalam konteks hukum
pidana, penegakan hukum dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk menanggulangi

23
Ibid,hlm,299
24
Hanafi amrani dkk, urgensi pertanggungjawaban pidana korporasi sebagai pelaku tindak pidana
lingkungan hidup dan pola pemidanaannya, laporan penelitian kolaborasi, fakultas hukum universitas islam
indonesia yogyakarta 2017,hlm 13
25
Muladi dan Dwidja Priyanto, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi. Kencana Prenada Media Group,
Jakarta, 2010, hlm 95

10
kejahatan secara rasional, memenuhi rasa keadilan, dan berdaya guna. Dalam rangka
menanggulangi kejahatan terhadap berbagai sarana sebagai reaksi yang dapat diberikan
kepada pelaku kejahatan, baik berupa sarana pidana maupun non hukum pidana, pada
dasarnya dapat diintegrasikan satu dengan yang lainnya.
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa penegakan hukum
merupakan hal yang sangat esensial dan substansial dalam negara hukum. Penegakan
hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-
norma hukum secara nyata sebagai pedoman prilaku dalam lalu lintas atau hubungan-
hubungan hukum yang dapat diartikan sebagai penegakan hukum secara luas dan secara
sempit. Dalam arti luas, proses penegakan hukum dapat melibatkan seluruh subjek
hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif dengan melakukan sesuatu atau
tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang
berlaku, berarti yang bersangkutan telah melakukan atau menjalankan aturan hukum.
Dalam arti sempit, penegakan hukum hanya dilaksanakan oleh aparat hukum untuk
menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana mestinya,
dan dalam memastikan tegaknya hukum itu, aparatur penegak hukum.26
E. Kesimpulan
UUPPLH mengakui tentang tanggung jawab korporasi seperti diatur dalam
Pasal 116 sampai 119. Berdasarkan pasal 117, jika tindak pidana dilakukan oleh atau
atas nama badan hukum, perseroan, perserikatan yayasan atau organisasi lain, ancaman
pidananya diperberat sepertiga. Di samping pidana denda, korporasi yang melakukan
tindak pidana bisa dijatuhkan hukuman pokok berupa denda dan hukuman tambahan
berupa tindakan tata tertib.
Dengan ini tentunya harus ada tindak pidana yang dilakukan baru dapat
dipertanggungjawabkan terhadap setiap orang melakukan tindak pidana tersebut. Oleh
karena itu, yang dipertanggungjawabkan setiap orang adalah tindak pidana yang
dilakukannya. Akan tetapi tidak selalu setiap orang yang melakukan tindak pidana
dapat dipidana, karena untuk memenuhi syarat agar dapat dipertanggungjawabkannya
setiap orang atas tindak pidana yang dilakukannya harus adanya unsur kesalahan
sebagai wujud rasa keadilan.

26
Hanafi amrani dkk, urgensi pertanggungjawaban pidana korporasi sebagai pelaku tindak pidana
lingkungan hidup dan pola pemidanaannya, laporan penelitian kolaborasi, fakultas hukum universitas islam
indonesia yogyakarta 2017,hlm

11
Bila tindak pidana dilakukan dilingkungan korporasi, maka yang melakukan
tindak pidana adalah pengurusnya. Tanggung jawab bila terjadi tindak pidana adalah
pengurus yang melakukan tindak pidana. Sistem ini dianut oleh KUHP kita, hal ini
dinyatakan dalam Pasal 59 yang berbunyi: “dalam hal-hal di mana karena pelanggaran
ditentukan pidana terhadap pengurus, anggota-anggota badan pengurus atau komisaris-
komisaris, maka pengurus, anggota badan pengurus atau komisaris yang ternyata tidak
ikut campur melakukan pelanggaran tidak dipidana”.

PENUTUP
A. Kesimpulan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup atau disingkat UUPPLH menjelaskan terkait pengertian korporasi
pada Pasal 1 angka 32 bahwa korporasi adalah “orang perseorangan atau badan usaha,
baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hokum. Salah satu permasalah
krusialnya adalah kesulitan untuk membuktikan korporasi agar memenuhi unsur delik
pidana yang dilanggar oleh korporasi tersebut, karena masih terpakunya aparat penegak
hukum dalam pada asas tindak pidana tanpa kesalahan yang memang dianut dalam
ajaran pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana Indonesia.
Permasalahan yang kita hadapi sekarang adalah bagaimana penegakan hukum
terhadap kejahatan tersebut. Dalam konteks hukum pidana, penegakan hukum dapat
diartikan sebagai suatu usaha untuk menanggulangi kejahatan secara rasional,
memenuhi rasa keadilan, dan berdaya guna.
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau
berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman prilaku dalam lalu
lintas atau hubungan-hubungan hukum yang dapat diartikan sebagai penegakan hukum
secara luas dan secara sempit. Dalam arti luas, proses penegakan hukum dapat
melibatkan seluruh subjek hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif dengan
melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma
aturan hukum yang berlaku, berarti yang bersangkutan telah melakukan atau
menjalankan aturan hukum. Dalam arti sempit, penegakan hukum hanya dilaksanakan
oleh aparat hukum untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum
berjalan sebagaimana mestinya, dan dalam memastikan tegaknya hukum itu, aparatur
penegak hukum.

12
Daftar Pustaka

Buku :

Muladi dan Dwidja Priyanto, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi. Kencana Prenada


Media Group, Jakarta, 2010, hlm 95
Jurnal :
Idi Amin, (2018).
Pertanggungjawaban korporasi dalam tindak pidana lingkungan hidup,Jurnal Ius Vol
VI Nomor 2 Agustus ,hlm 259
Ni Nyoman arif noviyanti dkk, (2019),
Tanggungjawab korporasi dalam tindak pidana lingkungan hidup,Jurnal Kertha
Wicaksana Volumen 13 Nomor 2,hlm 110
Nurul Qur’aini Mardiya, (2018).
Pengaturan pertanggungjawaban korporasi dalam tindak pidana lingkungan hidup,
Jurnal hukum dan peradilan, Volume 7 Nomor 3, November,hlm 489
Yeni widowati, (2012).
Pertanggungjawaban pidana korporasi terhadap korban dalam kasus tindak pidana
lingkunga hidup, Jurnal Yudisial Vol. 5 Nomor 2, Agustus ,hlm 157
Ridho Kurniawan,(2014).
Pertanggungjawaban pidana korporasi berdasarkan Asas strict Liability, Jurnal Yuridis
Vol.1 Nomor 2, November ,hlm 154
Andika Try Anantama dkk, (2020).
Pertanggung Jawaban Pidana Karyawan Korporasi Dalam Tindak Pidana Lingkungan
Hidup, Jurnal Ilmiah Hukum ,hlm 121
Muslim, (2021).
Kejahatan Korporasi Dan Pertanggungjawaban Pidana Lingkungan Hidup, Eksekusi,
Vol. 3 No. 2 Desember ,Hlm 85
Januari siregar dkk,(2015).
penegakan hukum dalam tindak pidana lingkungan hidup di indonesia,mercatoria vol.
8 no. 2/desember ,hlm 119
Yudi Krismen, (2018).
pertanggungjawaban pidana korporasi dalam kejahatan ekonomi, jurnal ilmu hukum
volume 4 no. 1,hlm 140
Kristian, (2013).

13
urgensi pertanggungjawaban pidana korporasi, Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun
ke-44 No.4 Oktober-Desember ,hlm 580
Pasal 116 UU no 32 tahun 2009.
tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Diundangkan di Jakarta pada
tanggal 3 Oktober 2009, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140
Tonny Samuel, (2016).
penerapan tindak pidana lingkungan bagi korporasi dalam penegakan hukum
lingkungan,jurnal socioscientia kopertis wilayah xi, volume 8 nomor 1 Maret ,hlm 179
Dalinama Telaumbanua ,(2015).
pertanggungjawaban korporasi dibidang lingkungan hidup, refleksi hukum [vol. 9, no.
1 ,hlm 106
Septya Sri Rezeki, (2015).
Pertanggungjawaban Korporasi Terhadap Penerapan Prinsip Strict Liability Dalam
Kasus Kerusakan Lingkungan Hidup, Jurnal Hukum Pidana Islam Volume 1, Nomor
1, Juni 2, ,hlm 260
Herlan, (2016).
pertanggungjawaban korporasi terhadap kerusakan lingkungan di kabupaten morowali,
jurnal katalogis, volume 4 nomor 4, april ,hlm 127
Ni kadek eny wulandari putri dkk, (2020).
karakteristik pertanggungjawaban korporasi pada tindak pidana perusakan lingkungan
hidup di indonesia,jurnal kertha semaya, vol. 8 no. 11 tahun ,hlm 1724
Bambang Ali Kusumo, (2008).
Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Hukum Pidana Di Indonesia,Jurnal Wacana
Hukum, Volume Vii, No 2, Okto ,hlm 59
Novalina Romauli Sirait,(2018).
Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam Tindak Pidana Lingkungan Hidup
menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009,Melayunesia Law, Vol 2 No 2,
Desember ,hlm 244
Mujiono, (2019).
Formulasi Korporasi sebagai Subjek Hukum Pidana dalam Regulasi Lingkungan
Hidup di Indonesia, Lentera Hukum, Volume 6 Nomor 28 april ,hlm 63
Nuzul qur’aini mardiya, (2018).
pengaturan pertanggungjawaban korporasi dalam tindak pidana lingkungan hidup,
jurnal hukum dan peradilan, volume 7 nomor 3, november ,hlm 496
14
Abdul Roup dkk, (2017).
pertangungjawaban pidana korporasi lingkungan hidup pasca peraturan mahkamah
agung no. 13 tahun 2016,justitia jurnal hukum Volume 1 No.2 Oktober ,hlm 298
Hanafi amrani dkk, (2017).
urgensi pertanggungjawaban pidana korporasi sebagai pelaku tindak pidana lingkungan
hidup dan pola pemidanaannya, laporan penelitian kolaborasi, fakultas hukum universitas
islam indonesia yogyakarta ,hlm 13
Hanafi amrani dkk, (2017).
urgensi pertanggungjawaban pidana korporasi sebagai pelaku tindak pidana lingkungan
hidup dan pola pemidanaannya, laporan penelitian kolaborasi, fakultas hukum universitas
islam indonesia yogyakarta 2,hlm 15

15

Anda mungkin juga menyukai