Anda di halaman 1dari 4

BUKU JAWABAN TUGAS MATA

KULIAH TUGAS 1

Nama Mahasiswa : Sugeng Nuraini

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 043653903

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4210/Hukum Lingkungan

Kode/Nama UPBJJ : FHISIP/ Fakuktas Hukum, Ilmu Sosial, dan Ilmu Politik

Masa Ujian : 2020/21.2 (2022.1)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
Jawaban:

1. Kasus Lingkungan:

a. Prinsip pencemar membayar adalah prinsip yang dalam deklarasi internasional yang
kemudian masuk ke dalam konvensi-konvensi internasional dan menjadi prinsip hukum
lingkungan internasional. Instrumen internasional pertama yang mengacu pada prinsip
pencemar membayar adalah Organisation for Economic Co-operation and Development
(OEDC) 1872, yaitu sebuah organisasi ekonomi internasional yang didirikan oleh 34 negara
pada tahun 1961, tujuannya adalah untuk menstimulasi perkembangan ekonomi dan
perdagangan dunia. Secara sederhana, pengertian dari polluter pays principle atau disebut
prinsip pencemar membayar dapat diartikan bahwa setiap pelaku kegiatan atau pelaku usaha
yang menimbulkan pencemaran, maka harus membayarkan biaya atas dampak pencemaran
yang ditimbulkannya. Polluter pays principle merupakan prinsip yang mengharuskan
pencemar menanggung biaya atas tindakan untuk mengurangi polusi sesuai dengan tingkat
kerusakan yang ditimbulkan pada masyarakat atau yang melebihi tingkat atau standar polusi
yang dapat diterima. Penerapan prinsip pencemar membayar sebagai sebuah risiko dari
pelaku usaha melakukan usahanya diatur dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2011 tentang Ganti Kerugian Akibat Pencemaran
dan/atau Kerusakan Lingkugan Hidup.

b. Kepada pelaku / penanggungjawab usaha dapat dikenakan kewajiban pencemar membayar.


Dasar hukumnya Jika perusahaan tersebut sengaja membuang limbah ke sungai maka
diancam pidana berdasarkan Pasal 60 jo. Pasal 104 UU PPLH sebagai berikut:

Pasal 60 UU PPLH: Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke
media lingkungan hidup tanpa izin.

Pasal 104 UU PPLH: Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media
lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar
rupiah)

Dumping (pembuangan) adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan


limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan
persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu.

c. Analisis dan pendapat hukum saya dalam hubungan antara prinsip pencemar membayar
dengan pertanggungjawaban mutlak dalam Pasal 88 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
yaitu adanya pengaturan tindak pidana lingkungan hidup menurut Undang-Undang Nomor
32Tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta bagaimana
pertanggungjawaban dalam tindak pidana lingkungan hidup menurut Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2009, juga tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan:
 Tindak pidana lingkungan hidup, mencakup perbuatan disengaja maupun yang tidak
disengaja. Pasal 97 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009, disebutkan bahwa, "Tindak pidana
dalam Undang-Undang ini merupakan kejahatan". Subjek hukum dalam Undang-Undang
No.32 Tahun 2009disebutkan pada Pasal 1 angka 32 yaitu "Setiap orang adalah orang
perseorangan atau badan USAha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan
hukum". Apabila diterjemahkan lebih jauh bahwa subjek hukum dimaksud dalam Pasal 1
angka 32 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 ini adalah orang, badan hukum, dan tidak
berbadan hukum. Berbadan hukum dan tidak berbadan hukum maksudnya adalah korporasi.
 Ketentuan Pasal 88 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009, di dalam penjelasannya dipertegas
dengan maksud dikatakan bertanggung jawab itu. Bahwa yang dimaksud dengan bertanggung
jawab di sini adalah peratnggungjawaban mutlak atau lebih dikenal dengan asas strict
liability. Pertanggungjawaban demikian dalam pasal ini adalah unsur kesalahan tidak perlu
dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti rugi. Berdasarkan ketentuan
Pasal 88 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 di atas, jelaslah bahwa dalam lingkungan hidup
dibebankan peratnggungjawaban dengan asas baru ini yaitu strictliability. Dimana
Pencemaran dan Perusakan terhadap lingkungan, adalah tanggung jawab (liability) terhadap
Perusak/pelaku kerusakan atas lingkungan hidup itu sudah semestinya dibebankan, apa dan
siapapun subjek hukumnya, baik jumlah dalam skala kecil maupun besar, baik rakyat,
pemerintah maupun Perusahaan, dan lain-lain

2. Perlindungan Lingkungan Hidup dan AMDAL:

a. Asas partisipatif adalah bahwa setiap anggota masyarakat didorong untuk berperan aktif
dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung (Menurut pasal 2 huruf k
UUPPLH-2009. Asas partisipatif merupakan salah satu azas yang penting selain sebagai
sebuah upaya pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan, selain itu juga
merupakan dasar untuk meningkatkan kualitas keputusan serta penerimaan masyarakat
terhadap keputusan pemerintah yang berhubungan dengan lingkungan.
b. Setiap hal yang berhubungan atau berdampak langsung ke masyarakat memang perlu adanya
keterlibatan peran dari masyarakat itu sendiri. Peran masyarakat merupakan suatu proses
kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat yang terlibat langsung dalam permasalahan yang
ada di lingkungan sekitar masyarakat. Salah satu contohnya tentang pelestarian lingkungan
hidup, yang setiap orang punya berhak berperan serta dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, dan memang hal ini sudah diatur dalam Pasal 66 Undang- Undang Nomor
32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Salah satu peran
serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup dapat dilihat pada pembuatan dokumen
Amdal. Setiap usaha yang dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap
lingkungan hidup sebagaimana sudah diatur dalam Pasal 22 Undang- Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang berbunyi: (1)
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib
memiliki Amdal.

Dampak penting ditentukan berdasarkan kriteria :


 Besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan;
 Luas wilayah penyebaran dampak;
 Intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
 Banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak;
 Sifat kumulatif dampak;
 Berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau
 Kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan di sebutkan Pasal 70 ayat (1, 2, 3)


Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup antara lain:
1. Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan
aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
2. Peran masyarakat dapat berupa:
 Pengawasan social
 Pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan; dan/atau
 Penyampaian informasi dan/atau laporan.

3. Peran masyarakat dilakukan untuk:


 Meningkatkan kepedulian dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
 Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan;
 Menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat;
 Menumbuhkembangkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial;
dan
 Mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan lokal.
Dengan adanya peraturan di atas masyarakat tidak perlu takut untuk mengelurkan
pendapatnya dalam permasalahan dampak lingkungan yang ada di sekitaran masyarakat.
Selain itu, keikutsertaan masyarakat di sekitar kegiatan/ usaha sangatlah penting mengingat
masyarakat sekitar yang menerima langsung berbagai dampak dari kegiatan tersebut.
Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan juga terdapat pada proses perizinan
khususnya dalam penyusunan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan. Pentingnya
keterlibatan dari masyarakat dalam penyusunan dokumen Amdal dimaksudkan untuk
memberikan masukkan kepada pemrakarsa dan pemerintah daerah dalam pengambilan
keputusan terkait dengan proses perizinan dan pengawasan terhadap kegiatan usaha
tersebut.
Saat ini, peraturan atau dasar hukum pelaksanaan Amdal atau landasan Amdal di antaranya
adalah UU PPLH dan perubahannya dalam UU Cipta Kerja; PP 22/2021; dan Permen KLHK
18/2021.

Anda mungkin juga menyukai