Oleh : JEKLIN
NIM :
20200220100022
Masalah lingkungan semakin lama semakin besar, meluas, dan serius. Ibarat bola salju yang menggelinding, semakin
lama semakin besar. Persoalannya bukan hanya bersifat lokal atau translokal, tetapi regional, nasional, tran-nasional,
dan global. Dampak-dampak yang terjadi terhadap lingkungan tidak hanya terkait satu atau dua segi saja, tetapi kait
mengait sesuai dengan sifat lingkungan yang memiliki multi mata rantai relasi yang saling mempengaruhi subsistem.
Apabila satu aspek lingkungan terkena masalah, maka berbagai aspek lainya akan mengalami dampak atau akibat.
Kerusakan lingkungan hidup memberikan dampak langsung bagi kehidupan manusia. Pada tahun 2004, High
Level Threat Panel, Challenges and Change PBB, memasukkan degradasi lingkungan sebagai salah satu dari
sepuluh ancaman terhadap kemanusiaan. World Risk Report yang dirilis German Alliance for Development
Works (Alliance), United Nations University Institute for Environment and Human Security (UNU-EHS) dan The
Nature Conservancy (TNC) pada 2012 pun menyebutkan bahwa kerusakan lingkungan menjadi salah satu faktor
penting yang menentukan tinggi rendahnya risiko bencana di suatu kawasan.
Indonesia sendiri juga telah membuktikan bahwa pentingnya pengelolaan lingkungan hidup agar mencegal hal
tersebut, dengan jaminan kepastian hukum sejak tahun 1982 dengan diundangkannya UU No. 4 Tahun 1982
tentang Ketentuan Pokok-Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang kemudian diubah dengan UU No.23
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan diubah kembali dengan UU No.32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Di dalam UU Lingkungan Hidup tersebut diatur tentang
prosedur penyelesaian sengketa lingkungan hidup, cara pengaduan adanya sengketa lingkungan hidup.
Korporasi sebagai subjek hukum pidana masih terbatas dalam ketentuan undang-undang di luar KUHP. Ketentuan-
ketentuan tersebut mempunyai konsep korporasi sebagai kumpulan terorganisir dari orang dan atau kekayaan, baik
merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. Ketidaksamaan dan ketidaksempurnaan dalam perundang-
undangan tentang makna korporasi tidak menjadi halangan untuk menyatakan keberadaan korporasi terutama jika
korporasi tersebut sudah berfungsi bagi kehidupan dalam masyarakat dan dari sudut kemasyarakatan korporasi
tersebut memang diperlukan.
dalam UU No. 31 Tahun 1999 diatur tentang korporasi sebagai
Korporasi yang melakukan kejahatan
subjek hukum pidana, pada tahun 1950-an, dengan diberlakukannya
memang dapat diukur dari tindakan
Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1955 tentang Pengusutan,
tersebut dilakukan kepentingan korporasi
Penuntutan, Dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi, telah menempatkan
ataukah tidak, tidak demikian halnya
korporasi sebagai subyek hukum pidana. Artinya, korporasi dapat juga
dengan penentuan korporasi yang
dibebani pertanggung jawaban pidana “corporate criminal liability”.
bertanggung jawab ataukah pengurusnya.
Berdasarkan uraian diatas ada beberapa kasus kerusakan lingkungan hidup yang
dilakukan oleh korporasi salah satunya seperti :
kasus kebakaran lahan perkebunan kelapa sawit yang terjadi pada tanggal 7 september 2019 sekitar pukul
16.30 wib di area blok 34. PT Adei Plantation and Induastry, desa batang nilo kecil kecamatan pelalawan
kabupaten pelalawan. Karna kebakaran lahan itu sehingga mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara
ambien dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
B. Identifikasi Masalah C. Rumusan Masalah
pengertian yang “Social-Ethisch” dan Di Indonesia, pengakuan korporasi sebagai subyek hukum
mengatakan antara lain: “sebegai dasar untuk pidana, saat ini pengaturannya hanya dapat ditemukan dalam
pertanggung jawaban dalam hukum pidana ia perundang-undangan hukum pidana di luar KUHP, ataupun
berupa keadaan psikis (jiwa) dari si pembuat perundang-undangan administrasi yang bersanksi pidana. Akan
dan hubungannya terhadap perbuatannya dan tetapi, masih ada terlihat ketidaktuntatasan pembentuk undang-
dalam arti bahwa berdasarkan psikis itu undang (kebijakan formulasi) dalam merumuskan korporasi
perbuatannya dicelakakan kepada si pembuat. sebagai subyek hukum yang dapat dijatuhi pidana.
Dinegara yang menganut hukum anglo Saxson, Selain dari teori pertanggung jawaban langsung (Direct
seperti inggris dan amerika, dekenal teori Direct corporate criminal liability) yang dibahas diatas, maka akan
dibahas juga teori pertanggung jawaban mutlak (strict liabliti).
corporate criminal liability atau pertanggung
jawaban pidana korporasi secara langsung.
Strict Liability adalah pertanggung jawaban tanpa kesalahan
Menurut teori ini, korporasi bisa melakukan
(liability without fault). Hal itu berarti bahwa si pembuat sudah
sejumlah delik secara langsung melalui para agen
dapat dipidana jika telah melakukan perbuatan sebagaimana
yang sangat berhubungan erat dengan korporasi,
yang telah dirumuskan dalam undang-undang tanpa melihat
bertindak untuk dan atau atas nama korporasi.
bagaimana sikap batinnya.
Dari dua teori yang dibahas diatas dalam teori E. Kerangka Konseptual
pertanggungjawaban korporasi maka penulis
akan membahas lagi teori Vicarious liability.
1. Pertanggungjawaban Pidana
Doktrin Vicarious liability dalam sistem hukum
Indonesia lebih dikenal sebagai pertanggung Pertanggung jawaban pidana adalah pertanggung
jawaban pengganti atau dikenal juga dengan jawaban orang terhadap tindak pidana yang
pertanggung jawaban korporasi. vicarious liability dilakukannya. Tegasnya, yang dipertanggung jawabkan
adalah suatu pertanggung jawaban pidana yang orang itu adalah tindak pidana yang dilakukannya.
dibebankan kepada seseorang atas perbuatan orang Dengan demikian, terjadi pertanggung jawaban pidana
lain. karena telah ada tindak pidana yang telah dilakukan oleh
seseorang.
Barda Nawawi berpendapat bahwa Vicarious liability
adalah suatu konsep pertanggung jawaban seseorang Menurut Roeslan Saleh pertanggung jawaban pidana
atas kesalahan yang dilakukan oleh orang lain, seperti adalah pertanggung jawaban pidana diartikan celaan
tindakan yang dilakukan yang masih berada didalam yang objektif terhadap perbuatan itu dan diteruskan
ruang lingkup pekerjaan. kepada terdakwa.
2. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi
3. Korporasi
Masalah pertanggung jawaban korporasi
dapat dipecahkan dengan mempergunakan Unrecht/Moh. Saleh Djindang menjelaskan tentang
konsep “strict Liability (tanggungjawab korporasi: “Ialah suatu gabungan orang yang dalam pergaulan
mutlak)” maupun vicarious Liability hukum bertindak Bersama-sama sebegai suatu subjek hukum
(tanggungjawab pengganti). tersenderi suatu personifikasi. Korporasi adalah badan hukum
yang beranggota, tetapi mempunyai hak kewajiban tersendiri
terpisah dari hak kewajiban anggota masin g-masing”.
4. Strict Liability F. Metodelogi Penelitian
tanpa kesalahan di mana pelaku sudah dapat dijatuhi Untuk mengetahu Bagaimanakah
pidana hanya dengan melihat bahwa ia telah Pertanggung jawaban Korporasi Dalam Prinsip
melakukan tindakan yang melanggar hukum pidana Strict Liability Terhadap Kerusakan
yang dirumuskan dalam undang-undang, tanpa Lingkungan Hidup, dan Bagaimana
melihat bagaimana sikap batinnya atau tanpa pemberlakuan Prinsip Strict Liability Terhadap
memperhatikan adanya kesalahan dari pelaku. Korporasi Sebegai Pelaku Tindak Kejahatan
lingkungan hidup adalah semua benda dan daya serta kondisi, A. Manfaat Teoritis
termasuk di dalamnya manusia dan tingkah-perbuatannya, yang Menambah wawasan tentang hukum pidana
terdapat dalam ruang dimana manusia berada dan berkaitan dengan pertanggung jawaban
mempengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan manusia korporasi dalam prinsip strict liability terhadap
3. Metode Penelitian Metode penelitian yang dipergunakan dalam penulisan tesis ini adalah
penelitian yuridis normatif (metode penelitian hukum normatif). Metode penelitian
Jenis penelitian
yuridis normatif adalah penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan dengan cara
meneliti bahan-bahan pustaka atau data sekunder belaka. Dengan menggunakan
metode berpikir deduktif (cara berpikir dalam penarikan kesimpulan yang ditarik
dari sesuatu yang sifatnya umum yang sudah dibuktikan bahwa dia benar dan
Teknik Pengumpulan Data
kesimpulan itu ditujukan untuk sesuatu yang sifatnya khusus).
Data penelitian ini didapatkan melalui studi kepustakaan, yakni dengan melakukan pengumpulan referensi yang
berkaitan dengan objek penelitian yang meliputi data sekunder yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library
research). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsep-konsep, teori-teori dan informasi serta pemikiran
konseptual dari penelitian pendahulu baik berupa peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya. Data
1 2 2. Bahan Hukum Sekunder berupa buku yang berkaitan dengan
1. Bahan hukum primer, antara lain: pertanggung jawaban korporasi dalam prinsip strict liability
terhadap kerusakan lingkungan hidup, hasil-hasil penelitian,
a. Norma atau kaedah dasar laporan-laporan, artikel, desertasi, tesis, jurnal-jurnal, dan
b. Peraturan perundang-undangan hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnnya yang
c. Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang relevan dengan penelitian ini.
Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Teknil Analisis Data
Hidup.
Data-data yang telah terkumpul dari hasil penelitian
3 kemudian akan dianalisis. Dan akan ditelaah secara
3. Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang kualitatif. Analisis kualitatif ini dilakukan dengan cara
pemilihan pasal-pasal yang berisi kaidah-kaidah hukum
yang mencangkup bahan yang memberi petunjuk-
yang mengatur tentang pertanggungjawaban korporasi
petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer,
dalam prinsip strict liability terhadap kerusakan lingkungan
sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, majalah,
hidup, kemudian membuat sistematika dari pasal-pasal
dan google, serta bahan-bahan di luar bidang hukum tersebut sehingga akan menghasilkan klasifikasi tertentu
yang relevan dan dapat dipergunakan untuk sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian
memperlengkapi data yang diperlukan dalam penelitian. tesis ini.
Sumber Data: G. Sistematik Penulisan: Bab Pertama
Korporasi dalam prinsip strict liability meliputi Korporasi, meliputi pertanggung jawaban korporasi,
pengertian perbuatan pidana, pertanggung jawaban pemberlakuan prinsip strict liability, Korporasi
pidana, pertanggung jawaban korporasi, korporasi, Sebegai Pelaku Kejahatan Terhadap Kerusakan
prinsip strict liability, kerusakan lingkungan hidup. Lingkungan Hidup, dan syarat-syarat dapat
Bab Empat dipertanggung jawabkan pidana korporasi.
Bab Lima
Pembahasan mengenai pemberlakuan prinsip strict
liability terhadap korporasi sebegai pelaku kejahatan merupakan bab terakhir dan Penutup dari
terhadap kerusakan lingkungan hidup, terdiri dari analisis rangkaian pembahasan tesis ini,
pertanggungjawaban korporasi sebegai pelaku kejahatan menyimpulkan mengenai pertanggung
terhadap keruskan lingkungan dan syarat dapatnya di jawaban korporasi dalam prinsip strict
pidana korporasi yang melakukan kejahatan serta liability terhadap kerusakan lingkungan hidup
bagaimana pemberlakuan prinsip strict liability terhadap serta saran-saran yang mungkin perlu untuk
korporasi sebegai pelaku kejahatan terhadap kerusakan dijadikan suatu pertimbangan, dan daftar
lingkungan hidup. Pustaka.
SEKIAN & TERIMA
KASIH