Anda di halaman 1dari 27

KEJAHATAN KORPORASI

OLEH :
DR. KADI SUKARNA, SH. M.HUM.

PERTEMUAN 2
PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI
DALAM HK. PIDANA
Ada 2 pandangan pertanggungjawaban pidana, yaitu :
a. Pandangan monistis
Suatu perbuatan yg oleh hukum diancam dg hukuman, bertentangan dg
hukum, dilakukakan oleh seseorang yg bersalah dan org itu dianggap
bertanggung jawab atas perbuatannya.
b. Menurut pandangan monistis, bahwa pertanggung-jawaban
pembuatan delik meliputi :
Kemampuan bertanggungjawab
Kesalahan (sengaja/alpa)
Tidak ada alasan pemaaf

Menurut pandangan ini, bahwa kesalahan dipandang sebagai sifat dari pada
kelakuan, untuk adanya penjatuhan pidana terhdp pembuat diperlukan dahulu
pembuktian adanya perbuatan pidana, setelah itu dibuktikan adanya kesalahan
subyektif pembuat
a. SIFAT PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI

Sifat pertanggungjawaban Pidana korporasi, terdpt sistem2 sbb :

1) Pengurus korporasi sbg pembuat dan penguruslah yg


bertanggungjawab;
2) Korporasi sbg pembuat dan pengurus bertanggung jawab
3) Korporasi sbg pembuat dan juga sbg yg bertanggungjawab.
b. PERTANGGUNGJAWABAN TINDAK PIDANA KORPORASI
DALAM PERSIDANGAN
Yang dapat mewakili korporasi dalam persidangan adalah :

a. Pengurus
b. Salah seorang pengurus, bila terdapat lebih dari seorang
pengurus
c. Hakim dapat menunjuk hakim tertentu
Pemidanaan (penjatuhan) atas kejahatan korporasi :
Untuk tindak pidana ekonomi diatur dlm pasal 15 (1) UU No. Drt tahun
1955
Utk pidana subversi diatur pasal 17 (1) UU No. 11 Pnps/tahun 1963
Pidana narkotika diatur pasal 49, 16 UU pengawasan pendidikan dan
pengajaran asing serta pasal pasal 19 (3) UU Pos
Dalam UU Nomor 41 Tahun 1999 jo UU Nomor 19 Tahun 2004, pertanggujawaban
tindak pidana korporasi terdapat pada Pasal 78 angka (14) yang dirumuskan sebagai
berikut:
“Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 50 ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3) apabila dilakukan oleh dan atau atas nama badan hukum atau badan usaha,
tuntutan dan sanksi pidananya dijatuhkan terhadap pengurusnya, baik sendiri-
sendiri maupun bersama-sama, dikenakan pidana sesuai dengan ancaman pidana
masing-masing ditambah dengan 1/3 (sepertiga) dari pidana yang dijatuhkan
Tanggung jawab korporasi pada UU Nomor 19 Tahun 2004, apabila tindak pidana yang
dilakukan oleh dan atau atas nama badan hukum atau badan usaha, yang bertanggujawab
adalah pengurusnya, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, Ini maksudnya dapat
ditafsirkar bahwa pengurus atas nama pribadi atau sendiri dapat diminta
pertanggungjwaban atau pengurus yang melakukan secara bersama-sama bisa diminta
pertangggujawaban.
Dengan demikian bukan badan hukum yang bisa diminta pertanggujawaban dalam tindak
pidana korporasi ini, hanya pada pengurus dari badan hukum yang bisa diminta
pertanggungjwaban
Pemidanaan atas tindak pidana ekonomi yg dilakuan oleh korporasi adalah :
a. Korporasi itu sendiri
b. Yg memberikan perintah melakukan tindak pidana atau yg bertindak sbg
pimpinan perbuatan atau kelalaian itu.
c. Kedua-keduanya
c. PENGARUH ASAS TIADA PIDANA TANPA
KESALAHAN (GEN STRAF ZONDER SCHULD)
Dalam KUHP asas ini tidak ada, sebagaimana halnya asas legallitas. Asas ini ada
dalam hukum yg tidak tertulis
Asas “Gen Straf zonder Schuld” tidak menghendaki dipidananya seseorang yang
nyata-nyata memang benar telah melakukan pelanggaran peraturan pidana, tanpa
kesalahan. (psl 6 (2) UU no 14 tahun 1970 ttg pokok2 kekuasaan kehakiman
Dalam pertanggungjwabn pidana korporasi, asas kesalahan masih dapat
dipertahankan, sekalipun tidak mutlak
1. Masalah kemampuan bertanggungjawab korporasi sbg salah satu unsur
pertanggungjawaban pidana
Kemampuan bertanggungjwb dpt diartikan sbg suatu keadaan psikis, yg
membenarkan adanya penerapan sesuatu pemidanaan, baik dilihat dari
sudut umum maupun dari orangnya (Simons)
Menurut Van Hamel kemampuan bertanggung jawab adalah suatu keadaan
normalitas psikis dan kematangan yg membawa 3 kemampuan, yakni
a) Mampu untuk mengerti nilai dari akibt2 perbuatannya sendiri
b) Mampu untuk menyadari bahwa perbuatan itu menurut pandangan
masyarakat tdk diperbolehkan
c) Mampu untuk menentukan kehendak atas perbuatan2nya itu.
d. DOKTRIN STRICT LIABILITY & VICARIOUS LIABILITY

 strict liability (pertanggungjawaban yg mutlak)


Seseorang sudah dapat dipertanggungjawabkan utk tindak pidana tertentu walaupun pd diri org itu
tidak ada kesalahan (mens rea)
strict liability ini didasarkan pada alasan2 sbb :
a) Sangat ensensial utk menjamin dipatuhinya peraturan2 penting tertentu yg diperlukan utk
kesejahteraan sosial
b) Pembuktian adanya mens rea akan menjadi sangat sulit utk pelanggaran2 yg berhubugan dg
kesejahteraan sosial
c) Tingginya tingkat bahaya sosial yg ditimbulkan oleh perbuatan yang bersangkutan
MENURUT COMMOM LAW, STRICT LIABILITY
BERLAKU TERHADAP 3 MACAM DELIK :
a) Publik nuisance (gangguan thd ketertiban umum, menghalangi jalan
raya, mengeluarkan bau tdk enak)
b) Criminal libel (fitnah, pencemaran nama)
c) Contempt of court (pelanggaran tata tertib pengadilan)
 VACARIOUS LIABILITY (PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA SECARA TDK LANGSUNG

Adalah suatu pertanggungjawaban pidana yg dibebankan kepada seseorang atas


perbuatan orang lain.
Vacarious liability hanya berlaku thd ;

a) Delik-delik yg mensyaratkan kualitas


b) Delik-delik yg mensyaratkan adanya hubungan antara buruh dan majikan
 Adapun doktrin lain yang dikenal juga “collective responsibility”.
 collective responsibility diberlakukan pada hukum tidak tertulis di
masyarkat2 primitif.
 Pertanggungjawabn ini hampir sama dg Vacarious liability hanya saja pada
yg terakhir ini pertanggungjawaban ini masih bersifat individual
di Inggris pertanggungjwbn pidana korporasi dapat menggunakan doktrin
“Vacarious liability”
Menurut Mardjono Reksodiputro ada dua hal yang harus diperhatikan dalam
menentukan tindak pidana korporasi yaitu,
a) pertama tentang perbuatan pengurus (atau orang lain) yang harus
dikonstruksikan sebagai perbuatan korporasi dan
b) kedua tentang kesalahan pada korporasi.
 yang pertama untuk dapat dikonstruksikan suatu perbuatan pengurus adalah juga
perbuatan korporasi maka digunakanlah “asas identifikasi”.
Dengan asas tersebut maka perbuatan pengurus atau pegawai suatu korporasi,
diidentifikasikan (dipersamakan) dengan perbuatan korporasi itu sendiri.
 Untuk hal yang kedua, memang selama ini dalam ilmu hukum pidana gambaran
tentang pelaku tindak pidana masih sering dikaitkan dengan perbuatan yang secara
fisik dilakukan oleh pembuat (fysieke dader) namun hal ini dapat diatasi dengan
ajaran “pelaku fungsional” (functionele dader) .
e. KORPORASI SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA

Terdapat 2 kriteria korporasi sebagai pelaku tindak pidana ;


 Tertuduh dapat mengatur apakah perbuatan2 tersebut terjadi atau
tidak;
 Perbuatan2 itu termasuk perbuatan2 yg terjadi menurut
perkembangan selanjutnya oleh tertuduh diterima atau bisa diterima
ALASAN PENGHAPUSAN PIDANA PADA
KORPORASI
Korporasi sbg subyek hukum pada dasarnya harus diakui dapat menunjuk
pada alasan2 penghapusann pidana, diantaranya ;
1. Yang berkaitan dengan gejala kejiwaan tertentu, seperti ; keadaan
sakit jiwa (psl 44 KUHP)
2. Pembelaan yang melampaui batas (pasal 49 (2) KUHP)
f. PENUNTUTAN DAN PEMIDANAAN
KORPORASI
• Untuk indonesia bahwa korporasi dapat dituduhkan kepadanya sebagai
pelaku pidana, yaitu delik yg termasuk dalam “publik welfare offences”
• Delik yg bersangkutan harus selalu dipergunakan ajaran “fait matreriille
(tidak diperlukan adanya kesalahan)
Penanggulangan kejahatan korporasi harus dilakukan secar integratif antara kebijakan penal dan
kebijakan nonpenal.
1. Penanggulan dengan sarana nonpenal
Penanggulangan sarana nonpenal adalah memperbaiki kondisi-kondisi tertentu, namun secara tidak
langsung memilki pengaruh preventif thd kejahatan. Misalnya pencemaran lingkunga hidup
Ada 3 pendekatan yang harus dilakukan dalam menghadapi kejahatan korporasi, yaitu ;
a. Mengubah sikap dan struktur korporsi secara sukarela
b. Peubahan terhadap organisasi korporasi
c. Aksi konsumen
PENANGGULANGAN DENGAN SARANA
PENAL
Tujuan pemidanaan koporasi
1. Dg dipidananya korporasi agar korporasi itu tidak akan melakukan tindak pidana lg dan korporasi2
lainnya tercegah untuk melakukan tindak pidana, dengan tujuan demi pengayoman masyarakat
2. Untuk perlindungan masyarakat, sehingga korporasi tdk mampu lg melakukan suatu tindak pidana
3. Untuk memelihara solidaritas korporasi dalam rangka untuk menegakkan adat istiadat dan mencegah
balas dendam perseorangan
4. Sebagai pengimbalan/ pengimbangan
Sehubungan dg diterimanya korporasi sbg subjek hukum dalam delik
pidana, namun ada delik2 tertentu yang tidak dilakukan oleh korporasi
adalah ;
1) Yg satu2nya ancaman pidananya hanya bisa dikenakan kepada orang
biasa, misalnya pembunuhan
2) Yang biasa dilakukan oleh orang biasa, misalnya bigami, perkosaan
Menurut suprapto, hukuman yang dapat dikenakan pada perusahaan adalah ;
1) Penutupan seluruhnya atau sebagian perusahaan si terhukum untuk waktu
tertentu
2) Pencabutan seluruh atau sebagian fasiliteit tertentu yg telah atau dapat
diperolehnya dari pemerintah oleh perusahaan selama waktu tertentu
3) Penempatan perusahaan dibawah pengampuan selama waktu tertentu
Sanksi yg dapat dijatuhkan pada korporasi
a. Pidana
b. Pidana tambahan berupa pengumuman putusan hakim
c. Pidana tambahan berupa penutupan seluruhnya atau sebagian perusahaan,
tindakan administratif berupa pencabutan seluruhnya atau sebagian fasilitas
tertentu yg telah atau dapat diperoleh oleh perusahaan dan tindakan tata tertib
berupa penempatan perusahaan dibawah pengampuan yg berwajib
d. Sanksi perdata (ganti kerugian)
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai