Anda di halaman 1dari 23

EVALUASI KURIKULUM

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


Pembelajaran Pendidikan Jasmani

Yang dibina oleh Prof. Sri Rahayu, M.Ed., Ph.D.

Oleh:

Ervita Eka Rosawati (190331865209)


Hendra Kurniawan (230611609311)
Petrus Yuvenaris Manek (190331865215)
Umi Nadhirotul Laili (190331865201)
Yolanda Dwi Novita (230611603573)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN & REKREASI
FEBRUARI 2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam pengembangan kurikulum, evaluasi merupakan salah satu komponen penting
dan tahap yang harus ditempuh oleh guru untuk mengetahui keefektifan kurikulum. Evaluasi
menjadi bagian integral dari kurikulum. Evaluasi menjadi bagian dari sistem manajemen,
yaitu perencanaan, organisasi, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Kurikulum juga
dirancang dari tahap perencanaan, organisasi kemudian pelaksanaan dan akhirnya monitoring
dan evaluasi. Tanpa evaluasi, maka kita tidak akan bisa mengetahui bagaimana kondisi
kurikulum tersebut dalam rancangan, pelaksanaan serta hasilnya. Tapi, dengan adanya
evaluasi, kita dapat menjadikan hasil yang diperoleh sebagai balikan (feed-back) dalam
memperbaiki dan menyempurnakan kurikulum. Hasil-hasil kurikulum dapat digunakan oleh
para pemegang kebijaksanaan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih
dan menetapkan kebijaksanaan pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model
kurikulum yang digunakan.
Selama ini model kurikulum yang berlaku adalah model kurikulum yang bersifat
akademik. Kurikulum yang demikian kurang mampu meningkatkan kemampuan peserta
didik secara optimal. Hal ini terbukti dari rendahnya kualitas pendidikan kita dibandingkan
dengan negara lain. Selain itu, implementasi kurikulum akademik tidak mampu memberikan
nilai etika, moral, dan nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan. Maka dengan adanya
evaluasi diharapkan dapat memperbaiki aspek-aspek tersebut sehingga model kurikulum
yang diterapkan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan.
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka kami akan mengkaji
mengenai pengertian evaluasi kurikulum, peranan evaluasi kurikulum dan model-model
evaluasi kurikulum.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan evaluasi kurikulum?
2. Apa tujuan dari evaluasi kurikulum?
3. Bagaimana prinsip-prinsip evaluasi kurikulum secara umum?
4. Bagaimana prinsip-prinsip evaluasi kurikulum 2013?
5. Apa saja jenis-jenis evaluasi pada pembelajaran kurikulum 2013?
6. Apa yang dimaksud instrumen evaluasi kurikulum?
7. Apa tujuan instrumentasi kurikulum?
8. Bagaimana instrumen evaluasi kurikulum secara umum?
9. Bagaimana instrumentasi kurikulum 2013?

C. Tujuan
1. Unutk mengetahui pengertian evaluasi kurikulum.
2. Untuk mengetahui tujuan dari evaluasi kurikulum.
3. Untuk mengetahui prinsip-prinsip evaluasi kurikulum secara umum.
4. Untuk mengetahui prinsip-prinsip evaluasi kurikulum 2013.
5. Untuk mengetahui jenis-jenis evaluasi pada pembelajaran kurikulum 2013.
6. Untuk mengetahui pengertian instrumen evaluasi kurikulum?
7. Untuk mengetahui tujuan instrumentasi kurikulum?
8. Untuk mengetahui instrumen evaluasi kurikulum secara umum?
9. Untuk mengetahui instrumentasi kurikulum 2013?
BAB II
PEMBAHASAN

A. EVALUASI KURIKULUM
1. Pengertian Evaluasi Kurikulum
Evaluasi kurikulum memegang peranan penting baik dalam penentuan kebijaksanaan
pendidikan pada umumnya, maupun pada pengambilan keputusan dalam kurikulum. Dalam
pengembangan kurikulum, evaluasi merupakan salah satu komponen penting dan tahap yang
harus ditempuh oleh guru untuk mengetahui keefektifan kurikulum. Hasil yang diperoleh
dapat dijadikan balikan (feed-back) bagi guru dalam memperbaiki dan menyempurnakan
kurikulum.
Adapun pemahaman tentang evaluasi kurikulum dapat berbeda-beda sesuai dengan
pengertian kurikulum yang beragam menurut para pakar kurikulum. Hamid Hasan (2009:41)
mengartikan evaluasi sebagai usaha sistematis mengumpulkan informasi mengenai suatu
kurikulum untuk digunakan sebagai pertimbangan mengenai nilai dan arti dari kurikulum
dalam suatu konteks tertentu. Menurut Tyler (dalam Muhammad Zaini, 2009: 143)
menyatakan bahwa evaluasi adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan sudah
tercapai atau terealisasikan.
Sedangkan pengertian evaluasi menurut Rutman and Mowbray (1983) ialah
penggunaan metode ilmiah untuk menilai implementasi dan outcomes suatu program yang
berguna untuk proses membuat keputusan. Chelimsky (1989) mendefinisikan evaluasi adalah
suatu metode penelitian yang sistematis untuk menilai rancangan, implementasi dan
efektivitas suatu program. Menurut Sukmadinata (2009:173), “Evaluasi merupakan kegiatan
yang luas, kompleks dan terus menerus untuk mengetahui proses dan hasil pelaksanaan
sistem pendidikan dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Evaluasi juga meliputi
rentangan yang cukup luas, mulai dari yang bersifat sangat informal sampai dengan yang
sangat formal.”
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah
penerapan prosedur ilmiah yang sistematis untuk menilai rancangan, implementasi dan
efektivitas suatu program. Evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk
menentukan nilai dari sesuatu. Evaluasi dalam pendidikan dapat diartikan sebagai suatu
proses dalam usaha untuk mengumpulkan informasi yang dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan untuk membuat keputusan akan perlu tidaknya memperbaiki sistem
pembelajaran sesuai dengan tujuan yang ditetapkan (Muhammad Zaini, 2009:142).
Sedangkan pengertian kurikulum adalah sebagai berikut:
a. Kurikulum sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat (19) UU Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
b. Menurut Grayson (1978), kurikulum adalah suatu perencanaan untuk mendapatkan
keluaran (outcomes) yang diharapkan dari suatu pembelajaran.
c. Menurut Hilda Taba (dalam Muhammad Zaini, 2009: 6), kurikulum adalah rencana
pembelajaran yang berkaitan dengan proses dan pengembangan individu anak didik.
Kurikulum merupakan seperangkat rencana yang menjadi pedoman dan pegangan dalam
proses pembelajaran.
Dengan demikian, pengertian evaluasi kurikulum adalah penerapan prosedur ilmiah
untuk mengumpulkan data yang valid dan reliabel untuk membuat keputusan tentang
kurikulum yang sedang berjalan atau telah dijalankan. Atau, evaluasi kurikulum adalah suatu
tindakan pengendalian, penjaminan dan penetapan mutu kurikulum, berdasarkan
pertimbangan dan kriteria tertentu, sebagai bentuk akuntabilitas pengembang kurikulum
dalam rangka menentukan keefektifan kurikulum.
Pada dasarnya, evaluasi dan kurikulum merupakan dua disiplin yang memiliki
hubungan sebab akibat. Hubungan antara evaluasi dan kurikulum bersifat organis, dan
prosesnya secara evalusioner. Menurut Tyler (dalam Muhammad Zaini, 2009:144)
berpendapat bahwa evaluasi kurikulum pada dasarnya adalah suatu proses untuk mengecek
keberlakuan kurikulum yang harus diterapkan dalam empat tahap. Tahap pertama adalah
evaluasi terhadap tujuan pembelajaran, tahap kedua adalah evaluasi terhadap pelaksanaan
kurikulum atau proses pembelajaran yang meliputi metode, media, dan evaluasi
pembelajaran, tahap ketiga adalah evaluasi terhadap efektivitas baik efektivitas terhadap
waktu, tenaga, dan biaya, serta tahap keempat adalah evaluasi terhadap hasil yang telah
dicapai.

2. Tujuan Evaluasi Kurikulum


Tujuan evaluasi kurikulum mecakup dua hal yaitu : pertama, evaluasi digunakan
untuk menilai efektifitas program. Kedua, evaluasi dapat digunakan sebagai alat bantu dalam
pelaksanaan kurikulum (pembelajaran). Tujuan dari evaluasi kurikulum adalah
penyempurnaan kurikulum dengan jalan mengungkapkan proses plaksanaan kurikulum yang
telah berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk
memeriksa kinerja kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator
kinerja yang dievaluasi adalah efektivitas, efesinsi, relavansi, dan kelayakan (feasibility)
program. Diadakanya evaluasi kurikulum , menurut Ibrahim (2006) dimaksudkan untuk
keperluan.
1. Untuk perbaikan program
Bersifat konstruktif, karena informasi hasil evaluasi dijadikan input bagi perbaikan
yang diperlukan di dalam program kurikulum yang sedang dikembangkan. Disini
evaluasi kurikulum lebih merupakan kebutuhan yang datang dari dalma sistem itu sendiri
karena evaluasi itu dipandang sebagai faktor yang memungkinkan dicapainya hasil
pengembangan yang optimal dari sistem yang bersangkutan.

2. Pertanggungjawaban kepada berbagai pihak


Setelah pengembangan kurikulum dilakukan, perlu adanya semacam
pertanggungjawaban dari pihak pengembang kurikulum kepada pihak yang
berkepentingan. Pihak-pihak yang dimaksud mencakup pihak yang mensenposori
kegiatan pengembangan kurikulum tersebut maupun pihak yang akan menjadi konsumen
dari kurikulum yang telah dikembangkan. Dengan kata lain, pihak-pihak tersebut
mencakup pemerintah, masyarakat, orang tua, pelaksana pendidikan, dan pihak-pihak
lainnya yang ikut mensponsori kegiatan pengembangan kurikulum yang bersangkutan.
Bagi pihak pengembang kurikulum, tujuan yang kedua ini tidak dipandang sebagai suatu
kebutuhan dari dalam melainkan lebih merupakan suatu keharuasan dari luar. Sekalipun
demikian hal ini tidak biasa kita hindari karena persoaln ini mencakup
pertanggungjawaban sosial, ekonomi dan moral, yang sudah merupakan suatu
konsekuensi logis dalam kegiatan pembharuan pendidikan. Dalam
mempertanggungjawabkan hasil yang telah dicapainya, pihak pengembang kurikulum
perlu mengemukakan kekuatan dan kelemahan dari kurikulum yang sedang
dikembangkan serta usaha lanjt yang diperlukan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan
jik ada, yang masih terdapat. Untuk menghasilkan informasi mengenai kekuatan dan
kelemahan tersebut di atas itulah diperlukan kegiatan evaluasi.

3. Penentuan tindak lanjut hasil pengembangan


Tindak lanjut hasil pengembangan kurikulum dapat berbentuk jawaban atas dua
kemungkinan pertanyaan: pertama, apakah kurikulum baru tersebut akan atau tidak akan
disebar luaskan kedalam sistem yang ada? Kedua, dalam kondisi yang bagaimana dan
denga cara yang bagaimana pula kurikulum baru tersebut akan disebarluasakan kedalam
sistem yang ada? Ditinjau dari proses pengembangan kurikulum yang sudah berjalan,
pertanyaan pertama,dipandang tidak tepat untuk diajukan apada akhir fase
perkembangan.
Pertanyaan tersebut hanya memungkinkan memiliki dua jawaban yang diberikan
itu adalah tidak. Jika hal ini terjadi, kita akan dihadapkan pada situasi yang tidak
menguntungkan: biaya, tenaga, dan waktu yang telah dikerahkan selama ini ternyata
terbuang dengan percuma, peserta didik telah menggunakan kurikulum baru tersebut
selama fase pengembanagan telah terlanjur dirugikan; sekolah-sekolah dimana proses
pengembangan itu berlangsug harus kembali menyesuaikan diri lagi kepda cara lama,
dana kan timbul sikap skeptis dikalangan orang tua dan masyarakat terhadap perubahan
pendidikan dalam bentuk apapun. Pertanyaan kedua, dipandang lebih tepat untuk
diajukan pada akhir fase penegmbangan kurikulum. Pertanyaan tersebut
mengimplikasikan sekurang-kurangnya tiga anak pertanyaan, aspek-aspek mana dari
kurikulum tersebut yang masih perlu diperbaiki ataupun disesuaikan, strategi penyebaran
yang bagaimana sebaiknya ditempuh, dan persyaratapersyaratan apa yang perlu
dipersiapkan terlebbih dahulu didalam sistem yang ada. Pertanyaan –pertanyaan ini lebih
bersifat konstruktif dan lebih dapat diterima ditinjau dari segi sosial, ekonomi, moral
maupun tekhnis. Untuk menghasilkan informasi yang diperlukan dalam menjawab
pertanyaan yang kedua itulah diperlukan adanya kegiatan evaluasi.

3. Prinsip – Prinsip Evaluasi Kurikulum secara Umum


Prinsip-prinsip evaluasi ditujukan untuk menilai pencapaian tujuan-tujuan yang telah
ditentukan, serta menilai proses implementasi kurikulum secara keseluruhan, termasuk juga
menilai kegiatan evaluasi itu sendiri. Hasil dari kegiatan evaluasi dapat dijadikan sebagai
umpan balik (feedback) untuk mengadakan perbaikan dan penyempurnaan pengembangan
komponen-komponen kurikulum. Pada akhirnya hasil evaluasi ini dapat berperan sebagai
masukan bagi penentuan kebijakan-kebijakan dalam pengambilan keputusan kurikulum
khususnya, dan pendidikan pada umumnya, baik bagi para pengembang kurikilum dan para
pemegang kebijakan pendidikan, maupun bagi para pelaksana kurikulum pada tingkat
lembaga pendidikan (seperti guru dan kepala sekolah).
Pada awal perkembangannya, konsep evaluasi banyak sekali dipengaruhi secara
dominan oleh konsep pengukuran (measurement). Salah satunya adalah konsep yang
dikemukakan oleh Ralph W. Tyler (1975). Ia mengungkapakn bahwa proses evaluasi
merupakan proses yang sangat esensial guna mengetahui apakah tujuan (objectives) secara
nyata telah terealisasikan. Sementara itu, Hilda Taba (1962) juga berpendapat bahwa secara
prinsipil yang menjadi fokus dari evaluasi adalah tingkatan di mana siswa mencapai tujuan.
Pengertian-pengertian evaluasi tersebut lebih diarahkan atau berorientasi kepada perubahan
perilaku, dan lebih mementingkan hasil atau produk belajar, kurang memperhatikan proses
dan kondisi-kondisi belajar yang mempengaruhi hasil belajar. Menurut Hasan (1988),
pengertian evaluasi seperti itu sudah dianggap tidak lagi memenuhi makan evaluasi yang
sesungguhnya. Apa yang dikemukakan Tyler mengenai perubahan tingkah laku siswa
hanyalah merupakan salah satu aspek kajian evaluasi, baik evaluasi pendidikan maupun
evaluasi kurikulum.
Perkembangan selanjutnya dari konsep evaluasi ini, menurut Hasan (1988),
berpegang pada satu konsep dasar, yaitu adanya pertimbangan (judgement). Dengan
pertimbangan inilah ditentukan nilai (worth/merit) dari sesuatu yang sedang dievaluasi.
Tanpa pemberian pertimbangan bukanlah suatu kegiatan evalusi. Dengan demikian,
pengertian evaluasi harus diarahkan pada suatu proses pemberian pertimbangan mengenai
nilai dan arti dari sesuatu yang dipertimbangkan. Sesuatu yang dipertimbangkan tersebut bisa
berupa orang, benda, kegiatan, keadaan, atau suatu kesatuan tertentu. Pemberian
pertimbangan tersebut haruslah berdasarkan kriteria tertentu, baik dari penilai itu sendiri
maupun dari luar penilai. Dari pengertian tersebut, evaluasi lebih dianggap sebagai suatu
proses, bukan suatu hasil (produk).
Prinsip-prinsip evaluasi kurikulum menurut Hamalik, (1990: 255) adalah sebagai
berikut:
1. Tujuan tertentu, artinya setiap program evaluasi kurikulum terarah dalam mencapai
tujuan yang telah ditentukan secara jelas dan spesifik. Tujuan-tujuan itu yang
mengarahkan berbagai kegiatan dalam proses pelaksanaan evaluasi kurikulum.

2. Bersifat objektif, dalam arti berpijak pada keadaan yang sebenarnya, bersumber pada
data yang nyata dan akurat yang diperoleh dari sumber instrumen yang handal.

3. Bersifat komperhensif, mencakup semua dimensi atau aspek yang terdapat dalam ruang
lingkup kurikulum.
4. Kooperatif dan bertanggung jawab dalam perencanaan. Pelaksanaan dan keberhasilan
suatu program evaluasi kurikulum merupakan tanggung jawab bersama pihak-pihak yang
terlibat dalam proses pendidikan seperti guru, kepala sekolah, orang tua, bahkan peserta
didik itu sendiri, disamping merupakan tanggung jawab utama lembaga penelitian dan
pengembangan.

5. Efesiensi, khususnya dalam penggunaan waktu, biaya tenaga, dan peralatan yang menjadi
unsur penunjang.

6. Berkesinambungan, hal ini diperlukan mengingat tuntunan dari dalam dan luar sistem
sekolah, yang meminta diadakannya perbaikan kurikulum.

4. Prinsip-Prinsip Evaluasi Kurikulum 2013


Seperti yang diketahui bahwa alasan yang mendasari pemerintah mengembangkan
dan melaksanakan kurikulum 2013 adalah untuk menghadapi persaingan global yang
semakin maju. Menghadapi perkembangan globalisasi yang semakin membumi, pemerintah
menggulirkan kurikulum 2013 dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas Pendidikan di
Indonesia dan menciptakan kualitas penerus bangsa yang bermutu. Secara garis besar,
prinsip-prinsip evaluasi kurikulum 2013 dapat ditinjau dari komponen-komponen yang
terdapat pada tubuh kurikulum 2013 itu sendiri. Sebagaimana menurut Tyler (1949)
komponen dari anatomi tubuh kurikulum adalah sebagai berikut:
a. Tujuan
Tujuan dalam komponen kurikulum memiliki peranan penting untuk mengarahkan
semua kegiatan pembelajaran dan mewarnai komponen-komponen kurikulum lainnya.
Tujuan kurikulum dirumuskan dirumuskan berdasarkan dua hal. Pertama, perkembangan,
kebutuhan dan kondisi masyarakat. Faktor ini merupakan hal yang senantiasa diperhatikan
oleh satuan Pendidikan agar tidak ketinggalan dengan yang lain. Sebagaimana, tuntutan abad
ke-21, proses pembelajaran lebih diarahkan pada proses problem solving, kolaboratif, dan
berpikir kritis. Kedua, didasarkan oleh pemikiran-pemikiran yang terarah pada pencapaian
nilai-nilai filosofis, terutama falsafah negara dan nilai-nilai yang dianut oleh satuan
Pendidikan yang dijalankan. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya pembenahan pada
perumusan tujuan kurikulum terus berkelanjutan agar tujuan apa yang diharapkan dapat
tercapai di sekolah.
b. Isi atau Materi
Dalam rangka untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan maka diperlukan bahan
ajar. Bahan ajar tersusun atas topik-topik dan sub-sub topik tertentu. Tiap topik atau subtopic
mengandung ide-ide pokok yang relevan dengan tujuan Pendidikan yang telah di tetapkan.
Topik atau subtopik tersebut tersusun dalam sekuen tertentu yang membentuk sekuen bahan
ajar.
c. Proses Pembelajaran
Implementasi kurikulum di lapangan terkait bagaimana pelaksanaan kedua komponen
tersebut diperhatikan agar sesuai dengan tujuan dan sasaran yang diharapkan. Penerapan
kurikulum dilapangan sangat menentukan keberhasilan sebuah kurikulum.
Kekurangberhasilan implementasi kurikulum selama ini dilapangan, salah satunya adalah
karena kurang pemahaman guru tentang strategi pembelajaran yang digunakan dalam
kurikulum yang baru. Kerap kali kurikulum berubah, namun pola pembelajaran yang
digunakan oleh guru masih menggunakan pola konvensional dan dominan menggunakan
ceramah. Kasus seperti ini membutuhkan keseriusan dalam merumuskan kebijakannya agar
perubahan kurikulum memberika dampak yang positif terhadap kualitas dan mutu Pendidikan
di Indonesia.
Berdasarkan beberapa komponen-komponen diatas, dapat disimpulkan bahwa
komponen-komponen tersebut saling berhubungan erat.Tujuan menentukan bahan apa yang
akan dipelajari, bagaimana proses pembelajarannya, dan apa yang harus dinilai. Artinya
bahwa salah satu diantara beberapa komponen berubah maka komponen lainnya turut
mengalami perubahan. Dengan demikian, prinsip evaluasi kurikulum 2013 tergantung pada
komponen-komponen yang terdapat pada badan kurikulum 2013.

B. INSTRUMEN KURIKULUM
1. Pengertian Instrumen Evaluasi Kurikulum
Dalam mengevaluasi sebuah program, entah itu program pembelajaran atau
kurikulum atau yang lain, diperlukan instrumen untuk mengumpulkan data dan informasi
agar bisa mengukur apakah program tersebut sesuai dengan tujuan dan harapan atau tidak.
Instrumen adalah suatu alat yang memenuhi persyaratan akademis, sehingga dapat
dipergunakan sebagai alat untuk mengukur suatu obyek ukur atau mengumpulkan data
mengenai suatu variable. Maka instrumen evaluasi kurikulum dapat diartikan seperangkat alat
yang didesain sedemikian rupa untuk mengukur dan mengumpulkan data terkait
ketercapaian tujuan dari kurikulum.
Instrumen mempunyai peranan yang penting karena instrumen itu sendiri diibaratkan
sebuah alat untuk mengukur sesuatu. Sedangkan kegiatan mengevaluasi adalah kegiatan
mengukur dan menilai. Jadi kegiatan pengukuran,penilaian, dan evaluasi itu bersifat
hierarkhis, artinya dilakukan secara beruntutan: dimulai dengan pengukuran, dilanjutkann
dengan penilaian, dan diakhiri dengan mengevaluasi.
Pengukuran menurut Guilford (1982) adalah proses penetapan angka terhadap suatu
gejala menurut aturan tertentu. Pengukuran pendidikan berbasis kompetensi dasar
berdasarkan pada klasifikasi observasi unjuk kerja atau kemampuan peserta didik dengan
menggunakan suatu standar. Pengukuran dapat menggunakan tes dan nontes. Tes adalah
seperangkat pertanyaan yang memiliki jawaban benar atau salah, atau suatu
pernyataan/permintaan untuk melakukan sesuatu. Non tes bisa pertanyaan atau pernyataan
yang tidak memiliki jawaban benar atau salah. Instrumen nontes bisa berbentuk kuesioner
atau interventori. Kuesioner berisi sejumlah pertanyaan atau pernyataan, peserta didik
diminta menjawab atau memberikan pendapat terhadap pernyataan. Inventori merupakan
instrumen yang berisi tentang laporan diri yaitu keadaan peserta didik, misalnya potensi
peserta didik.
Penilaian menurut Griffin & Nix (1991) suatu pernyataan berdasarkan sejumlah
fakta untuk menjelaskan karakteristik seseorang atau sesuatu. Di sini penilaian berhubungan
dengan setiap bagian dari proses pendidikan, bukan hanya keberhasilan belajar saja, tetapi
mencakup semua proses mengajar dan belajar. Oleh karena itu kegiatan penilaian tidak
terbatas pada karakteristik peserta didik, tetapi juga mencakup karakteristik metode mengajar,
kurikulum, fasilitas dan administrasi sekolah. Instrumen penilaian bisa berupa metode atau
prosedur formal atau informal, untuk menghasilkan informasi tentang peserta didik, yaitu tes
tertulis, tes lisan, lembar pengamatan, pedoman wawancara, tugas rumah dan sebagainya.
Penilaian juga diartikan sebagai kegiatan menafsirkan data hasil pengukuran.
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa pengukuran adalah kegiatan yang sistematik
untuk menentukan angka pada objek atau gejala. Pengujian terdiri dari sejumlah pertanyaan
yang memiliki jawaban benar atau salah. Peniliaian adalah penafsiran hasil pengukuran dan
penentuan pencapaian hasil belajar. Evaluasi adalah penentuan nilai suatu program dan
penentuan pencapaian tujuan suatu program.
Dalam kegiatan mengevaluasi kurikulum, terdapat langkah-langkah yang ditempuh,
dan salah satu langkah tersebut adalah penyusunan instrumen evaluasi. Penyusunan
instrumen evaluasi, sebenarnya merupakan salah satu langkah dalam kegiatan evaluasi.
Instrumen evaluasi digunakan sebagai alat ukur untuk kita bisa mengevaluasi sebuah
program. Instrumen sangat krusial dalam hal ini, karena jika tidak menggunakan instrumen,
evaluator tidak akan bisa mengukur, menilai, dan mengevaluasi sebuah kurikulum.

2. Tujuan Instrumen Evaluasi Kurikulum


Instrumen evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk menelaah kembali apakah kegiatan
yang telah dilakukan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Mc. Neil (1977)
mengungkapkan ada dua hal yang perlu mendapatkan jawaban dari penilaian kurikulum,
yaitu (1) apakah kegiatan-kegiatan yang dikembangkan dan diorganisasikan memungkinkan
tercaapai tujuan pendidkikan yang dicita-citakn dan (2) apakah kurikulum yang telah
dikembangkan itu dapat diperbaiki dan bagaimana cara memperbaiki. Setelah
informasi/jawaban terhadap kedua pertanyaan tersebut diperoleh, langkah selanjutnya adalah
memutuskan atau menetapkan bahwa kurikulum itu diberlakukan dan dilaksanakan.
Tujuan instrumen evaluasi kurikulum mecakup dua hal yaitu : pertama, instrumen
digunakan untuk menilai efektifitas program. Kedua, instrumen dapat digunakan sebagai alat
bantu dalam pelaksanaan kurikulum (pembelajaran). Tujuan dari instrumen evaluasi
kurikulum adalah penyempurnaan kurikulum dengan jalan mengungkapkan proses
plaksanaan kurikulum yang telah berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Instrumen
evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum secara keseluruhan
ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator kinerja yang dievaluasi adalah efektivitas, efesinsi,
relavansi, dan kelayakan (feasibility) program.
Disusunnya instrumen evaluasi kurikulum, menurut Bafadal (2006) dimaksudkan
untuk keperluan :
1. Perbaikan Program
Yaitu peranan evaluasilebih bersifat konstruktif, karena informasi hasil evaluasi dijadikan
masukan bagi perbaikan yang diperlukan didalam program kurikulum yang sedang
dikembangkan. Disini evaluasi kurikulum lebih merupakan kebutuhan yang datang dari
dalma sistem itu sendiri karena evaluasi itu dipandang sebagai faktor yang memungkinkan
dicapainya hasil pengembangan yang optimal dari sistem yang bersangkutan.
2. Pertanggungjawaban Kepada Berbagai Pihak
Setelah pengembangan kurikulum dilakukan, perlu adanya semacam pertanggungjawaban
dari pihak pengembang kurikulum kepada pihak yang berkepentingan. Pihak-pihak yang
dimaksud mencakup pihak yang mensenposori kegiatan pengembangan kurikulum tersebut
maupun pihak yang akan menjadi konsumen dari kurikulum yang telah dikembangkan.
Dengan kata lain, pihak-pihak tersebut mencakup pemerintah, masyarakat, orang tua,
pelaksana pendidikan, dan pihak-pihak lainnya yang ikut mensponsori kegiatan
pengembangan kurikulum yang bersangkutan.

3. Penentuan Tindak Lanjut Hasil Pengembangan


Tindak lanjut hasil pengembangan kurikulum dapat berbentuk jawaban atas dua
kemungkinan pertanyaan : pertama, apakah kurikulum baru tersebut akan atau tidak akan
disebar luaskan kedalam sistem yang ada? Kedua, dalam kondisi yang bagaimana dan dengan
cara yang bagaimana pula kurikulum baru tersebut akan disebarluasakan kedalam sistem
yang ada? Ditinjau dari proses pengembangan kurikulum yang sudah berjalan, pertanyaan
pertama,dipandang tidak tepat untuk diajukan apada akhir fase perkembanagn. Pertanyaan
tersebut hanya memungkinkan memiliki dua jawaban yang diberikan itu adalah tidak. Jika
hal ini terjadi, kita akan dihadapkan pada situasi yang tidak menguntungkan : biaya, tenaga,
dan waktu yang telah dikerahkan selama ini ternyata terbuang dengan percuma, peserta didik
telah menggunakan kurikulum baru tersebut selama fase pengembanagan telah terlanjur
dirugikan ; sekolah-sekolah dimana proses pengembangan itu berlangsug harus kembali
menyesuaikan diri lagi kepda cara lama, dana kan timbul sikap skeptis dikalangan orang tua
dan masyarakat terhadap perubahan pendidikan dalam bentuk apapun
Pertanyaan kedua, dipandang lebih tepat untuk diajukan pada akhir fase penegmbangan
kurikulum. Pertanyaan tersebut mengimplikasikan sekurang-kurangnya tiga anak pertanyaan,
aspek-aspek mana dari kurikulum tersebut yang masih perlu diperbaiki ataupun disesuaikan,
strategi penyebaran yang bagaimana sebaiknya ditempuh, dan persyarata¬persyaratan apa
yang perlu dipersiapkan terlebbih dahulu didalam sistem yang ada. Pertanyaan –pertanyaan
ini lebih bersifat konstruktif dan lebih dapat diterima ditinjau dari segi sosial, ekonomi, moral
maupun tekhnis. Untuk menghasilkan informasi yang diperlukan dalam menjawab
pertanyaan yang kedua itulah diperlukan adanya kegiatan evaluasi.
Sedangkan menurut Sumadi Surya Brata (1983) tujuan instrumen evaluasi kurikulum
dapat dikelompokkan dalam tiga klasifikasi, yaitu :
1. Klasifikasi berdasarkan fungsinya
Instrumen evaluasi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan :
a. psikologik, instrumen evaluasi dapat dipakai sebagai kerangka acuan kemana dia
harus bergerak menuju tujuan pendidikan;
b. didaktif/instruksional, tujuan instrumen evaluasi memotivasi belajar kepada peserta
didik, memberikan pertimbangan dalam menentukan bahan pengajaran dan metode
mengajar serta dalam rangka mengadakan bimbingan-bimbingan secara khusus
kepada peserta didik; dan
c. administrative/manajerial, bertujuan untuk pengisian buku rapor, menentukan indeks
prestasi, pengisian STTB, dan tentang ketentuan kenaikan siswa.
2. Klasifikasi berdasarkan keputusan pendidikan
Tujuan instrumen evaluasi dapat digunakan untuk mengambil :
a. keputusan individual;
b. keputusan institusional;
c. keputusan didaktik instruksional; dan
d. keputusan-keputusan penelitian.
3. Klasifikasi formatif dan sumatif.
a. evaluasi formatif diperlukan untuk mendapatkan umpan-balik guna menyempurnakan
perbaikan proses belajar-mengajar; dan
b. evaluasi sumatif berfungsi untuk mengukur keberhasilan seluruh program pendidikan
yang dilaksanakan pada akhir pelaksanaan proses belajar-mengajar (akhir
semester/tahun).
3. Instrumen Evaluasi Kurikulum 2013
a. Instrumen Evaluasi Bentuk Tes
Instrumen evaluasi pembelajaran jenis tes adalah teknik yang paling umum digunakan
dalam kegiatan pengukuran. Meskipun teknik ini tidak selalu yang terbaik dan tepat untuk
beberapa tujuan. Jenisnya juga bermacam-macam. Misalnya tes prestasi belajar (achievement
test), tes penguasaan (proficiency test), tes bakat (aptitude test), tes diagnostik (diagnostic
test). dan tes penempatan (placement test). Jika dilihat dari bentuk jawaban peserta didik,
maka tes dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu tes tertulis, tes lisan, dan tes perbuatan. Tes
tertulis ada dua bentuk, yaitu bentuk uraian (essay) dan bentuk objektif (objective).
1) Tes tertulis bentuk uraian (Essay)
Tes bentuk uraian adalah tes yang pertanyaannya membutuhkan jawaban uraian, baik
uraian secara bebas maupun uraian secara terbatas. Tes bentuk uraian ini, khususnya
bentuk uraian bebas menuntut kemampuan murid untuk mengorganisasikan dan
merumuskan jawaban dengan menggunakan kata-kata sendiri serta dapat mengukur
kecakapan murid untuk berfikir tinggi yang biasanya dituangkan dalam bentuk
pertanyaan yang menuntut memecahkan masalah, menganalisa masalah,
membandingkan, menyatakan hubungan, menarik kesimpulan dll (Sutomo, 1995:80).
Dilihat dari keluasan materi yang ditanyakan, maka tes bentuk uraian ini dapat dibagi
menjadi dua bentuk, yaitu uraian terbatas (restricted respons items) dan uraian bebas
(extended respons items).
2) Tes tertulis bentuk objektif (objective)
Tes objektif disebut objektif karena cara pemeriksaannya yang seragam terhadap semua
murid yang mengikuti sebuah tes. Tes objektif juga dikenal dengan istilah tes jawaban
pendek (short answer test), dan salah satu tes hasil belajar yang terdiri dari butir-butir
soal (items) yang dapat dijawab oleh tester dengan jalan memilih salah satu (atau lebih),
di antara beberapa kemungkinan jawaban yang telah dipasangkan pada masing masing
items atau dengan jalan menuliskan jawabannya berupa kata-kata atau simbol-simbol
tertentu pada tempat-tempat yang disediakan untuk masing-masing butir yang
bersangkutan. Terdapat beberapa jenis tes bentuk objektif, misalnya: bentuk melengkapi
(completion test), pilihan ganda (multifle chois), menjodohkan (matching), bentuk pilihan
benar-salah (true false).

3) Tes tindakan (Performance Test)


Tes tindakan adalah tes yang menuntut jawaban peserta didik dalam bentuk perilaku,
tindakan, atau perbuatan di bawah pengawasan penguji yang akan mengobservasi
penampilannya dan membuat keputusan tentang kualitas hasil belajar yang dihasilkannya
atau ditampikannya. Peserta didik bertindak sesuai dengan apa yang diperintahkan dan
ditanyakan. Tes tindakan adalah tes yang menuntut jawaban peserta didik dalam bentuk
perilaku, tindakan, atau perbuatan di bawah pengawasan penguji yang akan
mengobservasi penampilannya dan membuat keputusan tentang kualitas hasil belajar
yang dihasilkannya atau ditampikannya. Peserta didik bertindak sesuai dengan apa yang
diperintahkan dan ditanyakan.
Tes tindakan dapat digunakan untuk menilai kualitas suatu perkerjaan yang telah selesai
dikerjakan oleh peserta didik, termasuk juga keterampilan dan ketepatan menyelesaikan
suatu pekerjaan, kecepatan dan kemampuan merencanakan suatu pekerjaan. Penilaian ini
cocok digunakan untuk menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta didik
menunjukkan unjuk kerja.
b. Instrumen Evaluasi Bentuk Non-Tes
Hasil dari satu proses pembelajara mencakup tidak hanya aspek kognitif, tapi juga
aspek afaktif dan psikomotorik. Sehingga hasil dari proses pembelajaran dapat berupa
pengetahuan teoritis, keterampilan dan sikap. Pengetahuan teoritis dapat diukur dengan
menggunakan teknik tes. Keterampilan dapat diukur dengan menggunakan tes perbuatan.
Sedangkan hasil belajar berupa perubahan sikap hanya dapat diukur dengan teknik non-tes.
Instrumen evaluasi jenis non-tes dapat digunakan jika kita ingin mengetahui kualitas proses
dan produk dari suatu pembelajaran yang berkenaan dengan domain afektif, seperti sikap,
minat, bakat, motivasi, dan lain-lain. Termasuk jenis instrumen evaluasi jenis non-tes adalah
observasi, wawancara, skala sikap, dan lain-lain.
1) Daftar Cek
Penilaian unjuk kerja dapat dilakukan dengan menggunakan daftar cek (ya - tidak). Pada
penilaian unjuk kerja yang menggunakan daftar cek, peserta didik mendapat nilai apabila
kriteria penguasaan kemampuan tertentu dapat diamati oleh penilai. Jika tidak dapat
diamati, peserta didik tidak memperoleh nilai. Kelemahan cara ini adalah penilai hanya
mempunyai dua pilihan mutlak, misalnya benar-salah, dapat diamatitidak dapat diamati.
Dengan demikian tidak terdapat nilai tengah.

2) Skala Rentang
Penilaian unjuk kerja yang menggunakan skala rentang memungkinkan penilai memberi
nilai penguasaan kompetensi tertentu karena pemberian nilai secara kontinuum di mana
pilihan kategori nilai lebih dari dua. Penilaian sebaiknya dilakukan oleh lebih dari satu
penilai agar faktor subjektivitas dapat diperkecil dan hasil penilaian lebih akurat.
3) Penilaian Sikap
Sikap berangkat dari perasaan (suka atau tidak suka) yang terkait dengan kecenderungan
bertindak seseorang dalam merespon sesuatu/ objek. Sikap juga sebagai ekspresi dari
nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang. Sikap dapat dibentuk
untuk terjadinya perilaku atau tindakan yang diinginkan. Sikap terdiri dari tiga
komponen, yakni: komponen afektif, komponen kognitif, dan komponen konatif.
Komponen afektif adalah perasaan yang dimiliki oleh seseorang atau penilaiannya
terhadap sesuatu objek. Komponen kognitif adalah kepercayaan atau keyakinan
seseorang mengenai objek. Adapun komponen konatif adalah kecenderungan untuk
berperilaku atau berbuat dengan cara-cara tertentu berkenaan dengan kehadiran objek
sikap. Penilaian sikap dapat dilakukan dengan beberapa cara atau teknik. Teknik-teknik
tersebut antara lain: observasi perilaku, pertanyaan langsung, dan laporan pribadi.
4) Penilaian Proyek
Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus
diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak
dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data.
Penilaian proyek dapat digunakan, diantaranya untuk mengetahui pemahaman dan
pengetahuan dalam bidang tertentu, kemampuan peserta didik mengaplikasikan
pengetahuan tersebut dalam penyelidikan tertentu, dan kemampuan peserta didik dalam
menginformasikan subyek tertentu secara jelas.
Dalam penilaian proyek setidaknya ada 3 (tiga) hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu:
 Kemampuan pengelolaan
Kemampuan peserta didik dalam memilih topik dan mencari informasi serta dalam
mengelola waktu pengumpulan data dan penulisan laporan.
 Relevansi
Kesesuaian dengan mata pelajaran, dalam hal ini mempertimbangkan tahap
pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman dalam pembelajaran.
 Keaslian
Proyek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil karyanya, dengan
mempertimbangkan kontribusi guru pada proyek peserta didik, dalam hal ini
petunjuk atau dukungan.
5) Penilaian Produk
Penilaian produk adalah penilaian terhadap keterampilan dalam membuat suatu produk
dan kualitas produk tersebut. Penilaian produk tidak hanya diperoleh dari hasil akhir saja
tetapi juga proses pembuatannya. Penilaian produk meliputi penilaian terhadap
kemampuan peserta didik membuat produk-produk teknologi dan seni, seperti: makanan,
pakaian, hasil karya seni (patung, lukisan, gambar), barang-barang terbuat dari kayu,
keramik, plastik, dan logam.
Pengembangan produk meliputi 3 (tiga) tahap dan dalam setiap tahapan perlu diadakan
penilaian yaitu:
 Tahap persiapan, meliputi: menilai kemampuan peserta didik merencanakan,
menggali, dan mengembangkan gagasan, dan mendesain produk.
 Tahap pembuatan (produk), meliputi: menilai kemampuan peserta
didik menyeleksi dan menggunakan bahan, alat, dan teknik.
 Tahap penilaian (appraisal), meliputi: menilai kemampuan peserta didik membuat
produk sesuai kegunaannya dan memenuhi kriteria keindahan.
Penilaian produk biasanya menggunakan cara holistik atau analitik.
 Cara holistik, yaitu berdasarkan kesan keseluruhan dari produk, biasanya dilakukan
pada tahap appraisal.
 Cara analitik, yaitu berdasarkan aspek-aspek produk, biasanya dilakukan terhadap
semua kriteria yang terdapat pada semua tahap proses pengembangan.
6) Penilaian Portofolio
Penilaian portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan
informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu
periode tertentu. Informasi perkembangan peserta didik tersebut dapat berupa karya
peserta didik (hasil pekerjaan) dari proses pembelajaran yang dianggap terbaik oleh
peserta didiknya, hasil tes (bukan nilai), piagam penghargaan atau bentuk informasi lain
yang terkait dengan kompetensi tertentu dalam satu mata pelajaran. Berdasarkan
informasi perkembangan tersebut, sendiri dapat menilai perkembangan kemampuan
peserta didik dan terus melakukan perbaikan.
7) Penilaian Diri
Penilaian diri (self assessment) adalah suatu teknik penilaian, di mana subjek yang ingin
dinilai diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan, status, proses dan tingkat
pencapaian kompetensi yang dipelajarinya dalam mata pelajaran tertentu.
Teknik penilaian diri dapat digunakan dalam berbagai aspek penilaian, yang berkaitan
dengan kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor. Dalam proses pembelajaran di
kelas, berkaitan dengan kompetensi kognitif, misalnya: peserta didik dapat diminta untuk
menilai penguasaan pengetahuan dan keterampilan berpikir sebagai hasil belajar dalam
mata pelajaran ertentu, berdasarkan kriteria atau acuan yang telah disiapkan. Berkaitan
dengan kompetensi afektif, misalnya, peserta didik dapat diminta untuk membuat tulisan
yang memuat curahan perasaannya terhadap suatu objek sikap tertentu. Selanjutnya,
peserta didik diminta untuk melakukan penilaian berdasarkan kriteria atau acuan yang
telah disiapkan. Berkaitan dengan kompetensi psikomotorik, peserta didik dapat diminta
untuk menilai kecakapan atau keterampilan yang telah dikuasainya sebagai hasil belajar
berdasarkan kriteria atau acuan yang telah disiapkan.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan mengenai pengembangan kurikulum, maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Evaluasi kurikulum adalah suatu tindakan pengendalian, penjaminan dan penetapan mutu
kurikulum, berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu, sebagai bentuk akuntabilitas
pengembang kurikulum dalam rangka menentukan keefektifan kurikulum.
2. Tujuan evaluasi kurikulum mecakup dua hal yaitu : pertama, evaluasi digunakan untuk
menilai efektifitas program. Kedua, evaluasi dapat digunakan sebagai alat bantu dalam
pelaksanaan kurikulum (pembelajaran).
3. Prinsip evaluasi kurikulum adalah memiliki tujuan tertentu, bersifat objektif,
komperhensif, kooperatif dan bertanggung jawab, efisien dan berkesinambungan.
4. Prinsip evaluasi kurikulum 2013 adalah terpadu, terbuka, menyeluruh dan
berkesinambungan, sistematis, beracuan kriteria, dan akuntabel.
5. Evaluasi pembelajaran pada kurikulum 2013 mencakup evaluasi spiritual, sikap,
pengetahuan dan keterampilan.
6. Instrumen evaluasi kurikulum dapat diartikan seperangkat alat yang didesain sedemikian
rupa untuk mengukur dan mengumpulkan data terkait ketercapaian tujuan dari
kurikulum.
7. Instrumen evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk menelaah kembali apakah kegiatan
yang telah dilakukan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
8. Instrumen evaluasi dikembangkan sesuai dengan desain dan jenis data serta informasi
yang akan dikumpulkan.
9. Instrumen evaluasi pada kurikulum 2013 dibagi menjadi evaluasi dalam bentuk tes (tes
prestasi belajar, tes penguasaan, tes bakat, tes diagnostik, serta tes penempatan) dan
bentuk non-tes (menilai domain afektif, seperti sikap, minat, bakat, motivasi)

B. SARAN
Suatu lembaga pendidikan ataupun suatu negara yang hendak merumuskan atau
mengganti kurikulum pendidikan yang digunakan haruslah memperhatikan prinsip, faktor-
faktor serta model pengembangan kurikulum. Selain itu, ketika memilih suatu kurikulum
hendaklah melihat kembali tujuan pendidikan dari lembaga pendidikan atau negara tersebut,
sehingga kurikulum dapat berhubungan dan bisa menjadi salah satu cara untuk mewujudkan
tujuan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Alhamuddin, 2019. Politik Kebijakan Pengembangan Kurikulum Di Indonesia Sejak Zaman


Kemerdekaan Hingga Reformasi (1947-2013) Edisi Pertama. Jakarta: Divisi
Kencana.

Anderson, L.W. & Krathwohl, D.R. 2001. A Taxonomy for Learning, Teaching, and
Assessing, a Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. New York:
Longman

Arifin, Z. 2011. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.

Asrul, Ananda, Rusydi., Rosnita. 2015. Evaluasi Pembelajaran. Medan: Citapustaka


Media.

Bafadal, I. 2006. Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah: Dari Sentralisasi Menuju


Desentralisasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Brata, S. 1983. Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali.

Doll, R. C. 1974. Curriculum Improvement: Decision Making and Processs, (Third Edition).
Boston-London-Sidney: Allyan and Bacon.

Departemen Pendidikan Nasional Badan Standar Nasional Pendidikan, Pedoman Model


Penilaian Kelas Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Jakarta: 2006/2007

Guba E.G., & Lincoln, Y.S.. 1985. Effective Evaluation, San Francisco: JosseyBass Pub

Griffin, P., & Nix., P. 1991. Educational Assessment and Reporting. Sydney: Harcout Brace
Javanovich Publisher.

Guilford, J.P. 1982. Psychometric Methods. New York: McGraw-Hill Publishing Co.Ltd

Hamalik, O. 1990. Pengembangan Kurikulum: Dasar-Dasar dan Perkembangannya.


Bandung: Mandar Maju.

Hasan, S.H. 1988. Evaluasi Kurikulum. Jakarta: P2LPTK.

Mc Neil, J. D. 1977. Curriculum: Comprehensive Introduction (4th ed.). London: Scott,


Foresman, & Brown.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2013
tentang Standar Penilaian Pendidikan.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A Tahun 2013
tentang Implementasi kurikulum.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2018
Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 59
Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah.

Raka J.T. 1984. Pengukuran dan Penilaian Pendidikan. Surabaya: Karya


Anda.

Sax, G. 1980. Principles of Educational and Psychological Measurement and Evaluation,


Belmont California: Wads Worth Pub.Co.

Sudjana, N. dan Ibrahim, R. 1989. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung : Sinar
Baru.

Sumarna S. 2005. Panduan Penulisan Tes Tertulis Implementasi Kurikulum 2004. Bandung:
Remaja Rosda Karya.

Taba, H. 1962. Curriculum Development: Theory and Practice. New York: Harcourt Brace
and World, Inc.
Tyler, R. W. 1975. Basic Principles of Curriculum and Instruction. Chicago and London :
The University of Chicago Press.

Widiyanto, J. 2018. Evaluasi Pembelajaran (Sesuai Kurikulum 2013). Madiun: UNIPMA


Press.

Willeiam A. M, dkk. 1984. Measurement and Evaluation in Education and Psychology, New
York: Rinchart and Wionston.

Zais, R. S. 1976. Curriculum, Principles and Foundations. New York: Harper and Row
Publisher.

Zaini, M. 2009. Pengembangan Kurikulum. Yogyakarta: TERAS

Anda mungkin juga menyukai