Kerahasiaan Data Dan Hak Dari Pengguna Jasa E
Kerahasiaan Data Dan Hak Dari Pengguna Jasa E
Dalam konteks privasi dan perlindungan, dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999
tentang Hak asasi Manusia terdapat beberapa pasal terkait yaitu Pasal 29 ayat (1) dan
Pasal 31. Secara umum Pasal 29 ayat (1) menyatakan pengakuan akan hak setiap orang atas
perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan hak miliknya. Perlindungan
tersebut tidak hanya dalam konteks hubungan langsung, melainkan atas informasi atau data
pribadi. Sedangkan, Pasal 31 disebutkan bahwa tempat kediaman seseorang “tidak boleh
diganggu”. Penjelasan terhadap pasal ini menunjukkan bahwa konteks frasa tersebut merujuk
pada kehidupan pribadi (privasi) di dalam tempat kediamannya.
Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 32,
menjelaskan “Kemerdekaan dan rahasia dalam hubungan surat-menyurat termasuk hubungan
komunikasi melalui sarana elektronik tidak boleh diganggu, kecuali atas perintah hakim atau
kekuasaan lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Dalam konteks privasi dan perlindungan, terdapat beberapa pasal terkait yaitu Pasal 29 ayat
(1) dan Pasal 31. Secara umum Pasal 29 ayat (1) menyatakan pengakuan akan hak setiap orang
atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan hak miliknya.
Perlindungan tersebut tidak hanya dalam konteks hubungan langsung, melainkan atas
informasi atau data pribadi. Sedangkan, Pasal 31 disebutkan bahwa tempat kediaman
seseorang “tidak boleh diganggu”. Penjelasan terhadap pasal ini menunjukkan bahwa konteks
frasa tersebut merujuk pada kehidupan pribadi (privasi) di dalam tempat kediamannya.
Salah satu alat bukti dalam proses peradilan pidana adalah rekaman percakapan melalui
jaringan telekomunikasi. Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi Pasal 42 ayat (2) membolehkan informasi atau rekaman diberikan kepada
tiga pihak eksternal guna kepentingan proses peradilan pidana. Ketiga pihak itu adalah Jaksa
Agung, Kepala Polri, dan penyidik untuk perkara tertentu. Jaksa Agung dan Kapolri harus
meminta secara tertulis kepada operator telekomunikasi, sedangkan permintaan penyidik
disesuaikan dengan UU yang berlaku.