Anda di halaman 1dari 57

ANALISIS PARAMETER OSEANOGRAFI FISIK DAN KIMIA

DI PERAIRAN BUNATI DAN SEKITARNYA


KABUPATEN TANAH BUMBU

LAPORAN PRAKTEK OSEANOGRAFI FISIKA DAN KIMIA

Linda Apriliani
1610716120003

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2018
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Oseanografi fisika membahas tentang fenomena fisika yang ada di lautan.
Parameter-parameter fisik oseanografi meliputi angin, gelombang, arus, pasang
surut, kecerahan, suhu, daya hantar listrik, tekanan, densitas dan sifat-sifat fisik
lainnya. Parameter-parameter fisik tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya gaya tarik benda-benda langit, gaya coriolis, tekanan atmosfer dan lain
sebagainya. Gelombang memiliki karakter yang berbeda-beda dan disebabkan oleh
banyak hal, beberapa diantaranya adalah sumber pembangkit gelombang
(contohnya kekuatan angin, besar kecilnya patahan dasar laut atau besar kecilnya
benda angkasa yang jatuh ke laut, dua yang terakhir penyebab gelombang besar
yang mematikan (killer waves atau Tsunami). Faktor lainnya ialah bentuk pantai
(misalnya kedalaman dan bentuk garis pantai), terbuka tidaknya pantai terhadap
laut terbuka. Arus memiliki dua tipe yakni arus permukaan (surface circulation)
dan arus laut dalam (deep sea circulation).
Arus permukaan disebabkan oleh angin permukaan (wind-driven current)
sedangkan arus laut dalam disebabkan oleh adanya perbedaan suhu dan salinitas
(thermohaline circulation). Gaya gravitasi bumi dan gaya tarik benda-benda langit
yang ada di bumi juga dapat mempengaruhi terjadinya pasang surut di lautan.
Aspek fisik oseanografi saling berkaitan satu dengan yang lainnya contohnya,
gelombang dan arus dapat dipengaruhi oleh angin. Pengetahuan tentang parameter
fisik menjadi hal yang penting diketahui apabila akan dilakukan pembangunan di
wilayah sekitar pantai.
Oseanografi kimia merupakan cabang ilmu yang juga berasal dari ilmu
oseanografi dengan memperhatikan parameter kimia yaitu sifat kualitas air yang
dapat diukur seperti DO (Dissolved Oxygen), pH, salinitas, BOD (Biochemical
Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand). DO, BOD dan COD menjadi
parameter kimia yang sering digunakan untuk mengetahui kondisi oksigen di
perairan. Oksigen merupakan unsur di air laut yang penyebarannya dipengaruhi
oleh gelombang, arus dan pasang surut. Sama halnya dengan BOD, DO, COD, pH
dan salinitas juga dipengaruhi oleh parameter fisika dalam hal ini kedalaman.
Kedalaman akan mempengaruhi penyebaran pH dan salinitas secara vertikal,
dimana nilai pH akan semakin berkurang jika semakin dalam dan dilihat dari
intensitas cahaya matahari yang juga berkurang.
Parameter oseanografi fisika dan parameter oseanografi kimia memiliki
keterkaitan yang erat. Parameter-parameter ini juga dipengaruhi oleh beberapa
faktor dari luar maupun dari dalam. Faktor yang berasal dari dalam contohnya
disebabkan oleh manusia, pembuangan sampah ke laut atau pembuangan limbah ke
arah laut akan menyebabkan terganggunya kualitas air suatu perairan yang
berkaitan dengan aspek kimia di laut. Faktor dari luar ialah
Perairan Bunati yang terletak di Kecamatan Angsana Kabupaten Tanah
Bumbu merupakan jenis perairan terbuka karena letaknya yang langsung
menghadap ke laut lepas yakni Laut Jawa. Perairan ini juga berdekatan dengan Selat
Makkassar sehingga masih mendapat pengaruh dari Selat Makassar untuk
parameter fisika maupun parameter kimia. Wilayah perairan Bunati memiliki tipe
pantai yang landai dan tergolong kedalam pantai fluvial karena masih dipengaruhi
sungai disekitarnya sehingga juga berdampak terhadap aspek fisika dan kimia
perairan. Aspek oseanografi fisika maupun oseanografi kimia peraiaran tersebut
dapat diamati dan diteliti untuk selanjutnya dijadikan data dan akan memberikan
informasi terkait kondisi perairan pantai Bunati ini.

1.2. Maksud dan Tujuan


Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis parameter
oseanografi fisik dan kimia di perairan Bunati dan sekitarnya Kabupaten Tanah
Bumbu dan dapat dijadikan sebagai data dasar untuk penelitian selanjutnya.

1.3. Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup penelitian di wilayah pesisir Bunati adalah sebagai berikut:
1.3.1. Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah penelitian meliputi are pesisir pantai Bunati, Tanah
Bumbu, Kalimantan Selatan. Dengan jarak kurang lebih 400 meter kearah
darat dan kurang lebih 4 mil kearah laut.
1.3.2. Ruang Lingkup Materi
Ruang lingkup materi yang diteliti meliputi parameter-parameter sebagai
berikut:
1. Oseanografi Fisika : arus, gelombang, angin, suhu, kecerahan, pasang surut
dan pemeruman (sounding)
2. Oseanografi kimia : salinitas, pH, DO, TSS, TDS COD, BOD, nitrat, fosfat
dan logam berat.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Parameter Oseanografi


2.1.1. Angin
Massa udara yang bergerak disebut angin. Angin dapat bergerak secara
horizontal maupun secara vertikal dengan kecepatan yang bervariasi dan
berfluktuasi secara dinamis. Faktor pendorong bergeraknya massa udara adalah
perbedaan tekanan udara antara satu tempat dengan tempat lain. Angina selalu
bertiup dari tempat dengan tekanan udara tinggi ke yang tekanan udara lebih
rendah. Jika tidak ada gaya lain yang mempengaruhi, maka angina akan bergerak
secara langsung dari udara bertekanan tinggi ke udara bertekanan rendah. Akan
tetapi, perputaran bumi pada sumbunya akan menimbulkan gaya yang akan
mempengaruhi arah pergerakan angina. Pengaruh perputaran bumi terhadap arah
angin disebut gaya Coriolis (Lakitan, 2002).

Gambar 1. Pergerakan Angin


Angin memiliki pengaruh besar terhadap arus permukaan laut. Berdasarkan
Nontji (2007) arus permukaan dipengaruhi oleh gerakan angin yang membawa
kemana arah arus nantinya. Angin muson merupakan sirkulasi angin yang berbalik
arah pada beberapa bulan sekali. Gerak semu matahari menyebabkan terjadi
perbedaan musim di beberapa tempat , pada bulan Juni matahari berada di Belahan
Bumi Utara (BBU) sehingga daerah belahan bumi utara mengalami tekanan yang
rendah dan suhu didaerah ini meningkat. Pada daerah belahan bumi selatan (BBS)
mengalami musim dingin sehingga menyebabkan suhu menjadi turun dan tekanan
menjadi tinggi. Pada bulan Februari terjadi arus musim barat yang mengalir kearah
timur sedangkan pada bulan pancaroba sekitar bulan April, arus ke timur mulai
melemah bahkan mulai berbalik arah sehingga arus mengalir kearah barat. Pada
bulan Juni—Agustus arus sepenuhnya telah berbalik arah menuju barat yang
berkembang arus musim timur. Pada musim pancaroba kedua yakni pada bulan
Oktober, arah arus menjadi tidak menentu karena pada musim ini arah arus ke barat
mengendor dan arus ke timur mulai menyerbu sehingga pada bulan Desember-
Februari arus ke timur berkembang penuh dan siklus berulang seterusnya.
Angin merupakan udara yang bergerak karena adanya perbedaan tekanan di
permukaan bumi. Angin bergerak dari suatu daerah yang memiliki tekanan tinggi
ke daerah yang memiliki tekanan tinggi ke daerah yang memiliki tekanan yang
lebih rendah. Angin terjadi akibat adanya perbedaan penerimaan radiasi surya,
sehingga mengakibatkan perbedaan suhu udara. Perbedaan suhu menyebabkan
perbedaan tekanan yang akhirnya menimbulkan gerakan udara (Habibie dkk, 2011).
Menurut Tjasyono (1999) dalam Fadholi (2013) perubahan arah dan
kecepatan angin dengan waktu pada suatu lokasi dapat disajikan secara diagram
dalam bentuk mawar angin. Sebuah mawar angin terdiri atas tiga garis yang
memancar dari pusat lingkaran dan menunjukkan arah dari mana angin bertiup.
Panjang setiap garis menyatakan frekuensi angin dari arah tersebut. Karena angin
merupakan besaran vector maka angin dinyatakan dalam distribusi frekuensi dua
arah, yaitu arah dan kecepatan angin.
Arah angin adalah arah darimana angin berhembus atau darimana arus angin
datang dan dinyatakan dalam derajat yang ditentukan dengan arah perputaran jarum
jam dan dimulai dari titik utara bumi dengan kata lain sesuai dengan titik kompas.
Arus angin diberi nama dengan arah darimana angin tersebut bertiup, misalnya
angin yang berhembus dari utara maka angin utara. Kecepatan angin adalah
kecepatan dari menjalarnya arus angin dan dinyatakan dalam knot atau kilometer
per jam maupun dalam meter per detik (Soepakat, 1994 dalam Fadholi, 2013).

2.1.2. Pasang Surut


Pasang-surut (pasut) merupakan salah satu gejala alam yang tampak nyata
di laut, yakni suatu gerakan vertikal (naik turunnya air laut secara teratur dan
berulang-ulang) dari seluruh partikel massa air laut dari permukaan sampai bagian
terdalam dari dasar laut. Gerakan tersebut disebabkan oleh pengaruh gravitasi (gaya
tarik menarik) antara bumi dan bulan, bumi dan matahari, atau bumi dengan bulan
dan matahari (Surinarti, 2007).
Naik-turunnya muka laut di permukaan bumi disebabkan oleh adanya gaya
tarik-menarik benda-benda angkasa terutama matahari dan bulan terhadap
permukaan laut di permukaan bumi. Perambatan gelombang pasut yang
dibangkitkan oleh gaya tarik menarik bulan dan matahari dipengaruhi oleh adanya
gaya friksi, rotasi bumi (gaya coriolis), resonansi gelombang yang disebakan oleh
bentuk dan kedalaman basin laut serta batas-batas laut (marginal sea) lainnya.
Gaya pembangkit pasang-surut merupakan hasil penjumlahan gaya-gaya
yang disebabkan oleh gaya gravitasi dan gaya centrifugal. Bila bumi tidak berotasi
dalam melakukan revolusinya maka besar gaya centrifugal di setiap titik pada
permukaan bumi adalah sama, namun besaran gaya gravitasi tidak sama sehingga
intensitas dan arah gaya pembangkit pasang surut di permukaan bumi bervariasi.
Komponen menegak terhadap gaya gravitasi lebih kecil dari komponen mendatar.
Komponen yang mendatar ini menghasilkan arus dan variasi tinggi muka laut di
permukaan bumi (Baharuddin, 2017).

Gambar 2. Spring Tide dan Neap Tide


Pasang-surut purnama (spring tides) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari
berada dalam suatu garis lurus (matahari dan bulan dalam keadaan oposisi). Pada
saat itu, akan dihasilkan pasang tinggi yang sangat tinggi dan pasang rendah yang
sangat rendah, karena kombinasi gaya tarik dari matahari dan bulan bekerja saling
menguatkan. Pasang-surut purnama ini terjadi dua kali setiap bulan, yakni pada saat
bulan baru dan bulan purnama (full moon). Sedangkan pasang-surut perbani (neap
tides) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari membentuk sudut tegak lurus, yakni
saat bulan membentuk sudut 90° dengan bumi. Pada saat itu akan dihasilkan pasang
tinggi yang rendah dan pasang rendah yang tinggi. Pasang-surut perbani ini terjadi
dua kali, yaitu pada saat bulan 1/4 dan 3/4 (Wardiyatmoko & Bintarto, 1994 dalam
Surinarti, 2007).
Gambar 3. Tipe dasar pasang surut

Semidiurnal tide Diurnal tide Mixed tide

Ada tiga tipe dasar pasang surut yang terjadi di laut yaitu tipe semidiurnal
(semidiurnal tide), diurnal (diurnal tide) dan tipe campuran (mixed tide). Tipe pasut
semidiurnal artinya dalam satu hari atau 24 jam terjadi dua kali air pasang dan dua
kali air surut. Tipe pasut diurnal adalah dalam satu hari atau 24 jam air pasang dan
air surut hanya sekali. Tipe pasut campuran adalah tipe pasut yang kemungkinan
tejadi karena salah satu dari dua tipe pasut ada yang dominan terhadap yang lain,
misalnya tipe pasut campuran yang condong ganda (mixed tide prevailing
semidiurnal) dan tipe pasut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide
prevailing diurnal) (Baharuddin, 2017).
Tipe pasang-surut ini penting diketahui untuk studi lingkungan, mengingat
bila di suatu lokasi dengan tipe pasang-surut harian tunggal atau campuran condong
harian tunggal terjadi pencemaran, maka dalam waktu kurang dari 24 jam,
pencemar diharapkan akan tersapu bersih dari lokasi. Namun pencemar akan pindah
ke lokasi lain, bila tidak segera dilakukan clean up. Berbeda dengan lokasi dengan
tipe harian ganda, atau tipe campuran condong harian ganda, maka pencemar tidak
akan segera tergelontor keluar. Dalam sebulan, variasi harian dari rentang pasang-
surut berubah secara sistematis terhadap siklus bulan. Rentang pasang-surut juga
bergantung pada bentuk perairan dan konfigurasi lantai samudera.
Pasang-surut (pasut) di berbagai lokasi mempunyai ciri yang berbeda karena
dipengaruhi oleh topografi dasar laut, lebar selat, bentuk teluk dan sebagainya. Di
beberapa tempat, terdapat beda antara pasang tertinggi dan surut terendah (rentang
pasut), bahkan di Teluk Fundy (Kanada) bisa mencapai 20 meter. Proses terjadinya
pasut memang merupakan proses yang sangat kompleks, namun masih bisa
diperhitungkan dan diramalkan. Pasut dapat diramalkan karena sifatnya periodik,
dan untuk meramalkan pasut, diperlukan data amplitudo dan beda fasa dari masing-
masing komponen pembangkit pasut. Ramalan pasut untuk suatu lokasi tertentu
kini dapat dibuat dengan ketepatan yang cukup cermat (Nontji, 2005).

2.1.3. Gelombang
Menurut Supangat gelombang merupakan kejadian yang biasa terjadi di
dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya suara, gerakan tali getar, riak-riak di
kolam dan ombak di laut. Karakteristik gerakan gelombang :
1. Gelombang mentransfer gangguan dari satu bagian material ke bagian lainnya.
2. Gangguan tersebut dirambatkan melalui material tanpa gerakan dari material
tersebut (gabus hanya naik dan turun diatas riak, tetapi 145 mengalami sangat
sedikit perubahan bentuk dalam perjalanannya dalam kolam)
3. Gangguan tersebut dirambatkan tanpa ada perubahan dari bentuk gelombang
(riak menunjukkan sangat sedikit perubahan dalam perjalanannya dalam
kolam)
4. Gangguan-gangguan tersebut dirambatkan dengan kecepatan yang tetap.
Gambar 3. Profil vertikal dari dua gelombang laut ideal, menunjukkan dimensi
linier dan bentuk sinusoidalnya.
Tinggi gelombang (H) adalah perubahan tinggi secara vertikal antara
puncak gelombang dan lembahnya. Tinggi gelombang adalah dua kalinya
amplitudo gelombang (a). Panjang gelombang (L) adalah jarak antara dua
rangkaian puncak gelombang (atau memalui 2 puncak berturut-turut). Kecuraman
didefinisikan sebagai pembagian tinggi gelombang dengan panjang gelombang
(H/L) seperti terlihat dalam Gambar 3, kecuraman tidak sama dengan kemiringan/
slope antara puncak gelombang dan lembahnya. Interval waktu antara dua puncak
yang berurutan yang melalui suatu titik tetap disebut sebagai perioda (T), dan
diukur dalam detik. Jumlah puncak (atau jumlah lembah) yang melewati suatu titik
tetap tiap detik disebut frekuensi (f).
Gelombang pecah adalah suatu sistem yang sangat komplek. Bahkan dalam
beberapa jarak sebelum gelombang pecah, bentuknya tidak sinusoidal lagi.
Kemudian model matematika untuk gelombang seperti ini lebih komplek dari pada
yang diasumsikan dalam bab ini. Jika terjadi gelombang pecah, energi yang
diterima dari angin, berkurang. Beberapa energi dibalikkan kembali ke laut,
jumlahnya bergantung kepada kemiringan pantai, semakin kecil sudut kemiringan
pantai, semakin kecil energi yang dibalikkan.
Empat jenis utama gelombang pecah :
1. Spilling, dicirikan oleh buih dan turbulensi di puncak gelombang. Spilling
biasanya dimulai beberapa jarak dari pantai dan disebabkan jika lapisan air di
puncak bergerak lebih cepat dari pada gelombang seluruhnya. Gelombang
seperti ini dicirikan dengan kemiringan pantai yang landai. Gelombang pecah
terlihat di pantai selama badai, jika gelombang curam dan pendek.
2. Plunging, adalah jenis gelombang yang paling menakjubkan. Bentuknya yang
klasik, banyak disukai oleh peselancar. Puncaknya menggulung keatas dan
terjun ke bawah, pengurangan energinya pada 182 jarak yang pendek. Plunging
terjadi pada pantai yang relatif landai dan berkaitan dengan swell yang panjang
yang dibangkitkan oleh badai. Gelombang badai yang dibangkitkan secara lokal
jarang membentuk plunging pada pantai yang landai, tetapi pada pantai yang
curam hal itu terjadi.
3. Collapsing, sama dengan plunging, kecuali pada puncak yang menggulung,
muka gelombang jatuh. Gelombang ini terjadi pada pantai dengan kemiringan
yang agak curam dan dibawah kondisi angin yang sedang.
4. Surging, terjadi pada pantai yang sangat curam, dibentuk dari gelombang yang
rendah dengan perioda panjang, dan muka gelombang dan puncaknya relatif
tidak pecah seperti gelombang yang meluncur ke pantai (Supangat).

Gambar 4. Klasifikasi gelombang pecah


2.1.4. Arus
Arus merupakan gerakan horizontal atau vertikal dari suatu massa air
sehingga massa air tersebut mencapai kestabilan. Gerakan tersebut merupakan
resultan dari beberapa gaya yang bekerja dan beberapa faktor yang
mempengaruhinya (Surbakti, 2015).
Berdasarkan gaya-gaya pembangkit arus Gross (1990) dan Brown et al (1989)
membagi arus menjadi beberapa jenis, yaitu:
a. Arus Ekman, yaitu arus yang disebabkan oleh gesekan angin;
b. Arus Pasang Surut, yaitu arus yang disebabkan oleh adanya gaya pembangkit
pasut;
c. Arus Thermohaline, yaitu arus yang disebabkan karena adanya perbedaan
densitas air laut;
d. Arus Geostrofik, yaitu arus yang disebabkan karena adanya gradien tekanan
mendatar dan gaya Coriolis;
e. Wind Driven Current, yaitu arus yang dibangkitkan oleh angin, seperti
sirkulasi sebagian besar samudera di lapisan atas, gelombang permukaan dan up-
weling; serta
f. Arus Inersia, yaitu suatu gerakan air dimana terjadi gesekan yang sangat
kecil (diasumsikan nol) dan gaya yang masih bekerja hanya gaya coriolis
sehingga menyerupai kurva. Arus inersia yang terjadi di sekitar garis lintang
akan membentuk lingkaran (circular). Arah rotasi pada lingkaran inersia
adalah searah jarum jam di belahan bumi utara dan berlawanan arah jarum
jam di belahan bumi selatan (Pond dan Pickard, 1983).
Penurunan kecepatan arus dengan bertambahnya kedalaman dan
pembelokan arah arus dari permukaan sampai ke kolom air yang lebih dalam terjadi
pegeseran dari lapisan satu ke lapisan berikutnya yang lebih dalam sehingga
gerakan arus tampak seperti spiral. Pola aliran berdasarkan kedalaman yang
dibangkitkan oleh angin dan dipengaruhi oleh coriolis seperti dijelaskan diatas
dikenal dengan Ekman spiral. Pemberian nama ini sebagai tanda penghargaan
terhadap fisikawan Skandinavia yang bernama V. Walfrid Ekman yaitu orang yang
pertama kali menjelaskan fenomena ini. Kecepatan arus di kolom dimana pengaruh
angin sudah tidak ada adalah 4% dari kecepatan arus di permukaan, arahnya juga
berlawanan dengan arah arus permukaan akibat dari gerakan arus yang berbentuk
spiral. Kedalaman Ekman spiral ini dapat mencapai kedalaman 100 m sampai 200
m bergantung kepada kekuatan angin. Ekman juga menhitung total transport massa
air yang terjadi di seluruh kolom Ekman spiral, yakni rata-rata dari seluruh
kecepatan pada kolom Ekman spiral. Arah transport massa air tegak lurus ke kanan
terhadap arah angin di belahan bumi utara dan tegak lurus kekiri terhadap arah
angin di belahan bumi selatan. Seperti terlihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 5. Perubahan arah dan kecepatan arus berdasarkan kedalaman atau


Ekman spiral.
Transpor Ekman (Ekman Transport) merupakan fenomena penting dan
menentukan berbagai tipe arus di lapisan permukaan. Sebagai contoh, bila angin
berhembus ke utara sejajar garis pantai di sisi barat samudera (sisi timur benua) di
belahan bumi utara, maka transport Ekman membawa massa air menjauhi pantai,
sehingga massa air di lapisan bawah mengisi kekosongan massa air di permukaan
atau terjadi coastal upwelling (Gambar 6a), sebaliknya akan terjadi downwelling
(Gambar 6b).

(a) (b)
Gambar 6. Coastal upwelling sebagai contoh dari Ekman transpor, (a) upwelling
dan (b) downwelling.
Gambar diatas menunjukkan gerakan vertikal yakni tentang upwelling dan
downwelling. Pada gambar a terlihat bahwa upwelling dipengaruhi oleh arus
Ekman. Upwelling terjadi karena lapisan – lapisan air mulai dari permukaan hingga
ke bagian yang lebih dalam bergerak dan berpindah ketika terjadi Ekman spiral,
sehingga lapisan air tersebut digantikan oleh lapisan air yang dingin pada kolom air
yang lebih dalam. Sehingga massa air dengan bersuhu rendah dan kaya akan
kandungan zat hara naik ke lapisan permukaan dan terjadilah upwelling. Pada
gambar b ialah proses terjadinya downwelling atau pertukaran unsur hara yang
menuju kearah bawah. Downwelling terjadi jika air permukaan bergerak menuju
pantai. Efeknya tidak sebesar upwelling

2.1.6. Suhu
Suhu dapat diartikan sebagai kemampuan benda dalam menerima atau
melepas panas yang memiliki satuan suhu berupa derajat suhu yang biasanya
dinyatakan dengan Fahrenhit (oF), Celcius (oC), Reamur (oR) dan Kelvin (oK).
Pengukuran suhu udara untuk kepentingan Klimatologi harus terhindar dari
beberapa macam gangguan baik yang bersifat lokal maupun hal lain yang dapat
mengurangi kemurnian suhu atmosfer. Beberapa gangguan yang harus dihindari
diantaranya pengaruh radiasi matahari langsung dan pemantulannya oleh benda-
benda di sekitarnya, gangguan tetesan air hujan, tiupan angin yang terlalu kuat,
pengaruh lokal gradien suhu tanah akibat pemanasan dan pendinginan permukaan
tanah setempat Usaha yang dilakukan untuk mengatasi gangguan tersebut ialah
dengan menempatkan alat pengukur suhu dalam suatu tempat yang disebut dengan
sangkar cuaca atau biasa dinamakan “Stevenson Screen”, “Instrument Shelter” atau
“Thermometer Shelter” (Ariffin dkk, 2010). Suhu permukaan laut tergantung pada
beberapa faktor seperti presipitasi, evaporasi, kecepatan angin, intensitas cahaya
matahari, dan faktor-faktor fisika yang terjadi didalam kolom perairan (Jumiarti
dkk, 2014).
Temperatur adalah suatu ukuran untuk tingkat panas suatu benda. Suhu
suatu benda ialah keadaan yang menentukan kemampuan benda tersebut untuk
mentransfer panas atau menerima panas, dari benda satu ke benda yang lain.
Distribusi suhu di dalam atmosfer sangat bergantung terutama pada keadaan radiasi
matahari, oleh sebab itu suhu udara selalu mengalami perubahan. Temperatur udara
permukaan bumi merupakan salah satu unsur penting yang diamati oleh pengamat
cuaca. Pada pengukuran meteorologi yang dimaksud dengan suhu udara permukaan
adalah suhu udara pada ketinggian 1.25 sampai dengan 2 meter dari permukaan
tanah. Semakin tinggi suatu ketinggian dari permukaan laut, tekanan udaranya
semakin berkurang, karena jumlah molekul dan atom yang ada di atasnya berkurang
(Fadholi, 2013).

Gambar 7. Suhu Air Laut


Gambar diatas menunjukkan keterkaitan antara suhu dengan kedalaman.
Semakin dalam suhu pada perairan akan semakin dingin dikarenakan sinar matahari
yang masuk ke wilayah dalam mulai berkurang intensitasnya. Pada kedalaman 5
meter contohnya diketahui suhu bernilai sekitar 31-31,5 ֯C lalu pada kedalaman 15
meter suhu mengalami penurunan yakni memiliki suhu berkisar antara 30,5 – 30,75
perbedaan ini menunjukkan bahwa kedalaman dan intensitas matahari juga dapat
mempengaruhi suhu di perairan.
2.1.6. Kecerahan
Kecerahan adalah sebagian cahaya yang diteruskan ke dalam air dan
dinyatakan dengan persen, dari beberapa panjang gelombang di daerah spectrum
yang terlihat cahaya yang melalui lapisan sekitar satu meter, jatuh agak lurus pada
permukaan air. Kemampuan cahaya matahari untuk membahas sampai dasar
perairan dipengaruhi oleh kekeruhan air (Ghufran M,H et Kordik K, 2007).
Masuknya cahaya matahari kedalam air dipengaruhi juga oleh kekeruhan
air (turbidity). Sedangkan kekeruhan air menggambarkan tentang sifat optik yang
ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh
bahan-bahan yang terdapat didalam perairan. Faktor-faktor kekeruhan air
ditentukan oleh:
a. Benda-benda halus yang disuspensikan (seperti lumpur dsb)
b. Jasad-jasad renik yang merupakan plankton.
c. Warna air, yang antara lain ditimbulkan oleh zat-zat koloid berasal dari daun-
daun tumbuhan yang terektrak (Firmansyah, 2016).

2.2. Parameter Kimia Oseanografi


2.2.1. Salinitas
Salinitas didefinisikan sebagai berat dalam gram dari semua zat padat yang
terlarut dalam 1 kilogram air laut jikalau semua brom dan yodium digantikan
dengan khlor dalam jumlah yang setara; semua karbonat diubah menjadi oksidanya
dan semua zat organik dioksidasikan. Nilai salinitas dinyatakan dalam g/kg yang
umumnya dituliskan dalam ‰ atau ppt yaitu singkatan dari part-per-thousand
(Arief, 1984). Secara umum distribusi salinitas dilapisan tercampur permukaan atau
“Mixed layer” menunjukkan nilai relatif lebih rendah dari pada di lapisan dalam
(Nurhayati, 2006). Salinitas merupakan faktor penting bagi penyebaran organisme
perairan laut dan oksigen dapat merupakan faktor pembatas dalam penentuan
kehadiran makhluk hidup didalam air (Jumiarti dkk, 2014).
2.2.2. pH
pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat
keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu Iarutan didefinisikan sebagai
logaritm aktivitas ion hidrogen (H+) yang terlarut. koefisien aktivitas ion hidrogen
tidak dapat diukur secara eksperimental, sehingga nilainya didasarkan pada
perhitungan teoritis. Skala pH bukanlah skala absolut. Ia bersifat relatif terhadap
sekumpulan larutan standar yang pH-nya ditentukan berdasarkan persetujuan
internasional (Pujiastuti, 2010).

2.2.3. Oksigen Terlarut (DO) dan BOD5


DO atau oksigen terlarut adalah jumlah oksigen yang ada dalam kolom air.
Dalam lingkungan perairan level oksigen terlarut dipengaruhi oleh temperature,
salinitas dan ketinggian. Oksigen terlarut (DO) sangat dipengaruhi oleh aktivitas
fotosintesis dan respirasi (Afrianti, 2000).
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) dibutuhkan oleh semua jasad hidup
untuk pernapasan, proses metabolism atau pertukaran zat yang kemudian
menghasilkan energy untuk pertumbuhan dan pembiakan. Di samping itu, oksigen
juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organic dan anorganik dalam proses
aerobik. Sumber utama oksigen dalam perairan berasal dari suatu proses difusi dari
udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut.
Kecepatan difusi oksige dari udara, tergantung dari beberapa factor, seperti
kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan udara seperti arus,
gelombang dan pasang surut (Salmin, 2005).
BOD atau Biochemical Oxygen Demand adalah suatu karakteristik yang
menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme
(biasanya bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam
kondisi aerobik (Umaly dan Cuvin, 1988; Metcalf & Eddy, 1991).
BOD sebagai suatu ukuran jumlah oksigen yang digunakan oleh populasi
mikroba yang terkandung dalam perairan sebagai respon terhadap masuknya bahan
organik yang dapat diurai. Dari pengertian-pengertian ini dapat dikatakan bahwa
walaupun nilai BOD menyatakan jumlah oksigen, tetapi untuk mudahnya dapat
juga diartikan sebagai gambaran jumlah bahan organik mudah urai (biodegradable
organics) yang ada di perairan (Mays 1996).
BOD atau BOD5 adalah suatu analisis empiris yang mencoba mendekati
secara global proses mikrobiologis yang benar-benar terjadi dalam air. Pemeriksaan
BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan dan
untuk mendesain sistem pengolahan secara biologis (G. Alerts dan SS santika, 1987
dalam Pujiastuti, 2010).

2.2.4. COD (Chemical Oxygen Demand)


COD atau Chemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang
diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air
(Boyd, 1990). COD adalah parameter penduga jumlah total bahan organik yang ada
dalam air atau perairan, baik yang mudah urai maupun yang sulit urai. Dengan
memperbandingkan nilai COD dan BOD, akan diketahui gambaran jumlah bahan
organik persisten (sulit urai) yang terkandung di dalamnya (Hariyadi, 2014).
2.2.5. TDS (Total Dissolved Solid)
Total padatan terlarut (TDS) juga dapat diartikan sebagai bahan dalam
contoh air yang lolos melalui saringan membran yang berpori 2,0 m atau lebih kecil
dan dipanaskan 180°C selama 1 jam. Total dissolved solid yang terkandung di
dalam air biasanya berkisar antara 20 sampai 1000 mg/L. Pengukuran total solids
dikeringkan dengan suhu 103 sampai 105°C. Digunakan suhu yang lebih tinggi agar
air yang tersumbat dapat dihilangkan secara mekanis (Lanovia, 2015).
Total padatan terlarut merupakan konsentrasi jumlah ion kation dan anion
di dalam air. Oleh karena itu, analisa total padatan terlarut menyediakan
pengukuran kualitatif dari jumlah ion terlarut tetapi tidak menjelaskan pada sifat
atau hubungan ion. Selain itu, pengujian tidak memberikan wawasan dalam
masalah kualitas air yang spesifik. Analisa total padatan terlarut digunakan sebagai
uji indikator.

2.2.6. TSS (Total Suspended Solid)


TSS (Total Suspended Solid) adalah residu dari padatan total yang tertahan
oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2μm atau lebih besar dari ukuran
partikel koloid. TSS menyebabkan kekeruhan pada air akibat padatan tidak terlarut
dan tidak dapat langsung mengendap. TSS terdiri dari partikel-partikel yang ukuran
maupun beratnya lebih kecil dari sedimen, misalnya tanah liat, bahan-bahan
organik tertentu, sel-sel mikroorganisme, dan sebagainya (Nasution, 2008).

2.2.7. Amoniak
Amonia pada suatu perairan berasal dari urin feses yang dihasilkan oleh ikan.
Kandungan ammonia dalam perairan bertambah seiring dengan bertambahnya
kedalaman. Pada dasar perairan kemungkinan terdapat ammonia dalam jumlah
yang lebih banyak karena oksigen terlarut pada bagian dasar relatif kecil (Sihaloho,
2009).
2.2.8. Nitrat,Nitrit dan Fosfat
Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan dan merupakan nutrien
utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat nitrogen sangat mudah larut
dalam air dan bersifat stabil (Bahri, 2006). Menurut Nitrat adalah bentuk nitrogen
utama diperairan alami. Nitrat berasal dari ammonium yang masuk ke dalam badan
sungai terutama melalui limbah domestik konsentrasinya di dalam sungai akan
semakin berkurang bila semakin jauh dari titik pembuangan yang disebabkan
adanya aktifitas mikroorganisme di dalam air contohnya bakteri nitrosumonas.
Keberadaan senyawa nitrogen dan fosfor di perairan berkaitan juga dengan
proses dekomposisi oleh mikroorganisme yang sangat bergantung pada pHS dan
ketersediaan oksigen (Awalina et al., 2003). Nitrat dan ph berkorelasi sangat kuat
(-0,896) dan dengan fostat korelasinya cukup kuat (r = - 0,400). Korelasi negatif
antara ph dengan nitrat berarti bahwa pada saat konsentasi nitrat tinggi, maka ph
akan rendah yaitu 7 (cenderung asam) yang biasanya terjadi pada musim
penghujan, sebaliknya jika ph cenderung basa (pH 7) maka konsentrasi nitrat lebih
rendah (Marques et.al, 2006).
Diantaranya penguraian bahan organik oleh mikroorganisme memerlukan oksigen
dalam jumlah yang banyak. Oksigen tersebut berasal dari oksigen bebas (O 2),
namun bila oksigen tersebut tidak cukup maka oksigen tersebut diambil dari
senyawa nitrat yang pada akhirnya senyawa nitrat berubah menjadi senyawa nitrit
(Hutagalung dan Razak, 1997) dalam Hendrawati,
Phosfat adalah bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan dan
merupakan unsur esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan alga sehingga dapat
mempengaruhi tingkat produktivitas perairan (Bahri, 2006 dalam Hendrawati).

2.2.9. Logam Berat


Perairan laut sering tercemar oleh komponen-komponen organik,
diantaranya berbagai logam berat yang berbahaya. Sumber tersebarnya logam di
lingkungan (udara, perairan dan tanah), karena proses digunakannya logam tersebut
pada suhu yang tinggi. Jenis logam seperti Hg (merkuri), Pb (timbal), (As) arsenic,
Cd (Kadmium), Cr (Khromium), Se (Selinium), Ni (Nikel). Karena logam berat
sangat berbahaya bagi manusia, maka Amerika telah memberikan acuan yang layak
bagi kandungan logam berat di air minum yaitu untuk Hg (0,002 mg/l); As (0,05
mg/l); Cd (0,01 mg/l); Se (0,01 mg/l), Cr (0,05 mg/l), dan Ni (0,01 mg/l). Di
perairan sebagai polutan logam berat merupakan racun kuat dan bersifat kronis bagi
mamalia, ikan dan kemungkinan organisme lainnya (Rompas dkk, 2009).
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi


Penelitian ini dilakukan selama 4 hari pada tanggal 16 - 19 April 2018
bertempat di desa Bunati (Gambar 8) Kecamatan Angsana Kabupaten Tanah
Bumbu Kalimantan Selatan. Pengolahan data dan analisis sampel dilakukan di
Laboratorium Kualitas Air dan Hidro Bio-Ekologi Air dan di Laboratorium
Oseanografi Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Lambung Mangkurat.

Gambar 8. Peta Lokasi Penelitian


Gambar 8 merupakan peta lokasi penelitian yang telah terdapat alur
pengukuran batimetri dengan jarak sekitar 3,89 mil dari bibir pantai. Alur tersebut
digunakan agar menjadi pedoman saat melakukan pengukuran di laut. Pada bagian
Barat pantai terdapat tanjung Teraban yang juga berpengaruh terhadap feomena-
fenomena yang berkaitan dengan parameter oseanografi. Pengukuran di wilayah
darat juga dilakukan dengan jarak sekitar 386 meter yang meliputi parameter mata
kuliah yang lain.

3.2. Alat dan Bahan


Tabel 3.1. Alat yang Digunakan
No. Nama Kegunaan
1. Wind Detector Mendeteksi arah dan kecepatan angin
2. Secchi disk Mengukur kecerahan
3. Batu duga Mengukur kedalaman
4. Grab sampler Mengambil substrat
5. Water quality checker Mengukur DO dan pH
6. Layang-layang arus Mengukur kecepatan arus
7. Kompas Mengetahui arah
8. GPS Map Sounder Mengetahui titik kordinat stasiun
9. Botol Terang Menyimpan sampel air Insitu
10. Botol Gelap Menyimpan sampel air Eksitu
11. Termometer Mengukur Suhu Perairan
12. Handrefraktometer Mengukur salinitas perairan
13. Stopwatch Menghitung waktu
14. Tiang Gelombang Membantu mengukur data
gelombang (puncak, tinggi, lembah
dan periode)
15. Tiang Pasang Surut Mengukur pasang surut
16. Cool box Menyimpan sampel air agar tetap
dingin
17. Tranducer Membantu mendeteksi kedalaman
18. Botol Kaca Menyimpan sampel
19. Erlenmeyer Tempat mencampurkan larutan
20. Pipet tetes Mengambil zat cair dalam beberapa
tetes
21. Buret Untuk meneteskan reagent
22. Hot plate Tempat memanaskan larutan
23. Gelas kimia Tempat larutan
24. Gelas ukur (50 mL dan 25 mL) Mengukur jumlah larutan
25. Stirer Pengaduk larutan
26. Water checker Mengukur Kualitas Air
27. Spektrofotometer Mengukur TDS dan Logam Berat
28. Alat tulis Pencatatan hasil pengukuran
29. Kamera Dokumentasi

Tabel 3.2. Bahan yang Digunakan


No. Nama Kegunaan
1. Lugol Mengawetkan sampel plankton
2. Reagent Pentitrasi larutan
3. Aquades Pelarut
3.3. Prosedur Pengambilan Data
3.3.1. Oseanografi Fisik
Prosedur kerja yang dilakukan untuk mengambil data oseanografi fisik di
Perairan Bunati adalah sebagai berikut :
A. Angin
1. Memasang Wind detector pada tempat yang tidak terhalang apapun seperti
bangunan tinggi, pohon besar dan lain sebagainya.
2. Mencatat data angin yang tertera pada layar monitor setiap 30 menit sekali.
3. Membuat mawar angin dengan menggunakan software WRPLOT.

B. Pemeruman (Sounding)
1. Menetukan titik fiks perum dan lajur perum dengan menggunakan Software
Google Earth sebelum turun ke lapangan. Lajur perum dipilih dengan arah
tegak lurus pantai agar dapat mendeteksi perubahan kedalaman perairan.
2. Mengikuti lajur dan titik fiks perum yang telah diketahui pada peta kerja
dengan menggunakan GPS.
3. Mengukur kedalaman, arus, gelombang dan mengambil sampel air pada
titik-titik fiks perum.

C. Pengukuran Pasang Surut

1. Menempatkan (pemasangan) rambu pasut pada tempat yang aman, mudah


dibaca dan tidak bergerak-gerak akibat arus atau gelombang. Pemasangan
nol rambu terletak di bawah permukaan laut pada saat air rendah saat surut
besar dan bacaan skala masih terbaca pada saat terjadi air tinggi saat pasang
besar.
2. Metode pengamatannya dilakukan dengan pembacaan secara langsung dan
dicatat secara kontinyu setiap 1 jam selama 39 jam.

D. Gelombang
1. Mengukur tinggi, periode dan arah gelombang dilakukan dengan
menggunakan tiang skala, stopwatch, kompas dan alat tulis menulis.
Pengukuran tinggi gelombang dilakukan dengan cara membaca pergerakan
naik (puncak) dan turun (lembah) permukaan air laut pada tiang berskala
yang ditancapkan di mintakat sebelum gelombang pecah sebanyak 31
pengulangan. Dari perbedaan pembacaan puncak dan lembah gelombang
yang terukur, maka serangkaian tinggi gelombang dapat dihitung.
2. Mengukur periode gelombang dilakukan dengan menggunakan stopwatch
dengan cara menghitung banyaknya waktu yang diperlukan pada posisi
puncak dan lembah gelombang bagi sejumlah gelombang datang. Arah
datang gelombang di ukur dengan menggunakan kompas. Jika
menggunakan kapal cukup menghitung puncak dan lembah rata-rata,
sedangkan periodenya dengan cara menghitung puncak sebanyak 21 kali
pengulangan.
E. Pengukuran Arus
1. Mengukur arus dilakukan pada beberapa lokasi dimana arus mempunyai
pengaruh penting. Penentuan titik pengamatan ini disesuaikan dengan
kondisi oseanografi lokal. Yang dilakukan adalah: Pengukuran distribusi
kecepatan, dalam hal ini pengukuran dilakukan pada beberapa kedalaman
dalam satu penampang, yaitu dengan kedalaman 0,2d, 0,6d, 0,8d.
2. Pengukuran arus dilakukan pada 2 saat, yaitu pada pasang tertinggi (spring
tide) dan surut terendah (neap tide). Lama pengukuran masing-masing
selama 25 jam dengan interval waktu tertentu yaitu dari saat surut sampai
saat surut berikutnya atau pada saat pasang sampai pada saat pasang
berikutnya atau disebut 1 siklus pasang surut.
F. Suhu
1. Mengukur suhu dilakukan dengan menggunakan termometer batang
dengan cara mencelupkan termometer batang tersebut kedalam air selama
beberapa menit/detik.
2. Mengamati air raksa yang bergerak pada skala thermometer lalu mencatat
hasilnya.

G. Kecerahan
1. Memasukkan secchi disk kedalam kolom perairan, amati berapa jarak batas
sampai alat tidak terlihat lagi.
2. Mencatat kedalaman dari secchi disk tersebut.

3.3.2. Oseanografi Kimia


Langkah kerja yang dilakukan untuk mengambil data kualitas air di perairan
Bunati adalah sebagai berikut :
A. Pengukuran Kualitas Air Insitu
1. Salinitas, pengukuran salinitas menggunakan handrefraktometer, dengan
cara meneteskan beberapa mili sampel air tersebut pada bagian yang telah
ditentukan. Mengarahkan handrefraktometer tersebut ke cahaya sehingga
nilai salinitas dapat teramati.
2. pH, pengukuran nilai pH pada suatu perairan adalah dengan menggunakan
pH meter. Caranya adalah dengan mencelupkan sensor pada alat tersebut ke
dalam air yang akan diukur. Tunggu beberapa saat sampai angka pada pH
meter tidak berubah lagi dan mencatat hasilnya.
3. DO, pengambilan data DO adalah dengan menggunakan DO meter. Caranya
dengan memsukkan alat tersebut kedalam kolom air lalu mengamati angka
pada DO meter sampai angka tidak berubah lagi dan mencatat hasilnya.

B. Pengambilan Sampel Air Eksitu


1. Mengambil sampel air eksitu adalah dengan cara memasukkan sampel air
kedalam botol sampel lalu tempatkan pada cool box
2. Menganalisis sampel air tersebut di laboratorium kualitas air.
3.4. Metode Analisis Laboratorium
3.4.1. Analisa BOD

A. Masukkan
1. Menyiapkan sampel 75 ml dengan gelas ukur
2. Aquades 225 ml aquades yang sudah di aerasi.
3. Melakukan pengenceran air sampel 4 kali (bukan air limbah) 300 ml/4 = 75
ml maka aquadesnya 2 ml. Dalam satu botol dan diaerasi/diencerkan.
B. Blank
1. Untuk dianalisa tanpa penambahan bahan kimia untuk diinkubasi 5 hari di
botol Winker Gelap.
2. Untuk di analisa DO awal persiapan sampel di Botol Winker terang
3. Beri R1(MnSO4. H2O), Reagen II (NaOH + Kl) sebanyak 2 ml digoncang
perlahan diamkan sampai terbentuk endapan kemudian tambahkan R3
(H2SO4)
4. Kemudian larutan di pindahkan ke dalam erlenmayer 500 ml dan diberi R4
sebanyak 2 tetes sampai warna berubah menjadi bening. Catat nilainya
sebagai DO awal, yang di inkubasi 5 hari sebagai DO akhir
3.4.2. Analisa COD

Langkah kerja untuk menganalisis COD adalah sebagai berikut :


A. Sampel
1. Memasukkan sampel 100 ml kedalam botol (+ 1 tetes KMnO4) sampai warna
berubah menjadi merah muda
2. Memasukkan Reagen III (Asam Sulfat 8 N) sebanyak 5 ml
3. Memasukkan KMnO4 10 ml yang telah diencerkan dengan normalitas 0,01
N
4. Memanaskan hingga mendidih dan 10 menit sesudahnya
5. Memberi asam oksalat 0,01 N 10 ml
6. Mentitrasi dengan KMnO4 (0,1) sampai larutan berwarna merah jambu
7. Mencatat nilainya
B. Blank
1. Memasukkan aquadest 100 ml
2. Memberi asam oksalat 10 ml 0,01 N
3. Memanaskan sampai mendidih dan 10 menit sesudahnya
4. Mentitrasi dengan KMnO4 sampai warna pink (tetap)
5. Mencatat nilainya
3.4.3. Analisis Logam Berat

Langkah kerja untuk menganalisis logam berat adalah sebagai berikut :


1. Memilih nomor program untuk menganlaisis Mangan
2. Menyiapkan sampel yang akan dianalisis. Masukkan kedalam 10 ml sampel
ke dalam kuvet
3. Masukkan 1 bungkus reagent Buffer Powder Pillow, Citrate ke dalam kuvet
4. Kocok sesuai dengan petunjuk hingga homogen
5. Tambahkan 1 bungkus Sodium Periodate Powder Pillow
6. Kocok hingga homogen
7. Nyalakan timer dan biarkan larutan bereaksi selama 2 menit
8. Preparasi Blank. Masukkan 10 ml sampel ke kuvet kedua
9. Bersihkan kuvet blangko dengan tisu bersih. Masukkan ke dalam alat
10. Tekan ZERO pada alat Spektrofotometer
11. Setelah proses pada alat selesai, bersihkan kuvet sampel dengan tisu bersih.
Masukkan ke alat
12. Tekan READ maka akan muncul mg/L Mn, HR

3.4.4. Analisis TDS (Total Dissolved Solid)


Langkah yang perlu diperhatikan dalam menganalisis TDS adalah sebagai
berikut :
1. Hal yang pertama dilakukan adalah keluarkan sampel dari botol terang
dengan suhu normal
2. Tuang sampel kedalam gelas kimia secukupnya
3. Gunakan alat pengukur TDS dengan cara mencelupkan sensor pada alat ke
dalam gelas kimia yang berisi sampel air tersebut
4. Apabila pada alat tidak terbaca dengan ciri-ciri tanda min yang tertera pada
alat, maka encerkan sampel air menggunakan aquades dengan perbandingan
1 : 50. 1 ml sampel air laut diencerkan dengan 50 ml aquades
5. Celupkan kembali sensor yang ada pada alat TDS ke dalam larutan air laut
tersebut. Saat angka pada alat sudah terbaca maka catat angka tersebut yang
menindikasikan TDS di dalam sampel air tersebut
6. Jika sampel air tetap tidak terbaca, maka sampel dapat diencerkan kembali
dengan menggunakan aquades dengan perbandingan yang lebih besar
3.4.5. Analisis TSS (Total Suspended Solid)
1. Menyiapkan sampel yang akan dianalisis. Masukkan kedalam 10 ml sampel
ke dalam kuvet
2. Kocok hingga homogen
3. Preparasi Blank. Masukkan 10 ml sampel ke kuvet kedua
4. Bersihkan kuvet blangko dengan tisu bersih. Masukkan ke dalam alat
spektrofotometer
5. Tekan ZERO pada alat Spektrofotometer
6. Setelah proses pada alat selesai, bersihkan kuvet sampel dengan tisu bersih
Masukkan ke alat spektrofotometer
7. Tekan READ maka akan muncul angka hasil analisis
3.4.6. Analisis Nitrat

1. Memilih nomor program untuk menganalisis Nitrat


2. Menyiapkan 10 ml sampel air ke dalam kuvet
3. Preparasi Blank lalu tekan ZERO
4. Memasukkan reagent nitrat kedalam kuvet sampel air dan kocok selama 1
menit
5. Diamkan kuvet hingga 5 menit atau sampai warna sampel air berubah
menjadi kuning
6. Masukkan kuvet sampel air kedalam spektrofotometer
7. Tekan READ dan tunggu hasilnya
3.4.7. Analisis Fosfat
1. Memilih nomor program untuk menganalisis Nitrat
2. Menyiapkan 10 ml sampel air ke dalam kuvet
3. Preparasi Blank lalu tekan ZERO
4. Memasukkan reagent fosfat kedalam kuvet sampel air dan kocok hingga
homogen
5. Diamkan kuvet hingga 2 menit atau sampai warna sampel air berubah
menjadi biru
6. Masukkan kuvet sampel air kedalam spektrofotometer
7. Tekan READ dan tunggu hasilnya.

3.5. Metode Analisis Data


3.5.1. Oseanografi Fisika
Metode analisis data untuk parameter oseanografi fisika adalah sebagai
berikut :
A. Angin
Analisis angin menggunakan software WRPLOT.
B. Kedalaman Terkoreksi
Kedalaman yang diperoleh di lapangan diplotkan ke dalam peta digital
berdasarkan posisi GPS untuk membuat peta kontur kedalaman. Kedalaman
yang diplotkan terlebih dahulu dikoreksi terhadap MSL sebagai titik
referensi dengan menggunakan persamaan berikut:
Δd = dt – ( ht – MSL)
Dimana: Δd = kedalaman suatu titik pada dasar perairan; MSL = muka air
laut rata-rata; dt = kedalaman suatu titik pada dasar laut/sungai pada pukul
t; ht = ketinggian permukaan air pasut pada pukul t.
C. Pasang Surut
Pengukuran pasang surut yang dilakukan selama 39 jam (metode Doodson)
untuk mendapatkan nilai duduk tengah sementara (DTS) :

n =39
(H x  )
DTS = 
i =1 39
D. Pengukuran dan Peramalan Gelombang
1) Koreksi terhadap angin
Data angin yang digunakan dalam rangka prediksi gelombang adalah data
angin yang diukur di darat dan data angin pemodelan di laut. Sebelum
digunakan dalam perhitungan prediksi tinggi gelombang, maka data angin
diperoleh terlebih dahulu dikoreksi. Koreksi yang dilakukan adalah :
• Koreksi ketinggian
• Koreksi kecepatan angin rata-rata untuk durasi 1 jam
• Koreksi pengukuran kecepatan angin di darat ke laut
• Koreksi stabilitas
a) Koreksi ketinggian. Jika kecepatan angin diukur pada ketinggian bukan
pada 8 - 12 m, maka perlu dikoreksi ke ketinggian 10 m dengan
menggunakan Gambar 1. Jika pengukuran kecepatan angin dilakukan pada
ketinggian 8 – 12 m, maka koreksi ketinggian dapat dilakukan dengan
menggunakan persamaan (U.S. Army Corps of Engineers, 2002):
1/ 7
 10 
U10 = U z  
 z 
dimana :
U10 = kecepatan angin pada ketinggian 10 meter
Uz = kecepatan angin pada ketinggian z

b) Koreksi durasi. Koreksi ini dilakukan untuk memperoleh kecepatan angin


dengan durasi satu jam. Koreksi ini dilakukan dengan menggunakan
persamaan (U.S. Army Corps of Engineers, 2002):
3600
t= untuk satuan Uf mile per jam
Uf
1609
t= untuk satuan Uf meter per detik
Uf

Ut   45  
= 1, 277 + 0, 296 tanh 0,9log10    untuk t < 3600
U 3600   t 
Ut
= − 0.15log10 t + 1.5334 untuk 3600 < t < 36000
U 3600
Uf
U t =3600 =
 Uf 
 
 U 3600 
Gambar 9. Rasio kecepatan angin pada suatu ketinggian tertentu sebagai fungsi dari
tinggi pengukuran untuk perbedaan temperature yang dipilih.
c) Koreksi pengukuran angin dari darat ke laut. Koreksi ini dilakukan untuk
data angin yang diukur di darat. Koreksi pengukuran angin dari darat ke laut
dilakukan dengan menggunakan Gambar 2 untuk fetch cukup panjang (lebih
besar dari 10 mile). Sedangkan untuk fetch yang lebih kecil dari 10 mile,
maka kecepatan angin yang diamati dikoreksi dengan menggunakan
persamaan UW = 1,2 UL.
Gambar 10. Hubungan antara RL dengan kecepatan angin di darat

d) Koreksi stabilitas. Untuk fetch yang lebih besar dari 10 mile, maka
diperlukan koreksi stabilitas. Karena dalam penelitian ini perbedaan
temperatur air laut dan udara tidak diketahui, maka diasumsikan sebagai
kondisi tidak stabil dan menggunakan nilai RT = 1,1.

2) Panjang fecth
Perhitungan panjang fetch efektif menggunakan Peta RBI dan Peta Alur
Pelayaran dengan persamaan:

Feff =
 Xi cos
 cos
dimana Xi = panjang fetch yang diukur dari titik observasi gelombang sampai
memotong garis pantai, α = deviasi pada kedua sisi (kanan dan kiri) arah
angin dengan menggunakan pertambahan 5o sampai sudut 45o.
Metode ini didasarkan pada asumsi sebagai berikut :
a. Angin berhembus melalui permukaan air melalui lintasan yang berupa garis
lurus.
b. Angin berhembus dengan mentransfer energinya dalam arah gerakan angin
menyebar dalam radius 45o pada sisi kanan dan kiri dari arah anginnya.
c. Angin mentransfer satu unit energi pada air dalam arah dan pergerakan
angin dan ditambah satu satuan energi yang ditentukan oleh harga kosinus
sudut antara jari-jari terhadap arah angin.
d. Gelombang diabsorpsi secara sempurna di pantai.
3) Prediksi Gelombang
Persamaan yang digunakan untuk menentukan tinggi gelombang di perairan
dalam dari data kecepatan angin dan fetch adalah (U.S. Army Corps of
Engineers, 2002):
1

−2  gX 
2
gHmo
= 4,13 10  
U*2 2
 U* 

dan perioda gelombang :


1
gTp  gX  3
= 0, 651 2 
u*  u* 

U *2
CD = 2
U10

CD = 0, 001(1,1 + 0, 035U10 )

Sedangkan untuk gelombang yang berkembang secara penuh (full) dapat


dihitung dengan menggunakan persamaan (U.S. Army Corps of Engineers,
2002):

gHmo
2
= 2,115 10 2
U*

dan
gTp
= 2,398 102
u*

F. Arus
Menghitung kecepatan arus dengan menggunakan persamaan :
s
v =
t
Dimana :
v = Kecepatan arus (meter/detik)
s = Jarak (meter)
t = Waktu tempuh (detik)
3.5.2. Pembuatan Peta Sebaran Kualitas Air
Data yang telah dianalisis di Laboratorium selanjutnya diinput dalam
aplikasi Surfer 13 untuk didapatkan peta sebaran kualitas air di desa Bunati
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Oseanografi Fisik


4.1.1. Angin
Angin merupakan udara yang bergerak karena adanya perbedaan tekanan di
permukaan bumi. Angin bergerak dari suatu daerah yang memiliki tekanan tinggi
ke daerah yang memiliki tekanan tinggi ke daerah yang memiliki tekanan yang
lebih rendah.

Gambar 11. Sebaran Angin di desa Bunati


Dari gambar di atas menunjukkan sebaran angin di desa Bunati memiliki
angin yang dominan datang dari arah Timur Laut dan datang dari Barat Daya. Angin
yang datang dari arah Timur Laut rata-rata memiliki frekuensi kecepatan angin
sebesar 3,60-5,70 m/s dan juga pada beberapa waktu angin bertiup dengan
kecepatan lebih dari 11,10 m/s. Pada wilayah Barat Daya angin bertiup dengan
kecepatan berkisar antara 0,50 – 2,10 m/s dan angin juga datang dari arah Selatan
dengan kecepatan yang sangat rendah yakni sebesar 0,50 – 2,10 m/s. kecepatan
angin dilapangan memiliki pengaruh terhadap gelombang dan arus yang ada di
perairan Bunati ini. Hal ini sejalan dengan pernyataan Nontji dalam bukunya yang
menyatakan bahwa arus permukaan dipengaruhi oleh gerakan arus yang membawa
arah arus nantinya.
4.1.2. Pemeruman (Sounding)

Gambar 12. Peta Kontur Kedalaman di Perairan Bunati


Berdasarkan gambar 12 terlihat beberapa titik stasiun yang telah diukur.
Pada beberapa titik terdapat kedalaman yang berbeda-beda. Dapat dilihat bahwa
pada sekitar pesisir perairan memiliki kedalaman yang tidak terlalu dalam atau
dangkal yakni berkisar antara 3-5 meter dengan warna putih dan juga warna biru
muda. Pada beberapa titik terdapat kedalaman tertinggi yakni sebesar 8 meter. Pada
wilayah yang sedikit jauh dari pessisir terdapat wilayah yang memiliki kedalaman
dangkal terlihat bahwa wilayah tersebut memiliki warna biru yang terang.

4.1.3. Pasang Surut


Tipe pasang surut di desa Bunati berdasarkan grafik yang telah diketahui
adalah tipe pasang surut campuran. Tipe pasut campuran adalah tipe pasut yang
kemungkinan tejadi karena salah satu dari dua tipe pasut ada yang dominan
terhadap yang lain, misalnya tipe pasut campuran yang condong ganda (mixed tide
prevailing semidiurnal) dan tipe pasut campuran condong ke harian tunggal (mixed
tide prevailing diurnal). Pada daerah Bunati memiliki tipe pasang surut cenderung
ganda karena ditemukan dua kali pasang dan satu kali surut. Kondisi pasang surut
ini juga dipengaruhi angin yang bertiup di daerah tersebut yang berasal dari arah
Barat Daya dan dari arah Timur Laut.

PASANG SURUT
140
120
100
80
60
40
20
0

05.00
19.00
21.00
23.00
01.00
03.00
05.00
07.00
09.00
11.00
13.00
15.00
17.00
19.00
21.00
23.00
01.00
03.00
05.00
07.00
09.00
11.00
13.00
15.00
17.00
19.00
21.00
23.00
01.00
03.00
Senin, 16 Selasa, 17 April 2018 Rabu, 18 April 2018 Kamis,19
April 2018 April
2018

Tinggi Pasut MSL

Gambar 9. Grafik Pasang Surut di Perairan Bunati


Pasang surut berpola campuran ganda yakni dalam satu hari memiliki dua
kali pasang dan satu kali surut dengan pasang tertinggi adalah 125 cm yang terjadi
pada pukul 06.00 WITA di Selasa, 17 April hingga Kamis, 19 April 2018 dan
pasang terendah adalah 5 cm yang terjadi di jam 00.00 WITA sampai pukul 00.30
WITA di Kamis, 19 April 2018. Pasang surut terjadi karena dipengaruhi oleh
banyak faktor diantaranya rotasi bumi terhadap sumbunya, rotasi bulan terhadap
matahari, kedalaman perairan, gesekan dasar dan lain sebagainya. Faktor terjadinya
pasang surut tersebut dapat mempengaruhi kondisi topografi yang ada di Desa
Bunati. Hal ini sesuai dengan pernyataan Baharuddin (2017) bahwa gaya
pembangkit pasang-surut merupakan hasil penjumlahan gaya-gaya yang
disebabkan oleh gaya gravitasi dan gaya centrifugal. Bila bumi tidak berotasi dalam
melakukan revolusinya maka besar gaya centrifugal di setiap titik pada permukaan
bumi adalah sama, namun besaran gaya gravitasi tidak sama sehingga intensitas dan
arah gaya pembangkit pasang surut di permukaan bumi bervariasi. Komponen
menegak terhadap gaya gravitasi lebih kecil dari komponen mendatar. Komponen
yang mendatar ini menghasilkan arus dan variasi tinggi muka laut di permukaan
bumi.
4.1.4. Gelombang
Data yang didapatkan secara insitu diolah untuk mendapatkan nilai tinggi
gelombang rata-rata (Hr), tinggi gelombang signifikan (Hs), periode gelombang
signifikan dan panjang gelombang (L). Kondisi gelombang di Perairan Desa
Bunati, Kecamatan Angsana Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan
Selatan adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Pengukuran Gelombang di Perairan Desa Bunati
Stasiun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Hs (m) 0,14 0,12 0,10 0,09 0,15 0,11 0,09 0,11 0,07 0,10
Hr (m) 0,05 0,04 0,03 0,03 0,05 0,04 0,03 0,04 0,02 0,03
Ts (s) 15,89 10,11 14,47 15,26 13,63 19,54 16,16 15,87 14,29 13,37
L (m) 393,7 159,59 326,70 363,14 289,75 595,80 407,24 392,97 318,37 278,92
Energi 0,02 0,02 0,01 0,01 0,03 0,01 0,01 0,02 0,01 0,01
Pengukuran gelombang di perairan Desa Bunati dilakukan dengan menggunakan
tiang gelombang guna mendapatkan gelombang sebanyak 21 kali pembacaan, hasil
pengukurunan gelombang kemudian diolah untuk mendapat nilai tinggi gelombang rata-
rata (Hr), tinggi gelombang signifikan (Hs), periode gelombang signifikan (Ts), dan
panjang gelombang (L) dan Energi. Grafik hasil pengukuran gelombang adalah sebagai
berikut:

0,16 25,00

0,14
20,00
0,12

0,10
15,00
Signifikan
0,08
Rata-rata
10,00 Periode
0,06

0,04
5,00
0,02

0,00 0,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Gambar 10. Grafik Gelombang Perairan Bunati.


Berdasarkan gambar 10 diatas hasil pengukuran gelombang yang diambil
pad 10 stasiun yang berbeda. Tinggi rata-rata gelombang yang paling besar terjadi
pada stasiun 5 dan stasiun 1 dengan tinggi gelombang rata-rata sebesar 0,05 m dan
tinggi gelombang rata-rata terendah terjadi pada stasiun 9 dengan tinggi 0,02 m.
Tinggi signifikan gelombang tertinggi terjadi pada stasiun 5 dengan tinggi sebesar
0,15 m dan yang terendah terjadi pada stasiun 9 dengan tinggi gelombang signifikan
sebesar 0,09 m.
Tabel 2. Prediksi Gelombang Permusim 1
Musim Arah Uz Fetch Hmo Tp
B 3,051 14603,508 0,159 1,601
Barat (Desember- BD 4,377 51047,508 0,433 2,757
Februari) S 4,020 82055,977 0,502 3,134
T 2,056 32223,616 0,157 1,819
B 2,338 14603,508 0,120 1,460
BD 4,643 51047,508 0,461 2,815
Peralihan (Maret –
BL 1,957 1841,7072 0,036 0,689
Mei)
S 3,667 82055,977 0,456 3,034
TG 3,333 76619,893 0,399 2,868
B 1,833 14603,508 0,094 1,343
BD 2,106 51047,508 0,202 2,137
Timur (Juni –
BL 1,628 1841,7072 0,029 0,647
Agustus)
S 4,061 82055,977 0,508 3,145
TG 4,543 76619,893 0,552 3,198
BD 2,172 51047,508 0,209 2,160
Peralihan 2 B 1,780 14603,508 0,091 1,330
(September- BL 1,816 1841,7072 0,033 0,672
Nopember) S 4,079 82055,977 0,510 3,150
TG 4,527 76619,893 0,550 3,194

Tabel 3. Prediksi Gelombang Permusim 2


Musim Arah Hd Hb αO αb
B 0,159 0,169 25,500 1,378
Barat (Desember- BD 0,433 0,470 63,161 2,631
Februari) S 0,502 0,557 107,690 3,102
T 0,157 0,176 163,129 0,876
B 0,120 0,131 24,000 1,244
BD 0,461 0,499 64,459 2,821
Peralihan (Maret –
BL 0,036 0,037 55,258 2,899
Mei)
S 0,456 0,509 90,333 3,075
TG 0,399 0,447 124,097 2,853
B 0,094 0,104 14,667 0,792
BD 0,202 0,231 63,000 2,527
Timur (Juni –
BL 0,029 0,031 30,000 1,777
Agustus)
S 0,508 0,563 102,806 3,075
TG 0,552 0,606 111,677 2,961
BD 0,209 0,238 58,500 2,458
Peralihan 2 B 0,091 0,101 12,783 0,691
(September- BL 0,033 0,034 33,000 1,9656
Nopember) S 0,510 0,565 108,935 3,089
TG 0,550 0,604 121,500 2,969
Tabel 4. Persentase Arah Angin Selama 10 Tahun (2008 – 2018)
No Arah Persentase
1 T 5,3 %
2 TG 15,8 %
3 S 21,1 %
4 BD 21,1 %
5 B 21,1 %
6 BL 15,8 %
Berdasarkan hasil analisis data angin maksimum permusim selama 10
tahun, yaitu dari tahun 2008 – 2018 dapat diketahui bahwa angin yang dapat
membangkitkan gelombang pada wilayah Desa Bunati adalah angin yang dominan
mengarah kearah Selatan, Barat Daya dan Barat. Angin yang mengarah ke tenggara
dan Barat Laut juga mempengaruhi atau membangkitkan gelombang, meskipun
tidak sekuat angin yang mengarah ke Selatan, Barat Daya dan Barat. Angin yang
berasal dari arah lain, sangat rendah sehingga tidak berpengaruh terlalu besar
karena angin tersebut dianggap berasal dari darat yang tidak dapat membangkitkan
gelombang.
Gelombang yang terjadi di Desa Bunati adalah gelombang angin yang
disebabkan hembusan angin pada daerah sekitar, Hal ini sesuai dengan pendapat
Anugerah Nontji dalam bukunya mengatakan bahwa umumnya gelombang yang
kita lihat merupakan gelombang angin yang besarnya ditentukan oleh tiga faktor
yakni kuatnya hembusan, lamanya hembusan, dan jarak tempuh angin (fetch),
Angin merupakan udara yang bergerak karena adanya perbedaan tekanan di
permukaan bumi, Angin bergerak dari suatu daerah yang memiliki tekanan tinggi
ke daerah yang memiliki tekanan yang lebih rendah, Praktik dilakukan pada bulan
November yang umumya arah angin tidak menentu dan biasanya disebut sebagai
musim pancaroba akhir tahun, Kekuatan angin lemah pada musim pancaroba dan
karena itulah umumnya laut dalam keadaan tenang, Selain angin musim, ada pula
angin darat dan angin laut yang terjadi karena perbedaan pemanasan atau
pendinginan antara daratan dan lautan. Pada proses pengambilan data dilakukan
pada pukul 09:00 sampai dengan pukul 12:00 WITA dimana angin yang berhembus
merupakan angin laut. Angin laut adalah angin yang berhembus dari arah laut
menuju daratan yang terjadi pada siang hari.
4.1.5. Arus

Dari data yang didapatkan, memiliki kecepatan dan sebaran arah arus yang
berbeda. Hal ini dikarenakan arus mengalir sesuai angin yang bertiup pada saat itu
dikarenakan perbedaan dalam densitas air laut atau disebabkan gelombang panjang.

Gambar 11. Peta Sebaran Arus di Perairan Bunati


Angin utama yang berhembus pada perairan Indonesia merupakan angin
musim (monsoon) yang terjadi dua kali pembalikan arah dalam setahun. Praktik
dilakukan pada bulan April yang merupakan musim pancaroba dan angin yang
bertiup pada bulan ini cenderung tidak menentu. Terlihat pada gambar 10 pola arus
cenderung berubah-ubah namun arah arus lebih dominan datang dari arah Timur
menuju Barat. Hal ini juga dipengaruhi angin yang dominan bertiup di daerah ini.
Angin yang cenderung dating dari arah Timur Laut dapat membuat arus bergerak
ke wilayah Barat yang dapat mempengaruhi bentuk pantai atau tipe pantai daerah
Bunati. Arah arus yang berubah-ubah dapat membuat partikel-partikel sedimen
yanga da di pesisir bergerak terbawa sesuai arah arus dan angin. Apabila arah
angina cenderung menuju Barat dan arah arus juga menuju Barat maka bentuk
pantai atau tipe pantai memiliki lidah pasir membelok ke arah Barat karena terbawa
arus yang lama-kelamaan akan menumpuk di wilayah Barat dan menyebabkan tipe
pantai berubah.

4.1.6. Suhu
Suhu air merupakan faktor yang banyak mendapat perhatian dalam
pengkajian-pengkajian kelautan. Data suhu air dapat dimafaatkan bukan hanya
utntuk mempelajari gejala-gejala fisika di dalam laut, tetapi juga dalam kaitannya
dengan kehidupan hewan atau tumbuhan. Bahkan dapat juga dimanfaatkan untuk
pengkajian meteorologi. Suhu permukaan laut ditanyakan dalam satuan derajat
Celcius (֯C).
Gambar 12. Peta Sebaran Suhu di Perairan Bunati
Pada gambar diatas terlihat sebaran suhu pada perairan Bunati yang berkisar
antara 26,2 – 31,2 oC yang menandakan suhu di perairan ini cukup normal. Nilai
tersebut menandakan bahwa suhu pada perairan tersebut berada di tahap normal
untuk daerah tropis karena pada perairan Indonesia umumnya berkisar antara 28 –
31oC dan suhu air dekat pantai biasanya sedikit lebih tinggi daripada suhu lepas
pantai seperti yang terlihat pada gambar. Suhu pada suatu perairan berkaitan dengan
lingkungan hidup organisme yang ada di sekitarnya. Suhu di perairan terbuka
seperti perairan di Desa Bunati dapat disebabkan oleh arus dan turbulensi hal ini
sesuai dengan pernyataan Romimoharto (1985) yang menyatakan bahwa suhu
perairan terbuka terutama disebabkan oleh gerakan air seperti arus dan turbulensi.
Penyebaran panas secara molekuler dapat dikatakan sangat kecil atau hamper tidak
ada. Pada pembahasan arus sebelumnya, arus di Desa Bunati memiliki pola yang
tidak menentu disebabkan oleh musim pancaroba yang terjadi saat ini, sehingga
penyebaran suhu pada perairan ini cukup bervariasi.
Suhu pada suatu perairan dapat dipengaruhi oleh lintang, ketinggian
permukaan laut, waktu dalam satu hari, penutupan awan, aliran dan kedalaman air.
Kisaran suhu air yang sangat diperlukan agar pertumbuhan ikan-ikan pada perairan
tropis dapat berlangsung berkisar antara 25 – 32oC , di Desa Bunati memiliki suhu
yang berkisar diangka tersebut sehingga dapat menguntungkan apabila di lakukan
kegiatan budidaya ikan.

4.1.7. Kecerahan
Kecerahan adalah sebagian cahaya yang diteruskan ke dalam air dan
dinyatakan dengan persen, dari beberapa panjang gelombang di daerah spectrum
yang terlihat cahaya yang melalui lapisan sekitar satu meter, jatuh agak lurus pada
permukaan air. Kemampuan cahaya matahari untuk membahas sampai dasar
perairan dipengaruhi oleh kekeruhan air (Ghufran M,H et Kordik K, 2007).

Gambar 13. Peta Sebaran Kecerahan di Perairan Bunati


Kecerahan berkaitan dengan proses fotosintesis pada suatu ekosistem
perairan. Kecerahan yang tinggi menunjukkan daya tembus cahaya matahari yang
jauh ke dalam perairan. Pada gambar 13 terlihat hadil pengukuran yang dilakukan
di perairan Desa Bunati mendapatkan tingkat kecerahan perairan tertinggi 7,8 meter
dan nilai terendah yaitu 1,8 m. Kecerahan suatu perairan dapat dipengaruhi oleh
kekeruhan air, yang juga dipengaruhi oleh adanya jasad-jasad renik, benda-benda
halu yang tersuspensi dan warna air. Pengukuram di lokasi ini dilakukan pada saat
siang hari dan saat cuaca berada pada kondisi relatif cerah sehingga kecerahan suatu
perairan dapat di ukur secara lebih akurat. Pada perairan Bunati memiliki
kelimpahan plankton yang beragam sesuai dengan tingkat kecerahannya. Semakin
tinggi tingkat kecerahan air maka semakin tinggi pula kelimpahan fittoplankton
yang berada di perairan tersebut begitu juga sebaliknya. Saat dilakukan penelitian
di lokasi tersebut terlihat beberapa daerah mengalami blooming alga.

4.2. Oseanografi Kimia


4.2.1. Salinitas
Salinitas didefinisikan sebagai berat dalam gram dari semua zat padat yang
terlarut dalam 1 kilogram air laut jikalau semua brom dan yodium digantikan
dengan khlor dalam jumlah yang setara; semua karbonat diubah menjadi oksidanya
dan semua zat organik dioksidasikan. Nilai salinitas dinyatakan dalam g/kg yang
umumnya dituliskan dalam ‰ atau ppt yaitu singkatan dari part-per-thousand
(Arief, 1984).

Gambar 14. Peta Sebaran Salinitas di Perairan Bunati


Berdasarkan gambar 14 salinitas di Perairan Bunati berkisar dari 23 – 31,5
ppm. Salinitas tertinggi memiliki nilai yaitu 31,5 ppm dengan simbol warna jingga
gelap sedangkan salinitas terendah memiliki nilai yaitu 23 ppm dengan simbol
warna jingga muda gelap, dari semua data tersebut dapat di ambil kesimpulan
bahwa salinitas di perairan Desa Bunati terbilang cukup normal.
Salinitas dalam gram yang terlarut dalam satuan liter air, biasanya
dinyatakan dalam satuan ppt, Di perairan samudera, salinitas biasanya berkisar 34-
35 ppt, di perairan pantai karena terjadi pengenceran, misalnya karena pengaruh
aliran sungai, salinitas bisa turun rendah, sebaliknya di daerah dengan penguapan
yang kuat, salinitas meningkat tinggi, sebaran salinitas dipengaruhi oleh berbagai
faktor, seperti sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran sungai (Nontji,
1987).

4.2.2. Derajat Keasaman (pH)


pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat
keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu Iarutan didefinisikan sebagai
logaritm aktivitas ion hidrogen (H+) yang terlarut. koefisien aktivitas ion hidrogen
tidak dapat diukur secara eksperimental, sehingga nilainya didasarkan pada
perhitungan teoritis. Skala pH bukanlah skala absolut. Ia bersifat relatif terhadap
sekumpulan larutan standar yang pH-nya ditentukan berdasarkan persetujuan
internasional (Pujiastuti, 2010).
Gambar 15. Peta Sebaran pH di Perairan Bunati
pH di perairan Desa Bunati berdasarkan gambar 15 berkisar antara 6,5 - 8,7,
pH tertingi di tempat ini memiliki nilai 8,7 dengan kontur warna jingga tua dan
berada di sekitar wilayah pelabuhan, sedangkan pH yang paling rendah adalah 6,5
yang di simbolkan dengan warna putih, maka dapat disimpulkan pH di perairan
Desa Bunati masih tergolong normal. Di sekitar perairan Bunati terdapat aktivitas
pelabuhan dan pengangkutan batubara yang mana beberapa kapal tongkang tidak
sengaja menumpahkan minayk kapal ke perairan maka akan membuat perairan
terganggu dan kualitas air juga menurun. Derajat keasaman (pH) merupakan suatu
indeks ion hidrogen yang mencirikan keseimbangan asam dan basa. pH di perairan
baik hewan maupun tumbuhan sehingga sering dipakai sebagai petunjuk untuk
menyatakan baik buruknya suatu perairan (Odum, 1971). Tingkat pH lebih kecil
dari 4,8 dan lebih besar dari 9,2 sudah dianggap tercemar.
Air laut mempunyai kemampuan menyangga yang sangat besar untuk
mencegah perubahan . Perubahan pH sedikit saja dari pH alami akan memberikan
petunjuk terganggunya sistem penyangga. Hal ini dapat menimbulkan perubahan
dan ketidakseimbangan kadar CO2 yang dapat membahayakan kehidupan biota
laut, pH air laut permukaan di Indonesia umumnya bervariasi dari lokasi ke lokasi
antara 6,0 – 8,5, perubahan pH dapat mempunyai akibat buruk terhadap kehidupan
biota laut, baik secara langsung maupun tidak langsung, Akibat langsung adalah
kematian ikan, burayak, telur, dan lain-lainnya, serta mengurangi produktivitas
primer, Akibat tidak langsung adalah perubahan toksisitas zat-zat yang ada dalam
air, misalnya penurunan pH sebesar 1,5 dari nilai alami dapat memperbesar
toksisitas NiCN sampai 1000 kali. Pada perairan Bunati memiliki pH yang tidak
terlalu tinggi dan juga terlalu rendah sehingg kondisi perairan berada pada tahap
normal.

4.2.3. DO (Oksigen Terlarut)

Gambar 16. Peta Sebaran DO di Perairan Bunati


Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa DO di Perairan Bunati berkisar di
angka 6,25 - 7,4 mg/l. Nilai tertinggi bernilai 7,4 mg/l yang memiliki warna hijau
muda sedangkan nilai yang paling rendah bernilai 6,25 mg/l dengan warna hijau tua
yang menandakan bahwa DO tersebut rendah dan masuk kedalam kategori
tercemar ringan. Menurut Ismail 1994 bahwa kandungan oksigen terlarut 2 mgr/l
adalah kandungan minimal yang cukup untuk mendukung kehidupan organisme
perairan secara normal. Agar kehidupan dapat layak dan kegiatan perikanan
berhasil maka kandungan oksigen terlarut harus tidak boleh kurang daripada 4 ppm
sedangkan perairan mengandung 5 mgr/L oksigen pada suhu 20 – 30 oC masih
dipandang sebagai air yang cukup baik utuk kehidupan ikan sedangkan standar DO
yang berlaku yaitu 2 - 4 mgr/L.
Berdasarkan kandungan oksigen terlarut, maka pengelompokan kualitas
perairan air laut dapat dibagi menjadi empat macam yaitu tidak tercemar (> 6,5
mgr/l ), tercemar ringan (4,5 – 6,5 mgr/l), tercemar sedang (2,0 – 4,4 mgr/l) dan
tercemar berat (< 2,0 mgr/l) (Odum, 1971). Melalui hasil penelitian dapat dilihat
sebaran DO pada gambar diatas, kondisi perairan di Desa Bunati berada pada level
tercemar ringan pada wilayah timur nya hal ini dapat dikarenakan adanya aktivitas
pelabuhan dan pengangkutan batubara oleh kapal-kapal tongkang yang
menyebabkan minyak pada kapal dapat tumpah ke perairan sehingga
mempengaruhi kualitas perairan. Bahan kimia yang tumpah dapat menutupi
permukaan perairan sehingga sinar matahari yang tembus ke kolom perairan
menjadi berkurang dan menyebabkan fitoplankton atau tumbuhan air lainnya tidak
dapat melakukan fotosintesis sehingga kadar oksigen di dalam air berkurang.

4.3.3. BOD5 (Biochemical Oxygen Demand)


Menurut Mays 1996, BOD sebagai suatu ukuran jumlah oksigen yang
digunakan oleh populasi mikroba yang terkandung dalam perairan sebagai respon
terhadap masuknya bahan organik yang dapat diurai. Dari pengertian-pengertian
ini dapat dikatakan bahwa walaupun nilai BOD menyatakan jumlah oksigen, tetapi
untuk mudahnya dapat juga diartikan sebagai gambaran jumlah bahan organik
mudah urai (biodegradable organics) yang ada di perairan.
Pengamatan BOD5 di lakukan di Laboratorium yang selanjutnya di buat
peta sebaran BOD5 di wilayah peairan Bunati agar dapat mengetahui sebaran
kandungan BOD5 di wilayah tersebut. Hasil analisis BOD5 menggunakan aplikasi
surfer 13 dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Gambar 17. Peta Sebaran BOD5 di Perairan Bunati
Dari grafik diatas dapat terlihat hasil analisis yang telah dilakukan di
laboratorium, menunjukkan peta hasil interpolasi dari sebaran BOD5 yang
bertempat di perairan desa Bunati, berdasarkan hasil analisis BOD5 dari pengukuran
beberapa stasiun di perairan tesebut diperoleh nilai BOD5 yang memiliki nilai 0,8–
3,4 mg/l, nilai ini menunjukan bahwa perairan Bunati bagian Barat tidak mengalami
pencemaran. Hal ini ditunjukkan pada apabila nilai tersebut masih berada pada
angka 1 - 3 ppm, apabila nilai tersebut lebih dari 3 ppm, maka air tersebut bisa
dikatakan telah mengalami pencemaran.
BOD atau BOD5 adalah suatu analisis empiris yang mencoba mendekati
secara global proses mikrobiologis yang benar-benar terjadi dalam air. Pemeriksaan
BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan dan
untuk mendesain sistem pengolahan secara biologis (G. Alerts dan SS santika, 1987
dalam Pujiastuti, 2010).

4.3.4. COD (Chemical Oxygen Demand)


COD atau Chemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang
diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air
(Boyd, 1990). Tes COD menggunakan bahan kimia oksidator kuat dalam media
asam.
Gambar 18. Peta Sebaran COD di Perairan Bunati
Pada gambar 18 terihat sebaran kadar COD di Perairan Bunati. Kadar COD
di daerah tersebut berkisar antara 5,5 – 16,5 mg/l kadar ini menunjukkan bahwa
perairan Bunati memiliki oksigen yang cukup baik. Kadar COD ini berbanding
lurus dengan kadar BOD5 dan berbanding terbalik dengan kadar DO.
4.3.5. TDS (Total Dissolved Solid)

Gambar 19. Peta Sebaran TDS di Perairan Bunati


Berdasarkan gambar 19 tersebut nilai TDS berkisar antara 47250 - 55050
mg/L dengan rata-rata bernilai 51750 mg/L. Nilai TDS ini berkaitan erat dengan
tingkat salinitas di perairan tersebut. Nilai tersebut dapat menunjukkan bahwa
perairan tersebut memiliki salinitas yang sesuai dengan salinitas air laut pada
umumnya. Menurut Said dkk (2013) kadar TDS laut minimal adalah 30.000 mg/l
sehingga dapat dikatakan bahwa TDS di Perairan Bunati dalam kadar yang normal
Total dissolved solid yang terkandung di dalam air biasanya berkisar antara
20 sampai 1000 mg/L. Pengukuran total solid dikeringkan dengan suhu 103 sampai
105°C. Digunakan suhu yang lebih tinggi agar air yang tersumbat dapat dihilangkan
secara mekanis (Lanovia, 2015).

4.3.6. TSS (Total Suspended Solid)


Total suspended solid atau padatan tersuspensi total (TSS) adalah residu dari
padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2μm
atau lebih besar dari ukuran partikel koloid. Total Suspended Solid juga merupakan
tempat berlangsungnya reaksi-reaksi kimia yang heterogen, dan berfungsi sebagai
bahan pembentuk endapan yang paling awal dan dapat menghalangi kemampuan
produksi zat organik di suatu perairan. Berdasarkan hasil pengambilan sampel
kualitas air sebagaimana di sajikan dalam Gambar 16 didapatkan hasil kandungan
TSS di perairan Pulau Laut bagian Selatan berkisar antara 1.75 – 2.95 mg/L. Hal
ini menunjukkan bahwa perairanTeluk Tamiang memiliki tingkat kecerahan yang
tinggi.

Gambar 20. Peta Sebaran TSS di Perairan Bunati


Pada Gambar 16 dapat dilihat bahwa di daerah pesisir perairan Bunati
bagian Utara memiliki kandungan TSS yang tinggi dengan nilai 18 mg/l yang
ditunjukkan dengan warna putih kehijau-hijauan dan pada perairan bagian Selatan
menuju laut jawa memilki kandungan TSS yang rendah dengan nilai 3 mg/l yang
ditunjukkan dengan warna hijau cerah.
4.3.7. Nitrat dan Fosfat

Gambar 21. Peta Sebaran Nitrat di Perairan Bunati


Gambar 21 di atas merupakan hasil intepolasi dari analisis nitrat di perairan
Pulau Laut bagian Selatan yang memiliki nilai 0,9 – 1,65 mg/l. Berdasarkan
Gambar 21 dapat dilihat bahwa kandungan nitrat tertinggi ada pada daerah laut
perairan dengan nilai 1,65 mg./l yang ditunjukkan dengan warna cokelat tua, hal ini
disebabkan karena proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan terbilang
baik. Sedangkan, pada daerah peairan menuju laut jawa nitrat memiliki kadar yang
lebih rendah dengan nilai 0.7 mg/l sampai dengan 1.6 mg/l yang ditunjukkan
dengan warna cokelat muda pada. Hal ini disebabkan karena proses oksidasi yang
kurang sempurna oleh senyawa nitrogen di perairan.
Pada dasarnya perairan oligotrofik kadar nitrat ideal 0 – 1 mg/l, perairan
mesotrofik kadar nitrat ideal 1–5 mg/l, perairan eutrofik kadar nitrat ideal 5 – 50
mg/l. Sehingga, perairan Pulau Laut bagian Selatan tergolong perairan oligotrofik
yang memiliki nilai ideal dan juga merupakan perairan mesotrofik dengan kadar >1
dan <5, pada bagian utara pesisir yang mengarah ke laut lepas merupakan daerah
perairan oligotrofik dan pada bagian Tenggara merupakan wilayah perairan
mesotrofik dengan nilai nitrat >1.
Nitrogen organik mula-mula diourai menjadi ammonia, kemudian
dioksidasikan menjadi nitrit dan nitrat. Dalam air bawah tanah dan air yang terdapat
di permukaan, nitrat menjadi senyawa yang paling sering ditemukan. Hal ini terjadi
karena nitrit dapat dengan mudah dioksidasikan menjadi nitrat. Pencemaran oleh
pupuk nitrogen, termasuk amonia anhidrat seperti juga sampah organik hewan
maupun manusia, dapat meningkatkan kadar nitrat di dalam air. Senyawa yang
mengandung nitrat di dalam tanah biasanya larut dan dengan mudah bermigrasi
dengan air bawah tanah.

Gambar 22. Peta Sebaran Fosfat di Perairan Bunati


Hasil analisis kadar fosfat di Perairan Bunati menunjukkan kadar fosfat
terendah adalah 0,12 mg/l dan tertinggi adalah 0,45 mg/l dengan rata-rata kadar
fosfat sebesar 0,22 mg/l. Berdasarkan Kepmen LH nomor 51 tahun 2004
menyatakan standar baku mutu kadar fosfat untuk biota laut adalah sebesar 0,015
mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa kadar fosfat di perairan Bunati sangat tinggi
sehingga kadar nitrat dan fosfat yang tinggi ini menjadi petunjuk bahwa Perairan
Bunati kaya dengan unsur hara yang menjadi sumber makanan utama fitoplankton.
4.3.8. Logam Berat

Gambar 23. Peta Sebaran Logam Berat di Perairan Bunati


Hasil analisis terhadap kandungan logam berat dalam hal ini mangan, di
Perairan Bunati menunjukkan kadar terendah mangan yaitu sebesar 0,3 mg/l, kadar
tertinggi sebesar 0,8 mg/l dengan rata-rata 0,5 mg/l.
Karena logam berat sangat berbahaya bagi manusia, maka Amerika telah
memberikan acuan yang layak bagi kandungan logam berat di air minum yaitu
untuk Hg (0,002 mg/l); As (0,05 mg/l); Cd (0,01 mg/l); Se (0,01 mg/l), Cr (0,05
mg/l), dan Ni (0,01 mg/l). Di perairan sebagai polutan logam berat merupakan racun
kuat dan bersifat kronis bagi mamalia, ikan dan kemungkinan organisme lainnya
(Rompas dkk, 2009).

Anda mungkin juga menyukai