Analisis Oseanografi Fisik Dan Kimia
Analisis Oseanografi Fisik Dan Kimia
Linda Apriliani
1610716120003
Ada tiga tipe dasar pasang surut yang terjadi di laut yaitu tipe semidiurnal
(semidiurnal tide), diurnal (diurnal tide) dan tipe campuran (mixed tide). Tipe pasut
semidiurnal artinya dalam satu hari atau 24 jam terjadi dua kali air pasang dan dua
kali air surut. Tipe pasut diurnal adalah dalam satu hari atau 24 jam air pasang dan
air surut hanya sekali. Tipe pasut campuran adalah tipe pasut yang kemungkinan
tejadi karena salah satu dari dua tipe pasut ada yang dominan terhadap yang lain,
misalnya tipe pasut campuran yang condong ganda (mixed tide prevailing
semidiurnal) dan tipe pasut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide
prevailing diurnal) (Baharuddin, 2017).
Tipe pasang-surut ini penting diketahui untuk studi lingkungan, mengingat
bila di suatu lokasi dengan tipe pasang-surut harian tunggal atau campuran condong
harian tunggal terjadi pencemaran, maka dalam waktu kurang dari 24 jam,
pencemar diharapkan akan tersapu bersih dari lokasi. Namun pencemar akan pindah
ke lokasi lain, bila tidak segera dilakukan clean up. Berbeda dengan lokasi dengan
tipe harian ganda, atau tipe campuran condong harian ganda, maka pencemar tidak
akan segera tergelontor keluar. Dalam sebulan, variasi harian dari rentang pasang-
surut berubah secara sistematis terhadap siklus bulan. Rentang pasang-surut juga
bergantung pada bentuk perairan dan konfigurasi lantai samudera.
Pasang-surut (pasut) di berbagai lokasi mempunyai ciri yang berbeda karena
dipengaruhi oleh topografi dasar laut, lebar selat, bentuk teluk dan sebagainya. Di
beberapa tempat, terdapat beda antara pasang tertinggi dan surut terendah (rentang
pasut), bahkan di Teluk Fundy (Kanada) bisa mencapai 20 meter. Proses terjadinya
pasut memang merupakan proses yang sangat kompleks, namun masih bisa
diperhitungkan dan diramalkan. Pasut dapat diramalkan karena sifatnya periodik,
dan untuk meramalkan pasut, diperlukan data amplitudo dan beda fasa dari masing-
masing komponen pembangkit pasut. Ramalan pasut untuk suatu lokasi tertentu
kini dapat dibuat dengan ketepatan yang cukup cermat (Nontji, 2005).
2.1.3. Gelombang
Menurut Supangat gelombang merupakan kejadian yang biasa terjadi di
dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya suara, gerakan tali getar, riak-riak di
kolam dan ombak di laut. Karakteristik gerakan gelombang :
1. Gelombang mentransfer gangguan dari satu bagian material ke bagian lainnya.
2. Gangguan tersebut dirambatkan melalui material tanpa gerakan dari material
tersebut (gabus hanya naik dan turun diatas riak, tetapi 145 mengalami sangat
sedikit perubahan bentuk dalam perjalanannya dalam kolam)
3. Gangguan tersebut dirambatkan tanpa ada perubahan dari bentuk gelombang
(riak menunjukkan sangat sedikit perubahan dalam perjalanannya dalam
kolam)
4. Gangguan-gangguan tersebut dirambatkan dengan kecepatan yang tetap.
Gambar 3. Profil vertikal dari dua gelombang laut ideal, menunjukkan dimensi
linier dan bentuk sinusoidalnya.
Tinggi gelombang (H) adalah perubahan tinggi secara vertikal antara
puncak gelombang dan lembahnya. Tinggi gelombang adalah dua kalinya
amplitudo gelombang (a). Panjang gelombang (L) adalah jarak antara dua
rangkaian puncak gelombang (atau memalui 2 puncak berturut-turut). Kecuraman
didefinisikan sebagai pembagian tinggi gelombang dengan panjang gelombang
(H/L) seperti terlihat dalam Gambar 3, kecuraman tidak sama dengan kemiringan/
slope antara puncak gelombang dan lembahnya. Interval waktu antara dua puncak
yang berurutan yang melalui suatu titik tetap disebut sebagai perioda (T), dan
diukur dalam detik. Jumlah puncak (atau jumlah lembah) yang melewati suatu titik
tetap tiap detik disebut frekuensi (f).
Gelombang pecah adalah suatu sistem yang sangat komplek. Bahkan dalam
beberapa jarak sebelum gelombang pecah, bentuknya tidak sinusoidal lagi.
Kemudian model matematika untuk gelombang seperti ini lebih komplek dari pada
yang diasumsikan dalam bab ini. Jika terjadi gelombang pecah, energi yang
diterima dari angin, berkurang. Beberapa energi dibalikkan kembali ke laut,
jumlahnya bergantung kepada kemiringan pantai, semakin kecil sudut kemiringan
pantai, semakin kecil energi yang dibalikkan.
Empat jenis utama gelombang pecah :
1. Spilling, dicirikan oleh buih dan turbulensi di puncak gelombang. Spilling
biasanya dimulai beberapa jarak dari pantai dan disebabkan jika lapisan air di
puncak bergerak lebih cepat dari pada gelombang seluruhnya. Gelombang
seperti ini dicirikan dengan kemiringan pantai yang landai. Gelombang pecah
terlihat di pantai selama badai, jika gelombang curam dan pendek.
2. Plunging, adalah jenis gelombang yang paling menakjubkan. Bentuknya yang
klasik, banyak disukai oleh peselancar. Puncaknya menggulung keatas dan
terjun ke bawah, pengurangan energinya pada 182 jarak yang pendek. Plunging
terjadi pada pantai yang relatif landai dan berkaitan dengan swell yang panjang
yang dibangkitkan oleh badai. Gelombang badai yang dibangkitkan secara lokal
jarang membentuk plunging pada pantai yang landai, tetapi pada pantai yang
curam hal itu terjadi.
3. Collapsing, sama dengan plunging, kecuali pada puncak yang menggulung,
muka gelombang jatuh. Gelombang ini terjadi pada pantai dengan kemiringan
yang agak curam dan dibawah kondisi angin yang sedang.
4. Surging, terjadi pada pantai yang sangat curam, dibentuk dari gelombang yang
rendah dengan perioda panjang, dan muka gelombang dan puncaknya relatif
tidak pecah seperti gelombang yang meluncur ke pantai (Supangat).
(a) (b)
Gambar 6. Coastal upwelling sebagai contoh dari Ekman transpor, (a) upwelling
dan (b) downwelling.
Gambar diatas menunjukkan gerakan vertikal yakni tentang upwelling dan
downwelling. Pada gambar a terlihat bahwa upwelling dipengaruhi oleh arus
Ekman. Upwelling terjadi karena lapisan – lapisan air mulai dari permukaan hingga
ke bagian yang lebih dalam bergerak dan berpindah ketika terjadi Ekman spiral,
sehingga lapisan air tersebut digantikan oleh lapisan air yang dingin pada kolom air
yang lebih dalam. Sehingga massa air dengan bersuhu rendah dan kaya akan
kandungan zat hara naik ke lapisan permukaan dan terjadilah upwelling. Pada
gambar b ialah proses terjadinya downwelling atau pertukaran unsur hara yang
menuju kearah bawah. Downwelling terjadi jika air permukaan bergerak menuju
pantai. Efeknya tidak sebesar upwelling
2.1.6. Suhu
Suhu dapat diartikan sebagai kemampuan benda dalam menerima atau
melepas panas yang memiliki satuan suhu berupa derajat suhu yang biasanya
dinyatakan dengan Fahrenhit (oF), Celcius (oC), Reamur (oR) dan Kelvin (oK).
Pengukuran suhu udara untuk kepentingan Klimatologi harus terhindar dari
beberapa macam gangguan baik yang bersifat lokal maupun hal lain yang dapat
mengurangi kemurnian suhu atmosfer. Beberapa gangguan yang harus dihindari
diantaranya pengaruh radiasi matahari langsung dan pemantulannya oleh benda-
benda di sekitarnya, gangguan tetesan air hujan, tiupan angin yang terlalu kuat,
pengaruh lokal gradien suhu tanah akibat pemanasan dan pendinginan permukaan
tanah setempat Usaha yang dilakukan untuk mengatasi gangguan tersebut ialah
dengan menempatkan alat pengukur suhu dalam suatu tempat yang disebut dengan
sangkar cuaca atau biasa dinamakan “Stevenson Screen”, “Instrument Shelter” atau
“Thermometer Shelter” (Ariffin dkk, 2010). Suhu permukaan laut tergantung pada
beberapa faktor seperti presipitasi, evaporasi, kecepatan angin, intensitas cahaya
matahari, dan faktor-faktor fisika yang terjadi didalam kolom perairan (Jumiarti
dkk, 2014).
Temperatur adalah suatu ukuran untuk tingkat panas suatu benda. Suhu
suatu benda ialah keadaan yang menentukan kemampuan benda tersebut untuk
mentransfer panas atau menerima panas, dari benda satu ke benda yang lain.
Distribusi suhu di dalam atmosfer sangat bergantung terutama pada keadaan radiasi
matahari, oleh sebab itu suhu udara selalu mengalami perubahan. Temperatur udara
permukaan bumi merupakan salah satu unsur penting yang diamati oleh pengamat
cuaca. Pada pengukuran meteorologi yang dimaksud dengan suhu udara permukaan
adalah suhu udara pada ketinggian 1.25 sampai dengan 2 meter dari permukaan
tanah. Semakin tinggi suatu ketinggian dari permukaan laut, tekanan udaranya
semakin berkurang, karena jumlah molekul dan atom yang ada di atasnya berkurang
(Fadholi, 2013).
2.2.7. Amoniak
Amonia pada suatu perairan berasal dari urin feses yang dihasilkan oleh ikan.
Kandungan ammonia dalam perairan bertambah seiring dengan bertambahnya
kedalaman. Pada dasar perairan kemungkinan terdapat ammonia dalam jumlah
yang lebih banyak karena oksigen terlarut pada bagian dasar relatif kecil (Sihaloho,
2009).
2.2.8. Nitrat,Nitrit dan Fosfat
Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan dan merupakan nutrien
utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat nitrogen sangat mudah larut
dalam air dan bersifat stabil (Bahri, 2006). Menurut Nitrat adalah bentuk nitrogen
utama diperairan alami. Nitrat berasal dari ammonium yang masuk ke dalam badan
sungai terutama melalui limbah domestik konsentrasinya di dalam sungai akan
semakin berkurang bila semakin jauh dari titik pembuangan yang disebabkan
adanya aktifitas mikroorganisme di dalam air contohnya bakteri nitrosumonas.
Keberadaan senyawa nitrogen dan fosfor di perairan berkaitan juga dengan
proses dekomposisi oleh mikroorganisme yang sangat bergantung pada pHS dan
ketersediaan oksigen (Awalina et al., 2003). Nitrat dan ph berkorelasi sangat kuat
(-0,896) dan dengan fostat korelasinya cukup kuat (r = - 0,400). Korelasi negatif
antara ph dengan nitrat berarti bahwa pada saat konsentasi nitrat tinggi, maka ph
akan rendah yaitu 7 (cenderung asam) yang biasanya terjadi pada musim
penghujan, sebaliknya jika ph cenderung basa (pH 7) maka konsentrasi nitrat lebih
rendah (Marques et.al, 2006).
Diantaranya penguraian bahan organik oleh mikroorganisme memerlukan oksigen
dalam jumlah yang banyak. Oksigen tersebut berasal dari oksigen bebas (O 2),
namun bila oksigen tersebut tidak cukup maka oksigen tersebut diambil dari
senyawa nitrat yang pada akhirnya senyawa nitrat berubah menjadi senyawa nitrit
(Hutagalung dan Razak, 1997) dalam Hendrawati,
Phosfat adalah bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan dan
merupakan unsur esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan alga sehingga dapat
mempengaruhi tingkat produktivitas perairan (Bahri, 2006 dalam Hendrawati).
B. Pemeruman (Sounding)
1. Menetukan titik fiks perum dan lajur perum dengan menggunakan Software
Google Earth sebelum turun ke lapangan. Lajur perum dipilih dengan arah
tegak lurus pantai agar dapat mendeteksi perubahan kedalaman perairan.
2. Mengikuti lajur dan titik fiks perum yang telah diketahui pada peta kerja
dengan menggunakan GPS.
3. Mengukur kedalaman, arus, gelombang dan mengambil sampel air pada
titik-titik fiks perum.
D. Gelombang
1. Mengukur tinggi, periode dan arah gelombang dilakukan dengan
menggunakan tiang skala, stopwatch, kompas dan alat tulis menulis.
Pengukuran tinggi gelombang dilakukan dengan cara membaca pergerakan
naik (puncak) dan turun (lembah) permukaan air laut pada tiang berskala
yang ditancapkan di mintakat sebelum gelombang pecah sebanyak 31
pengulangan. Dari perbedaan pembacaan puncak dan lembah gelombang
yang terukur, maka serangkaian tinggi gelombang dapat dihitung.
2. Mengukur periode gelombang dilakukan dengan menggunakan stopwatch
dengan cara menghitung banyaknya waktu yang diperlukan pada posisi
puncak dan lembah gelombang bagi sejumlah gelombang datang. Arah
datang gelombang di ukur dengan menggunakan kompas. Jika
menggunakan kapal cukup menghitung puncak dan lembah rata-rata,
sedangkan periodenya dengan cara menghitung puncak sebanyak 21 kali
pengulangan.
E. Pengukuran Arus
1. Mengukur arus dilakukan pada beberapa lokasi dimana arus mempunyai
pengaruh penting. Penentuan titik pengamatan ini disesuaikan dengan
kondisi oseanografi lokal. Yang dilakukan adalah: Pengukuran distribusi
kecepatan, dalam hal ini pengukuran dilakukan pada beberapa kedalaman
dalam satu penampang, yaitu dengan kedalaman 0,2d, 0,6d, 0,8d.
2. Pengukuran arus dilakukan pada 2 saat, yaitu pada pasang tertinggi (spring
tide) dan surut terendah (neap tide). Lama pengukuran masing-masing
selama 25 jam dengan interval waktu tertentu yaitu dari saat surut sampai
saat surut berikutnya atau pada saat pasang sampai pada saat pasang
berikutnya atau disebut 1 siklus pasang surut.
F. Suhu
1. Mengukur suhu dilakukan dengan menggunakan termometer batang
dengan cara mencelupkan termometer batang tersebut kedalam air selama
beberapa menit/detik.
2. Mengamati air raksa yang bergerak pada skala thermometer lalu mencatat
hasilnya.
G. Kecerahan
1. Memasukkan secchi disk kedalam kolom perairan, amati berapa jarak batas
sampai alat tidak terlihat lagi.
2. Mencatat kedalaman dari secchi disk tersebut.
A. Masukkan
1. Menyiapkan sampel 75 ml dengan gelas ukur
2. Aquades 225 ml aquades yang sudah di aerasi.
3. Melakukan pengenceran air sampel 4 kali (bukan air limbah) 300 ml/4 = 75
ml maka aquadesnya 2 ml. Dalam satu botol dan diaerasi/diencerkan.
B. Blank
1. Untuk dianalisa tanpa penambahan bahan kimia untuk diinkubasi 5 hari di
botol Winker Gelap.
2. Untuk di analisa DO awal persiapan sampel di Botol Winker terang
3. Beri R1(MnSO4. H2O), Reagen II (NaOH + Kl) sebanyak 2 ml digoncang
perlahan diamkan sampai terbentuk endapan kemudian tambahkan R3
(H2SO4)
4. Kemudian larutan di pindahkan ke dalam erlenmayer 500 ml dan diberi R4
sebanyak 2 tetes sampai warna berubah menjadi bening. Catat nilainya
sebagai DO awal, yang di inkubasi 5 hari sebagai DO akhir
3.4.2. Analisa COD
n =39
(H x )
DTS =
i =1 39
D. Pengukuran dan Peramalan Gelombang
1) Koreksi terhadap angin
Data angin yang digunakan dalam rangka prediksi gelombang adalah data
angin yang diukur di darat dan data angin pemodelan di laut. Sebelum
digunakan dalam perhitungan prediksi tinggi gelombang, maka data angin
diperoleh terlebih dahulu dikoreksi. Koreksi yang dilakukan adalah :
• Koreksi ketinggian
• Koreksi kecepatan angin rata-rata untuk durasi 1 jam
• Koreksi pengukuran kecepatan angin di darat ke laut
• Koreksi stabilitas
a) Koreksi ketinggian. Jika kecepatan angin diukur pada ketinggian bukan
pada 8 - 12 m, maka perlu dikoreksi ke ketinggian 10 m dengan
menggunakan Gambar 1. Jika pengukuran kecepatan angin dilakukan pada
ketinggian 8 – 12 m, maka koreksi ketinggian dapat dilakukan dengan
menggunakan persamaan (U.S. Army Corps of Engineers, 2002):
1/ 7
10
U10 = U z
z
dimana :
U10 = kecepatan angin pada ketinggian 10 meter
Uz = kecepatan angin pada ketinggian z
Ut 45
= 1, 277 + 0, 296 tanh 0,9log10 untuk t < 3600
U 3600 t
Ut
= − 0.15log10 t + 1.5334 untuk 3600 < t < 36000
U 3600
Uf
U t =3600 =
Uf
U 3600
Gambar 9. Rasio kecepatan angin pada suatu ketinggian tertentu sebagai fungsi dari
tinggi pengukuran untuk perbedaan temperature yang dipilih.
c) Koreksi pengukuran angin dari darat ke laut. Koreksi ini dilakukan untuk
data angin yang diukur di darat. Koreksi pengukuran angin dari darat ke laut
dilakukan dengan menggunakan Gambar 2 untuk fetch cukup panjang (lebih
besar dari 10 mile). Sedangkan untuk fetch yang lebih kecil dari 10 mile,
maka kecepatan angin yang diamati dikoreksi dengan menggunakan
persamaan UW = 1,2 UL.
Gambar 10. Hubungan antara RL dengan kecepatan angin di darat
d) Koreksi stabilitas. Untuk fetch yang lebih besar dari 10 mile, maka
diperlukan koreksi stabilitas. Karena dalam penelitian ini perbedaan
temperatur air laut dan udara tidak diketahui, maka diasumsikan sebagai
kondisi tidak stabil dan menggunakan nilai RT = 1,1.
2) Panjang fecth
Perhitungan panjang fetch efektif menggunakan Peta RBI dan Peta Alur
Pelayaran dengan persamaan:
Feff =
Xi cos
cos
dimana Xi = panjang fetch yang diukur dari titik observasi gelombang sampai
memotong garis pantai, α = deviasi pada kedua sisi (kanan dan kiri) arah
angin dengan menggunakan pertambahan 5o sampai sudut 45o.
Metode ini didasarkan pada asumsi sebagai berikut :
a. Angin berhembus melalui permukaan air melalui lintasan yang berupa garis
lurus.
b. Angin berhembus dengan mentransfer energinya dalam arah gerakan angin
menyebar dalam radius 45o pada sisi kanan dan kiri dari arah anginnya.
c. Angin mentransfer satu unit energi pada air dalam arah dan pergerakan
angin dan ditambah satu satuan energi yang ditentukan oleh harga kosinus
sudut antara jari-jari terhadap arah angin.
d. Gelombang diabsorpsi secara sempurna di pantai.
3) Prediksi Gelombang
Persamaan yang digunakan untuk menentukan tinggi gelombang di perairan
dalam dari data kecepatan angin dan fetch adalah (U.S. Army Corps of
Engineers, 2002):
1
−2 gX
2
gHmo
= 4,13 10
U*2 2
U*
U *2
CD = 2
U10
CD = 0, 001(1,1 + 0, 035U10 )
gHmo
2
= 2,115 10 2
U*
dan
gTp
= 2,398 102
u*
F. Arus
Menghitung kecepatan arus dengan menggunakan persamaan :
s
v =
t
Dimana :
v = Kecepatan arus (meter/detik)
s = Jarak (meter)
t = Waktu tempuh (detik)
3.5.2. Pembuatan Peta Sebaran Kualitas Air
Data yang telah dianalisis di Laboratorium selanjutnya diinput dalam
aplikasi Surfer 13 untuk didapatkan peta sebaran kualitas air di desa Bunati
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
PASANG SURUT
140
120
100
80
60
40
20
0
05.00
19.00
21.00
23.00
01.00
03.00
05.00
07.00
09.00
11.00
13.00
15.00
17.00
19.00
21.00
23.00
01.00
03.00
05.00
07.00
09.00
11.00
13.00
15.00
17.00
19.00
21.00
23.00
01.00
03.00
Senin, 16 Selasa, 17 April 2018 Rabu, 18 April 2018 Kamis,19
April 2018 April
2018
0,16 25,00
0,14
20,00
0,12
0,10
15,00
Signifikan
0,08
Rata-rata
10,00 Periode
0,06
0,04
5,00
0,02
0,00 0,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Dari data yang didapatkan, memiliki kecepatan dan sebaran arah arus yang
berbeda. Hal ini dikarenakan arus mengalir sesuai angin yang bertiup pada saat itu
dikarenakan perbedaan dalam densitas air laut atau disebabkan gelombang panjang.
4.1.6. Suhu
Suhu air merupakan faktor yang banyak mendapat perhatian dalam
pengkajian-pengkajian kelautan. Data suhu air dapat dimafaatkan bukan hanya
utntuk mempelajari gejala-gejala fisika di dalam laut, tetapi juga dalam kaitannya
dengan kehidupan hewan atau tumbuhan. Bahkan dapat juga dimanfaatkan untuk
pengkajian meteorologi. Suhu permukaan laut ditanyakan dalam satuan derajat
Celcius (֯C).
Gambar 12. Peta Sebaran Suhu di Perairan Bunati
Pada gambar diatas terlihat sebaran suhu pada perairan Bunati yang berkisar
antara 26,2 – 31,2 oC yang menandakan suhu di perairan ini cukup normal. Nilai
tersebut menandakan bahwa suhu pada perairan tersebut berada di tahap normal
untuk daerah tropis karena pada perairan Indonesia umumnya berkisar antara 28 –
31oC dan suhu air dekat pantai biasanya sedikit lebih tinggi daripada suhu lepas
pantai seperti yang terlihat pada gambar. Suhu pada suatu perairan berkaitan dengan
lingkungan hidup organisme yang ada di sekitarnya. Suhu di perairan terbuka
seperti perairan di Desa Bunati dapat disebabkan oleh arus dan turbulensi hal ini
sesuai dengan pernyataan Romimoharto (1985) yang menyatakan bahwa suhu
perairan terbuka terutama disebabkan oleh gerakan air seperti arus dan turbulensi.
Penyebaran panas secara molekuler dapat dikatakan sangat kecil atau hamper tidak
ada. Pada pembahasan arus sebelumnya, arus di Desa Bunati memiliki pola yang
tidak menentu disebabkan oleh musim pancaroba yang terjadi saat ini, sehingga
penyebaran suhu pada perairan ini cukup bervariasi.
Suhu pada suatu perairan dapat dipengaruhi oleh lintang, ketinggian
permukaan laut, waktu dalam satu hari, penutupan awan, aliran dan kedalaman air.
Kisaran suhu air yang sangat diperlukan agar pertumbuhan ikan-ikan pada perairan
tropis dapat berlangsung berkisar antara 25 – 32oC , di Desa Bunati memiliki suhu
yang berkisar diangka tersebut sehingga dapat menguntungkan apabila di lakukan
kegiatan budidaya ikan.
4.1.7. Kecerahan
Kecerahan adalah sebagian cahaya yang diteruskan ke dalam air dan
dinyatakan dengan persen, dari beberapa panjang gelombang di daerah spectrum
yang terlihat cahaya yang melalui lapisan sekitar satu meter, jatuh agak lurus pada
permukaan air. Kemampuan cahaya matahari untuk membahas sampai dasar
perairan dipengaruhi oleh kekeruhan air (Ghufran M,H et Kordik K, 2007).