Anda di halaman 1dari 8

Pengaruh Tingkat Pemahaman Orang Tua Akan Perannya

Berdasarkan Efesus 6: 4 Terhadap Hambatan Mendidik Anak Remaja


di GSJA Maranatha Malang

Kristyana
STIPAK Duta Harapan Malang
tianss2010@gmail.com

Abstrak: Banyak orang tua mengaku bahwa tidak mudah untuk mengajar anak
remaja mereka. Beberapa dari mereka merasa sedih dan gagal mengajar mereka.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh tahap pemahaman orang tua
tentang peran orang tua berdasarkan Efesus 6: 4 pada hambatan untuk mengajar
remaja di GSJA Maranatha Malang. Tiga puluh responden digunakan untuk
mengumpulkan data dalam penelitian kuantitatif ini. Data yang dikumpulkan
melalui kuesioner kemudian dianalisis dengan regresi linier sederhana. Analisis
menunjukkan bahwa tahap pemahaman orang tua tentang peran orang tua
berdasarkan Efesus 6: 4 memiliki dampak signifikan terhadap hambatan untuk
mengajar remaja, sebesar 0,807 atau 80,7%, sedangkan 19,3% dipengaruhi oleh
faktor lain. Dengan cara ini, hambatan untuk mengajar remaja dapat diminimalkan
dengan meningkatkan tahap pemahaman orang tua tentang peran orang tua
berdasarkan Efesus 6: 4.

Katakunci: peran orang tua, penghalang, remaja

Dalam hal berperilaku, anak belajar dari apa yang mereka jalani dan amati dalam
kehidupan keluarga. Marjorie menyatakan bahwa anak lebih banyak belajar dari Sikap
dan tindakan anak-anak muncul dari ide penjiplakan terhadap apa yang mereka lihat
dalam rumah dari pada belajar dari perkataan dan nasihat. (Thomson, 2011). Oleh
karena itu dalam menjalankan peranan orang tua Kristen dalam mendidik anak
berpedoman pada Alkitab. Menuru Budiyana (2011) Alkitab menggambarkan peranan
orang tua Kristen sebagai sentral pendidikan dalam rumah tangga yang mengajarkan
pengenalan akan Allah, dan mendidik anak-anak secara berkesinambungan dalam
berbagai keadaan (Ulangan 6:4-9). Usia remaja, yang dianggap sebagai usia rawan,
didikan orang tua sejak dini akan membekali mereka menghadapi masa-masa tersebut
(Alexander, 2006) Menurut Daniel usia sebelas sampai tiga belas tahun merupakan usia
paling rawan. Bila anak remaja tidak mendapat bimbingan yang baik, mereka tidak
akan kembali. Sedangkan Myer menyatakan bahwa usia tiga belas, empat belas dan
lima belas tahun sangat mempengaruhi anak remaja dalam hal kebaikan ataukah

34 | J u r n a l S T I P A K M a l a n g V o l u m e 1 N p 1 J u n i 2 0 1 8
kejahatan yang akan mereka lakukan pada masa berikutnya. Ternyata pada usia tiga
belas tahun banyak anak-anak yang undur dari sekolah minggu (Pearlman, tt). Dengan
demikian masa remaja menjadi sebuah masa yang menentukan dalam fase kehidupan
anak selanjutnya, apakah menjadi baik atau menjadi sebaliknya.

Peneliti menemukan kenakalan-kenakalan pada anak remaja antara lainnya:


sering bolos datang sekolah minggu, merokok, berkata-kata kotor, suka melihat gambar-
gambar porno melalui media internet maupun hand phone bahkan terdapat hubungan
sex bebas yang mengakibatkan hamil sebelum pernikahan. Kenakalan yang ditunjukkan
anak remaja sebenarnya dapat diatasi bila mereka sejak dini telah mendapat pendidikan
yang benar dalam nilai-nilai iman Kristen. Orang tua sebagai orang terdekat dari anak
tentu saja memiliki tanggung jawab besar terhadap pengenalan nilai-nilai Kristen
tersebut. Hal serupa diungkapkan Harianto GP. bahwa peranan keluarga sangat
penting dalam memberikan pelajaran pendidikan agama Kristen. Terutama orang tua
sebaiknya lebih serius dan fokus dalam mengajar, karena didikan yang mereka berikan
akan mempengaruhi pembentukan karakter masa depan anak-anak dalam keluarga
Kristen (Hartanto, 2011).

Dalam upaya mengenalkan nilai-ilai Kristen pada anak khususnya anak remaja,
pendidikan Kristen yang disampaikan orang tua dapat berjalan dengan baik dan efektif
apabila orang tua Kristen membangun hubungan yang intensif dan harmonis dalam
upaya melakukan peranannya tersebut. Kedekatan yang sudah terjalin antara orang
tua dan anak akan lebih memudahkan proses penyampaianpendidikan Kristen. Dengan
demikian tujuan pendidikan dari orang tua kepada anak remaja untuk mengenalkan
Allah secara lebih mendalam dalam keluarga Kristen dapat terwujud. Tetapi pada
kenyataannya beberapa orang tua belum memahami arti pentingnya peranan dirinya
dalam mengembangkan pola pendidikan agama Kristen dalam keluarga. Serta minat
orang tua yang mulai bergeser pada konsumerisme dan hasrat untuk memiliki kekayaan
dan status membuat keluarga mengabaikan pendidikan agama Kristen untuk anak
(Beckwith, 2011). Alasan demikian yang membuat orang tua kemudian lebih memilih
melemparkan tanggung jawab pada pihak lain. Gereja dan sekolah menjadi tumpuan
orang tua untuk mendidik anak-anak mereka mengenal Allah lebih dalam, daripada
mengenalkan pendidikan Kristen dalam keluarga. Sesuai dengan Yulia dan Gunasa
(2011) menyatakan bahwa keluarga adalah tempat yang penting di mana anak

35 | J u r n a l S T I P A K M a l a n g V o l u m e 1 N p 1 J u n i 2 0 1 8
memperoleh dasar dalam membentuk kemampuannya agar kelak menjadi orang berhasil
di masyarakat. Keluarga yang didalamnya terdiri dari orang tua yaitu ayah dan ibu serta
anak-anak mereka yang disebut juga sebagai keluarga inti merupakan sebuah lembaga
terkecil dalam masyarakat, sebagai tempat dalam menanamkan nilai-nilai baik juga nilai
ketuhanan maupun nilai kemanusiaan dalam usaha guna menumbuhkan serta
mengembangkan rasa kasih.

Seorang anak membutuhkan orang tuanya terutama ayah berperan sebagai orang
yang mengajarkan cinta dan kasih sayang, menetapkan peraturan-peraturan dalam
keluarga, memberi perhatian, menjadi pemimpin keluarga yang bersedia terbuka pada
anak-anaknya. Ayah selain sebagai pencari nafkah juga pemberi perlindungan dan rasa
aman juga berperan dalam memberikan didikan. Menuntun anak-anak pada ibadah
keluarga, saat teduh dengan doa dan pujian, menjadi bagian yang tidak bisa dilepaskan
dari peran orang tua untuk mendewasakan iman. Peran orang tua seperti yang terdapat
di dalam Efesus 6:4 yang berbunyi demikian: “Dan kamu, bapa-bapa, janganlah
bangkitkan amarah di dalam hati anak- anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran
dan nasihat Tuhan.” Kenenth Barney berpendapat bahwa bapa-bapa yang dimaksud
dalam ayat empat ini mengacu pada ayah maupun ibu (Gunasa, 2100). Seperti yang
dikutip dari Sabda perihal kewajiban yang penting dari para orang tua (Yunani: Pater;
jamak: pateres berarti ayah-ayah atau ayah dan ibu) ialah memberikan kepada anak
mereka ajaran dan teguran yang termasuk pengasuhan Kristen. Dalam tradisi Yahudi,
penentuan ini disesuaikan dengan fase-fase kehidupan orang Yahudi. Fase anak dimulai
dari bayi baru lahir sampai usia 20 tahun sedangkan fase dewasa dimulai pada usia 20
tahun, menikah dan sampai meninggal dunia (packer, 2001). Di dalam Efesus 6: 4
terdapat dua hal penting tentang peranan orang tua dalam mendidik anak yaitu:
“janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu” dan “didiklah mereka di
dalam ajaran dan nasihat Tuhan.” Dalam Efesus 6:4 Paulus menggunakan kata
“parorgezein” yang diartikan sebagai: mengganggu, memanaskan hati, membuat
menjadi marah atau membangkitkan amarah. Dapat pula diartikan sebagai
menggusarkan yaitu menjengkelkan hati mereka dengan menghardik pedih dan
tindakan-tindakan kasar, hal tersebut dapat berakibat anak akan kehilangan kepercayaan
kepada orang tua dan memicu mereka menjadi memberontak. Senada dengan hal
tersebut, Warren W. Wiersbe mengingatkan pentingnya orang tua untuk mendidik anak-

36 | J u r n a l S T I P A K M a l a n g V o l u m e 1 N p 1 J u n i 2 0 1 8
anak mengingat jika mereka dibiarkan maka akan menjadi pemberontak . Sedangkan
maksud dari kata anak- anak disini, berdasarkan fase kehidupan orang Yahudi, “anak-
anak” yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah anak- anak dalam keluarga yang
mengenal Allah tetapi belum mampu berdiri sendiri dan masih dalam perlindungan
orang tuanya yaitu anak dalam batasan usia 1 bulan sampai dengan 20 tahun (Scoot,
2000). Dalam Efesus 6: 4 rasul Paulus tahu bahwa amarah dapat membawa pada dosa,
demikian pula ketika anak yang menjadi marah karena orang tuanya, dengan sadar
ataupun tidak sadar memimpin anak pada pemberontakan melawan orang tua, yang
sekaligus juga melawan Allah. Orang tua dalam mendidik anak sesuai dengan ajaran
dan nasihat Tuhan perlu langkah-langkah antara lain:
1. Mengajar anak agar takut akan Tuhan, berpaling dari dosa dan mencintai
kebenaran.
2. Mendidik anak untuk mentaati orang tua yang mendisiplinkan mereka dalam
mempelajari Alkitab.
3. Menyadarkan anak bahwa Allah Maha Tahu.
4. Membawa anak pada iman pribadi dalam Yesus Kristus.
5. Menempatkan anak pada sebuah gereja, dimana Firman Allah diberitakan,
prinsip-prinsip kebenaran-Nya dihormati, dan Roh Kudus dinyatakan.
6. Mendorong anak untuk tetap hidup terpisah dari dunia,dan bekerja bagi Allah.
7. Mengajarkan anak tentang pentingnya baptisan air dan baptisan Roh Kudus.
8. Mengajarkan bahwa Allah mengasihi mereka dan mempunyai maksud khusus
untuk kehidupan mereka, seperti yang terdapat dalam 1 Petrus 1: 3-9.
9. Memberi teladan dan nasihat agar anak- anak hidup bertekun dalam doa.
Pada beberapa orang tua, masalah yang dihadapi terhadap anak remajanya
sebagai akibat dari ketidakmampuan orang tua dalam menyelesaikan persoalan-
persoalan pribadinya seperti tidak mampu keluar dari masalah karena menjadi orang
tua tunggal, tidak mampu menjalin hubungan harmonis dengan anak remajanya serta
justru memberi perhatian berlebihan dalam bentuk uang pada anak remaja sebagai
bentuk kompensasi atas ketidakmampuanya (karena sangat sibuk). Menurut Dave
Early terdapat empat hambatan dalam mendidik anak remaja.
1. Orang tua kurang berhikmat
2. Orang tua kurang efektif dalam memberikan pendidikan agama Kristen

37 | J u r n a l S T I P A K M a l a n g V o l u m e 1 N p 1 J u n i 2 0 1 8
3. Orang tua tidak mampu menjadi teladan
4. Kebebalan dan kebodohan anak
Dengan demikian hambatan yang muncul dalam hubungan antara orang tua
dan anak remaja dalam pendidikan agama Kristen terjadi tidak hanya dari diri orang
tua yang kurang berhikmat, tidak melakukan didikan dengan efektif dan tidak mampu
menjadi teladan. Ternyata karakter dalam diri anak juga menjadi hambatan yaitu
kebodohan atau kebebalan tidak mau menerima hikmat.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif. Pengambilan data dilakukan dengan kuesioner/angket, dimana akan
digunakan untuk melihat pengaruh variabel bebas (independent variable) terhadap
variabel terikat (dependent variable). Adapun yang menjadi variabel bebas adalah
tingkat pemahaman orang tua akan perannya (untuk selanjutnya diberi nama variabel
X), sedangkan yang menjadi variabel terikat adalah hambatan mendidik anak remaja
(untuk selanjutnya diberi nama variabel Y).
Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir

HambatanMendidi Tingkat Pemahaman


kAnakRemaja (var.Y) Orang Tua (var. X)

Populasi dalam penelitian ini adalah jemaat GSJA Maranatha yang memiliki
anak remaja, berjumlah 45 orang, dan dipilih secara acak sejumlah 30 orang untuk
menjadi sampel. Skala yang digunakan adalah skala Likert dengan rentang skor 1
sampai dengan 5. Pengujian validitas dilakukan dengan menghitung korelasi antar
masing-masing pertanyaan dengan skor total. Nilai koefisien korelasi antar skor setiap
item dengan skor total, dihitung dengan korelasi product moment (product Moment
Correlation). Suatu instrumen dinyatakan valid apabila koefisien korelasi r hitung lebih
besar dibandingkan koefisien korelasi r tabel pada taraf signifikansi 5%. Hasil uji
validitas menunjukkan bahwa semua butir pertanyaan valid.

Tabel 1. Hasil Uji Reliabilitas

38 | J u r n a l S T I P A K M a l a n g V o l u m e 1 N p 1 J u n i 2 0 1 8
Variabel Cronbach’s Keterangan
alpha

X 0,701 Reliabel

Y 0,904 Reliabel

Pada tabel uji reliabilitas di atas tampak bahwa bilangan alpha berada di atas 0,6.
Hal ini berarti variabel X dan Y seluruhnya reliabel.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian
Tabel 2. Normalitas

Pada tabel di atas maka sesuai dengan dasar pengambilan keputusan dalam uji
normalitas Kolmogorov-Smirnov (jika nilaiAsymp Sig. berada di atas 0,05 berarti data
terdistribusi normal) dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal atau memenuhi
prasyarat normalitas.
Tabel 3. Korelasi

39 | J u r n a l S T I P A K M a l a n g V o l u m e 1 N p 1 J u n i 2 0 1 8
Pada tabel di atas tampak bahwa hubungan (korelasi) antara variabel X
(tingkat pemahaman orang tua akan perannya) dan variabel Y (hambatan mendidik
anak remaja) adalah sebesar 0,899. Hal ini menunjukkan korelasi yang sangat kuat
(sumber: Sugiono, 2015: 231).
Tabel 4. Model Summary

Model R R Square Adjusted R Std. Error of the


Square Estimate

1 .899a .807 .803 5.902

Predictors: (Constant), X

Pada tabel di atas, kolom R Square menunjukkan angka 0,807. Hal ini berarti
bahwa tingkat pemahaman orang tua akan perannya mempengaruhi hambatan
mendidik anak remaja sebesar 80,7%. Sedangkan 19,3% dipengaruhi oleh faktor lain.

Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian bahwa uji normalitas Kolmogorov-Smirnov
ditemukan nilai Asymp Sig. diatas 0,05 serta pada data terbukti 0, 807 yang
menunjukkan bahwa hubungan sangat kuat yang mempengaruhi antara tingkat
pemahaman orang tua akan perannya berdasarkan Efesus 6:4 terhadap hambatan
mendidik anak remaja. Dengan demikian maka pemahaman orang tua akan perannya
berdasar Efesus 6: 4 dapat mendorong anak remaja untuk berperilaku sesuai dengan
kebenaran Firman Tuhan. Berarti orang tua perlu meningkatkan pemahaman akan
perannya dalam mendidik anak remaja sesuai dengan Efesus 6: 4.

KESIMPULAN
Tingkat pemahaman orang tua akan perannya berdasarkan Efesus 6:4
berpengaruh signifikan terhadap hambatan dalam mendidik anak remaja, yaitu sebesar
80,7%. Hal ini berarti hambatan yang dihadapi orang tua dalam mendidik anak remaja
dapat diminimalisir dengan meningkatkan pemahaman orang tua akan perannya
berdasarkan Efesus 6:4.

DAFTAR PUSTAKA
Alexander, Daniel. 2006. Keluarga yang Disukai Tuhan: Mendatangkan Berkat di
Tengah Keluarga. Yogyakarta: Andi Offset.

40 | J u r n a l S T I P A K M a l a n g V o l u m e 1 N p 1 J u n i 2 0 1 8
Beckwith, Ivy. 2011. Gembalakanlah Anak-anak Domba-Ku: Cara Tepat Membentuk
Rohani Anak-anak Menjadi Generasi Baru yang Kuat. Yogyakarta: Andi.
Offset.
Budiyana, Hardi. 2011. Dasar-Dasar Pendidikan Agama Kristen, Solo: Berita Hidup
Seminary.
Early, Dave. 2011. Resep Ampuh Mengasuh Anak dengan Cara Allah; Panduan
Alkitabiah Memberikan Pengasuhan yang Lebih Baik kepada Anak. Yogyakarta:
Andi Offset.
Gunasa, Singgih D. Dan Gunasa, Yulia. 2011. Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan
Keluarga. Jakarta: Libri.
J.I. Packer. 2001. Ensiklopedi Fakta Alkitab. Malang: Gandum Mas.
P.G Harianto. 2012. Pendidikan Agama Kristen dalam Alkitab & Dunia Pendidikan
Masa Kini: Pembahasan Lengkap tentangDasar, Implementasi dan
Penerapan Pendidikan Agama Kristen dalam Perjanjian Lama, Perjanjian Baru
dan Kehidupan Saat ini. Yogyakarta: Andi Offset.
Pearlman, Myer (tt) Penyelidikan Anak .Malang: Gandum Mas.
Stott, R.W. John. 2000. Efesus. Jakarta: Yayasan Bina Kasih/OMF.
Thompson, Marjorie L. 2011. Keluarga sebagai Pusat Pembentukan: Sebuah Visi
tentang Peranan Keluarga dalam Pembentukan Rohani. Jakarta: BPK Gunung
Mulia.
Wiersbe Warren W. 2001. Tafsiran Surat Efesus. Bandung: Yayasan Kalam Hidup.
Online.http://alkitab.sabda.org/article.php?id=8465http://Alkitab.sabda.org/commentary
.php?book=Ef&chapter=6..

41 | J u r n a l S T I P A K M a l a n g V o l u m e 1 N p 1 J u n i 2 0 1 8

Anda mungkin juga menyukai