Anda di halaman 1dari 15

PROPOSAL PENELITIAN

UPAYA ORANG TUA DALAM MEMBENTUK KEPRIBADIAN ANAK USIA 4-6


TAHUN BERDASARKAN NILAI-NILAI KRISTIANI DI JEMAAT EMAUS
BUSADAELAIN

Nomince Baeama
Nim. 01.2019.0243

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN KRISTEN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN KRISTEN

INSTITUT AGAMA KRISTEN NEGERI KUPANG

TAHUN 2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Anak-anak adalah generasi penerus bangsa, mereka berhak difasilitasi untuk

mendapatkan pendidikan yang layak, untuk nantinya mampu meningkatkan kualitas

diri mereka, dalam pengembangan kepribadian. Proses tumbuh kembang yang baik

memastikan anak memiliki kualitas diri yang baik pula. Mendidik anak dengan baik

dan benar akan mampu mengembangkan totalitas potensi anak secara wajar. Potensi

jasmani anak diupayakan melalui kebutuhan–kebutuhan jasmani, sedangkan potensi

rohani anak diupayakan perkembangannya lewat usaha pembinaan intelektual.

Hal ini tidak lepas dari peranan orang tua sebagai guru pertama bagi anak, dalam

keluarga. Orang tua adalah pendidik bagi anak di dalam keluarga. Pengetahuan orang

tua terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak sangat menentukan terjadinya

komunikasi dan interaksi yang baik antara anak dan orang stua, dengan demikian apa

yang diinginkan orang tua dalam pembentukan kepribadian anak menuju kepribadian

yang mandiri dapat tercapai. Anak–anak menghabiskan sebagian besar waktu mereka

bersama keluarga. Karena itu, komponen keluarga sangat penting, karena didalamnya

ada peran orang tua sebagai pemimpin yang memiliki otoritas tertinggi dalam keluarga

serta bertanggung jawab terhadap pembinaan pribadi anak-anaknya. Dalam kehidupan

keluarga, kehadiran orang tua yaitu ibu dan ayah memiliki arti yang besar bagi

perkembangan kepribadian seorang anak. Tetapi, pada hakekatnya kehadiran ayah dan

ibu saja belum cukup. Hal yang penting dalam pengembangan kepribadian anak adalah

bagaimana corak hubungan yang terjalin antara orang tua dan anak, serta bagaimana
hubungan emosional antara mereka terjalin. Hubungan antara orang tua dan anak lebih

diwarnai dengan sikap bagaimana orang tua bertindak terhadap anak. Tetapi, kadang

kondisi dan keadaan anak juga ikut mempengaruhi sikap orang tua. Misalnya, orang

tua akan cenderung bersikap overprotected terhadap anak yang memiliki sistem imun

yang lemah. Hal seperti ini tentunya akan menimbulkan balasan sikap tertentu dari

pihak anak.

Perhatian, kendali, dan tindakan orang tua merupakan salah satu bentuk pola asuh

yang mampu memberikan dampak panjang terhadap kelangsungan perkembangan fisik

dan mental anak. Pola asuh adalah suatu model perlakuan atau tindakan orang tua

dalam membina dan membimbing, serta memelihara anak agar dapat berdiri sendiri.

Sistem pola asuh ini akan membentuk watak dan karakter anak dimasa dewasanya,

dimana untuk memahami orang dewasa harus dilihat dari informasi pada masa kanak-

kanaknya karena masa kanak-kanak adalah masa pembentukan kepribadian (Dan

Dreikurs, 1954 dalam Bacon, 1997).

Gaya pola asuh yang dilakukan orang tua terhadap anak adalah salah satu aspek

penting dalam hubungan orang tua dan anak itu sendiri. Pola asuh adalah suatu proses

yang ditujukan untuk meningkatkan serta mendukung perkembangan fisik, emosional,

sosial, dan intelektual seorang anak sejak bayi sampai dewasa. Baumrind (dalam

Silalahi, 2010: 8-9), mengatakan bahwa gaya pola asuh orangtua ada empat tipe yaitu

otoriter, demokratis, permisif, uninvolved. Dijelaskan pada pola asuh otoriter, ditandai

dengan adanya aturan-aturan yang kaku dari orang-tua, cenderung untuk menentukan

peraturan tanpa berdiskusi dengan anak-anak mereka terlebih dahulu. Pada pola asuh

demokratis, orang-tua lebih mendorong kemandirian pada batasan tertentu, hangat dan
penuh kasih sayang sehingga anak mampu berkompeten secara sosial, mampu

bergantung pada diri sendiri bertanggung jawab secara sosial. Karena itu, penanaman

bimbingan orang tua terhadap anak harus ditekankan sesuai dengan pola asuh, terutama

dalam mendidik anak. Mendidik anak secara tepat berarti menumbuh kembangkan

totalitas potensi anak secara wajar. Perlakuan orang tua terhadap seorang anak akan

berakibat pada anak, bagaimana ia memandang segala sesuatu, menilai, juga

mengambil sikap. Pembelajaran dan pendidikan anak harus berjalan secara ilmiah,

tidak boleh didesak dan ditekan, hanya untuk memenuhi keinginan orang tua saja.

Belajar dalam lingkungan merupakan proses yang terjadi dalam otak manusia,

dikumpulkan oleh sel-sel saraf, dan disusun sebagai hasil belajar. (Sobur, 2003).

Sehingga, apapun stimulus yang diterima oleh anak, adalah suatu proses belajar, yang

mempengaruhi keprbadian. Proses belajar terjadi bukan hanya saat anak menginjak

bangku sekolah saja, tetapi dimulai sejak usia dini.

Anak usia dini sering disebutkan sebagai masa Golden Age, pada masa keemasan

ini anak mulai sensitive/peka dalam menerima berbagai ransangan, anak yang baru

dilahirkan ibarat secarik kertas kosong, Locke mengemukakan dengan istilah “Tabula

Rasa”. Anak usia dini dikatakan sebagai usia meniru tapi pada masa meniru ini, anak

juga menunjukan kreativitasnya dalam bermain artinya bahwa tidak semua hal yang

anak tiru. Adapun peran orang tua sangat penting terhadap pembentukan kepribadian

anak, karena segala hal yang menjadi kebiasaan orang tua dapat ditiru oleh anak, orang

tua merupakan figur bagi seorang anak, berbicara mengenai anak, dan orang tua bisa

dikatakan keluarga, keluargalah yang menyiapkan perkembangan kepribadian anak

sejak dini, pemikiran dan perilaku anak tergantung bagaimana orangtua mendidik.
Dalam mendidik anak banyak sebagian besar orang tua rela menghabiskan waktunya

bekerja daripada mendidik anak, memberi kasih sayang, memberi perhatian, sehingga

berdampak pada kepribadian serta emosi anak nantinya setelah dia tumbuh dewasa

anak akan menjadi orang yang mood swing, melanggar aturan disekolah, misalnya

bolos hanya untuk mendapat perhatian dari orangtuanya, membuat onar dan lain

sebagainya.

Jemaat Emaus Busadaelain memiliki 4 rayon, tiap rayon memiliki 11-12 kepala

keluarga yang mana tiap kepala keluarga memiliki anak usia 4-6 tahun berjumlah 1-2

orang.

Tabel 1.1. Jumlah anak usia 4-6 tahun di Jemaat Emaus Busadaelain

Rayon

1 2 3 4

L P L P L P L P

Sumber primer
Dalam membentuk kepribadian anak usia 4-6 berdasarkan nilai-nilai kristiani pada
jemaat emaus busadaelain tentunya tidak terlepas dari upaya orang tua dan peran serta
gereja di jemaat emaus busadaelain. Sehubungan dengan itu maka peneliti hendak
melakukan penelitian “ Upaya Orang Tua Dalam Membentuk Kepribadian Anak Usia
4-6 Berdasarkan Nilai-Nilai Kristiani Di Jemaat Emaus Busadaelain “.

1.2 Fokus Masalah

Penelitian ini berfokus pada: faktor upaya orang tua yang perlu disiapkan untuk
membentuk kepribadian anak sebelun anak memasuki usia dewasa.

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah yang akan
diteliti adalah bagaimana upayah orang tua dalam membentuk kepribadian anak usia 4-6
tahun berdasarkan nilai-nilai kristiani di jemaat Emaus Busadaelain ?

1.4 Tujuan penelitian


Untuk mengetahiu upaya orang tua dalam membentuk kepribadian anak usia 4-6 tahun
berdasarkan nilai-nilai kristiani di jemaat Emaus Busadaelain.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis :


Penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya.

1.5.2 Manfaat Praktis


I.5.2.1 Bagi Penulis
Untuk pengembangan wawasan tentang upaya orang tua dalam
membentuk kepribadian anak usia 4-6 berdasarkan nilai-nilai kristiani.
Serta untuk memenuhi persyaratan proposal.
I.5.2.2 Bagi Orang Tua
Dapat menambah pengetahuan orang tua tentang upaya dalam
membentuk kepribadian anak usia 4-6 tahun berdasarkan nilai-nilai
kristiani.
I.5.2.3 Bagi Gereja
Melalui penelitian ini diharapakan gereja mampu meningkatkan
pemahaman tentang nilai-nilai kristiani kepada orang tua dalam
membentuk kepribadian anak sejak usia dini.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Penelitian Terdahulu

2.1.1 Hasil Penelitian (Dwi Murtiningsih) penelitian ini membahas tentang peran orang
tua dalam mendampingi anak-anaknya untuk bermain, karena orang tua memiliki peran untuk
membantu mengoptimalkan tumbuh kembang anak sehingga anak dapat mencapai tugas
perkembangannya dengan baik.

Melalui kegiatan bermain keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan
utama bagi anak, baik ditinjau dari sudut urutan waktu maupun dari sudut intensitas dan
tanggung jawab pendidikan yang berlangsung dalam keluarga. Hasil dari penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa terdapat keamaan dan kecendurungan dalam pendampingan anak yang
dilakukan oleh para orang tua dalam status orang tua bekerja dan tidak. Tetapi dalam bentuk
keterlibatan orang tua dalam kegiatan bermain karena status pendidikan dari orang tua, semua itu
mengakibatkan adanya keterlibatan orang lain dalam bermain walau sangat minim sekali, seperti
keterlibatan bibi dan paman.

2.1.2 Hasil Penelitian (Lilia Kusuma Ningrum:2019) Hasil penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa peran orang tua dalam meningkatkan motivasi belajar anak adalah sebagai
panutan, fasilitator, dan motivator bagi seorang anak. Meskipun banyak hambatan di alami orang
tua dalam motivasi belajar anak tetapi dapat membuahkan hasil yang baik.

2.1.3 Hasil Penelitian (Indah Rrahma Cahyani) pada penelitian mengkaji tentang peran
orang tua dan guru dalam bekerja sama mengembangkan serta menumbuhkan sinergisitanya
orang tua dan guru. Pada anak usia dini literasi artinya bukan mengajarkan membaca, akan tetapi
membangun fondasi untuk membaca anak-anak sudah siap. Sebab literas dini dapat memberikan
alternative yang baru guna untuk membantu anak-anak belajar berbicara, membaca dan menulis
namun tidak menyuruh atau mengarahkan mereka untuk membaca.
Dari beberapa kajian penelitian yang telah dipaparkan di atas, terdapat beberapa kajian
yang hampir sama dengan kajian yang akan peneliti lakukan yaitu meneliti tentang upaya orang
tua dalam membenuk kepribadian anak usia 4-6 tahun berdasarkan nilai-nilai kristiani di jemaat
Emaus Busadaelain.

2.2 Konsep

2.2.1 Pengertian Peran Orang Tua

Peran orang tua dalam pembentukan kepribadian anak sangat penting, karena baik
buruknya anak tergantug bagaimana orang tua dalam mendidik anaknya. Jika orang tua
mampu memberikan arahan dan contoh yang baik kepada anaknya, maka anak akan
melihat apa yang dilakukan orang tuanya. Sehingga kepribadian anak terbentuk bagaimana
orang tua dalam mencontohkannya. Dengan begitu peran orang tua sangat dibutuhkan
dalam pembentukan kepribadian anak.

1. Orang Tua Dalam Memberi Keteladanan


Sebagai orang tua harus bisa memberikan contoh yang baik kepada anaknya,
karena pada dasarnya anak memerlukan sosok teladan dan panutan yang
mampu mengarahkannya. Sehingga apapun yang dilakukan orang tuanya
kemudian dilihat anak maupun yang dialami anak dari orang tuanya baik secara
langsung maupun tidak langsung akan terekam dalam memori anak yang terus
diingat bahkan sangat memungkinkan ditiru oleh anak, karena peran orang tua
dalam memberi keteladanan sangat besar pengaruhnya pada anak. Hikmatullah
dan Fachmi (2020) mengatakan bahwa keteladanan ialah mendidik anak dengan
cara memberikan contoh yang baik agar dijadikan panutan yang baik juga
dalam berkata, bersikap dan dalam segala hal yang mendukung kebaikan.
Cara orang tua dalam memberikan keteladanan kepada anak di Desa Kancilan
yakni mencontohkan dan membiasakan anak dengan mengajarkan anak berbuat
baik seperti halnya bersikap sopan santun kepada semua orang khususnya orang
tua dan orang yang lebih tua. Orang tua juga membiasakan anak untuk disiplin
waktu, agar sejak kecil anak belajar untuk bertanggung jawab. Anak dibiasakan
orang tua nya untuk saling tolong menolong kepada teman, saudara maupun
orang yang membutuhkan, orang tua membiasakan anak dalam hal mendirikan
sholat dan mengaji orang, agar sejak kecil ia anak berdampingan dengan hal
yang berhubungan dengan agama.
Banyak sekali keteladanan yang diberikan orang tua kepada anaknya,
walaupun dalam memberikan keteladanan setiap orang tua berbeda namun tidak
jauh berbeda orang tua satu dengan orang tua lainnya dengan tujuan agar anak
terbiasa sejak kecil untuk melakukan apa yang dicontohkan maupun yang
diajarkan orang tua nya. Dengan adanya keteladanan dalam pendidikan
keluarga merupakan metode yang sangat berpengaruh dan terbukti paling
berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, akhlak, spirit,
karakter dan etos sosial anak. Hikmatullah dan Fachmi (2020).
2. Orang Tua dalam Mengajarkan Agama
Pertama kali yang diajarkan orang tua kepada anaknya adalah agama. Jika
anak memiliki pondasi mengenai agama, maka anak memiliki bekal untuk
kehidupannya yang akan datang. Sebagaimana yang diungkapkan Imelda
(dalam Masrofah Dkk, 2020) bahwa pendidikan agama merupakan bagian yang
sangat penting yang berkenan dengan aspek-aspek sikap, akhlak, keagamaan
dan sosial masyarakat. Agama memberi motivasi hidup dalam kehidupan.
Orang tua dalam mengajarkan agama kepada anak di Desa Kancilan yakni
tidak hanya memberikan motivasi dan menyuruh anak untuk melakukan hal
yang berhubungan dengan agama saja. Tetapi orang tua juga membiasakan
anaknya untuk ikut serta dalam kegiatan keagamaan dan memberikan contoh
terlebih dahulu agar anak dapat meniru apa yang dilakukan orang tua nya yakni
dalam hal mendirikan sholat, mengaaji, berpuasa saat bulan ramadhan. Selain
itu orang tua juga menjadi penasehat terbaik bagi anaknya ketika anak bersikap
maupun berperilaku tidak sesuai syariat agama.
Peran orang tua dalam mengajarkan agama kepada anak sangat penting.
Karena dengan memberikan pendidikan agama pada anak, sikap maupun
perilaku anak akan mudah dibentuk. Karena agama merupakan hal utama dalam
pembentukan kepribadian anak. Dewantara (2015) dalam konteks penddidikan
agama, aktivitas belajar dengan demikian berisi rangkaian aktivitas untuk
mengubah dan menentukan hidup manusia dalam kaitan dengan diri, sesama
dan Tuhannya. Pendidikan agama pada akhirnya menjadi sebuah tindakan yang
hendak memanusiakan dan hendak sekaligus mengilahikan manusia.
3. Orang Tua dalam Mengajarkan Sopan Santun
2.3 Kerangka Teoritis

Upaya Orang Tua Dalam Membentuk Kepribadian


Anak Usia 4 – 6 Tahun Berdasarkan Nilai-Nilai
Kristiani Di Jemaat Emaus Busadaelain

2. Pemberian Pengawasan 1. Penjadwalan Untuk


3. Penyediaan Fasilitas Belajar
Anak Kegiatan Anak

5. Pendampingan Dalam Belajar 4. Menolong Kesulitan Dalam


Belajar

Dampak Pendampingan Belajar


di Rumah

Tumbuhnya Rasa Tanggung


Jawab Pada Diri Anak
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian


Metode yang dipakai pada penelitian ini adalah metode kualitatif yang
menghasilkan data deskriptif. Metode kualitatif adalah suatu pendekatan yang bersifat
mengeksplorasi dan memahami makna individu atau kelompok yang terkait dngan
masalah sosial (Creswell,2013) yang dapat digunakan untuk memberi pendapat, mencari,
atau memperoleh pemahaman yang lebih akurat dan mendalam tentang suatu data
tertentu yang dijamin keabsahannya. Metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif
ini berfokus pada objek yaitu fenomena upaya otang tua dalam membentuk kepribadian
anak usia 4-6 tahun berdasarkan nilai-nilai kristiani di Jemaat Emaus Busadaelain. Data
yang diperoleh dari penyajian laporan penelitian ini berasal dari naskah wawancara,
catatan lapangan, jurnal-jurnal, dan dokumen penelitian sebelumnya dalam penerapan
metode ini data yang dipaparkan adalah hasil dari informasi yang dijelaskan secara wajar
dan tidak menghilangkan sifat keilmiahannya.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

3.1.1 Tempat Penelitian

Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah di Gereja Emaus Busadaelain,


Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur.

3.1.2 Waktu Penelitian

Waktu yang digunakan untuk penelitian ini dilaksanakan sejak

3.3 Sumber Data


Suumber data yang digunakan peneliti :
3.1.3 Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari informan. Yang termasuk
data primer adalah transkip hasil wawancara, strategi orang tua dalam membentuk
kepribadian anak. Dan hasil teman-teman saat proses pelaksaan penelitian.
3.1.4 Data sekunder adalah data yang diperoleh dari teknik pengumpuln data yang
menunjang data primer yang bersumber dari buku, jurnal, artikel-artikel, literature,
dan dokumen lainnya yang berhubungan dengan masalah penelitian.
3.4 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat bantu yang digunakan oleh peneliti untuk
mengumpulkan informasi dan data penelitian dalam bentuk wawancara, observasi,
dokumntasi instrument penelitian. Dalam menentukan instrument penelitian pada
proposal ini, peneliti harus menggunakan tahapan-tahapan dan panduan wawancara
sebagai berikut.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Menurut Sugiyono (2018:224) pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai
setting, berbagai sumber, dan berbagai cara,. Teknik pengumpulan data dapat
dilakukan dengan observasi (pengamatan), wawancara (interview), kuisioner
(angket), dokumentasi atau gabungan dari keempatnya. Maka dari itu peneliti
menggunakan teknik pengumpulan data berupa wawancara, observasi dan studi
pustaka dan dokumentasi yang didapat dari sumber-sumber yang akurat dan data
yang benar-benar sesuai dengasn fakta ilmiah.

3.1.5 Wawancara Terstruktur


Wawancara terstruktur adalah wawancara dengan menggunakan
daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Wawancara terstruktur
dirancang sama dengan kuesioner, hanya saja bukan pertanyaaan
tertulis yangb diajukan namun pertanyaan lisan yang dilakukan
oleh seseorang pewawancara yang merekam jawaban
informan/responden. Pewawancara memiliki sejumlah pertanyaan
yang telah disusun dan mengadakan wawancara berdasarkan
panduan pertanyaan tersebut.
3.1.6 Observasi (Pengamatan)
Menurut Sugiyono (2018:224) observasi menggunakan teknik
pengumpulan data yang mempunyai ciri yang spesifik bila
dibandingkan dengan teknik yang lain. Observasi juga tidak
terbatas pada orang, tetapi juga objek-objek alam yang lain.
Melalui kegiatan observasi peneliti dapat belajar tentang perilaku
dan makna dari perilaku tersebut. Observasi dalam penelitian ini
dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan untuk
mengetahui kondisi sebenarnya seputar upaya orang tua dalam
membentuk kepribadian anak usia 4-6 tahun berdasarkan nilai-niai
kristiani di Jemaat Emaus Busadaelain.

3.1.7 Dokumentasi
Peneliti melakukan dokumentasi pelaksanaan kegiatan penelitian
melalui foto atau gambar, sebagai bukti fisik pelaksanaan
penelitian.

3.6 Teknik Analisis Data


Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian kualitatif mencakup
transkip hasil wawancara, reduksi, data, analisis, interpretasi data, dan triangulasi.
Dari analisis data kemudian ditarik kesimpulan. Teknik analisis data yang digunakan
oleh peneliti yaitu :

3.1.8 Reduksi Data


Reduksi Data merupakan suatau bentuk analisis yang menajamkan,
menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan
mengorganisasi data sedemikian rupa sehingga kesimpulan-
kesimpulan akhirnya dapat ditarik dan diverifikasi. Reduksi data
berlanjut terus menerus sesudah penelitian lapangan, sampai
laporan akhir lengkap tersusun.

3.1.9 Penyajian Data


Setelah menyelesaikan tahap reduksi maka masuk ke tahap
penyajian data atau data display. Pada tahap ini peneliti menyajikan
data yang sudah direduksi atau disederhanakan di tahap
sebelumnya. Proses penyajian data diperlukan dalam analisis data
kualitatif agar bisa menyajikan data secara rapi, sistematis, tersusun
dengan pola hubungan tertentu, dan terorganisir. Sehingga data ini
tidak lagi berupa data mentah akan tetapi sudah menyajikan sesuai
informasi.

3.1.10 Penarikan Kesimpulan

Tahap selanjutnya yaitu penarikan kesimpulan. Kesimpulan ini


menjadi informasi yang disajikan dalam laporan penelitian dan
ditempatkan di bagian penutup. Proses menarik kesimpulan baru
bisa dilakukan ketika semua data yang variatif disederhanakan,
disusun atau ditampilkan dengan memakai media tertentu, dan
kemudian bisa dipahami dengan mudah.

Anda mungkin juga menyukai