Anda di halaman 1dari 13

Sikap Guru Bimbingan Konseling SMA Negeri DKI Jakarta Terhadap LGBT 101

SIKAP GURU BIMBINGAN KONSELING SMA NEGERI DKI


JAKARTA TERHADAP LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan
Transjender) DI SEKOLAH

Susi Fitri1
Meithy Intan Rukia Luawo2
Wuri Tarzia3
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran sikap guru Bimbingan Konseling
SMA Negeri DKI Jakarta terhadap LGBT (Lesbian Gay Biseksual Transjender) di
sekolah. Populasi dalam penelitian ini adalah guru Bimbingan Konseling SMAN DKI
Jakarta baik lulusan S1 Bimbingan Konseling maupun bukan lulusan S1 Bimbingan
Konseling. Sampel dalam penelitian sebanyak 86 guru Bimbingan Konseling yang
terdiri dari 18 orang laki-laki dan 68 orang wanita.Teknik sampling pada penelitian
ini menggunakan teknik Multistage Random Sampling.Pengumpulan data diperoleh
menggunakan Kuesioner yang terdiri dari 72 pernyataan yang dikembangkan
berdasarkan skala sikap Riddle. Skor Reliabilitas pada instrumen yaitu 0.93 yang
berarti instrumen Reliabel dan dapat dipercaya. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kecenderungan sikap guru Bimbingan Konseling SMAN di DKI Jakarta
terhadap LGBT di sekolah lebih negatif dengan presentase sebanyak 68,6 persen dari
populasi, Repulsion (menolak) adalah jenis sikap dengan persentase tertinggi yang
dipilih oleh sebanyak 44,07 persen responden yang memiliki sikap negatif. Laki-laki
memiliki sikap negatif lebih tinggi dengan presentase 77,77 persen dibandingkan
dengan perempuan dengan persentase 68,16 persen. Hasil tersebut memberikan
implikasi bahwa keberadaan LGBT yang mengalami penolakan dan diskriminasi
dalam lingkungan, tidak mendapatkan cukup bantuan, selain itu hal ini berdampak
pada ketepatan dan keefektifan pelayanan yang akan diberikan oleh guru Bimbingan
Konseling di sekolah. Guru Bimbingan Konseling perlu mengembangkan sikap
yang lebih positif terhadap LGBT di sekolah, dengan cara mengikuti seminar atau
pelatihan untuk konseling terhadap LGBT, serta membaca beberapa buku yang
berkaitan dengan layanan yang dapat diberikan pada LGBT di sekolah.

Kata kunci: Sikap, Homoseksual, Lesbian, Gay, Biseksual, Transjender, Skala


Riddle, guru Bimbingan Konseling.

Abstract
This research aimed to abtain information about attitudes of high school counselor
toward LGBT at schoolS in DKI Jakarta. The population of this research was
high school counselors in SMAN DKI Jakarta either graduated or not graduated
from guidance and counseling major. The sample in this research was 86 teachers
guidance and counseling which consists of 18 is men and 68 is women. The sampling
technique used in this research was Multistage Random Sampling techniques. Data
collection tool used was questionnaire that consists of 72 items based on the Riddle
scale.Reliability score of the instrument was 0.93 which means that this instrument
1
Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling FIP UNJ, susi.fitri@unj.ac.id
2
Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling FIP UNJ, meithy_intan@yahoo.com
3
Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling FIP UNJ, tarziawuri@gmail.com

Insight: Jurnal Bimbingan Konseling 6(1) Juni 2017


102 Sikap Guru Bimbingan Konseling SMA Negeri DKI Jakarta Terhadap LGBT

has a very high reliability and trustworthy. The result of the research showed
attitudes of high school counselors toward LGBT at schools in SMAN DKI Jakarta
is more negative with a 68,6 percent from population, repulsion is a kind of negative
attitude as the highest percentage of as much as 44,07 percent. Men have a higher
percentage of the negative attitude with percentage 77.77percent compared to women
with percentage 68,16 percent. The result gives the implication that presence of
LGBTexperience rejections and discriminations in their environment, not enough to
get help at school, in addition it is impacting on the appropriateness and effectiveness
of theservices to be provided by school counselor. School counselors need to develop
their attitudes to be more positive toward LGBTat school by following seminars or
trainings for counseling with LGBT and read several books that related to provide
services for LGBT at school.

Keywords: Attitude, Homosexual, Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender, Riddle


Scale, School Counselor.
PENDAHULUAN Kekerasan akibat homophobic bullying
dalam area pendidikan dialami oleh 30 hingga
Pro kontra mengenai LGBT 50 persen LGB (Lesbian Gay Biseksual) di
mendorong masyarakat untuk memberikan Inggris, Australia dan Amerika (Warwick
respon kepada LGBT, respon dari pihak-pihak & R. Goodrich, 2006). Dua dari lima siswa
kontra ditunjukkan dengan beberapa perilaku- transgender, dan satu dari lima siswa LGB
perilaku yang mendiskriminasi baik dengan dilaporkan mengalami kekerasan fisik atas
pembatasan akses/layanan, hingga beberapa ekspresi gender mereka. Hal ini menjadi sangat
kekerasan yang mempengaruhi kesehatan serius dengan temuan lain yaitu sebanyak 47
mental LGBT. persen staf sekolah tidak melakukan tindakan
Kelompok kontra merupakan orang- ketika komentar buruk ditujukan kepada
orang yang sangat menolak LGBT (Lesbian Gay transgender, dan 34 persen pada LGB (Tayor
Biseksual dan Transjender), Kelompok kontra & Petter, 2009).
biasa disebut sebagai seorang yang homophobia Kekerasan yang dialami oleh LGBT
atau transfobia. Walaupun homofobia dan akan mempengaruhi kesehatan mental yang
transfobia merupakan kecenderungan sikap mereka miliki. Sanders mengungkapkan
negatif yang menetap karena ketakutan bahwa pengalaman menjadi korban bullying
irasional terhadap homoseks dan transjender, pada siswa akan mempengaruhi kesehatan fisik
penelitian Schiffman dkk menemukan bahwa dan mental, mendorong perilaku bunuh diri,
kata homophobia merupakan perluasan makna serta pengkonsumsian alkohol dan obat-obatan
bagi orang-orang yang berprasangka terhadap (Davis, 2006).
LGBT (Tollerud & Slabon, 2009).
Senada dengan pernyataan Sanders,
Kekerasan yang dialami oleh LGBT Warwick mengemukakan secara umum
tidak hanya dialami dalam lingkungan pengalaman menjadi korban bullying diyakini
masyarakat, namun juga pada lingkup sekolah. akan memberikan dampak, seperti, malu, cemas,
Kekerasan yang dialami LGBT sebagian besar takut, tertekan dan hal negatif lainnya terhadap
merupakan tindakan bullying di sekolah. seseorang. Ia menambahkan bullying dalam
UNESCO (United Nations Educational, bentuk verbal, maupun fisik akibat homophobia
Scientific and Cultural Organization) yang dialami remaja yang mengidentifikasi
menyebutkan bahwa homophobic bullying diri sebagai LGBT memberikan dampak
merupakan tindakan yang dilakukan terbanyak negatif, seperti pengabaian dalam mengikuti
kedua diseluruh dunia (Laazulva, 2013). pendidikan, cemas, hingga bunuh diri. Hal ini
membuat kasus percobaan bunuh diri pada

Insight: Jurnal Bimbingan Konseling 6(1) Juni 2017


Sikap Guru Bimbingan Konseling SMA Negeri DKI Jakarta Terhadap LGBT 103

remaja LGBT lima kali lebih besar daripada ACUAN TEORITIK


remaja normal lainnya (Warwick & R.
Goodrich, 2006) Pelaksanaan layanan bimbingan
komprehensif, bertujuan membantu konseli
Berkaitan denggan LGBT di sekolah, dalam mencapai perkembangan yang optimal
pihak yang mungkin melakukan advokasi dan memandirikan dalam aspek pribadi,
terhadap LGBT ialah guru BK. Dukungan dari belajar, sosial dan karir.
Staf sekolah dan pengajar sangat diperlukan
dalam mengatasi kekerasan berbasis jender Menurut Muro dan Kottman Layanan
yang ada didalam masyarakat yang chauvinisme Bimbingan Konseling Komprehensif terbagi
heteronormatif (Rinehart & Espelage, 2016). atas empat layanan yang terdiri atas layanan
dasar, layanan responsif, layanan perencanaan
Terkait dengan isu multikultur dan siswa, serta layanan dukungan sistim (Yusuf &
masalah LGBT. Penelitian mengenai sikap Nurihsan, 2011)
juga sebagai bentuk asesemen diri mengenai
kemampuan guru dalam kompetensi Guru bimbingan Konseling perlu
multikulturnya yaitu berkaitan dengan memiliki beberapa kompetensi, diantaranya
identifikasi diri konselinya, penyadaran akan adalah kompetensi multikultur. Kompetensi
sikap yang dimiliki terhadap kelompok LGBT multikultural terbagi atas 3 hal. pertama
yang mungkin berakibat pada bias dalam memfasilitasi seseorang untuk dapat bekerja
pelaksanana layanannya. Layanan Bimbingan secara efektif dengan orang lain yang
Konseling komprehensif oleh guru Bimbingan dianggap memiliki budaya yang berbeda dari
Konseling dilakukan dengan memberikan kebanyakan, memfasilitasi seseorang untuk
pelayanan pencegahan untuk tindakan mengembangkan diri sendiri dan orang lain
homofobia seperti diskriminasi, bullying, berkaitan dengan kesadaran dan pengetahuan
queerbashing, dll, membantu penyelesain serta mengembangkan keterampilan berbudaya
permasalahan yang dimiliki oleh LGBT di dengan tepat (Tollerud & Slabon, 2009).
sekolah seperti pencegahan bunuh diri, depresi, Sue dkk (2005) mendefinisi-kan 3 hal
serta menciptakan sistem yang mendukung yang berhubungan dengan konselor multikultur,
program anti bullying di sekolah. Penelitian pertama, sadar tentang sikap dan nilai yang
mengenai sikap guru Bimbingan Konseling dimiliki dalam ras dan etnis lingkungan sekitar,
terhadap LGBT di Indonesia tidak dapat kedua, mengembangkan pengetahuan tentang
ditemukan oleh peneliti. keragaman budaya serta pengalaman, dan yang
Dengan mengukur sikap, kita ketiga mengidentifikasi keterampilan efektif
dapat melihat kecenderungan perilaku guru dalam dan memulai bekerja dengan klien kulit
Bimbingan Konseling dalam membantu LGBT berwarna (Constantine & Sue, 2005).
terkait permasalahan yang dihadapinya. Hal ini Dinamika yang dialami oleh LGBT,
sesuai dengan definisi bahwa sikap merupakan sebagai kelompok yang diminoritaskan dan
kecenderungan sesorang dalam berperilaku. dianggap menyimpang sangat mungkin
Meskipun demikian didalam penelitan dihadapi oleh konselor. Hal ini menuntut
sebelumnya telah diungkapkan bahwa sikap keprofesionalan konselor dalam menghadapi
akan tampak sebagai suatu perilaku ketika klien yang berhubungan dengan LGBT.
lingkungan mendukungnya (Edwards, 1957), Pemaknaan seksualitas dan identitas LGBT
namun ketika ia memiliki kesempatan atau oleh konselor dipegaruhi oleh beberapa faktor,
mungkin guru Bimbingan Konseling dapat seperti sikap, nilai-nilai, kayakinan, stareotip,
menciptakan kesempatan dalam memberikan peran jender, agama, asimilasi budaya, dan
layanan yang ramah LGBT. dukungan masyarakat. Perlunya kesadaran
akan hak istimewa terhadap heteroseksual

Insight: Jurnal Bimbingan Konseling 6(1) Juni 2017


104 Sikap Guru Bimbingan Konseling SMA Negeri DKI Jakarta Terhadap LGBT

perlu ditingkatkan, serta mendengarkan dan Berdasarkan definisi sikap sebagai


belajar dari kehidupan orang lain (Tollerud & evaluasi yang bertingkat antara positif dan
Slabon, 2009). negatif terhadap objek sikap yang dimiliki
oleh seseorang, maka sikap dibagi menjadi
Dalam pelaksanaan konseling, budaya dua bentuk sikap. Dua bentuk sikap yaitu sikap
berpengaruh pada pendefisian masalah klien. positif dan sikap negatif (Arifin, 2015)
Konselor memerlukan ketelitian dalam
pelaksanaan assesmen berkenaan dengan Sikap positif dapat berupa kerjasama,
perbedaan budaya. Hal ini untuk menghindari tanggang rasa, dan melihat keadaan orang lain.
ketidak sesuaian pengukuran bagi klien (Suzuki Sedangkan sikap negatif dapat berupa egoisme,
& Ponterotto, 2008). prasangka sosial, rasisme, dan stereotip (Arifin,
2015)
Konselor perlu berhati-hati dalam
melakukan assemen pada populasi normal pada Sikap terhadap LGBT diukur
pada kliennya, mengenali efek usia, budaya, menggunakan Skala sikap homophobia Riddle.
kecacatan, etnis, jenis kelamin, ras, prefensi, Skala yang dirancang untuk menjelaskan
bahasa, agama, spriritualitas, orientasi seksual kontinum sikap terhadap gay dan lesbian ini,
dan status ekonomi diperlukan dalam melihat sering digunakan dalam pendidikan toleransi
cara pandang dan penginterpretasian yang tepat mengenai sikap anti diskriminasi terhadap
untuk masalah klien (Suzuki & Ponterotto, orientasi seksual (Evans & Wall, 1991; Riddle
2008). D. I., 1994; Bishop, Williams, Currie, Kaplan,
& Luehr, 1994; Riddle B., 1996; Schreier &
Sikap merupakan kecenderun-gan Lassiter, 2010; Sue & Sue, 2013) Skala Riddle
seseorang berperilaku atas dasar pertimbangan terbagi atas dua jenis sikap dengan tingkatan
dari pengalaman yang dimiliki yang bersifat tertentu yaitu:
baik positif maupun negatif terhadap objek
sikap. Sikap dibentuk oleh 3 komponen utama 1. Sikap Negatif yang terbagi atas:
yaitu (Sarwono & Meinarno, 2009; Soekrisno
a. Repulsion (Menolak): homoseksual,
& Adryanto, 1999; Gerungan, 2004):
biseksual, transjender dan jender yang
1. Kognitif yaitu kumpulan respon dari tidak jelas dipandang sebagai “kejahatan
persepsi reaksi, ide dan pemikiran, terhadap alam”. Mereka dianggap
sakit, gila, tidak bermoral, berdosa,
tanggapan, keyakinan, kesan, atribusi dan jahat, dan sakit mental dll. Anggapan
penilaian tentang objek. (Ajzen, 2005; tersebut menjadikan kita bertugas
Sarwono & Meinarno, 2009; Soekrisno & untuk mengubah mereka kembali ke
Adryanto, 1999). arah yang benar. Apapun dibenarkan
2. Afektif yaitu keseluruhan perasaan suka untuk mengubah mereka baik secara
atau tidak suka, senang atau tidak senang medis, maupun memaksa dengan
atau emosi seseorang terhadap objek sikap. pemenjaraan, pengurungan, rawat inap,
(Ajzen, 2005; Sarwono & Meinarno, 2009; konversi atau pengubahan orientasi,
Soekrisno & Adryanto, 1999) terapi aversif, kejut listrik, terapi
perilaku, serta kekerasan dan lainnya.
3. Konatif atau disebut sebagai kecenderungan Pada kasus internalisasi homophobia/
perilaku yaitu kesiapan untuk beraksi, atau transpobia, seseorang homoseksual
kecenderungan dalam melakukan tindakan maupun transjender akan menolak terus
atau perbuatan, yang dapat diketahui menerus dirinya, menyalahkan dirinya
melalui respon subyek yang berkenaan dan sangat membenci orang yang
dengan objek sikap berupa intensi atau mengingatkannya pada dirinya sendiri.
niat untuk melakukan perbuatan tertentu. Kasus ekstrem dalam internalisasi
(Ajzen, 2005; Soekrisno & Adryanto, 1999; homophobia dilakukan oleh seseorang
yang sebenarnya gay, memiliki sikap
Sarwono & Meinarno, 2009).
yang sangat negatif akan sangat aktif dan

Insight: Jurnal Bimbingan Konseling 6(1) Juni 2017


Sikap Guru Bimbingan Konseling SMA Negeri DKI Jakarta Terhadap LGBT 105

agresif dalam memaksa orang lain untuk penting sebagai seseorang, tetapi jelas
merubah orientasi seksual/identitas yang bahwa mereka memiliki kehidupan
dimiliki (Lock & Kleis, 1998). dan hak untuk hidup. hal ini masih
b. Pity (Mengasihani): merupakan menyiratkan bahwa ada sesuatu untuk
chauvinisme heteroseksual maupun diterima. Masih terdapat diskriminasi
role jender biner dimana peran jender dalam bentuk pengabaian hal ini ditandai
tradisional dan heteroseksual dilihat dengan pernyataan seperti “ini adalah
sebagai hal yang lebih baik, lebih sikap terbaik saya”; “saya tidak berpikir
matang dan lebih disukai. Kemungkinan Anda sebagai seorang gay”; “Saya
menjadi “lurus”, “heteroseksual” atau pikir Anda adalah orang yang seperti
“normal” harus diperkuat. orang-orang saya”; “Anda tidak lesbian/gay/trans
yang tampaknya sebagai Gay, Lesbian, kepada saya, Anda orang!”; “apa yang
Biseks dan Transjender yang terlahir Anda lakukan di tempat tidur adalah
seperti itu harus dikasihani karena bisnis Anda sendiri” atau “Itu baik-baik
kurang beruntung dan perlu dikasihani saja dengan saya selama Anda tidak
karena mereka tidak bisa menjadi memamerkannya!”, memamerkan dalam
peserta penuh dalam kehidupan sosial hal ini adalah melakukan suatu perilaku/
dan budaya, itu terlihat seperti cacat perkataan yang menyiratkan bahwa ia
yang harus mereka alami dalam hidup. adalah bagian dari LGBT.
Tujuan kita untuk membantu mereka 5. Sikap Positif yang terbagi atas:
menjadi sebagai “senormal” mungkin,
dan memperlakukan mereka dengan a. Support (Mendukung): Orang-orang
beberapa kebaikan.. LGBT pantas mendapat perlindungan
c. Tolerance (Menoleransi): homoseksual, hukum dan hak-hak sipil sebagai
biseksual, transjender dan jender kelompok minoritas atau kelompok
yang tidak jelas adalah sebuah fase yang dilindungi. Terlepas dari masalah
perkembangan remaja yang dilalui moral dan kenyamanan sendiri dengan
banyak orang dan kebanyakan homoseksualitas, setiap orang harus
orang tumbuh dari kondisi tersebut. memiliki hak-hak sipil dan akses
homoseksual, biseksual, transjender yang sama, dan harus diperlakukan
dan jender yang tidak jelas adalah dengan adil serta kebebasan sipil
orang yang kurang matang daripada yang sama. Orang-orang ditingkat ini
heteroseksual, mereka harus dilindungi mungkin tidak nyaman sendiri, tetapi
dan diperlakukan seperti seorang anak- mereka sadar bahwa homofobia, iklim
anak. Mereka tidak boleh diberikan homophobic, batasan terhadap jender
kedudukan kekuasaan karena mereka dan ketidakadilan irasional adalah salah
masih menjalani perilaku remaja mereka. dan mereka bekerja untuk melindungi
Dengan anggapan demkian maka para hak-hak homoseksual, biseksual,
LGBT tidak memperoleh haknya dalam transjender dan jender yang tidak jelas.
menjalani profesi tertentu misalnya guru Menurut Riddle dukungan sosial akan
sebagai profesi yang dianggap lebih membantu seseorang untuk menyadari
matang dibandingkan muridnya. Tidak jaringan sosial dan membangun strategi
dapat menjadi ketua dalam organisasi dalam mengembangkan dirinya (Ward &
maupun berbagai posisi yang dianggap Riddle, 2014).
sebagai posisi yang memimpin. Seperti b. Admiration (Mengagumi): Mengakui
halnya dalam pembatasan akses dalam bahwa menjadi homoseksual, biseksual,
penelitian Stonewall (Yuliani, 2013). transjender dan jender yang tidak jelas
d. Acceptance (Menerima): Heteroseksual di dalam masyarakat membutuhkan
perlu membuat akomodasi untuk sejumlah besar kekuatan dan
homoseksual, biseksual, transjender dan keberanian. Oleh karena itu, mereka
jender yang tidak jelas. Sikap ini tidak layak dikagumi. Orang pada tingkat ini
berarti bahwa homoseksual, biseksual, bersedia untuk benar-benar menguji ide-
transjender dan jender yang tidak jelas ide mereka sendiri tentang jender, sikap
diakui memiliki nilai yang sama dan homophobic, nilai-nilai, dan perilaku

Insight: Jurnal Bimbingan Konseling 6(1) Juni 2017


106 Sikap Guru Bimbingan Konseling SMA Negeri DKI Jakarta Terhadap LGBT

mereka sendiri. nonLGBT mereka sering mengira


c. dalam proses coming out yang cukup bahwa pembela LGBT adalah bagian
menyulitkan, mereka pantas untuk dari LGBT itu sendiri, disisi lain para
dikagumi sebagai seseorang yang LGBT akan merasa curiga dan sulit
berani menerima dirinya, bangga akan mempercayai keheteroseksualan yang
dirinya sendiri. Coming out adalah dimiliki pembela LGBT ini sendiri
istilah bagi LGBT yang menerima diri, (Wong, 2007).
terbuka, jujur terhadap identitas dan Terkait dengan sikap terhadap LGBT,
orientasi seksual yang dimiliki (Allen, beberapa peneliti menemukan faktor-faktor
2010). Berbagai asumsi mengenai cara yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap
coming out dilakukan, bahwa seseorang LGBT(Crooks & Baur, 2011; Boxill, Galbraith,
dikatakan sudah coming out dengan cara
menyatakan diri sebagai LGBT didepan Mitchell, & Russell, 2012) yaitu:
banyak pihak atau hanya menyatakannya • Fobia: ketakutan irrasional terhadap
pada beberapa pihak saja, misal keluarga.
LGBT, diantaranya dimana seseorang
Namun intinya adalah proses ini hanya
akan dilakukan oleh orang-orang yang yang sebenarnya adalah homoseks ataupun
matang, berani mengambil resiko untuk transjender menolak identitas dan orientasi
ditolak dengan sistim heteronormatif yang dimilikinya.
yang ada, dan orang yang menerima • Jenis kelamin: ditemukan bahwa seorang
dirinya sebagai manusia yang utuh laki-laki memiliki sikap yang lebih negatif
(Raharjo, 2007; Wong, 2007). dibandingkan dengan perempuan.
d. Appreciation (Menghargai): menghargai • Religiusitas: dogma agama akan
keragaman orang adalah hal yang baik. mempengaruhi seseorang untuk bersikap
menghargai keragaman orang - orang
terhadap suatu hal, dalam hal ini tindakan
homoseksual, biseksual, transjender dan
jender yang tidak jelas sebagai bagian LGBT dianggap sebagai dosa dan
dari keragaman yang ada. Orang - orang menyalahi kodrat manusia.
ini bersedia untuk memerangi prasangka • Pengetahuan: pengetahuan seseorang
berbasis jender dan homofobia baik pada mengenai teori –teori dalam pembantukan
diri sendiri maupun orang lain. orientasi dan identitas seksual seseorang,
e. Nurturance (Mengasuh): mengasumsikan akan mempengaruhi sikap orang tersebut
bahwa orang-orang homoseksual, terhadap LGBT.
biseksual, transjender dan jender yang • Pengalaman dalam berinteraksi: seseorang
tidak jelas sangat diperlukan, dicapai, dan
yang memiliki pengalaman berinteraksi
bagian yang penting dalam masyarakat.
Mereka melihat homoseksual, biseksual, secara positif dengan LGBT lebih mungkin
transjender dan jender yang tidak jelas memiliki sikap positif terhadap LGBT
dengan tulus, menyenangkan, sebagai dibandingkan orang yang memilki trauma
kolega, dan rekan, pro-aktif dalam ataupun tidak memiliki pengalaman dalam
berdebat untuk hak-hak mereka, prestasi berinteraksi dengan LGBT
mereka dan kemanusian mereka dalam METODOLOGI PENELITIAN
semua keutuhan dan bersedia menjadi
sekutu dan advokat. Sekutu bagi LGBT, Penelitian ini dilakukan pada guru
membantu meningkatkan prestasi Bimbingan Konseling SMA Negeri di DKI
dan pendidikan LGBT, mereka bisa Jakarta baik lulusan S1 Bimbingan Konseling
termasuk bagian dari LGBT maupun ataupun alih jurusan.
non LGBT. Sekutu yang merupakan non
LGBT biasanya berasal dari lingkungan Tujuan penelitian ini adalah untuk
LGBT tersendiri seperti teman, kerabat, memperoleh gambaran sikap guru Bimbingan
keluarganya (biasanya ibu) dan beberapa
Konseling SMA Negeri DKI Jakarta terhadap
civitas akademisi. Iklim yang sangat
heteronormatif membuat orang-orang LGBT (Lesbian Gay Biseksual Transjender) di
ini dianggap sebagai orang aneh bagi sekolah.

Insight: Jurnal Bimbingan Konseling 6(1) Juni 2017


Sikap Guru Bimbingan Konseling SMA Negeri DKI Jakarta Terhadap LGBT 107

Populasi dalam penelitian ini adalah Berdasarkan penyebaran instrumen


guru Bimbingan Konseling di Sekolah Sikap Guru Bimbingan Konseling Sma
Menengah Atas Negeri DKI Jakarta yang Negeri Dki Jakarta Terhadap Lgbt (Lesbian,
tersebar secara tidak merata pada lima Wilayah, Gay, Biseksual Dan Transjender) di Sekolah
yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta mengguunakan skala Riddle yang berisi 72
Timur, Jakarta Selatan, dan Jakarta Barat butir pernyataan diperoleh hasil sebanyak
bahwa 59 (68,6%) responden memiliki
Penelitian ini menggunakan kecenderungan sikap negatif terhadap LGBT
pendekatan kuantitatif dan metode yang (Lesbian Gay Biseksual Transjender) di
digunakan adalah deskriptif dengan jenis sekolah, 27 (31,4%) lainnya memiliki memiliki
survei. Sampel yang diperoleh dengan sikap positif terhadap LGBT (Lesbian Gay
menggunakan rumus Slovin adalah sebanyak Biseksual Transjender) di sekolah.
86 dari 379 guru Bimbingan Konseling SMA
Negeri DKI Jakarta. Pengambilan sampel ini Adapun hasil secara rinci dapat
diikuti dengan penggunaan metode Multistage disajikan pada gambar berikut:
Random Sampling perpaduan antara probability
sampling dengan teknik propotional random
sampling.
Teknik pengumpulan data
menggunakan instrumen skala sikap Riddle
.Skala pengukuran yang digunakan adalah
skala Guttman dengan dua pilihan jawaban,
yaitu ya atau tidak. Analisis data menggunakan
statistik deskriptif dengan teknik presentase.
Sebelum penghitungan presentase, terlebih
dahulu dianalisis berdasarkan kategorisasi
bukan jenjang (nominal).
Gambar 1. Sikap guru Bimbingan Konseling
Responden akan dikategorikan dalam
SMAN DKI Jakarta
kelompok tertentu berdasakan nilai z terbesar
yang dimilikinya.Rumus yang digunakan Berdasarkan gambar1. Hasil
untuk mengkategorisasikan data yaitu sebagai pengolahan instrumen sikap guru Bimbingan
berikut: Konseling menunjukkan bahwa 59 (68,6%)
responden memiliki kecenderungan sikap
negatif terhadap LGBT di sekolah, 27 (31,4%)
lainnya memiliki memiliki sikap positif
terhadap LGBT (Lesbian Gay Biseksual
Transjender) di sekolah.

HASIL PENELITIAN

Insight: Jurnal Bimbingan Konseling 6(1) Juni 2017


108 Sikap Guru Bimbingan Konseling SMA Negeri DKI Jakarta Terhadap LGBT

27 (31,4%) responden yang memiliki


sikap positif terhadap LGBT terbagi atas
beberapa jenis sikap positif yaitu; 11 (40,74%)
responden memiliki sikap Admiration
(mengagumi), yang kedua yaitu 9 (33,33%)
responden memiliki sikap Nuturance
(Mengasuh) terhadap LGBT, sikap ini
merupakan sikap yang sangat positif dalam
jenis sikap positif, 5 (18,52%) responden
memiliki sikap Suport (mendukung) dan
yang terakhir sebanyak 2 (7,40%) responden
memiliki sikap Apreciation (mengapresiasi).

Gambar 2 Sikap negatif guru Bimbingan Konseling


SMAN DKI Jakarta

59 (68,6%) responden yang memiliki


sikap negatif terhadap LGBT (Lesbian Gay
Biseksual Transjender) terbagi atas beberapa
jenis sikap negatif yaitu; 26 (44,07%)
responden memiliki sikap repulsion (menolak)
terhadap LGBT (Lesbian Gay Biseksual
Transjender), sikap ini merupakan sikap yang
sangat negatif dalam jenis sikap negatif, dan
secara berurutan sikap kedua dalam skala sikap Gambar 4 Sikap guru Bimbingan konseling SMAN
yaitu 13 (22,03%) responden memiliki sikap DKI Jakarta.
pitty (mengasihani), 12 (20,34%) responden
memiliki sikap tolerance (mentoleransi) dan Dapat dilihat dalam Gambar bahwa 3
yang terakhir 8 (13.56%) responden memiliki nilai tertinggi berada pada jenis sikap negatif,
sikap acceptance (menerima). dengan sikap repulsion (menolak) sebagai
sikap yang sangat negatif sebagai sikap yang
tertinggi yang dimiliki responden.
Tabel 1 Sikap Guru Bimbingan Konseling Menurut
Jenis Kelamin

Laki Laki Perempuan


∑ % ∑ %
Repulsion 7 38,88 19 27,94
Pitty 3 16,67 10 14,70
Tolerance 1 5,55 11 16,17
Acceptance 3 16,67 5 7,35
Suport 0 0 5 7,35
Admiration 3 16,67 8 11,76
Apreciation 0 0 2 2,94
Gambar .3 Sikap positif guru Bimbingan Konseling
Nuturance 1 5,55 8 11,76
SMAN DKI Jakarta

Insight: Jurnal Bimbingan Konseling 6(1) Juni 2017


Sikap Guru Bimbingan Konseling SMA Negeri DKI Jakarta Terhadap LGBT 109

Table 1 menunjukkan bahwa laki-laki tinggi memiliki kecenderungan sikap negatif


memiliki presentase sikap negatif yang lebih yang lebih rendah dibandingkan dengan
tinggi yaitu 38,88 persen dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan
perempuan dengan presentase 27,94 persen. istilah dalam seksualitas yang rendah
Tingkatan sikap tertinggi baik laki-laki maupun 5. Berdasarkan sumber informasi yang
perempuan adalah sikap negatif pada kontinum dimiliki oleh responden ditemukan bahwa
sikap repulsion (menolak). mayoritas sebanyak 59 (68,60%) responden
memiliki sumber informasi non ilmiah
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SA- lebih banyak daripada sumber informasi
RAN yang ilmiah, televisi merupakan media
yang paling banyak memberikan informasi
Hasil dari penelitian sikap guru
berkaitan dengan LGBT dengan resentase
Bimbingan Konseling SMAN DKI Jakarta
72,09 persen. Responden yang memiliki
mengguunakan skala Riddle pada 86 responden
sumber informasi ilmiah lebih banyak
di awal tahun 2017 memberikan kesimpulan
memiliki sikap negatif lebih rendah pada
yaitu:
kontinum repulsion dengan 23 persen
1. Sikap guru Bimbingan Konseling SMAN daripada responden yang memiliki sumber
DKI Jakarta terhadap LGBT di sekolah informasi non ilmiah yaitu sebanyak 33
secara keseluruhan cenderung negatif persen. Responden yang memiliki sumber
dengan 59 (68,6%) responden dan 27 informasi diatas rata-rata memiliki sikap
(31,4%) responden yang memiliki sikap negatif lebih rendah daripada responden
positif yang tidak memiliki sumber informasi yang
2. Mayoritas nilai tertinggi sikap yang dimiliki disebutkan
guru Bimbingan Konseling SMAN DKI 6. Responden yang memiliki hubungan dengan
Jakarta terhadap LGBT di sekolah berada LGBT memiliki sikap yang lebih negatif
pada jenis sikap negatif dengan 26 (44,07%) dibandingkan mereka yang tidak meimiliki
responden memiliki sikap repulsion hubungan dengan LGBT
(menolak), 13 (22,03%) responden 7. Hasil yang di peroleh memberikan
memiliki sikap pity (mengasihani), dan dampak bahwa LGBT di sekolah tidak
12 (20,34%) responden memiliki sikap cukup mendapatkan bantuan dari guru
tolerance (mentoleransi). Bimbingan Konseling, adanya bias
3. Laki-laki memiliki presentase sikap dalam pemberian layanan bimbingan dan
negatif lebih tinggi terhadap LGBT dengan konseling di sekolah terhadap LGBT, Jika
77,77 persen skor pada sikap negatif, dihubungkan dengan penelitian norcross
dibandingkan dengan perempuan yaitu maka kemungkinan keberhasilan konseling
66,16 persen. Sebanyak 38,88 persen laki- yang dilakukan guru Bimbingan Konseling
laki memiliki sikap repulsion dibandingkan kepada LGBT memiliki kecenderungan
perempuan dengan presentase 27,94 persen yang cukup kecil (Norcross, 2002). Secara
dan memiliki presentase sikap positif pada keseluruhan implikasi sikap yang dimiliki
kontinum nuturance lebih kecil yaitu 5,55 guru Bimbingan Konseling terhadap LGBT
persen dibandingkan dengan perempuan adalah, guru Bimbingan Konseling akan
yaitu sebesar 11,76 persen memiliki hambatan dalam melaksanakan
4. Berdasarkan pengetahuan istilah dalam pelayanan yang efektif, tidak dapat
seksualitas, responden yang memiliki melakukan fungsi advokasinya untuk
pengetahuan istilah dalam seksual lebih LGBT dalam mendapatan pendidikan

Insight: Jurnal Bimbingan Konseling 6(1) Juni 2017


110 Sikap Guru Bimbingan Konseling SMA Negeri DKI Jakarta Terhadap LGBT

dengan layak, serta memberikan andil membuat suatu program untuk dapat
dalam mendorong LGBT untuk mengalami memberikan informasi yang lebih memadai
depresi dan keinginan bunuh diri bagi guru bimbingan dan konseling
Berdasarkan keterbatasan dalam mengenai seksualitas dalam pembelajaran
penelitian peneliti memberikan beberapa saran di sekolah, dan diharapkan peserta yang
bagi beberapa pihak antara lain: hadir cukup memiliki keahlian untuk dapat
membiimbing rekan kerjanya yang lain atau
1. Guru Bimbingan Konseling: Hasil peneiltian program dapat dilakukan secara merata dan
dapat dijadikan sebagai self assesment adil. Dengan menyelenggarakan seminar
mengenai kesadaran sikap yang dimiliki atau workshop yang berkaitan dengan
guru Bimbingan Konseling terhadap LGBT pelayanan LGBT di sekolah maupun materi
di sekolah, selain itu guru Bimbingan mengenai penghapusan kekerasan dan
Konseling perlu terbuka untuk dapat melihat bullying berbasis jender terhadap LGBT
dampak dari sikap yang dimilikinya dalam disekolah
melakukan layanan Bimbingan Konseling
5. Prodi Bimbingan dan Konseling:
kompreshensif di sekolah. Guru Bimbingan
Dapat menjadi bahan pertimbangan
Konseling perlu mendapatkan informasi
dengan sumber yang lebih ilmiah dengan dalam membentuk/memproduksi calon
beberapa kajian atau seminar dengan guru Bimbingan Konseling untuk
membaca beberapa jurnal ataupun buku- dapat memiliki sikap yang lebih positif
buku ilmiah yang berkaitan dengan LGBT khususnya LGBT sebagai kelompok
2. Mahasiswa program studi Bimbingan minoritas dengan mengembangkan
Konseling: perlu melakukan penelitian metode ataupun perkuliahan dalam
lanjutan untuk dapat mengetahui secara profesi bimbingan dan konseling,
khusus faktor-faktor yang mempengaruhi konseling multikultur, dasar-dasar
sikap guru Bimbingan konseling terhadap bimbingan dan konseling
LGBT di sekolah.
3. Peneliti selanjutnya: Penelitian ini dapat
dilakukan ulang dengan wilayah yang DAFTAR PUSTAKA
lebih luas dengan tingkat kesalahan
lebih kecil, selain itu peneliti selanjutnya Ajzen, I. (2005). Attitudes, Personality and Behavior
perlu menangani beberapa keterbatasan . England: Open university McGraw-Hill .
penelitian seperti bias dalam penelitian
Allen, O. (2010). Lesbian, Gay & Bisexual
ataupun menggunakan metode yang lebih Patients: The Issues for Mental Health
akurat seperti penggunaan instrumen Practice. Retrieved 10 13, 2016, from Gay
dengan perangkat elektronik yang dapat & Lesbian Equality Network.
mengukur kecepatan seseorang dalam
memberikan jawabannya. Selain itu peneliti Arifin, B. S. (2015). Psikologi Sosial. Bandung:
dapat melakukan penelitian lanjutan seperti Pustaka Setia.
gambaran advokasi guru Bimbingan
Bishop, S., Williams, K., Currie, J., Kaplan, M.,
Konseling terhadap LGBT di sekolah, & Luehr, R. E. (1994). Alone No More.
faktor-faktor yang mempengaruhi sikap Developing a School Support System for
guru Bimbingan Konseling terhadap LGBT Gay,. Atlanta: Minnesota Department Of
di sekolah, cara yang dapat dilakukan untuk Education.
merubah sikap guru Bimbingan Konseling
terhadap LGBT di sekolah, layanan Boxill, I., Galbraith, E., Mitchell, R., & Russell, R.
yang dapat diberikan untuk sosialisasi (2012). National Survey of Attitudes and
Perception of Jamaicans Towards Same
antibullying terhadap LGBT di sekolah.
Sex Relationship. Mona: J-FLAG & AIDS-
4. Dinas pendidikan: Dinas pendidikan perlu FREE WORLD.

Insight: Jurnal Bimbingan Konseling 6(1) Juni 2017


Sikap Guru Bimbingan Konseling SMA Negeri DKI Jakarta Terhadap LGBT 111

Constantine, M. G., & Sue, D. W. ( 2005). Strategies Rinehart, S. J., & Espelage, D. L. (2016). A
for building multicultural competence in Multilevel Analysis of School Climate,
mental health and educational setting. Homophobic Name-Calling,and Sexual
Hoboken, New Jersey.: John wiley & sons. Harassment Victimization/Perpetration.
Inc. Psychology of Violence, 213.

Crooks, R., & Baur, K. (2011). Our Sexuality Sarwono, S. W., & Meinarno, E. A. (2009). Psikologi
(Eleventh Edition ed). Belmont: Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.
Wadsworth, Cengage Learning.
Schreier, B. A., & Lassiter, K. D. (2010).
Davis, C. (2006). School’s Out for Bullying Nursing Competencies For Working With Sexual
Standart. Proquest Public Health, 20 (21), Orientation And Multiple Cultural
24. Identities. In J. A. Cornish, B. A. Schreier,
L. I. Nadkarni, L. H. Metzger, & E. R.
Edwards, A. L. (1957). Techniques of Attitude Rodolfa (Eds), Handbook Of Multicultural
Scale Construction . New York: Aplleton Counseling Competencies (p. 291). New
Century Crofts, Inc. Jersey: John Wiley & Sons.

Evans, N. J., & Wall, V. A. (1991). Beyond Soekrisno, S., & Adryanto, M. (1999). Psikologi
Tolerance: Gays, Lesbians and Bisexuals Sosial. Jakarta: Erlangga.
onCampus. Alexandria: American College
Personnel Association. Sue, D. W., & Sue, D. (2013). Counseling the
culturally diverse . Theory and practice.
Gerungan, W. (2004). Psikolgi Sosial . Bandung: Hoboken, New Jersey: John Wiley & Sons,
Refika Aditam. Inc.

Laazulva, I. (2013). Menguak Stigma, Kekerasan Suzuki, L. A., & Ponterotto, J. G. (Eds). (2008).
& Diskriminasi Pada Lgbt Di Indonesia. Handbook Of Multicultural Assesment,
(A. P. Yuli Rustinawati, Ed) Jakarta: Arus Clinical, Psychological And Educational
Pelangi. Application. San Francisco: John Wiley
&Sons. Inc.
Lock, J., & Kleis, B. (1998). Origin of Homophobia
in Male . American Journal of Tayor, C., & Petter, T. (2009). youth speak up about
Psychotherapy, 425-436. homophobia and transphobia . the first
national climate survey on homophobia
Norcross, J. C. (2002). Psychotherapy Relationship in canadian schools phase one report.
That Work. New York: OXFORD Manitoba: Egale Canada Human Right
University Press. Trust.
Raharjo, W. (2007). Homophobia dan penolakan Tollerud, T. R., & Slabon, L. S. (2009). Cross
masyarakat serta hubungannya dengan Cultural Awarness and Social Justice in
bicultural identity pada convert Counseling. (C. M. Carlson, Ed) London:
homoseksual. jurnal penelitian psikologi Routledge, Taylor & Francis Group.
Universitas Gunadarma, 12, 194-203.
Ward, V. G., & Riddle, D. I. (2014). Weaving
Riddle, B. (1996). Breaking the Silence: Addressing Soft Skills Development into Everyday
Gay Issues in IndependentSchools. Employment Services in Canada.
Callifornia: ERIC. CANNEXUS .
Riddle, D. I. (1994). Homophobia scale. In K. Warwick, I., & R. Goodrich, P. (2006). Homophobic
Obear, & A. Reynolds, Opening Doors Bullying and School-responding to The
to Understanding and Acceptance.a Challenge. youth & policy, 91, 91, 59-73.
facilitator s guide to presenting workshop
on lesbian and gay issues (pp. 34-35). Wong, D. (2007). Rethinking the coming home
Boston: ACPA Unpublished essay. alternative: hybridization and coming out

Insight: Jurnal Bimbingan Konseling 6(1) Juni 2017


112 Sikap Guru Bimbingan Konseling SMA Negeri DKI Jakarta Terhadap LGBT

politics in Hong Kong’s anti-homophobia


parades. Inter-Asia Cultural Studies, 600-
616.

Yuliani, S. (2013). Diskriminasi Waria dalam


Memperoleh Pelayanan Publik Dasar:
Tinjauan dari Perspektif Human
Governance. Seminar Internasional ASPA-
IAPA “Innovative Governance. Semarang:
UB Press and Faculty of Administrative
Science University of Brawijaya.

Yusuf, S., & Nurihsan, A. J. (2011). Landasan


Bimbingan & Konseling . Bandung: Rosda.

Insight: Jurnal Bimbingan Konseling 6(1) Juni 2017


Sikap Guru Bimbingan Konseling SMA Negeri DKI Jakarta Terhadap LGBT 113

Pernyataan istilah dalam seksualitas

a. Orientasi seksual merupakan perasaan yang meliputi emosi, romantis, dan


ketertarikan seksual terhadap laki-laki, perempuan atau keduanya.

b. Hanya seorang homoseks yang melakukan kegiatan seksual sesama jenis.

c. Identitas seksual adalah sebagai kesadaran seseorang akan hubungan dengan


kecenderungan seksual yang dimiliki.

Pernyataan Instrumen Penelitian

a. LGBT adalah pendosa.

b. LGBT adalah individu yang perlu dikasihani dan membutuhkan bantuan

c. LGBT adalah individu yang perlu dilindungi atas perlilakunya yang belum dewasa

d. Saya mengakui bahwa LGBT dapat ikut serta dalam kehidupan bermasyarakat
sejauh mereka tidak memperlihatkan identitas LGBT mereka secara terbuka

e. Kebencian terhadap LGBT merupakan hal yang salah.

f. LGBT adalah orang-orang yang pantas untuk dikagumi atas karya-karya yang
mereka hasilkan

g. Menghargai keberagaman orientasi dan identitas seksual adalah hal yang penting
bagi masyarakat yang lebih adil.

h. Mereka yang LGBT bukan hanya perlu diakui namun juga perlu diperlakukan
secara setara dalam berbagai bidang

Insight: Jurnal Bimbingan Konseling 6(1) Juni 2017

Anda mungkin juga menyukai