Anda di halaman 1dari 19

REMAJA, NAPZA &

LGBT
Diana Setiyawati
PhD (The University of Melbourne), MHSc.Psy (IIUM), Psikolog (UGM)

Centre for Public Mental Health


Fakultas Psikologi UGM
Sehat Jiwa (WHO)
Keadaan sejahtera

• Mengenali potensi dirinya

• Hari-harinya produktif

• Tangguh

• Mampu berkontribusi untuk komunitas


Remaja

Mengapa mereka lebih suka menggunakan


emosi daripada logika?
Kunci SEJAHTERA
Terpenuhi kebutuhan
psikologisnya

Remaja:
Belonging
Relationship
• Mereka peduli tentang isu-isu seperti
"Di mana saya bisa diterima," "Saya
bagian dari kelompok manakah,”
• Tanpa belongingness, perasaan
terisolasi, keterasingan, dan kesepian 
butiran debu
Apa itu belongingness?

Belongingness adalah perasaan


seorang individu untuk merasa
didukung, dihormati, dilibatkan dan
diterima oleh orang lain
Pada Remaja……..
• Bahaya tidak terpenuhinya kebutuhan belongingness merupakan masalah
penting bagi remaja. Karena remaja mengalami perubahan hidup yang
dramatis, mereka mungkin sangat menginginkan adanya sumber baru
belongingness mereka. Dalam memperoleh sumber-sumber
belongingness tersebut, remaja cenderung tidak sengaja menggunakan
strategi yang kurang tepat ketika kebutuhan mereka tidak terpenuhi.
Sebagai contoh, remaja mungkin menjadi kecanduan alkohol atau
internet untuk merasa diterima di suatu komunitas (Chen, 2003).
• Selain itu ketika belongingness tidak terpenuhi, seseorang akan
mengalami apa yang disebut loneliness atau kesepian. Suatu perasaan
yang kurang menyenangkan ketika seseorang tidak bisa mempertemukan
hubungan sosial yang diinginkan dengan yang terjadi di dunia nyata
(Perlman, 2004)
Relationship
• Hubungan saling percaya dan saling peduli menciptakan
bentuk komunikasi yang terbuka antara guru/ortu dan
remaja

• Rasa saling menghormati dan menghargai adalah dasar


hubungan yang positif.

• Hubungan yang penuh rasa hormat akan menghargai


kekuatan seseorang
Mekanisme Adiksi
LGB beresiko tinggi untuk mengalami gangguan mental,
ide bunuh diri, penyalahgunaan NAPZA dan potensi
self-harm

Hasil meta-analyses
menunjukkan bahwa resiko bunch diri meningkat 4
kali lipat pads gay dan bisexual laki-laki. Demikian
juga depresi, kecemasan, penyalahgunaan NAPZA
minimal 1.5 kali lebih umum ditemukan pada LGB.

Pada LB perempuan, penemuannya juga mirip, namun


terutama pads resiko penyalahgunaan NAPZA.
Promosi-Prevensi
(berdasarkan ribuan penelitian)
Asosiasi antara religiosity/spirituality dan
penurunan penggunaan NAPZA terbangun jelas

Level religiosity dan spirituality


(bagaimanapun pengukurannya)
berasosiasi terhadap penurunan
resiko penggunaan NAPZA.
Faktor Parenting berasosiasi dengan Penurunan
Penggunaan Alkohol: A Systematic Review of
longitudinal study

Ada beberapa variable yang penting:


1. Parental modelling
2. Penyediaan alkohol
3. Komunikasi spesifik tentang alkohol
4. Ketidaksetujuan terhadap remaja minum
5. Disiplin secara umum
6. Aturan tentang alkohol
7. Monitoring parental’
8. Kualitas hubungan anak-ortu
9. Keterlibatan ortu dan komunikasi secara umum.
Pencegahan melalui sekolah yang efektif
(school-based drug prevention programs)

Tujuh kriteria:
1. Interaktif
2. ’‘social influence model’’
3. Fokus pada norma
4. Komitmen untuk tidak menggunakan dan
niat untuk tidak menggunakan
5. Intervensi komunitas
6. Memakai peer leader
7. Ditambahkan Life skills program
Sekolah Sejahtera
Adalah sistem kampus dimana warganya (dosen, karyawan,
mahasiswa dan keluarga) saling mendukung, saling memberi
apresiasi positif, dan saling memotivasi sehingga mahasiswa
mampu:

• Mengenali potensi dirinya

• Hari-harinya produktif

• Tangguh

• Mampu berkontribusi

untuk komunitas
Komponen yang harus ada di dalam
sekolah sejahtera
• Adanya kesadaran dari seluruhstake holder

• Kebijakan yang mendukung sekolah sejahtera


(anti bullying, staff welfare, anti sexual
harassment, student wellbeing, helping access )

• Dosen, karyawan, elemen yang terlatih sesuai


porsinya dalam promosi, prevensi, kurasi dan
rehabilitasi kesehatan mental

• Adanya kejelasan SOP penanganan mahasiswa,


sampe di level mana ditangani siapa, termasuk
rujukan ke psikolog/psikiater/dokter
Referensi

• Chitwood, D. D., Weiss, M. L., & Leukefeld, C. G. (2008). A Systematic Review of Recent
Literature on Religiosity and Substance Use. Journal of Drug Issues, 38(3), 653–688.
https://doi.org/10.1177/002204260803800302

• Cuijpers, P. (2002). Effective ingredients of school-based drug prevention programs. Addictive


Behaviors, 27(6), 1009–1023. doi:10.1016/s0306-4603(02)00295-2Cuijper

• King, M., Semlyen, J., Tai, S. S., Killaspy, H., Osborn, D., Popelyuk, D., & Nazareth, I.
(2008). A systematic review of mental disorder, suicide, and deliberate self harm in lesbian,
gay and bisexual people. BMC Psychiatry, 8(1). doi:10.1186/1471-244x-8-70

• Siobhan M. Ryan, Anthony F. Jorm & Dan I. Lubman (2010) Parenting factors associated with
reduced adolescent alcohol use: a systematic review of longitudinal studies, Australian and
New Zealand Journal of Psychiatry, 44:9, 774-783, DOI: 10.1080/00048674.2010.501759

Anda mungkin juga menyukai