Anda di halaman 1dari 4

4.

2 Analisis dan Pembahasan Pitfall

Tabel perbandingan HER 6 Kelompok

Kelompok H E R
1 2,41 0,86 3,15
2 2,24 0,90 3,61
3 1,52 0,55 3,25
4 0,37 0,15 1,84
5 1,33 0,49 2,86
6 1,92 0,77 3,23

Grafik H'ER Pitfall Trap Offering A


4

3.5 3.61
3.15 3.25 3.23
3
2.86
2.5
2.24 H' (Keanekaragaman
2.14 E (Kekayaan)
2 1.92
1.84 R (Kemerataan)
1.5 1.52
1.33
1 0.9
0.86 0.77
0.5 0.55 0.49
0.373
0.15
0
1 2 3 4 5 6
Kelompok

Praktikum kologi hewan pada metode pitfall trap dilakukan pada tanggal 6 April 2019
pukul 08.30 WIB, dan dilakukan pengamatan berkala selama 2 hari dengan interval 12 jam
setelah penempatan pitfall trap di area amatan. Metode pitfall ini dilakukan pada area Hutan
Tahura Cangar Malang. Metode pitfall trap merupakan metode penangkapan hewan dengan
sistem jebakan, khususnya untuk hewan yang hidup di permukaan tanah. Tujuan dari metode
pitfall trap adalah untuk menjebak hewan-hewan permukaan tanah (serangga) agar jatuh
kedalamnya sehingga bisa dilakukan identifikasi atau untuk mengoleksi/ mengiventarisasi jenis
hewan permukaan tanah yang berada pada lingkungan
perangkap, serta menghitung jumlah populasi, kelimpahan, keanekaan dan distribusi jenis-jenis
serangga perrmukaan tanah di area amatan.

Hal yang pertama dilakukan untuk melakukan praktikum ini adalah membuat perangkap
serangga dengan menggunakan gula, alkohol, dan detergen atau larutan atraktan dengan
perbandingan 1:2:1. Gula berfungsi untuk memancing serangga permukaan tanah supaya masuk
ke perangkap, alkohol berfungsi untuk mengawetkan serangga yang masuk kedalam perangkap,
dan detergen berfungsi sebagai tegangan airnya. Setelah larutannya dibuat, lalu dimasukan
kedalam aqua gelas sebanyak ¼ dari aqua gelas tersebut.

Dalam area plot yang panjangnya 30 meter di buat 10 titik plot dengan jarak 2 meter, lalu
titik tersebut dilubangi dengan cangkul kecil sampai aqua gelas berada rata dengan permukaan
tanah. Kemudian perangkap yang telah dibuat ditutupi dengan pelindung botol jebak dengan
penyangga besi kecil untuk menghindari jika adanya air atau sampah yang jatuh supaya tidak
langsung jatuh ke perangkap. Selanjutnya pengamatan dilakukan setelah 12 jam perangkap
disimpan di area pengamatan dan dilakukan pengulangannya selama 2 hari.

Dalam menghtiung HER pada percobaan, digunakan indeks HER pada litetarure. Nilai
(Keanekaragaman) atau H dapat dikatakan tinggi jika H>2,0, H sedang jika 1,6 ≤ H ≤ 2,0, dan H
rendah jika 1,0 ≤ H ≤ 1,59 (Margurran, 1988). Nilai (Kemerataan) E tinggi jika 0,6 < E < 1,0 , E
sedang jika nilai 0,4 < E < 0,6, dan E rendah jika 0 < E < 0,4 ( Maggurran, 1988). Dan R
(kekayaan) tinggi jika R>4, R sedang jika 2,5 > R > 4, R rendah jika R < 2,5(Margurran, 1988).

Dari hasil pengamatan serta analisis data yang dilakukan maka dapat diketahui bahwa,
pada kelompok 1 didapatkan nilai H sebesar 2,41, nilai E sebesar 0,86 dan R sebesar 3,15
sehingga kelompok 1 termasuk dalam keanekaragaman tinggi, kemerataan sedang, kekayaan
sedang, dengan jumlah spesies sebanyak 12. Pada kelompok 2 didapatkan nilai H sebesar 2,24, E
sebesar 0,90 dan nilai R sebesar3,61 sehingga kelompok 2 termasuk dalam jenis
keanekaragaman tinggi, kemerataan tinggi, dan kekayaan sedang, nilai HER kelompok 2 lebih
tingi dari kelompok 1 dengan jumlah spesies sebanyak 12. Pada kelompok 3 didapatkan nilai H
sebesar 1,52, nilai E sebesar 0,55 dan nilai R sebesar 3,25 sehingga kelompok 3 termasuk dalam
jenis keanekaragaman rendah, kemerataan sedang, dan kekayaan sedang dengan jumlah spesies
sebanyak 16. Pada kelompok 4 didapatkan nilai H sebesar 0,37, nilai E sebesar 0,15 , dan nilai R
sebesar 1,84 sehingga kelompok 4 termasuk dalam jenis keanekaragaman sangat rendah,
kemerataan rendah, dan kekayaan rendah dengan jumlah spesies sebanyak 12. Pada kelompok 5
didapatkan nilai H sebesar 1,33 , nilai E sebesar 0,49, dan nilai R sebesar 2,86 sehingga
kelompom 5 termasuk dalam jenis keanekaragaman rendah, kemerataan sedang, dan kekayaan
sedang, dengan jumlah spesies sebanyak 15. Dan pada kelompok 6 didapatkan nilai H sebesar
1,92 , nilai E sebesar 0,77, dan nilai R sebesar 3,23 sehingga kelompok 6 termasuk dalam jenis
keanekaragaman sedang, kemerataan tinggi, dan kekayaan sedang, dengan jumlah spesies
sebanyak 15.

Dari grafik perbandingan HER tersebut didapatkan nilai H (keanekaragaman jenis)


tertinggi adalah pada kelompok 2 dengan nilai H sebesar 2,24. E (kemerataan) tinggi yakni 0,90.
Dan nilai R (kekayaan) tinggi yakni 3,61. Hal tersebut dipengaruhi oleh kecepatan angin rata-
rata sebesar 00,33 m/s suhu udara yang ada pada transek tersebut yakni berkisar 20,5˚-23,3˚C .
Dan kelembaban udara sebesar 80,0 % RH. Kecepatan angin dapat mempengaruhi fauna tanah
yang ada pada tanah tersebut. Suhu tersebut dapat membuat berbagai macam fauna dapat hidup
di daerah tersebut. Dan kelembaban udara tersebut dapat pula mempengaruhi fauna yang ada
pada daerah tersebut.

Pada kelompok kami yakni kelompok 5 didapatkan nilai H sedang yakni bernilai 1,33,
nilai E sedang yakni bernilai 0,49. Dan R sedang yakni 2,86. Hal tersebut terjadi karena
kelembaban tanah pada transek tersebut berkisar 1% , Ph tanah sebesar 8 , intensitas cahaya
sebesar 9 lux, dan kesuburan tanah dibawah ideal. Sehingga menyebabkan nilai HER pada
kelompok 5 adalah sedang.

Terdapat 32 spesies yang ditemukan pada metode Pitfall ini, yakni Leptocorisa acuta,
Pseudachorutes sp, Arcitalitus sylvaticus, Monomorium minimum, Culex sp. Apis cerana,
Polistes exclamns, Lyctus brunneus, Gryllus mitratus, Daddy longlegs, Tapinoma sessile,
Euagrus chisoeus, Paederuls ittoralis, Pleocoma badia hirsute, Nosodendron californicum,
Spiriverpa lunulata,Opiliones, Achatina fulica, Cryptocerus punctulatus, Chelichoses sp. , Liris
sp., Blattodea blattidae, Alogates pensylvanicus, Entomobrya social Denis, Grylus bimaculatus,
Pomacea canaliculata, Hermetia illucens, Pholcus palangioides, Broconidae sp. , Anurida
maratima, Lasius niger, dan Heteromurus sp. Dari seluruh spesies tersebut diperoleh spesies
terbanyak pada Arcitalitrus sylvaticus .
Dari hasil penelitian diperoleh 32 spesies dan 562 individu, dan terdiri dari jenis semut-
semutan, jangkrik, nyamuk, dan kolembola.

Kondisi lingkungan juga dapat berpengaruh terhadap kehidupan organisme tanah. Seperti iklim
mikro, PH tanah, kelembaban tanah, suhu tanah, suhu udara, kelembaban udara, kesuburan tanah
(Michael, 1994).

Fungsi ekologis dari hasil fauna tanah yang telah didapat dalah dapat dilihat dari jumlah
spesies yang ada pada tanah, terdapat 32 spesies fauna tanah, dengan jumlah 562 individu,
sehingga semakin banyak fauna tanah, maka lingkungan di hutan Tahura dapat dikatakan baik
dengan dipengaruhi oleh faktor abiotik.

Dafpus : Magurran, A.E. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. Chapman and Hall:
USA

Michael, P. (1994). Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. Jakarta:
Universitas Indonesia Press.

Anda mungkin juga menyukai