Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

HERNIA SCROTALIS

A. Definisi
Hernia adalah penonjolan abnormalisi rongga perut melalui cacat
atau bagian lemah dari dinding yang rusak. Pada hernia abdomen, isi perut
menonjol melalui cacat atau kelemahan lapisan otot-aponeurotik dinding
perut. Hernia berisi cincin (fasia), kantong (peritoneum) dan isi hernia
(Matsen & Neumayer, 2012).
Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga
melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada
hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defekatau bagian lemah dari
lapisan muskulo-aponeurotik dinding perut (Sjamsuhidayat, 2019).

B. Etiologi
Faktor risiko terjadinya hernia antara lain (Sjamsuhidajat, 2010)
:
1. Kelemahan dari aponeurosis dan fasia tranversalis.
2. Terbukanya prosesus vaginalis baik karena kelainan konginetal
maupun akuisita
3. Peningkatan tekanan intra abdomen secara kronik
4. Kelemahan dari otot dinding perut
5. Hancurnya jaringan penyambung karena degeneratif
6. Pekerjaan yang memerlukan kekuatan tubuh

C. Manifestasi Klinis
Pada kebanyakan kasus hernia, tanda dan gejala yang sering
muncul pada pasien yang dapatditemui antara lain:
1. Berupa benjolan keluar masuk/keras
2. Adanya rasa nyeri pada daerah benjolan
3. Terdapat gejala mual dan muntah atau distensi bila telah ada
komplikasi.
4. Terdapat keluhan kencing berupa disuria pada hernia
femoralis yang berisi kandungkencing.

Hernia yang tak memperlihatkan gejala-gejala


diketemukan pada waktu pemeriksaan rutin. Suatu penonjolan
atau gumpalan pada skrotum, dan pada waktu batuk dan
defekasi penonjolan semakin menonjol. Juga pada waktu
meningkat sesuatu atau kegiatan fisik lainnya. Pada beberapa
kasus tertentu massa menjulur sampai ke dalam skrotum,
daerah pangkal paha terasa tidak enak, terutama kalau hernia
membesar
a) Suatu massa di daerah pangkal paha, reponibel atau
inkarserata, kadang-kadang sampai ke daerah skrotum.
Pada bayi dan wanita adanya masa itu satu-satunya tanda
yang ada. Hernia kecil yang tak memperlihatkan gejala tak
akan terlihat dari luar.
b) Pada anak laki yang lebih besar dan pria, maka harus
dilakukan penanganan sebagai berikut. Skrotum dimasuki
jari telunjuk dan jari ditempatkan pada atau melalui
annulus inguinalis eksterna. Instrusikan pada pasien
untuk menekan (mengedan) seakan-akan hendak buang air
besar. Ini akan meningkatkan tekanan intraabdominal.
Kantung hernia merupakan suatu struktur bagaikan balon
yang menekan jari secara langsung atau dari sisi lateral.
Annulus eksterna yang membesar bukan hernia, meskipun
kemungkinan hernia yang menyebabkan pembesaran itu
dan hernia harus dicari dengan cermat kalau annulus cukup
besar sehingga jari telunjuk dapat masuk. Hernia inguinalis
paling mudah diperagakan kalau pasien berdiri tetapi
periksalah pasien baik dalam posisi berdiri maupun dalam
posisi telentang.
c) Indirek versus direk. Hernia indirek merupakan suatu
massa elips yang berjalan turun dan miring ke dalam kanal
inguinalis. Mungkin akan masuk ke dalam
skrotum.Massa ini menekan sisi lateral jari yang dipakai
untuk memeriksa. Dengan menekan bagian atas annulus
interna dengan satu tangan maka dapat dicegah jangan
sampai hernia masuk ke dalam kanalis inguinalis.
d) Hernia direk adalah suatu massa sferis, yang jarang turun
sampai ke skrotum. Massa itu menekan jari yang
memeriksa langsung dari sebelah depan. Dengan menekan
annulus interna dengan tangan kita tak dapat mengurangi
hernia tersebut (Soeparman, dkk. 2011).
Sebagian besar hernia adalah asimtomatik, dan
kebanyakan ditemukan pada pemeriksaan fisik rutin
dengan palpasi benjolan pada annulus inguinalis
superfisialis atau suatu kantongsetinggi annulus inguinalis
profundus. Yang terakhir dibuat terasa lebih menonjol bila
pasien batuk. Salah satu tanda pertama adalah adanya
massa dalam daerah inguinalis manapun atau bagian atas
skrotum. Dengan berlalunya waktu, sejumlah hernia turun
ke dalam skrotum sehingga skrotum membesar. Pasien
hernia sering mengeluh tidak nyaman dan pegal pada
daerah ini, yang dapat dihilangkan dengan reposisi manual
hernia ke dalam kavitas peritonealis. Tetapi dengan berdiri
atau terutama dengan gerak badan, maka biasanya hernia
muncul lagi (Price. Silvya. A.2005).
Umumnya pasien pengatakan turun berok, burut
atau kelingsir, mengatakan adanya benjolan di
selangkangan/kemaluan. Benjolan tersebut bisa mengecil
atau menghilang pada waktu tidur, dan bila menangis,
mengejan, atau mengangkat benda berat atau bila posisi
pasien berdiri dapat timbul kembali. Bila telah terjadi
komplikasi dapat ditemukan nyeri (Price. Silvya. A.2005).
Keadaan umum pasien biasanya baik. Bila benjolan
tidak nampak, pasien dapat disuruh mengejan dengan
menutup mulut dalam keadaan berdiri. Bila ada hernia
maka akan tampak benjolan. Bila memang sudah tampak
benjolan, harus diperiksakan apakah benjolan tersebut
dapat dimasukkan kembali. Pasien diminta berbaring,
bernapas dengan mulut untuk mengurangi tekanan
intraabdominal, lalu skrotum diangkat perlahan-lahan.
Diagnosis pasti hernia pada umumnya sudah dapat
ditegakkan dengan pemeriksaan klinis yang teliti (Price.
Silvya. A.2005).
Keadaan cincin hernia juga perlu diperiksa.
Melalui skrotum jari telunjuk dimasukkan ke atas lateral
dari tuberkulum pubikum. Ikuti fasikulus spermatikus
sampai ke annulus inguinalis internus. Pada keadaan
normal jari tangan tidak dapat masuk. Pasien diminta
mengejan dan merasakan apakah ada massa yang
menyentuh jari tangan. Bila massa tersebut menyentuh
ujung jari maka itu adalah hernia inguinalis lateralis,
sedangkan bila menyentuh sisi jari maka diagnosisnya
adalah hernia inguinalis medialis (Price. Silvya. A.2005).
Pada pasien terlihat adanya massa bundar pada
annulus inguinalis eksterna yang mudah mengecil bila
pasien tidur. Karena besarnya defek pada dinding posterior
maka hernia ini jarang sekali menjadi irreponibilis.
Hernia ini disebut direkta karena langsung menuju
annulus inguinaliseksterna sehingga meskipun annulus
inguinalis interna ditekan bila pasien berdiri atau
mengejan, tetap akan timbul benjolan. Bila hernia ini
sampai ke skrotum,
maka hanya akan sampai ke bagian atas skrotum,
sedangkan testis dan funikulus spermatikus dapat
dipisahkan dari massa hernia.
Bila jari dimasukkan dalam annulus inguinalis
eksterna, tidak akan ditemukan dinding belakang. Bila
pasien disuruh mengejan tidak akan terasa tekanan dan
ujung jari dengan mudah dapat meraba ligamentum
Cowperi pada ramus superior tulang pubis. Pada pasien
kadang-kadang ditemukan gejala mudah kencing karena
buli-buli ikut membentuk dinding medial hernia.
Umumnya penderita hernia menyatakan adanya benjolan
di kemaluan. Benjolan itu bisa mengecil atau menghilang,
dan bila menangis mengejan waktu defekasi/miksi,
mengangkat bendaberat akan timbul kembali. Dapat pula
ditemukan rasa nyeri pada benjolan atau gejala muntah
dan mual bila telah ada komplikasi (Smeltzer S. C. B. G.
2002).
Umumnya klien mengatakan adanya benjolan pada
lipatan paha. Pada bayi dan anak adanyabenjolan yang
hilang timbul dilipatan paha, dan hal ini biasanya diketahui
oleh orang tuanya. Pada inspeksi, diperhatikan pada
keadaan osimetris pada kedua sisi, lipatan paha, posisi
berdiri dan berbaring. Pada saat batuk dan mengedan
biasanya akan timbul benjolan. Pada palpasi, terababising
usus, suara omentum (seperti karet) (Smeltzer S. C. B. G.
2002).
D. Komlikasi
Menurut (Matsen & Neumayer, 2012) ada beberapa komplikasi pada
hernia yaitu :
1. Terjadi adhesi isi hemia dengan kantong hernia yang membuat isi
hernia tidakdapat dimasukkan
2. Penekanan cincin hemia yang mengakibatkan banyak usus yang
masuk. Cincin hernia menjadi relatif sempit dan dapat
menimbulkan gangguan pasase usus
3. Terjadi strangulasi pembuluh darah karena edema.
4. Nekrosis usus karena adanya strangulasi pembuluh daran.
5. Komplikasi operasi (cedera v.femoralis, N. iliofemoralis, duktus)

E. Implementasi
Penatalaksanaan klinis menurut (Sjamsuhidajat, 2010) yaitu :
1. Konservatif
Penatalaksanaan konservatif terbatas pada reposisi dan penggunaan
penyangga gunak mempertahankan isi hernia yang telah dikembalikan
ke posisi semula. Tindakan reposisi tidak dilaikan pada hernia yang
telah mengalami strangulasi. Pengembalian atau reposisi dilakukan
dengan dua tangan (bimanual) dengan tangan kiri membentuk corong
dan tangan kanan mendorong kea rah cincin hernia hingga isi hernia
kembali ke posisi semula. Penggunaan penyangga hanya untuk
mempertahankan posisi isi hernia yang telah dilakukan reposisi
2. Pembedahan
Perawatan bedah adalah satu-satunya modalitas untuk
penatalaksanaan hernia. Prinsip utama operasi hernia adalah
herniorafi, yang terdiri dari herniotomi dan hernioplasti. herniotomi
merupakan tindakan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya,
kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan,
kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu
dipotong, sedankan hernioplastik bertujuan untuk memperkecil annulus
inguinalis
internus dan memperkuat dinding belakang kanalis iguinalis.

F. Anatomi Fisiologi
Saluran pencernaan makanan merupakan saluran yang
menerima makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap
oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan dengan enzim dan zat cair
yang terbentang mulai dari mulut sampai anus.

Gambar.1.1. Anatomi pencernaan

Berikut ini adalah bagian-bagian dari anatomi struktur


sistem pencernaan. Struktur pencernaan adalah:

1. Mulut

Mulut merupakan permulaan saluran pencernaan, selaput


lendir mulut ditutup epithelium yang berlapis-lapis.
Dibawahnya terletak kelenjar-kelenjar halus yang
mengeluarkan lendir. Selaput inikaya akan pembuluh darah
dan memuat ujung akhir saraf sensoris didalam rongga mulut.
2. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dan
kerongkongan (esofagus). Didalam lengkung faring terdapat tonsil
(amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung
limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak
persimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya
dibelakang rongga mulut dan hidung.

3. Esofagus/Kerongkongan

Esofagus merupakan saluran pencernaan yang menghubungkan


tekak dengan lambung, 25cm, mulai dari faring sampai pintu masuk
kardiak dibawah  panjangnya lambung.
4. Gaster/Lambung
Lambung merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang
paling banyak terutama di daerah spingter. Lambung terdiri dari
bagian atas fundus uteri berhubungan dengan osofagus melalui
orifisium pilorik, terletak dibawah diafragma didepan pankreas dan
limpa, menempel di sebelah kiri fundus uteri.

Gambar.1.2. Usus
(colon)
5. Usus halus
Merupakan bagian dari sistem pencernaan makanan yang
berpangkal dari pilorus dan berakhir pada sekum, panjangnya ± 6 meter,
merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan
absorbsi hasil pencernaan. Usus halus dibagi tiga bagian, yaitu:
a. Duodenum/Usus 12 jari, panjang ± 25cm berbentuk seperti tapal
kuda melengkung kekiri, bagian kanan duodenum terdapat
selaput lendir yang disebut papilla vateri, disini terdapat muara
saluran empedu dan saluran pankreas. Empedu dibuat dihati
untuk dikeluarkan di duodenum melalui duktus koleduktus yang
fungsinya mengemulsikan lemak dengan bantuan lipase.
Pankreas menghasilkan amilase yang berfungsi mencerna hidrat
arang menjadi disakarida dan tripsin yang berfungsi mencerna
protein menjadi asam amino atau albumin dan polipeptida.
b. Yeyunum/Jejunum, terletak di regio abdominalis media
sebelah kiri dengan panjang ± 2-3 meter.
c. Ileum, terletak di regio abdominalis bawah dengan panjang ±
4- 5 meter, lekukan yeyenum dan ileum melekat pada dinding
abdomen posterior dengan perantara lipatan peritonium yang
berbentuk kipas atau yang dikenal sebagai mesenterium.
6. Usus besar/Intestinum mayor
Usus besar/Intestinum mayor 1,5m, lebarnya ± 5-6cm. Bagian-
bagian usus besar yaitu kolon asenden panjangnya 13cm, apendik
(usus buntu), kolon tranversum panjangnya ± 38cm, kolon desenden
panjangnya ± 25cm, kolon sigmoid, anus.
7. Peritonium (selaput perut)
Peritonium terdiri dari dua bagian yaitu: peritonium parietal yang
melapisi dinding rongga abdomen dan peritonium viseral yang melapisi
semua organ yang berada dalam rongga abdomen.Fungsi peritonium:
a. Menutupi sebagian dari rongga abdomen dan pelvis.
b. Membentuk pembatas yang halus sehingga organ yang ada
dalam rongga peritonium tidak saling bergesekan.
c. Menjaga kedudukan dan mempertahankan hubungan organ
terhadap dinding posterior abdomen.
d. Kelenjar limfe dan pembuluh darah yang membantu melindungi
terhadap infeksi.Bagian – bagian hernia:
1) Kantong hernia
Pada hernia abdominalis berupa peritoneum parietalis. Tidak
semua hernia memiliki kantong, misalnya hernia incisional,
hernia adiposa, hernia intertitialis.
2) Isi hernia
Berupa organ atau jaringan yang keluar melalui kantong
hernia, misalnya usus, ovarium, dan jaringan penyangga
usus (omentum).
3) Pintu hernia
Merupakan bagian locus minoris resistance yang dilalui
kantong hernia.
4) Leher hernia
Bagian tersempit kantong hernia yang sesuai dengan kantong
hernia.

G. Patofisiologi dan Pathway


1. Hernia terjadi ketika tekanan intra-abdomen meningkat, tekanan
berlebihan di daerah perut ditambah dengan daerah perut yang
mengalami kelemahan atau mengalami defek maka hernia akan
berkembang berkembang secara prograsif . Pertama, dinding perut
mengalami kerusakan. Seiring berjalan waktu penonjolan dan hal ini
terus berkembang, apabila isi hernia tidak dapat kembali (irreponibel)
dapat menyebabkan inkerserasi ditandai dengan gangguan pasase usus
dan paling akhir akan mengalama strangulasi yang sudah melibatkan
hambatan pada pembuluh darah dengan masalah serius yaitu nekrosis
(Matsen & Neumayer, 2012).
2. Pathway

Mengejan, batuk kronis, menangis, sering jatuh, sering


loncat Proses vaginalis tidakberobilitasi Tekanan intra abdomen meningkat

Canalis ingualis terbuka Fasia abdomen meningkat

Scrotum (timbulnya lubang alami) Hernia ingualis lateralis akuistika

Hernia ingualis laterasi kongiteral

Anulus internus Annulus anternus

Kekurangan
Hernia inguinalis canalis ingualis Lokal General kebutuhan
Lateralis incomplete Scrotum Sal. Limfe Mual muntah nutrisi
Hernia inguinalis complate terbendung
Suplai darah Suplai cairan Sekresi berkurang
Reponibilis peponibilis berhenti dan elektrolit(-)
Oedem
Gangguan Iskemik jar
rasa
nyaman Nekrosis Dehidrasi
nyeri Infeksi Absorbs toksik
Abses Iskemik usus
Paralise

Kekurangan Perubahan
kebutuhan mobilitas fisik
cairan dan
elektrolit
H. Observation Chart
1. Assessment
Tahap ini merupakan tahap awal dalam proses keperawatan dan
menentukan hasil daritahap berikutnya. Pengkajian dilakukan secara
sistematis mulai dari pengumpulan data, identifikasi dan evaulasi
status kesehatan klien (Nursalam, 2011).
Pengkajian data fisik berdasarkan pada pengkajian abdomen dapat
menunjukan benjolan pada lipat paha atau area umbilikal. Keluhan
tentang aktivitas yang mempengaruhi ukuran benjolan. Benjolan
mungkin ada secara spontan atau hanya tampak pada aktivitas yang
meningkatkan tekanan intra abdomen, seperti batuk, bersin,
mengangkat berat atau defekasi. Keluhan tentang ketidaknyamanan.
Beberapa ketidaknyamanan dialami karena tegangan yang
meningkatkan tekanan intra abdomen, seperti batuk, bersin, mengangkat
berat atau defekasi.
Keluhan tentang ketidaknyamanan. Beberapa ketidaknyamanan
dialami karena tegangan. Nyeri menandakan strangulasi dan
kebutuhan terhadap pembedahan segera. Selain itu manifestasiobstruksi
usus dapat dideteksi (bising usus, nada tinggi sampai tidak ada
mual/muntah).Data yangdiperoleh atau dikaji tergantung pada tempat
terjadinya, beratnya, apakah akut atau kronik apakah berpengaruh
terhadap struktur disekelilingnya dan banyaknya akar saraf yang
terkompresi atau tertekan. Pengkajian secara teoritis menurut
Doengoes (2000) yang dapat muncul diantaranya:
a) Aktivitas/Istirahat
Gejala : Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat benda berat,
duduk, mengemudi dalam waktu lama. Membutuhkan
matras/papan yanag keras saat tidur.Penurunan rentang gerak dari
ekstremitas pada salah satu bagian tubuh. Tidak mampu melakukan
aktivitas yang biasa dilakukan.
Tanda : Atropi otot pada bagian yang terkena. Gangguan dalam
berjalan.

b) Eliminasi

Gejala : Konstipasi, mengalami kesulitan dalam defekasi,


adanya inkontinensiaatau retensi urine.
c) Integritas Ego

Gejala : Ketakutan akan timbulnya paralisis, ansietas


masalah pekerjaan, finansialkeluarga.

Tanda : Tampak cemas, depresi menghindar dari keluarga


atau orang terdekat

d) Neuro Sensori

Gejala : Kesemutan, kekauan, kelemahan dari tangan atau kaki.

Tanda : Penurunan refleks tendon dalam, kelemahan


otot, hipotonia. Nyeri tekan atau spasme otot pada
vertebralis. Penurunan persepsi nyeri (sensorik).
e) Nyeri/Kenyamanan

Gejala : Nyeri seperti tertusuk pisau yang akan semakin


memburuk dengan adanya batuk, bersin, membengkokan
badan, mengangkat, defekasi, mengangkat kaki atau fleksi
pada leher, nyeri yang tiada hentinya atau adanya episode
nyeri yanag lebih berat secara intermiten. Nyeri yang
menjalar pada kaki, bokong (lumbal) atau bahu/lengan,
kaku pada leher atau servikal. Terdengar adanya suara
‘krek’ saat nyeri bahu timbul/saat trauma atau merasa
‘punggung patah’. Keterbatasan untuk mobilisasi atau
membungkuk kedepan.
Tanda : Sikap dengan cara bersandar dari bagian tubuh
yang tekena. Perubahan cara berjalan, berjalan dengan
terpincang-pincang, pinggang terangkat pada bagian
tubuh yang terkena. Nyeri pada palpasi.

2. DX Nursing
1. Nyeri akut
2. Ansietas

3. Nursing Intervetion
NO Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi
SDKI SLKI SIKI
1. Nyeri akut (0076) Luaran Utama : Intervensi Pertama :
- Tingkat nyeri - Manajemen nyeri
Luaran Tambahan : - Pemberian
- Kontrol nyeri analgesik Intervensi
- Fungsi gastrointestinal Pendukung :
- Mobilitas fisik - Pemberian obat oral
- Penyembuhan luka - Dukungan hipnosis
- Status kenyamanan diri
- Perfusi miokard - Pengaturan posisi
- Perfusi perifer - Edukasi manajemen
- Tingkat cedera nyeri
- Perawatan
kenyamanan
- Pemantauan nyeri
2. Ansietas (0080) Luaran Pertama : Intervensi Pertama :
- Tingkat ansietas - Redukasi ansietas
Luaran Tambahan : - Terapi relaksasi
- Dukungan sosial Intervensi pendukung :
- Harga diri - Persiapan
- Kesadaran diri pembedahan
- Kontrol diri - Dukungan emosi
- Proses informasi - Teknik menenangkan
- Tingkat pengetahuan - Dukungan kelompok
-
DAFTAR PUSTAKA

Matsen, C., & Neumayer, L. (2012). Hernia. Textbook of Clinical Gastroenterology


and Hepatology: Second Edition, 919–924.
https://doi.org/10.1002/9781118321386.ch122
Price. S. A.(2005) Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit.
(terjemahan). Edisi 6. EGC. Jakarta.

Soeparman, (2011). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Sylvia dan Lorraine (1999). Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi empat,
buku kedua. EGC. Jakarta.

Sjamsuhidajat, R. Jong. Wd. (2015) Buku Ajar Keperawatan Medikal


Bedah. Edisi 2(terjemahan) EGC. Jakarta.

Smeltzer S. C. B. G. (2002) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah


Brunner andSuddarth (terjemahan) Vol 2. EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai