Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI PASIEN Tn. S DILAKUKAN TINDAKAN


OPERASI HERNIA REPAIR PADA HERNIA INGUINALIS SINISTRA
REPONIBLE DENGAN ANESTESI SPINAL DI RUANG
INSTALASI BEDAH SENTRAL RUMAH SAKIT
ADVENT BANDAR LAMPUNG
TANGGAL 20 MARET 2023

Disusun Oleh :

Nama : Noritha Manurung

NIM : 220106829

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(....................................) (dr. Victor Napitupulu, Sp.An)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI

PROGRAM SARJANA TERAPAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA

2023
A. Konsep Teori Penyakit
1. Definisi
Hernia adalah suatu penonjolan pada organ atau struktur melalui di
dinding otot perut. Hernia meliputi jaringan subkutan yang umumnya terdiri
dari kulit , peritoneal kantung, dan yang mendasarinya adalah Visera, seperti
loop usus atau organ-organ internal lainnya. Pembedahan mendadak termasuk
Faktor yang terjadi peningkatan tekanan intra-abdomen, selama mengangkat
penyakit ini terjadi diakaibatkan beban berat atau batuk yang berkepanjangan
sehingga peningkatan tekanan intra-abdomen berhubungan dengan kehamilan,
obesitas, atau asites (Schwartz, 2000).
Hernia adalah sering terjadinya dan muncul sebagai tonjolan dilipatan
paha atau skrotum. Biasanya Orang awam menyebutnya turun bero atau
hernia. Terjadi Hernia inguinalis yaitu ketika dinding abdomen bertambah ke
bawah melalui dinding sehingga menerobos usus. (Nurarif&kusuma 2016)
Hernia inguinalis dimana merupakan suatu keadaan keluarnya struktur
organ dari tempatnya yang normal melalui suatu area pada defek inguinal yang
secara manual tidak bisa kembali ke tempat semula dan akan memberikan
implikasi tindakan invasif bedah dengan secara pembedahan mengembalikan
struktur organ terebut dengan menutup defek di inguinal. (Arif, 2009).
2. Etiologi
Hal-hal yang dapat mengakibatkan timbulnya hernia secara umum
adalah mengendong barang yang sangat berat, batuk, kegemukan, mengedan,
asites (terjadi kumpulan cairan abnormal di daerag rongga perut), aktifitas fisik
yang berlebihan. Etiologi terjadinya hernia yaitu :
Hernia Inguinal, Menurut Black,J dkk (2002)penyebab Hernia Inguinal
adalah :
a. Terjadi penurunan kekuatan otot dinding abdomen
1) Kelemahan jaringan
2) Terdapat tempat dibagian lebar diligamen inguinal
3) Trauma
b. Terjadi tekanan pada intra abdominal
1) Obesitas
2) Mengambil barang berat
3) Mengejan konstipasi
4) Kehamilan
5) Batuk alam jangka waktu lama
6) Prostate hipertropi
c. Hernia Hiatal
Faktor Hernia Hiatal biasanya belum diketahui, namun bisa terjadi
karena adanya kelemahan pada jaringan penyokong. Faktor resiko
terjadinya Hernia Hiatal adalah: Pertambahan usia, kegemukan, dan
Merokok.
d. Hernia Umbilical
Hernia Umbilical/Umbilikus terdapat jika penutupan umbilikus
(didapat tali pusar) tidak sempurna
e. Hernia Femoralis
1) Akibat adanya hernia Femoralis adalah kehamilan multipara,
kegemukan dan keturunan penahan ikat.
2) Faktor kekurangan bagan fascia dan aponeurosis tranversa,
degenerasi/atropi, tekanan intra abdomen meningkat, pekerjaan
mengangkat benda-benda berat, batuk kronik, gangguan BAB, dan
gangguan BAK
3. Tanda dan Gejala
Menurut Arief Mansjoer (2004), manifestasi klinis dari hernia adalah
sebagai berikut :
a. Adanya pembekakan ( asimptomatik)
Keluhan benjolan di daerah inguinal yang timbul berupa adanya
atau skrotal yang hilang timbul. Misalnya nyeri mengedan, batuk-batuk,
tertawa, atau menangis. Bila klien tenang, benjolan akan hilang secara
spontan. Timbul bila terjadi peningkatan tekanan intra peritoneal.
Keluhan nyeri pada hernia ini jarang ditemui, walaupun yang
dirasakan di daerah perut epigastrium atau para umbilikal berupa nyeri
viseral sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam kantung hernia
bila usus tidak dapat kembali akibat regangan pada mesenterium karena
jepitan oleh anulus inguinalis, terjadi gangguan pembuluh darah dan
gangguan pasase segmen usus yang terjepit.
Secara klinis keluhan klien adalah rasa sakit yang terus menerus.
Keadaan ini disebut hernia strangulata. Gangguan pasase usus seperti
abdomen kembung dan muntah pemeriksaan fisik dan Tanda klinik
tergantung pada isi hernia.
Pada Inspeksi dilihat hernia inguinalis lateralis muncul sebagai
penonjolan diregio ingunalis pada saat klien mengedan dapat yang
berjalan dari lateral atas ke medial bawah. Palpasi: pada funikulus
spermatikus kantong hernia yang kosong dapat dirasakan sebagai geseran
dari lapis kantong yang mengutamakan alasan gesekan dua permukaan
sutera. Tangan sutera ini disebut tanda sarung, tetapi umumnya gejala ini
sulit ditemukan.
Pemerikasaa bisa teraba pada usus, omentum (seperti karet), atau
ovarium. bila ada hernia berisi bagian maka tergantung pada isinya,
Dengan jari kelingking atau jari telunjuk pada anak kusia dini, bisa
dipraktekan mendorong isi hernia dengan menonjolkan kulit skrotum
melalui annulus eksternus sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia
dapat direposisi atau tidak.
Apabila hernia dapat direposisi, pada saat jari masih berada dalam
annulus eksternus, klien dianjurkan mengedan. Kalau seandai nya hernia
teraba diujung jari, maka hernia inguinalis lateralis, dan kalau stepi jari
menyentuh itu menandakan hernia inguinalis medialis. Didalam hernia
pada bayi wanita yang teraba benjolan yang padat biasanya terdiri dari
ovarium.
b. Gejala Klinis

Gejala klinis hernia banyak diketahui oleh kondisi isi hernia. tanda
yang muncul seperti berupa adanya pembengkakan di selangkangan
dipaha yang timbul saat waktu berdiri, batuk, bersin, atau mengedan dan
tidak ada setelah terlentang. Keluhan nyeri jarang dijumpai bila ada yang
dirasakan di dibagian epigastrium atau periumbilikal berupa nyeri visceral
karena regangan pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus
masuk ke dalam kantong hernia.

Hernia inguinalis yang sering pada anak yaitu hernia inguinalis


lateralis (indirect). 60% dari kasus hernia inguinalis terjadi saat dibagian
sisi kanan, 30% pada sisi kiri dan 10% bilateral.

c. Tanda Klinis
Tanda klinis pada pengkajian fisik behubungan dengan isi hernia.
Pada saat inspeksi, pasien diminta mengedan maka akan terlihat benjolan
pada lipat paha, bahkan benjolan sering tampak meskipun klien tidak
mengedan.
Pada pengkajian dilakukan palpasi, teraba pembengkaan yang
teraba kenyal, isinya berbentuk usus, omentum atau ovarium, juga dapat
ditentukan apakah hernia itu dapat didorong masuk dengan jari/ direposisi.
Sewaktu aukultasi bisa terdengar bising usus dengan melakukan stetoskop
yang isi hernia berisi seperti usus.
4. Klasifikasi
a. Berdasarkan Terjadinya
1) Hernia Bawaan atau Kongenital
Pada bulan ke-8 kehamilan, terjadi desensus testis melalui
kanal tersebut Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal .
penonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis
peritonei. Pada bayi yang sudah lahir mengalami ,Penurunan testis
tersebut akan menarik peritonium ke daerah skrotum dapat
mengalami prosesus ini telah mengalami obliterasi sehingga isi
rongga perut belum dapat melalui kanalis tersebut.tetapi dalam
beberapa hal, kanalis ini belum merekat. Karena testis kiri turun
terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis kanan lebih sering terbuka.
Bila kanalis kiri terbuka maka biasanya sebelah kanan bisa
terbuka. Dalam keadaan normal, kanalis yang terbuka ini akan
menutup pada usia 2 bulan. Bila prosesus terbuka terus (karena
tidak mengalami obliterasi) akan timbul hernia inguinalis lateralis
kongenital. Pada orang tua kanalis tersebut telah menutup. Namun
karena merupakan lokus minoris resistensie, maka pada keadaan
yang menyebabkan tekanan intra-abdominal meningkat, kanal
tersebut dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis
lateralis akuisita (Erfandi, 2009).
2) Hernia dapatan atau akuisita (acquisitus = didapat)
Hernia kongenital / didapat dan ditemukan pada bayi
sedangkan hernia akuisita / didapat, pertama terjadi ketahanan
dinding otot perut ditemukan saat sudah dewasa. Proses ini
mengakibatkan hernia eksternal pada bayi umumnya dikarenakan
penyakit kongenital, yakni penyakit yang terjadi disaat bayi masih
dikandungan dan umumnya tidak dipastikan penyebabnya
(Erfandi, 2009).
b. Berdasarkan sifatnya
1) Hernia reponibel/reducible
Yaitu jika isi hernia keluar masuk. Maka Usus keluar bila
saat berdiri atau jongkok dan mengedan dan bisa masuk lagi jika
keadaan terlentang atau dipaksa masuk, tidak ada keluhan nyeri
atau gejala obstruksi usus (Erfandi, 2009).
2) Hernia ireponibel
Yaitu keadaan isi dalam rongga hernia belum bisa
dikembalikan ke dalam rongga.biasanya dikarenakan oleh
perlekatan dari dalam kantong pada peritonium kantong hernia.
Hernia ini disebut juga hernia akreta (accretus = perlekatan karena
fibrosis). Tidak ada mengeluh rasa nyeri ataupun tanda
penyempitan usus (Erfandi, 2009).
3) Hernia strangulata atau inkarserata (incarceratio = terperangkap,
carcer = penjara)
Hernia inkarserata yaitu tidak dapat kembali ke dalam
rongga perut disertai akibatnya yang berupa gangguan pasase atau
vaskularisasi bila isi hernia terjepit oleh cincin hernia. berarti isi
kantong terperangkap,. Secara klinis “hernia inkarserata” lebih
dimaksudkan untuk hernia ireponibel dengan gangguan pasase,
sedangkan pada gangguan vaskularisasi disebut sebagai “hernia
strangulata”.
Hernia strangulata terjadinya nekrosis dari isi abdomen di
dalamnya tidak menghasilkan darah akibat pembuluh terjadi
penyempitan atau terjepit. Hernia seperti ini bisa dikatakan
keadaan yang gawat darurat diketahui harus memerlukan
pertolongan secepat mungkin (Erfandi, 2009).
c. Berdasarkan Letaknya
a) Hernia Femoralis
Hernia femoralis pengeluaran dari lakuna vasorum kaudal
dari ligamentum inguinale. Kondisi anatomi ini sering
menyebabkan inkarserasi hernia femoralis. Hernia femoralis
umumnya ditemui pada perempuan pada usia lanjut,yang sering
terjadi perempuan diperkirakan 4 kali dari lelaki. Keluhan
merupakan benjolan di selangkangan paha yang timbul terutama
saat keadaan melakukan kegiatan yang meningkatkan penekanan
intra abdomen seperti mengangkat barang atau batuk. Benjolan ini
bisa berkurang pada waktu terlentang. anulus femoralis.
Selanjutnya, isi hernia masuk ke dalam kanalis femoralis yang
berbentuk corong sejajar dengan vena femoralis sepanjang kurang
lebih 2 cm dan keluar pada fosa ovalis di lipat paha ini yang
menyebakan Pintu masuk pada hernia femoralis (Syamsuhidayat,
2004).
Menurut Erfandi (2009), penyempitan pada lemak di
kanalis femoralis yang bertambah ukuran dan secara bertahap
menarik peritoneum dan hampir tidak dapat dihindari kandung
kemih masuk ke dalam kantung ini dimaksud dengan Hernia
femoralis terjadi melalui cincin femoral dan lebih umum pada
wanita daripada pria. Ini mulai sebagai penyumbat lemak di kanalis
femoralis yang membesar dan secara perlahan mendorong
peritoneum dan hampir belum bisa dihindari kandung kemih
masuk ke kerongga kantung Ada kejadian yang lebih meningkat
dari inkarserata dan strangulasi dengan macam hernia ini.
b) Hernia Umbilikalis
Hernia umbilikalis membentuk hernia kongenital pada
umbilikus yang bila tertutup peritoneum dan kulit. Hernia ini bisa
didapat kkurang lebih 20% bayi dan angka ini lebihsering terjadi
pada bayi prematur. Dan belum bisa membagi angka kejadian
antara bayi laki-laki dan perempuan. Hernia umbilikalis merupakan
terjadinya pembekakan yang terdapat didalam rongga perut yang
lewat melalui cincin umbilikus akibat peningkatan tekanan
intraabdomen, dan disertai bayi menangis. Hernia ini tidak
menimbulkan nyeri dan tidak pernah tetapi hanya terjadi sekali
sekali inkarserasi (Syamsuhidayat, 2004).
Menurut Erfandi (2009), Hernia umbilikalis terjadi pada
orang dewasa lebih banyak dengan wanita dan oleh sebab itu
kemajuan tekanan abdominal. Ini biasanya terjadi pada klien
gemuk dan wanita multipara. kondisi hernia ini terjadi pada
pembedahan yang terjasi secara yang tidak adekuat dikarenkan
masalah terjadi pascaoperasi seperti infeksi, nutrisi tidak adekuat,
atau kegemukan.
c) Hernia sikatriks atau hernia insisional
Hernia ini yang ada pada luka bekas laparotomi. anestesi
kulit mengakibatkan Sayatan pada nervus dan paralisis otot pada
segmen melalui oleh saraf yang bersangkutan (Syamsuhidayat,
2004).
d) Hernia Inguinalis
Hernia Inguinalis adalah merupakan sesuatu usus masuk
melalui sebuah lubang melalalui dinding perut yang suatu kondisi
dimana sebagian yang lemah pada dinding perut ke dalam kanalis
inguinalis. Saluran ini berbentuk tabung yaitu Kanalis inguinalis,
yang menyebakan tempat turunnya buah testis (buah zakar) dari
perut menuju skrotum (kantung zakar) hal ini sering terjadi
sebelum bayi dilahirkan. Hernia inguinalis didapatkan sejak dari
bawah sebelum melahirkan atau masih dalam kandungan.
(kongenital) dan bisa (akuisita). Klien laki-laki lebih banyak dari
pada klien wanita. Pada pria, hernia bisa terjadi di selangkangan ,
yaitu terjadi dibagian korda spermatika keluar diantara perut dan
masuk ke dalam skrotum (Subarkah, 2008).
Menurut Syamsuhidayat (2004), hernia inguinalis dapat dibagi
menjadi :
1) Hernia inguinalis indirek
Hernia ini merupakan hernia inguinal lateralis, karena
melalui antara rongga peritoneum menuju anulus inguinalis
internus yang merupakan lateral dari pembuluh epigastrika
inferior, selanjutnya hernia masuk dari kanalis inguinalis dan
bila terjadi sangat cukup panjang, menonjol keluar dari anulus
inguinalis eksternus.Apabila hernia ini terjadi, maka
pembengkaan akan sampai ke menuju skrotum, disebut hernia
skrotalis. Kantong hernia terdapat di dalam muskulus
kremaster, terletak anteromedial terhadap vas deferens dan
struktur lain dalam tali sperma (Syamsuhidayat, 2004).
Menurut Erfandi (2009), Hernia ini terjadi apabila terjadi pada
cincin inguinalis dan bisa melewati korda spermatikus melalui
kanalis inguinalis. Ini umumnya terjadi pada pria daripada
wanita. Insidennya tinggi pada bayi dan anak kecil. Hernia ini
bisa menimgkat sangat besar dan menuju ke skrotum.
Pembekakan itu bisa menjadi mengecil atau menghilang pada
saat tidur. Bila menangis, mengejan dan mengangkat benda
dengan kondisi yang berat dengan keadaan posisi klien berdiri
bisa mencul kembali.
2) Hernia inguinalis direk
Pembengkakan langsung melalui segitiga Hesselbach,
di bagian inferior daerah yang dibatasi oleh ligamen
tuminguinale, pembuluh epigastrika inferior di daerah lateral
dan pinggir otot rektus di antara medial Disebut juga hernia
inguinalis medialis. Berbentuk segitiga Hasselbach terjadi oleh
fasia transversal jika dieratkan oleh serat aponeurosis
muskulus transversus abdominis yang seakan akan belum
sempurna sehingga keadaan un masih lemah. Hernia medialis,
sebab belum keluar melewati kanalis inguinalis ke skrotum,
dasarnya tidak diikutii strangulasi karena cincin hernia longgar
(Syamsuhidayat, 2004).
Menurut Erfandi (2009), Hernia ini melalui tepi
abdomen di daerah kelemahan otot, jangan melewati kanal
seperti pada hernia inguinalis dan femoralis indirek. Ini lebih
umum pada lansia. Hernia inguinalis direk secara perlahan
terjadi didaerah yang lemah di karena defisiensi kongenital.
Hernia ini disebut direkta secara langsung menuju anulus
inguinalis eksterna walaupun anulus inguinalis interna dipaksa
bila klien berdiri atau mengejan, akan timbul benjolan. jika
hernia ini sampai ke skrotum, maka akan sampai ke daerah
atas skrotum, walaupun testis dan funikulus spermatikus
belum dapat dipisahkan dari masa hernia. Pada klien terlihat
ada massa bundar pada anulus inguinalis eksterna yang bisa
mengecil bila klien terlentang. Karena ukuran lebih besar
defek pada dinding posterior maka hernia ini belum bisa
menjadi ireponibilis.
5. Patofisiologi
Pendapat Syamsuhidayat (2004), hernia inguinalis bisa didapatkan
sebab anomali kongenital atau akibat yang didapat. Hernia dapat diketahui
jika setiap usia. Penyakit ini sering diderita pada laki-laki ketimbang pada
perempuan. Berbagai faktor akibat terjadi pada depat pintu masuk anulus
internus hernia yang cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi
hernia. Selain itu, yang dapat mendorong melewati pintu yang sudah
terbuka cukup lebar itu diperlukan pula faktor isi herniayang ada.
Faktor peningakatan tekanan di dalam rongga karena peninggian
tekanan di dalam rongga perut perut yang dipandang berperan kausal.
Kanalis inguinalis adalah terjadi Pada bulan ke-8 kehamilan kanal yang
normal pada fetus, terjadi melalui kanal tersebut desensus testis. Penurunan
testis terjadi penonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis
peritonei yang akan menarik peritonium ke daerah skrotum sehingga.
prosesus ini telah mengalami obliterasi pada bayi yang sudah lahir,
umumnya sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut.
kanalis ini tidak menutup dalam beberapa hal tersebut. Karena testis kiri
turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis kanan lebih sering terbuka.
jika kanalis kanan terbuka maka biasanya yang kiri juga terbuka.
Dalam keadaan normal, pada usia 2 bulan kanalis yang terbuka ini
akan menutup. Bila prosesus terbuka terus (karena tidak mengalami
obliterasi) akan timbul hernia inguinalis lateralis kongenital . kanalis
inguinalis telah menutup Pada orang tua. tetapi karena menyebabkan lokus
minoris resistensie, sebab saat keadaan yang terjadinya tekanan intra-
abdominal lebih terasa, hernia inguinalis lateralis akuisita tersebut dapat
terbuka kembali dan timbul. akibat kerusakan Nervus Ilioinguinalis dan
Nervus Iliofemoralis setelah apendiktomi Kelemahan otot dinding perut
terjadi akibatakibat jaringan kanal (Erfandi, 2009).
Pada hernia akan terjadi kelemahan atau kegagalan menutup yang
bersifat kongenital usus ke dalam anulus inguinalis di atas kantong skrotum,
disebabkan oleh prolaps sebagian. kemudian akan mengalami nyeri dan
gelala-gejala obstruksi usus (perut kembung, nyeri kolik abdomen, tidak
ada flatus, tidak ada feces, muntah). bila usus yang prolaps bisa
menyebabkan Hernia inkarserata terjadi konstriksi bila suplai darah ke
kantong skrotum, Isi hernia dapat kembali ke rongga peritoneum disebut
hernia inguinal reponibilis, bila tidak dapat kembali disebut hernia inguinal
ireponibilis (Mansjoer, 2004).
Keluhan yang timbul hanya berupa benjolan di lipat paha yang
muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin, mengedan, dan menghilang
setelah berbaring terjadi pada hernia reponibilis. Keluhan nyeri jarang
dijumpai pada hernia ini, walaupun ada nyeri dirasakan di daerah
epigastrium atau didaerah umbilikal berupa viseral akibat regangan pada
mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam kantung
hernia.
Bila usus tidak dapat kembali karena jepitan oleh anulus inguinalis,
terjadi gangguan pembuluh darah dan gangguan pasase segmen usus yang
terjepit. Keadaan ini disebut hernia strangulata. rasa sakit yang terus
menerus Secara klinis keluhan klien adalah Terjadi gangguan pada usus
seperti nyeri pada perut kembung dan muntah. Akibat penimbunan racun
yang akan mengakibatkan terjadinya infeksi dalam tubuh Pembuluh darah
yang terjepit . dinding usus yang akan berakibat buruk yaitu kematian
Infeksi ini akan menjadi sumber infeksi ke seluruh tubuh.
6. Pemeriksaan Diagnostik / pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada hernia inguinalis menurut Nurarif
(2015) antara lain :
a. Hitungan darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan
hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit, peningkatan sel darah
putih dan ketidakseimbangan elektrolit pada hernia
b. Sinar X abdomen dapat menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam
usus atau obstruksi usus.
7. Komplikasi
Akibat dari hernia dapat menimbulkan beberapa komplikasi antaralain :
a. Terjadi perlengketan berupa isi hernia sama isi kantung hernia
sehinggaisi kantung hernia belum diketahui kembalinya lagi, keadaan
ini disebut hernia inguinalis lateralis ireponibilis. saat kondisi ini tidak
gangguan penyaluran isi usus. Isi hernia yang tersering menyebabkan
keadaan ireponibilis, adalah omentum, karena mudah melekat pada
dinding herniadan isinya dapat menjadi lebih besar karena infiltrasi
lemak. Usus besarlebih sering menyebabkanireponibilisdaripada usus
halus.
b. Terjadi tekanan pada cincin hernia maka terjadi banyaknya usus yang
masuk. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya isi usus diikuti dengan
gangguan vascular (proses strangulasi). Keadaan ini di sebut hernia
inguinalis strangulata (Mansjoer, 2002).
8. Penatalaksanaan Medis
Menurut Mansjoer, A, (2000) penatalaksanaan medis pada hernia yaitu :
a. Herniaplasty : memperkecil anulus inguinalis internus dan
memperkuat dinding belakang
b. Herniatomy : pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya,
kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan jika ada perlekatan, kemudian
direposisi, kantong hernia dijahit ikat tinggi lalu dipotong.
c. Herniorraphy/hernia repair : mengembalikan isi kantong hernia
kedalam abdomen dan menutup celah yang terbuka dengan menjahit
pertemuan transversus internus dan muskulus ablikus internus
abdominus ke ligamen inguinal.

B. Pertimbangan Anestesi
1. Definisi Anestesi
Anestesi berasal dari bahasaYunani a : tanpa,aesthesis : rasa, sensasi
(Anestesiologi FKUI 1989). Anestesi adalah suatu keadaan narkosis, analgesia,
relaksasi dan hilangnya reflek (Keperawatan medical bedah, Brunner dan
Sudarthedisi.
Definisi anestesiologi yang ditegakkan oleh The American Board of
Anesthesiology pada tahun 1089 ialah mencakup semua kegiatan profesi atau
praktek yang meliputi :
a. Menilai, merancang, menyiapkan pasien untuk anestesi.
b. Membantu pasien menghilangkan nyeri pada saat pembedahan, persalinan
atau pada saat dilakukan tindakan diagnostic terapeutik.
c. Memantau dan memperbaiki homeostasis pasien perioperatif dan pada
pasien dalam keadaan kritis.
d. Mendiagnosis dan mengobati sindroma nyeri.
e. Mengelola dan mengajarkan resusitasi jantung paru (RJP).
f. Membuat evaluasi fungsi pernafasan dan mengobati gangguan pernafasan.
g. Mengajarkan, member supervise dan mengadakan evaluasi tentang
penampilan personil paramedic dalam bidang anestesi, perawatan
pernafasan dan perawatan pasien dalam keadaan kritis.
h. Mengadakan penelitian tentang ilmu dasar dan ilmu klinik untuk
menjelaskan dan memperbaiki perawatan pasien terutama tentang fungsi
fisiologi dan respon terhadap obat.
i. Melibatkan diri dalam administrasi rumah sakit. Pendidikan kedokteran
dan fasilitas rawat jalan yang diperlukan untuk implementasi pertanggung
jawaban.  

Anestesi dan reanimasi adalah cabang ilmu kedokteran yang


mempelajari tatalaksana untuk mematikan rasa. Rasa nyeri, rasa tidak nyaman
pasien, dan rasa lain yang tidak diharapkan. Anestesiologi adalah ilmu yang
mempelajari tatalaksana untuk menjaga atau mempertahankan hidup pasien
selama mengalami “kematian” akibat obat anestesia (Mangku, 2010).

Anestesi berarti “hilangnya rasa atau sensasi”. Istilah yang digunakan


para ahli saraf dengan maksud untuk menyatakan bahwa terjadi kehilangan
rasa secara patologis pada bagian tubuh tertentu, atau bagian tubuh yang
dikehendaki (Boulton, 2012).

Anestesi atau pembiusan adalah pengurangan atau penghilangan


sensasi untuk sementara, sehingga operasi atau prosedur lain yang
menyakitkan dapat dilakukan. Ada dua jenis anestesi:

1) Anestesi umum, yaitu membuat pasien tak sadar


2) Anestesi regional yaitu membuat mati rasa bagian tubuh yang akan
diambil tindakan

2. Jenis Anestesi
Anestesi regional atau "blok saraf" adalah bentuk anestesi yang hanya
sebagian dari tubuh dibius (dibuat mati rasa). Hilangnya sensasi di daerah
tubuh yang dihasilkan oleh pengaruh obat anestesi untuk semua saraf yang
dilewati persarafannya (seperti ketika obat bius epidural diberikan ke daerah
panggul selama persalinan). Jika pasien akan dilakukan operasi pada
ekstremitas atas (misalnya bahu, siku atau tangan), pasien akan menerima
tindakan anestesi dengan suntikan (blok saraf tepi ) di atas atau di bawah
tulang selangka (tulang leher), yang kemudian membius hanya lengan yang
dioperasi. Operasi pada ekstremitas bawah (misalnya pinggul, lutut, kaki) akan
dapat dilakukan dengan teknik anastesi epidural, spinal atau blok saraf tepi
yang akan membius bagian bawah tubuh pasien, atau seperti pada blok
ekstremitas atas, yaitu hanya memblokir persarafan pada daerah perifer.
Jenis Anestesi Regional menurut Pramono (2017) digolongkan sebagai
anestesi spinal, anestesi epidural, dan anestesi kaudal. Anestesi spinal yaitu
penyuntikan anestesi lokal ke dalam ruang subaraknoid disegmen lumbal 3-4
atau lumbal 4-5. Untuk mencapai ruang subaraknoid, jarum spinal menembus
kulit subkutan lalu menembus ligamentum supraspinosum, ligamen
interspinosum, ligamentum flavum, ruang epidural, durameter, dan ruang
subaraknoid. Tanda dicapainya ruang subaraknoid adalah dengan keluarnya
liquor cerebrospinalis (LCS).
3. Teknik Anestesi
Menurut Latief (2010) anestesi spinal menjadi pilihan untuk operasi
abdomen bawah dan ekstermitas bawah. Teknik anestesi ini popular karena
sederhana, efektif, aman terhadap sistem saraf, konsentrasi obat dalam plasma
yang tidak berbahaya serta mempunyai analgesi yang kuat namun pasien masih
tetap sadar, relaksasi otot cukup, perdarahan luka operasi lebih sedikit, aspirasi
dengan lambung penuh lebih kecil, pemulihan saluran cerna lebih cepat
(Longdong, 2011).
Indikasi Spinal Anestesi Menurut Latief (2010) indikasi dari tindakan
spinal anestesi sebagai berikut:
a. Pembedahan pada ektermitas bawah
b. Pembedahan pada daerah panggul
c. Tindakan sekitar rektum-perineum
d. Pembedahan perut bagian bawah
e. Pembedahan obstetri-ginekologi
f. Pembedahan urologi
g. Pada bedah abdomen bagian atas dan bedah pediatrik, dikombinasikan
dengan anestesi umum ringan

Kontraindikasi Spinal Anestesi Menurut Morgan (2013) kontraindikasi


spinal anestesi digolongkan sebagai berikut :

a. Kontraindikasi absolut
b. Pasien menolak
c. Infeksi pada tempat daerah penyuntikan
d. Hipovolemia berat, syok
e. Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan
f. Tekanan intrakranial meninggi
g. Fasilitas resusitasi minim
h. Kurang pengalaman / tanpa didampingi konsultan anestesia
i. Kontraindikasi relatif
j. Infeksi sistemik (sepsis, bakteremi)
k. Infeksi sekitar tempat suntikan
l. Kelainan neurologis
m. Kelainan psikis
n. Penyakit jantung
o. Hipovolemia ringan
p. Nyeri punggung kronis
q. pasien tidak kooperatif
r. Kontraindikasi kontroversial
s. Tempat penyuntikan yang sama pada operasi sebelumnya
t. Ketidakmampuan komunikasi dengan pasien
u. Komplikasi operasi Operasi yang lama
v. Kehilangan darah yang banyak
w. Manuver pada kompromi pernapasan

4. Rumatan Anestesi
Periode Maintenance (Periode Pemeliharaan) ini dihitung sejak mulainya
induksi dan selama pelaksanaan pembedahan.
a. Menggunakan oksigen dan obat anestesi inhalasi dengan maupun tanpa
pelumpuh otot atau rumatan dengan obat intravena kontinyu, menggunakan
dosis sesuai umur dan berat badan.
b. Titrasi dan pemantauan efek obat dan dijaga kadar anestesi aman selama
prosedur tindakan.
c. Pernafasan kontrol atau asissted selama perjalanan operasi.
d. Suplemen analgetik opioid sesuai kebutuhan.
e. Dapat dikombinasi dengan anestesi regional sesuai kebutuhan, setelah
dilakukan anestesi umum.
f. Monitoring fungsi vital dan suara nafas dengan precordial, memperhatikan
posisi endotrakheal tube selama operasi berlangsung secara berkala.
g. Evaluasi pemberian cairan dan kebutuhan untuk mengganti kehilangan
cairan pada saat prosedur tindakan.
h. Pastikan tidak ada sumber perdarahan yang belum teratasi. - Menjaga suhu
tubuh pasien tetap hangat selama prosedur tindakan
5. Resiko Penyulit
a. Status ASA
b. Mallampati score
c. Grade tonsil
d. Waktu puasa

6. Pre operasi
Penilaian preoperatif penderita-penderita hipertensi esensial yang akan
menjalani prosedur pembedahan, harus mencakup 4 hal dasar yang harus dicari,
yaitu:
a. Jenis pendekatan medikal yang diterapkan dalam terapi hipertensinya.
b. Penilaian ada tidaknya kerusakan atau komplikasi target organ yang telah
terjadi.
c. Penilaian yang akurat tentang status volume cairan tubuh penderita.
d. Penentuan kelayakan penderita untuk dilakukan tindakan teknik hipotensi,
untuk prosedur pembedahan yang memerlukan teknik hipotensi.

Semua data-data di atas bisa didapat dengan melakukan anamnesis


riwayat perjalanan penyakitnya, pemeriksaan fisik, tes laboratorium rutin dan
prosedur diagnostik lainnya. Penilaian status volume cairan tubuh adalah
menyangkut apakah status hidrasi yang dinilai merupakan yang sebenarnya
ataukah suatu relatif hipovolemia (berkaitan dengan penggunaan diuretika dan
vasodilator). Disamping itu penggunaan diuretika yang rutin, sering
menyebabkan hipokalemia dan hipomagnesemia yang dapat menyebabkan
peningkatan risiko terjadinya aritmia.

Untuk evaluasi jantung, EKG dan x-ray toraks akan sangat membantu.
Adanya LVH dapat menyebabkan meningkatnya risiko iskemia miokardial
akibat ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. Untuk evaluasi
ginjal, urinalisis, serum kreatinin dan BUN sebaiknya diperiksa untuk
memperkirakan seberapa tingkat kerusakan parenkim ginjal. Jika ditemukan
ternyata gagal ginjal kronis, maka adanya hiperkalemia dan peningkatan volume
plasma perlu diperhatikan. Untuk evaluasi serebrovaskuler, riwayat adanya
stroke atau TIA dan adanya retinopati hipertensi perlu dicatat.

Tujuan pengobatan hipertensi adalah mencegah komplikasi


kardiovaskuler akibat tingginya TD, termasuk penyakit arteri koroner, stroke,
CHF, aneurisme arteri dan penyakit ginjal. Diturunkannya TD secara
farmakoligis akan menurunkan mortalitas akibat penyakit jantung sebesar 21%,
menurunkan kejadian stroke sebesar 38%, menurunkan penyakit arteri koronaria
sebesar 16%.

7. Intra operasi
Premedikasi dapat menurunkan kecemasan preoperatif penderita
hipertensi. Untuk hipertensi yang ringan sampai dengan sedang mungkin bisa
menggunakan ansiolitik seperti golongan benzodiazepin atau midazolam. Obat
antihipertensi tetap dilanjutkan sampai pada hari pembedahan sesuai jadwal
minum obat dengan sedikit air non partikel. Beberapa klinisi menghentikan
penggunaan ACEinhibitor dengan alasan bisa terjadi hipotensi intraoperatif.
Tujuan pencapaian hemodinamik yang diinginkan selama pemeliharaan
anestesia adalah meminimalkan terjadinya fluktuasi TD yang terlalu lebar.
Mempertahankan kestabilan hemodinamik selama periode intraoperatif adalah
sama pentingnya dengan pengontrolan hipertensi pada periode preoperatif. Pada
hipertensi kronis akan menyebabkan pergeseran kekanan autoregulasi dari
serebral dan ginjal. Sehingga pada penderita hipertensi ini akan mudah terjadi
penurunan aliran darah serebral dan iskemia serebral jika TD diturunkan secara
tiba-tiba.
Terapi jangka panjang dengan obat antihipertensi akan menggeser kembali
kurva autregulasi kekiri kembali ke normal. Dikarenakan kita tidak bisa
mengukur autoregulasi serebral sehingga ada beberapa acuan yang sebaiknya
diperhatikan, yaitu:
a. Penurunan MAP sampai dengan 25% adalah batas bawah yang maksimal
yang dianjurkan untuk penderita hipertensi.
b. Penurunan MAP sebesar 55% akan menyebabkan timbulnya gejala
hipoperfusi otak.
c. Terapi dengan antihipertensi secara signifikan menurunkan angka kejadian
stroke.
d. Pengaruh hipertensi kronis terhadap autoregulasi ginjal, kurang lebih sama
dengan yang terjadi pada serebral.

Anestesia aman jika dipertahankan dengan berbagai teknik tapi dengan


memperhatikan kestabilan hemodinamik yang kita inginkan. Anestesia dengan
volatile (tunggal atau dikombinasikan dengan N2O), anestesia imbang (balance
anesthesia) dengan opioid + N2O +pelumpuh otot, atau anestesia total intravena
bisa digunakan untuk pemeliharaan anestesia. Anestesia regional dapat
dipergunakan sebagai teknik anesthesia, namun perlu diingat bahwa anestesia
regional sering menyebabkan hipotensi akibat blok simpatis dan ini sering
dikaitkan pada pasien dengan keadaan hipovolemia. Jika hipertensi tidak
berespon terhadap obat-obatan yang direkomendasikan, penyebab yang lain harus
dipertimbangkan seperti phaeochromacytoma, carcinoid syndrome dan tyroid
storm. Kebanyakan penderita hipertensi yang menjalani tindakan operasi tidak
memerlukan monitoring yang khusus. Monitoring intra-arterial secara langsung
diperlukan terutama untuk jenis operasi yang menyebabkan perubahan preload
dan afterload yang mendadak. EKG diperlukan untuk mendeteksi terjadinya
iskemia jantung.

Produksi urine diperlukan terutama untuk penderita yang mengalami


masalah dengan ginjal, dengan pemasangan kateter urine, untuk operasi-operasi
yang lebih dari 2 jam. Kateter vena sentral diperlukan terutama untuk
memonitoring status cairan pada penderita yang mempunyai disfungsi ventrikel
kiri atau adanya kerusakan end organ yang lain.

8. Post operasi

Hipertensi yang terjadi pada periode pasca operasi sering terjadi pada
pasien yang menderita hipertensi esensial. Hipertensi dapat meningkatkan
kebutuhan oksigen miokard sehingga berpotensi menyebabkan iskemia miokard,
disritmia jantung dan CHF. Disamping itu bisa juga menyebabkan stroke dan
perdarahan ulang luka operasi akibat terjadinya disrupsi vaskuler dan dapat
berkonstribusi menyebabkan hematoma pada daerah luka operasi sehingga
menghambat penyembuhan luka operasi.

Penyebab terjadinya hipertensi pasca operasi ada banyak faktor,


disamping secara primer karena penyakit hipertensinya yang tidak teratasi dengan
baik, penyebab lainnya adalah gangguan sistem respirasi, nyeri, overload cairan
atau distensi dari kandung kemih. Sebelum diputuskan untuk memberikan obat-
obat antihipertensi, penyebab-penyebab sekunder tersebut harus dikoreksi dulu.
Nyeri merupakan salah satu faktor yang paling berkonstribusi menyebabkan
hipertensi pasca operasi, sehingga untuk pasien yang berisiko, nyeri sebaiknya
ditangani secara adekuat, misalnya dengan morfin epidural secara infus kontinyu.
Apabila hipertensi masih ada meskipun nyeri sudah teratasi, maka intervensi
secara farmakologi harus segera dilakukan dan perlu diingat bahwa meskipun
pasca operasi TD kelihatannya normal, pasien yang prabedahnya sudah
mempunyai riwayat hipertensi, sebaiknya obat antihipertensi pasca bedah tetap
diberikan.

Hipertensi pasca operasi sebaiknya diterapi dengan obat antihipertensi


secara parenteral misalnya dengan betablocker yang terutama digunakan untuk
mengatasi hipertensi dan takikardia yang terjadi. Apabila penyebabnya karena
overload cairan, bisa diberikan diuretika furosemid dan apabila hipertensinya
disertai dengan heart failure sebaiknya diberikan ACE-inhibitor. Pasien dengan
iskemia miokard yang aktif secara langsung maupun tidak langsung dapat
diberikan nitrogliserin dan betablocker secara intravena sedangkan untuk
hipertensi berat sebaiknya segera diberikan sodium nitroprusside. Apabila
penderita sudah bisa makan dan minum secara oral sebaiknya antihipertensi
secara oral segera dimulai.
C. Web Of Caution (WOC)

Hernia Inguinal Lateralis Dextra

Herniorepkhone

Pre anestesi Intra anestesi Post anestesi

Agen Rencana Induksi anestesi Pajanan suhu dingin Pajanan suhu


Terputusnya
injury Kurang anestesi spinal ruang operasi dingin ruang
kontinuitas
biologis terpapar spinal pemulihan
jaringan akibat
informasi pembedahan
Dilatasi
Potensial vaskular Hipothermi
Nyeri komplikasi Hipothermia
a Potensial
akut Ansietas cedera
anestesi Penurunan komplikasi
venous return nyeri akut

Penurunan
curah jantung
D. Tinjauan teori askan pembedahan dengan penyakit penyerta
1. PREANESTESIA
a. Pengkajian
1) Pemeriksaan 6B, yaitu:
a) Breath (nafas) : evaluasi pola nafas, tanda-tanda obstruksi,
pernafasan cuping hidung, frekuensi nafas, pergerakan rongga dada
apakah simetris atau tidak, obstruksi, udara nafas yang keluar dari
hidung, sianosis pada ekstremitas, auskultasi : adanya wheezing atau
ronki, saat pasien sadar : tanyakan adakah keluhan pernafasan, jika
tidak ada keluhan : cukup diberikan O2, jika terdapat tanda-tanda
obstruksi : diberikan terapi sesuai kondisi (aminofilin,
kortikosteroid, tindakan triple manuver airway).
b) Blood (darah) : sistem kardiovaskuler Pada sistem kardiovaskuler
dinilai tekanan darah, nadi, perfusi perifer, status hidrasi (hipotermi
± syok) dan Hb.
c) Brain (otak) : sistem SSP Penilaian kesadaran pasien dengan aldrete
score pada orang dewasa dan steward score pada anak
d) Bladder (kandung kemih) : sistem urogenitalis Pada sistem
urogenitalis diperiksa kualitas, kuantitas, warna, kepekatan urine,
untuk menilai: apakah pasien masih dehidrasi, apakah ada kerusakan
ginjal saat operasi, gagal ginjal akut (GGA).
e) Bowel (usus) : adanya dilatasi lambung, tanda-tanda cairan bebas,
distensi abdomen, perdarahan lambung pascaoperasi, obstruksi atau
hipoperistaltik, gangguan organ lain. Pada pasien operasi mayor
sering mengalami kembung yang mengganggu pernafasan, karena
pasien bernafas dengan diafragma.
f) Bone (tulang) : sistem musculo skeletal Pada sistem musculoskletal
dinilai adanya tanda-tanda sianosis, warna kuku, perdarahan post-
operasi, benjolan, gangguan neurologis : gerakan ekstremitas.
2) Data subjektif
a) Pasien mengeluh ada benjolan pada lipat paha kanan, terasa sakit
saat benjolan muncul dan susah masuk lagi.
b) Pasien mengatakan khawatir dengan prosedur tindakan yang akan
dijalani (pembedahan dan pembiusan)
c) P : Nyeri saat njolan keluar dan susah masuk lagi.
Q : nyeri seperti ditarik, cekot-cekot.
R : nyeri pada lipat paha kanan.
S : pasien tampak menunjuk angka 6 pada skala nyeri 1-10 (NRS)
T : nyerinya sekitar 15menit-30menit saat benjolan keluar dan susah
masuk lagi.
3) Data objektif
a) Berdasarkan hasil pemeriksaan dokter spesialis bedah pada rekam
medis, pasien didiagnosa hernia inguinal lateralis dextra.
b) Pasien direncanakan tindakan hernia repair dengan anetesi
subarachnoid block (spinal).
c) Pasien tampak mengerutkan dahi menahan nyeri
d) Pasien tampak berkeringat dingin
e) Tanda-tanda vital TD : 170/90 mmHg, N : 86X/mnt, RR : 20X/mnt
b. Masalah kesehatana anestesi
1) Cemas
2) Nyeri akut
3) Potensial komplikasi cedera anestesi
c. Rencana intervensi
1) Masalah kesehatan anestesi I : Cemas
a) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan kepenataan anestesi selama 1X10
menit, diharapkan masalah cemas teratasi.
b) Kriteria hasil
i. Pasien tampak rileks
ii. Pasien tidak tegang dan kooperatif dalam menjalani
prosedur tindakan
iii. Tanda-tanda vital dalam batas normal (Tekanan darah 100-
130/70-90 mmHg, respirasi rate : 16-20X/mnt, nadi 60-
100X/menit).
c) Rencana intervensi
i. Orientasikan klien pada lingkungan dengan menggunakan
penjelasan yang sederhana.
ii. Bicara secara perlahan dan tenang
iii. Motivasi lien untuk mengekspresikan perasaan
iv. Ciptakan suasana yang tidak mengancam secara emosional.
v. Ajarkan tekhnik relaksasi nafas dalam.
2) Masalah kesehatan anestesi II : Nyeri Akut
a) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan kepenataan anestesi selama 1X10
menit, diharapkan masalah nyeri akut teratasi.
b) Kriteria hasil
Pasien tampak rileks, TTV dalam batas normal Tekanan darah 100-
130/70-90 mmHg, respirasi rate : 16-20X/mnt, nadi
60-100X/menit).
c) Rencana intervensi
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri (PQRST).
b) Identifikasi skala nyeri.
c) Berikan tindakan nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri dengan teknik imajinasi terbimbing dan posisi nyaman.
3) Masalah kesehatan anestesi III : Potensial Komplikasi Cedera Anestesi
a) Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan kepenataan anestesi selama 1X15
menit, diharapkan masalah Potensial Komplikasi Cedera Anestesi
tidak terjadi selama perianestesia
b) Kriteria hasil
Pasien tidak mengalami gangguan fisiologis yang menyebabkan
kecacatan fisik maupun kematian perianestesia.
c) Rencana intervensi
i. Anamnesa status fisik pasien dengan komprehensif
ii. Persiapkan komponen STATICS dengan lengkap
iii. Persiapkan obat anestesia dan obat emergency tersedia dalam
jumlah yang cukup
iv. Hitung kebutuhan cairan dan persiapkan cairan untuk
memenuhi kebutuhan perianesthesia
v. Pastikan gas anesthesia siap dan cukup untuk digunakan
perianesthesia.
d. Evaluasi
1) Masalah kesehatan anestesia I : Cemas
S : pasien mengatakan tidak khawatir lagi menghadapi tindakan operasi
O : pasien tampak rileks, TTV dalam batas normal
A : masalah teratasi
P : lanjutkan intervensi masalah kesehatan anestesi II
2) Masalah kesehatan anestesia II : Nyeri akut
S : pasien mengatakan nyaman dengan tidur posisi miring
O : pasien tampak rileks dengan posisi tiduran miring
A : masalah kesehatan anesthesia nyeri akut teratasi
P : lanjutkan intervensi masalah kesehatan anestesia III : Potensial
Komplikasi Cedera Anestesi
3) Masalah kesehatan anestesia III : Potensial Komplikasi Cedera
Anestesi
S:-
O : pasien direncanakan hemoroidectomy dengan spinal anestesia
A : masalah belum teratasi
P : pertahankan intervensi masalah kesehatan anestesia III : Potensial
Komplikasi Cedera Anestesi
2. INTRA ANESTESIA
a. Pengkajian
1) Data subjektif
a) Pasien mengatakan badannya terasa lemas semua dan mengantuk
b) Pasien mengatakan badannya terasa sangat dingin
2) Data objektif
a) Pasien tampak sesekali menguap dan memejamkan mata.
b) Terjadi perubahan Hemodinamika, TD : 80/50mmHg, Nadi :
65X/mnt, RR : 20X/mnt, S : 26’C,
c) Badan pasien teraba dingin
b. Masalah kesehatan anesthesia
1) Penurunan curah jantung
2) Hipothermia
c. Rencana intervensi
1) Masalah kesehatan anestesia I : Penurunan Curah jantung
a) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan kepenataan anesthesia periopertif,
masalah penurunan curah jantung dapat segera diatasi.
b) Kriteria hasil
Hemodinamika dalam batas normal (Tekanan darah 100-130/70-90
mmHg, respirasi rate : 16-20X/mnt, nadi 60-100X/menit).
c) Rencana intervensi
i. Monitor perubahan status hemodinamika
ii. Kolaboratif pemenuhan kebutuhan cairan
iii. Kolaboratif dengan DPJP Anesthesia untuk pemberian injeksi
obat vassopresor (ephedrin)
iv. Monitor perubahan status fisiologis pasien
2) Masalah kesehatan anesthesia II : Hipothermia
a) Tujuan
setelah dilakukan tindakan kepenataan anesthsia, diharapkan
masaah hipothermia teratasi
b) Kriteria hasil
Badan pasien teraba hangat, suhu tubuh dalam batas normal 34-
37’C
c) Rencana intervensi
i. Monitor suhu pasien.
ii. Identifikasi penyebab Hipotermia
iii. Atur suhu ruangan
iv. Tutup bagian tubuh yang terbuka
d. Evaluasi
1) Masalah kesehatan I : penurunan curah jantung
S : pasien mengatakan badannya lebih bertenaga dibanding pada awal
operasi berlangsung
O : klien tidak tampak mengantuk, tanda-tanda vital dalam batas
normal (Tekanan darah 100-130/70-90 mmHg, respirasi rate : 16-
20X/mnt, nadi 60-100X/menit).
A : masalah belum teratasi
P : pertahankan Intervensi sampai dengan hemodinamika stabil.
2) Masalah kesehatan anestesia II : Hipothermia
S : pasien mengatakan badannya masih terasa dingin
O : Suhu tubuh pasien : 24’C, suhu ruangan 20’C, badan pasien
teraba dingin
A : masalah belum teratasi
P : pertahankan intervensi masalah kesehatan anesthesia hipothermia.
3. PASCA ANESTHESIA
a. Pengkajian
1) Data subjektif
a) Klien mengatakan badannya terasa dingin sekali
b) Klien mengatakan kakinya belum bisa digerakkan
2) Data objektif
a) TD : 110/70mmHg, Nadi : 85X/mnt, RR : 20X/mnt, S : 26’C,
b) Badan pasien teraba dingin
c) Tampak luka tertutup kassa pada area anus pasca pembedahan
b. Masalah kesehatan anesthesia
1) Hipothermia
2) Potensial komplikasi nyeri akut
c. Rencana intervensi
1) Masalah kesehatan anesthesia I : Hipothermia
a) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan kepenataan anesthsia, diharapkan
masaah hipothermia teratasi
b) Kriteria hasil
Badan pasien teraba hangat, suhu tubuh dalam batas normal 34-
37’C
c) Rencana intervensi
a) Monitor suhu pasien.
b) Identifikasi penyebab Hipotermia
c) Atur suhu ruangan
d) Tutup bagian tubuh yang terbuka
2) Masalah kesehatan anesthesia II : potensial komplikasi nyeri akut
a) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan kepenataan anesthsia, diharapkan
masaah potensial komplikasi nyeri akut teratasi
b) Kriteria hasil
i. Klien mendapatkan terapi analgetik double modalitas dari
DPJP Anesthesia
ii. Klien tidak mengalami nyeri hebat pasca bedah
iii. Tanda-tanda vital dalam batas normal (Tekanan darah 100-
130/70-90 mmHg, respirasi rate : 16-20X/mnt, nadi 60-
100X/menit).
c) Rencana intervensi
i. Kolaborasi dengan DPJP Anestesi untuk pemberian therapi
analgetik kuat (opioid).
ii. Monitor vital sign setelah pemberian analgetik (opioid)
iii. Kaji skala nyeri pasien selama di ruang pemulihan
iv. Observasi reaksi nonverbal yang menyatakan
ketidaknyamanan.
d. Evaluasi
1) Masalah kesehatan anestesia I : Hipothermi
S : pasien mengatakan badannya sudah tidak terlalu dingin

O : suhu tubuh pasien : 32’C, suhu ruangan 36’C, badan pasien teraba
lebih

hangat daripada sebelumnya

A : masalah belum teratasi

P : pertahankan intervensi masalah kesehatan anesthesia hipothermia.


2) Masalah kesehatan anestesia II : Potensial Komplikasi Nyeri akut
S : pasien mengatakan luka operasinya tidak terasa sakit

O : pasien tampak rileks dan menunjuk skala 1 pada skala nyeri 1-10
(NRS)

A : masalah kesehatan anesthesia potensial komplikasi nyeri akut


belum

teratasi

P : kolaborasi dengan perawat untuk mempertahankan intervensi


pemberian analgetik opioid perdrip infus di ruang perawatan
pasca bedah
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J.(2012).Diagnosis keperawatan : Bukusaku / Lynda juall Carpenito- moyet;


alih bahasa, Fruriolina Ariani, EstuTiar; editor edisi bahasa Indonesia, Ekaanisa
Mardela … [et al] – Edisi 13 – Jakarta : EGC

Chang, E. (2009). Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC

Herman, T.H. &Kamitsuru, S. (2015). Diagnosa Keperawatan: Definisi & Klasifikasi


2015-2017/ editor, T. Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru ; alih bahasa, Budi
Anna Keliat; Editor Penyelaras, Monica Ester. Edisi 10.Jakarta : EGC

Nurarif Huda Amin. 2015. Aplikasi Ashuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
Dan NANDA NIC-NOC Jilid 2. Tamantirto. Kasihan Bantul. Jogjakarta

Jamaludin. 2014.Jurnal Manajemen Nyeri Menggunakan Teknik Relaksasi Pada Pasien


post hernioprapi Hari ke 1 di Ruang Cempaka III RSUD Kudus. Kudus : Akper
Krida Husada Kudus.
LAPORAN KASUS
ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI PASIEN Tn. S DILAKUKAN TINDAKAN
OPERASI HERNIA REPAIR PADA HERNIA INGUINALIS SINISTRA
REPONIBLE DENGAN ANESTESI SPINAL DI RUANG
INSTALASI BEDAH SENTRAL RUMAH SAKIT
ADVENT BANDAR LAMPUNG
TANGGAL 20 MARET 2023

Disusun Oleh :

Nama : Noritha Manurung

NIM : 220106829

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(....................................) (dr. Victor Napitupulu, Sp.An)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI

PROGRAM SARJANA TERAPAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA

2023
I. PENGKAJIAN
1) Pengumpulan Data

1. Anamnesis
a. Identitas
1) Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 35 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMK
Pekerjaan : Petani
Suku Bangsa : Jawa
Status perkawinan` : Menikah
Golongan darah : O rhesus +
Alamat : Dsn III Desa Sidomukti
No. CM : 973617
Diagnosa medis : Hernia Inguinalis Sinistra
Tindakan Operasi : Hernia repair
Tanggal MRS : 19 Maret 2023 Jam 15.00 WIB
Tanggal pengkajian : 02 April 2022 Jam 08.30 WIB
Jaminan : BPJS

2) Identitas Penanggung Jawab


Nama : Ny. T
Umur : 29 tahun
Jeniskelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMK
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Suku Bangsa : Jawa
Hubungan dg Klien : Istri
Alamat : Dsn III Desa Sidomukti

b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
a. Saat Masuk Rumah Sakit
Pasien Tn. S mengatakan ada benjolan pada lipat paha kiri dan terasa nyeri.
b. Saat Pengkajian
Pasien Tn. M mengatakan ada benjolan pada lipat paha kiri dan terasa nyeri
karena benjolan mudah keluar masuk secara berulang-ulang.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien Tn. M datang ke poliklinik bedah RS Advent pada tanggal 17 Maret
2023 dengan keluhan sejak 6 bulan yang lalu ada benjolan pada lipat paha
kiri dan terasa nyeri karena benjolan mudah keluar masuk secara berulang-
ulang. Pasien masuk ke ruang rawat inap pada tanggal 19 Maret 2023
pukul 15.00 untuk menjalani persiapan operasi. Pasien diantar ke ruang
persiapan IBS pada tanggal 20 Maret 2023 pukul 08.30 WIB dan dilakukan
asessmen preanestesi setelah handover dengan perawat bangsal.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Klien belum pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya dan belum
pernah dirawat di rumah sakit
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki penyakit yang sama dengan yang
diderita oleh klien.
5) Riwayat Kesehatan
- Sebelumnya pernah masuk Rumah Sakit?
Tidak pernah
- Riwayat operasi sebelumnya : tidak ada
- Riwayat anestesi sebelumnya : tidak ada
- Apakah pasien pernah mendapatkan transfusi darah : tidak
- Apakah pasien pernah didiagnosis penyakit menular? : tidak
6) Riwayat pengobatan/konsumsi obat :
a) Obat yang pernah dikonsumsi : obat warung (paramex)
b) Obat yang sedang dikonsumsi : -
7) Riwayat Alergi : tidak ada
8) Kebiasaan :
a) Merokok : ya
b) Alkohol : tidak
c) Kopi : ya

c. Pola Kebutuhan Dasar


1) Udara atau oksigenasi
Sebelum Sakit
- Gangguan pernafasan : tidak ada
- Alat bantu pernafasan : tidak ada
- Sirkulasi udara : clear
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
Saat Ini
- Gangguan pernafasan : tidak ada
- Alat bantu pernafasan : tidak ada
- Sirkulasi udara : tidak ada
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
2) Air /
Minum
Sebelum
Sakit
- Frekuensi : 1500ml – 2000ml
- Jenis : air mineral
- Cara : dengan gelas
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
Saat Ini
- Frekuensi : puasa
- Minum Terakhir : jam 23.00 WIB (19/03/2023)
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada

3) Nutrisi/
makanan
Sebelum
Sakit
- Frekuensi : 3X/hr
- Jenis : nasi putih dan lauk
- Porsi : satu piring
- Diet khusus : tidak ada
- Makanan yang disukai : sayur
- Napsu makan : baik
- Puasa terakhir : jam 23.00 WIB (19/03/2023)
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
Saat ini
- Frekuensi : 3X/hr
- Jenis : nasi putih dan lauk
- Porsi : satu piring
- Diet khusus : tidak ada
- Makanan yang disukai : sayur
- Napsu makan : baik
- Puasa terakhir : jam 23.00 WIB (19/03/2023)
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
4)Eliminasi
a) BAB
Sebelum
sakit
- Frekuensi : 1X/hr
- Konsistensi : padat
- Warna : kuning
- Bau : khas
- Cara (spontan/dg alat) : spontan
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada

Saat ini
- Frekuensi : 1X/hr
- Konsistensi : padat
- Warna : kuning
- Bau : khas
- Cara (spontan/dg alat) : spontan
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
b) BAK
Sebelum sakit
- Frekuensi : 4-5X/hari
- Konsistensi : cair
- Warna : kuning jernih
- Bau : khas
- Cara (spontan/dg alat) : spontan
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
Saat ini
- Frekuensi : 4-5X/hari
- Konsistensi : cair
- Warna : kuning jernih
- Bau : khas
- Cara (spontan/dg alat) : spontan
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
5)Pola aktivitas dan istirahat
a) Aktivitas
Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4
Makan dan minum +
Mandi +
Toileting +
Berpakaian +
Berpindah +
0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain
dan alat, 4: tergantung total

b) Istirahat Dan Tidur


Sebelum sakit
- Apakah anda pernah mengalami insomnia? tidak
- Berapa jam anda tidur: malam 5-6 jam, siang tidak tidur
Saat ini
- Apakah anda pernah mengalami insomnia? ya
- Berapa jam anda tidur : malam 2-3 jam, siang 1 jam
6)Interaksi Sosial
Klien tinggal dirumah beserta istri dan 1 orang anak. Hidup dilingkungan
masyarakat desa dan aktif dalam kegiatan masyarakat.
7)Pemeliharaan Kesehatan
- Rasa Aman : pasien mengatakan cemas akan menjalani operasi
- Rasa Nyaman : pasien mengataan nyeri pada lipat paha kanan
- Pemanfaatan pelayanan kesehatan : klien berobat menggunakan BPJS dengan
ke puskesmas terlebih dahulu untuk mendapatkan rujukan ke poliklinik bedah
RS Islam Fatimah Cilacap
8) Peningkatan fungsi tubuh dan pengimbangan manusia dalam kelompok
sosial sesuai dengan potensinya.
- Konsumsi vitamin : klien tidak pernah mengkonsumsi vitamin
- Imunisasi : klien sudah divaksin Covid-19
- Olahraga : klien tidak pernah berolahraga
- Upaya keharmonisan keluarga: klien harmonis dalam keuarga
- Stres dan adaptasi : klien memasrahkan kondisinya saat ini dan
menganggap sebagai cobaan dari Tuhan Yang Maha Esa.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Kesadaran : komposmetis
GCS : Verbal : 5 Motorik : 6 Mata : 4
Penampilan : tampak sakit sedang
Tanda-tanda Vital : Nadi = 78 x/menit, Suhu =36 0 C, TD = 150/86 mmHg,
RR = 18 x/menit, Skala Nyeri : 6
BB : 65 Kg, TB : 165 Cm,
BMI = Berat badan (kilogram):Height (meter2)
= 65 : (1,65 X 1,65)
= 65 : 2,7225
= 23,87 (berat badan berlebih)
Lainnya : tidak ada
b. Pemeriksaan 6 B
1) B1 (BREATH
- Wajah : normal
- Dagu : normal
- Gigi palsu : tidak ada
- Gigi goyang : tidak ada
- Gigi maju : tidak ada
- Kumis/jenggot: bersih
- Hilangnya gigi: tidak ada
- Kemampuan membuka mulut < 3 cm : Tidak
- Jarak Thyro - Mental < 6 cm : Tidak
- Cuping hidung : Tidak
- Mallampati Skor :I
- Tonsil : T0
- Kelenjar tiroid : dalam batas normal
- Obstruksi Jalan Napas : Tidak ditemukan
- Bentuk Leher : Simetris
 Mobilitas Leher : maksimal
 Leher pendek : Tidak
 Dapatkah pasien menggerakkan rahang ke depan? Ya
 Dapatkah pasien melakukan ekstensi leher dan kepala? Ya

 Apakah pasien menggunakan collar? tidak


- Thorax:
 Bentuk thorax : simetris
 Pola napas : normopnea
 Retraksi otot bantu napas : tidak ada
 Perkusi paru : sonor
 Suara napas : vesikuler
 RO Thorax : Apex tenang, corakan bronchovaskuler normal, Cor
CTR < 0,5. KESAN : dalam batas normal

2) B2 ( BLOOD )
- Konjungtiva : ananemis
- Vena jugularis : tidak ada pembesaran
- BJ I : tunggal
- BJ II : tunggal
- Bunyi jantung tambahan : tidak ada
3) B3 ( BRAIN )
- Kesadaran : composmentis
- GCS : Verbal 5 Motorik : 6 Mata : 4
- Reflek fisiologis
a. Reflek bisep ( + )
b. Reflek trisep ( + )
c. Reflek brachiradialis ( + )

d. Reflek patella ( + )
e. Reflek achiles ( + )
- Reflek Pathologis
a. Reflek babinski ( - )
b. Reflek chaddok ( - )
c. Reflek schaeffer ( - )
d. Reflek oppenheim (- )
e. Reflek gordon ( -)
4) B4 ( BOWEL )
- Frekuensi peristaltic usus : 16 x/menit
- Titik Mc. Burney : tidak ada nyeri tekan
- Borborygmi : Tidak
- Pembesaran hepar : Tidak
- Distensi : Tidak
- Asites : tidak
- Benjolan pada regio inguinal dextra dapat keluar-masuk
5) B4 ( BLADDER)
- Buang air kecil : Spontan
- Terpasang kateter : Tidak
- Gagal ginjal : Tidak
- Infeksi saluran kemih : Tidak
- Produksi urine : 400-500cc/hari
- Retensi urine : Tidak
6) B6 ( BONE )
a) Pemeriksaan Tulang Belakang :
- Kelainan tulang belakang: Kyposis (-), Scoliosis (-), Lordosis (-), Perlukaan
(-), infeksi (-), mobilitas (leluasa), Fibrosis (-), HNP (-)
- Lainnya : -
b) Pemeriksaan Ekstremitas
- Ekstremitas Atas
 Inspeksi
Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris), deformitas (-)
Fraktur (-), lokasi fraktur : - , jenis fraktur :-
kebersihan luka : -, terpasang gips ( - ), Traksi ( - ), atropi otot ( - )
IV line : terpasang dipergelangan tangan kiri ukuran IV cath nomor 18,
Tetesan : 20 tpm
ROM : aktif
Lainnya : tidak ada
 Palpasi
Perfusi : normal
CRT : < 2detik
Edema : tidak ada
Lakukan uji kekuatan otat : ( 5 )
Lainnya : tidak ada
- Ekstremitas Bawah :
 Inspeksi
Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris), deformitas ( - )
Fraktur (-) terpasang gips (-),
Traksi ( - ), atropi otot ( - )
ROM : aktif
Lainny : tidak ada

 Palpasi Perfusi : normal


CRT : < 2detik
Edema : tidak ada
Teraba massa pada lipat lutut kanan sebesar bola pingpong
Kekuatan otot kanan dan kiri ( 4 dan 5 )
Kesimpulan palpasi ekstermitas :

- Edema : 5 5

5 5

- uji kekuatan otot : 5 5

3. Data Penunjang Diagnostik 4 5

a. Pemeriksaan Laboratorium
PEMERIKSAAN HASIL NILAI
RUJUKAN
waktu pembekuan 11 menit 5-15 menit
waktu perdarahan 1.5 menit 1-3 menit
Gula darah sewaktu 102 mg/dL <150 mg/dL
Ureum 19 mg/dL 15-45 mg/dL
Creatinin 0,67 mg/dL 0,7-1,20 mg/dL
Hemoglobin 15,9 g/dL 14-18 g/dL
Leukosit 9,8 /µL 5-11^3/µL

Eritrosit 5,6 10^6µL 4,2-5,4 10^6µL

Trombosit 365 10^3µL 150.000-450.000

Hematrokrit 48% 37-54%

Eosinofil 7% 1-4%

Basofil 1% 0-1 %

Neutrofil 49 % 36-66 %

Limfosit 40 % 22-40 %

SERO IMUNOLOGI

HbsAg rapid Negatif Negatif

b. Pemeriksaan Radiologi :
RO Thorax : -
c. Lain-lain :
EKG : -

4. Therapi Saat ini :


IVFD RL 15 tpm
5. Kesimpulan status fisik (ASA):
ASA II
6. Pertimbangan Anestesi
a. Faktor penyulit : Hipertensi
b. Jenis Anestesi : Regional anestesi
c. Indikasi : area operasi berada di ekstremitas bawah
d. Teknik Anestesi : Subarachnoid block (spinal anestesi)

7) Analisa Data
No Symptom Etiologi Problem
I. PRE ANESTESI
1. DS : Kurang terpapar Cemas
Pasien mengatakan khawatir dengan prosedur tindakan sumber informasi
yang akan dijalani (pembedahan dan pembiusan)

DO:
a. Pasien tampak berkeringat dingin
b. TTV : TD : 150/86 mmHg, RR : 20X/mnt, nadi
78X/menit.
II DS : Agen Cedera Nyeri Akut
a. Pasien mengeluh ada benjolan pada lipat paha kanan Biologis
dan terasa nyeri karena keluar masuk berulang-ulang
b. Pasien mengatakan cemas dengan prosedur tindakan
yang akan dijalani (pembedahan dan pembiusan)
c. P : Nyeri saat aktifitas
Q : nyeri seperti tertarik, cekot-cekot.
R : nyeri disekitar benjolan, menjalar ke buah zakar
S : pasien tampak menunjuk angka 6 pada skala nyeri
1-10 (NRS)
T : nyerinya sekitar 15menit-30menit setiap benjolan
keluar masuk.

DO:
a. Berdasarkan hasil pemeriksaan dokter spesialis bedah
pada rekam medis, pasien didiagnosa hernia inguinal
lateralis dextra
b. Pasien tampak mengerutkan dahi menahan nyeri
c. TTV : TD : 150/86 mmHg, RR : 20X/mnt, nadi
78X/menit.
2 DS : - Efek obat Potensial
DO : anestesia komplikasi
a. Pasien direncanakan tindakan hernia repair dengan terhadap cedera anestesi
anetesi subarachnoid block (spinal). Cardiovaskuler
b. TTV : TD : 150/86 mmHg, RR : 20X/mnt, nadi
78X/menit.
II. INTRA ANESTESI

No Symptom Etiologi Problem


1 DS : Pasien mengatakan badannya terasa lemas semua, Penurunan Penurunan curah
mual dan mengantuk venous return jantung
DO :
a. Obat spinal yang digunakan Bunascan 12,5 mg
ditambah adjuvan Ethanyl 25mcg.
b. Pada monitor tampak nilai vital sign klien sebagai
berikut :
TD : 82/53 mmHg, Nadi : 65X/mnt, RR : 18X/mnt,
S : 30'C,
2 DS : pasien mengatakan badannya terasa dingin Gangguan Hipothermi
DO : thermoregulasi
a. Badan pasien teraba dingin ( S : 30’C )
b. Pasin tampak menggigil
III. PASCA ANESTESI

No Symptom Etiologi Proble


m
1 DS : pasien mengatakan badannya terasa dingin Terpapar suhu Hipothermi
DO : Badan pasien teraba dingin ( S : 32'C ) ruangan

DS : - Terputusnya Potensial
DO : kontinuitas komplikasi nyeri
a. Tampak luka tertutup kassa pada regio poplitea jaringan akibat akut
dekstra pasca pembedahan
trauma
b. TD : 110/80mmHg, Nadi : 85X/mnt, RR :
pembedahan
20X/mnt, S : 32’C,
II. Masalah kesehatan anestesi
a. PRE ANESTESI
1. Cemas
2. Nyeri akut
3. Potensial komplikasi cedera anestesi
Alasan prioritas:
Masalah kesehatan anestesia cemas berpotensi mempengaruhi hemodinamika dan juga
akan membuat pasien menjadi kurang kooperatif dalam menjalani rangkaian prosedur
pembedahan sehingga cemas harus diatas terlebih dahulu dibandingkan dengan nyeri
akut yang dialami pasien dengan skala 4 dari 1-10 (NRS). Untuk masalah kesehatan
anestesi potensial komplikasi akan berada dibawah masalah kesehatan aktual yaitu
cemas dan nyeri akut.
b. INTRA ANESTESI

a. Penurunan curah jantung

b. Hipothermia

Alasan prioritas :

Masalah kesehatyan anestesia penurunan curah jantung merupakan kondisi aktual yang
dapat merusak organ karena iskemia dan pada tahap selanjutnya dapat mengancam
keselamatan apabila tidak segera diatasi. Oleh karena itu lebih diutamakan
dibandingkan dengan hipothermi.

c. PASCA ANESTESI

a. Hipothermia

b. Potensial komplikasi nyeri akut


Alasan prioritas:
Masalah kesehatan anestesia hipothermia menjadi masalah aktual sehingga lebih
diprioritaskan untuk diatasi dibandingkan dengan masalah yang kedua adalah
potenial komplikasi nyeri akut. Klien masih dalam pengaruh bius sehingga belum
merasakan nyeri namun ada potensi klien mengalami nyeri setelah efek bius mulai
berkurang .
III.Rencana Intervensi, Implementasi dan Evaluasi
1) Pra Anestesi

Nama : Tn. S No. CM : 973617


Umur : 35 tahun Dx : HIS Reponible

Jenis kelamin : Laki-laki Ruang : IBS

No Problem Rencana Intervensi Implementasi Evaluasi Nama


(Masalah) Tujuan Intervensi &
Paraf
1. Cemas Setelah dilakukan tindakan selama a. Orientasikan klien pada a. Mengorientasikan klien S : pasien mengatakan tidak
1X10 menit masalah cemas teratasi lingkungan dengan pada lingkungan dengan khawatir lagi menghadapi
dengan kriteria hasil : menggunakan penjelasan menggunakan penjelasan tindakan operasi
a. Pasien tampak rileks yang sederhana. yang sederhana. O : pasien tampak rileks, TTV
b. Pasien tidak tegang dan b. Bicara secara perlahan dan b. Berbicara secara perlahan dalam batas normal
kooperatif dalam menjalani tenang dan tenang Tekanan darah 140/90 mmHg,
prosedur tindakan c. Motivasi lien untuk c. Memootivasi pasien untuk respirasi rate : 18X/mnt, nadi
c. Tanda-tanda vital dalam batas mengekspresikan perasaan mengekspresikan perasaan 90X/menit
normal (Tekanan darah 100- d. Ciptakan suasana yang d. Menciptakan suasana yang A : masalah teratasi Noritha
130/70-90 mmHg, respirasi rate tidak mengancam secara tidak mengancam secara P : lanjutkan intervensi
: 16-20X/mnt, nadi emosional. emosional. masalah kesehatan anestesi II
60-100X/menit). S:
2. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan a. Identifikasi lokasi, a. Mengidentifikasi lokasi,
- pasien mengatakan nyaman
kepenataan anestesi selama 1X10 karakteristik, durasi, karakteristik, durasi,
dengan tidur posisi
menit, diharapkan masalah nyeri frekuensi, kualitas, frekuensi, kualitas, Noritha
terlentang dan lutut ditekuk
akut teratasi.dengan kriteria hasil : intensitas nyeri. intensitas nyeri.
- pasien mengatakan
a. Pasien tampak rileks b. Identifikasi skala nyeri. b. Mengidentifikasi skala
nyerinya diangka 2 pada
b. TTV dalam batas normal c. Berikan tindakan nyeri.
skala 1-10 (NRS)
Tekanan darah 100-130/70-90 nonfarmakologis untuk c. Memberikan tindakan
O:
mmHg, respirasi rate : 16- mengurangi rasa nyeri nonfarmakologis untuk
- pasien tampak rileks
20X/mnt, nadi 60-100X/menit). dengan teknik imajinasi mengurangi rasa nyeri
dengan posisi dorsal
terbimbing dan posisi dengan teknik imajinasi
recumbent
nyaman. terbimbing dan posisi
- pasien tampak menunjuk
nyaman.
diangka 2 pada skala 1-10
(NRS)
A : masalah nyeri akut teratasi
P : lanjutkan intervensi masalah
kesehatan anestesia III :
Potensial Komplikasi Cedera
Anestesi
Noritha
S:-
O : pasien direncanakan hernia
repair dengan spinal anestesia
A : masalah belum teratasi
3. Potensial Setelah dilakukan tindakan a. Anamnesa status fisik a. Menganamnesa status fisik
P : pertahankan intervensi
Komplikasi kepenataan anestesi selama 1X10 pasien dengan pasien dengan
masalah kesehatan anestesia
Cedera menit, diharapkan masalah komprehensif komprehensif Noritha
III : Potensial Komplikasi
Anestesi Potensial Komplikasi Cedera b. Persiapkan komponen b. Mempersiapkan
Cedera Anestesi
Anestesi tidak terjadi selama STATICS dengan lengkap komponen STATICS
perianestesia dengan lengkap
c. Persiapkan obat anestesia c. Mempersiapkan obat
dan obat emergency anestesia dan obat
tersedia dalam jumlah yang emergency tersedia dalam
cukup jumlah yang cukup
d. Hitung kebutuhan cairan d. Menghitung kebutuhan
dan persiapkan cairan cairan dan persiapkan
untuk memenuhi kebutuhan cairan untuk memenuhi
perianesthesia kebutuhan perianesthesia
e. Pastikan gas anesthesia e. Memaastikan gas
siap dan cukup untuk anesthesia siap dan cukup
digunakan perianesthesia. untuk digunakan
perianesthesia.
ASSESMEN PRA INDUKSI/ RE - ASSESMEN
Tanggal : 20 Maret 2023
Kesadaran : composmentis Pemasangan IV line : 1 buah
Tekanan darah : 140/90 mmHg, Nadi : 90x/mnt. Kesiapan mesin anestesi : Siap/baik
RR : 18 x/mnt Suhu : 360C Kesiapan Sumber gas medik : Siap/baik
Saturasi O2 : 99% Kesiapan volatile agent : Siap/baik
Gambaran EKG : - Kesiapan obat anestesi parenteral : Siap/baik
Kesiapan obat emergensi : Siap/baik
Penyakit yang diderita : tidak ada
Penggunaan obat sebelumnya: tidak ada
Gigi palsu : Tidak ada
Alergi :Tidak ada
Kontak lensa : Tidak ada.
Asesoris: Tidak ada
CATATAN LAINNYA : -
2) Intra Anestesi

Nama : Tn. S No. CM : 973617


Umur : 35 tahun Dx : HIS Reponible

Jenis kelamin : Laki-laki Ruang : IBS

No Problem Rencana Intervensi Implementasi Evaluasi Nama


(Masalah) Tujuan Intervensi & Paraf
1. Penurunan Curah Setelah dilakukan tindakan a. Monitor perubahan a. Memonitor perubahan S : pasien mengatakan
jantung kepenataan anesthesia status hemodinamika status hemodinamika badannya lebih bertenaga
periopertif, masalah b. Kolaboratif pemenuhan b. Berkolaboratsi untuk dibanding pada awal
penurunan curah jantung kebutuhan cairan pemenuhan kebutuhan operasi berlangsung
dapat segera diatasi.dengan cairan O : klien tidak tampak
kriteria hasil : Cairan maintenance (M) : mengantuk, tanda-tanda Noritha
Hemodinamika dalam batas 2cc/KgBB/jam vital dalam batas normal
normal (Tekanan darah 2X65X1 = 130cc Tekanan darah120/70
100-130/70-90 mmHg, Pengganti puasa (PP) : mmHg, respirasi rate :
respirasi rate : 16-20X/mnt, M X lama puasa 16X/mnt, nadi
nadi 60-100X/menit). 130X7 = 910cc 65X/menit).
Stress operasi (SO) : A : masalah belum teratasi
6 X KgBB P : pertahankan Intervensi
6X65 = 390cc sampai dengan
Kebutuhan cairan I : hemodinamika stabil.
1/2 PP+SO+M =
1/2 X 1430 = 715cc
c. Kolaboratif dengan c. Berkolaborasi dengan
DPJP Anesthesia untuk DPJP Anesthesia untuk
pemberian injeksi obat pemberian injeksi obat
vassopresor (ephedrin) vassopresor (vasodrin)
10mg bolus IV.
d. Monitor perubahan d. Memonitor perubahan
status fisiologis pasien status fisiologis pasien
S : pasien mengatakan
2. Hipothermia Setelah dilakukan tindakan a. Monitor suhu pasien. a. Memonitor suhu pasien.
badannya masih terasa
kepenataan anesthsia, b. Identifikasi penyebab b. Mengidentifikasi penyebab Noritha
dingin tapi sudah tidak
diharapkan masaah Hipotermia Hipotermia
menggigil
hipothermia teratasi dengan c. Atur suhu ruangan c. Mengatur suhu ruangan
O : Suhu tubuh pasien :
kriteria hasil : d. Tutup bagian tubuh yang d. Menutup bagian tubuh
32’C, suhu ruangan 26’C,
Tanda-tanda vital dalam terbuka yang terbuka
badan pasien teraba
batas normal : e. Kolaborasi dengan DPJP e. Berkolaborasi dengan
dingin
Badan pasien teraba anesthesi untuk DPJP anesthesi untuk
A : masalah belum teratasi
hangat, suhu tubuh dalam pemberian antishivering pemberian antishivering
P : pertahankan intervensi
batas normal 34-37’C Tramadol 50mg
masalah kesehatan
anesthesia hipothermia.
3) Pasca Anestesi

Nama : Tn. S No. CM : 973817


Umur : 35 tahun Dx : HIS Reponible

Jenis kelamin : Laki-laki Ruang : IBS

No Problem Rencana Intervensi Implementasi Evaluasi Nama


(Masalah) Tujuan Intervensi &
Paraf
1. Hipothermia Setelah dilakukan tindakan a. Identifikasi a. Memonitor suhu
S : pasien mengatakan badannya sudah
kepenataan anesthsia, penyebab pasien.
tidak terlalu dingin
diharapkan masaah Hipotermia b. Mengiidentifikasi
O : suhu tubuh pasien : 32’C, suhu
hipothermia teratasi dengan b. Atur suhu ruangan penyebab Hipotermia
ruangan 36’C, badan pasien teraba lebih
kriteria hasil : c. Tutup bagian c. Mengatur suhu
Tanda-tanda vital dalam batas tubuh yang ruangan hangat daripada sebelumnya
normal : terbuka Noritha
A : masalah belum teratasi
Badan pasien teraba d. Monitor tanda- d. Menuutup bagian
P : pertahankan intervensi masalah
hangat, suhu tubuh dalam tanda vital tubuh yang terbuka
kesehatan anesthesia hipothermia.
batas normal 34-37’C
2. Setelah dilakukan tindakan a. Kolaborasi dengan a. Berkolaborasi dengan
S : pasien mengatakan luka operasinya tidak
Potensial kepenataan anesthsia, DPJP Anestesi untuk DPJP Anestesi untuk
terasa sakit
Komplikasi diharapkan masaah potensial pemberian therapi pemberian therapi
Nyeri akut komplikasi nyeri akut teratasi analgetik kuat analgetik kuat (Tramadol O : pasien tampak rileks dan menunjuk skala 1
dengan kriteria hasil : (opioid). 100mg/drip infus) pada skala nyeri 1-10 (NRS)
a. Klien mendapatkan terapi b. Monitor vital sign b. Memonitor vital sign
A : masalah kesehatan anesthesia potensial
analgetik double setelah pemberian setelah pemberian Noritha
komplikasi nyeri akut belum teratasi
modalitas dari DPJP analgetik (opioid) analgetik Tramadol
P : kolaborasi dengan perawat untuk
Anesthesia c. Kaji skala nyeri 100mg/drip infus
mempertahankan intervensi pemberian
b. Klien tidak mengalami pasien selama di c. Mengkaji skala nyeri
analgetik tramadol 50mg/drip ditambah
nyeri hebat pasca bedah ruang pemulihan pasien selama di ruang
dengan Ethanyl 75mcg perdrip infus di
c. Tanda-tanda vital dalam d. Observasi reaksi pemulihan
ruang perawatan pasca bedah
batas normal (Tekanan nonverbal yang d. Mengobservasi reaksi
darah 100-130/70-90 menyatakan nonverbal yang
mmHg, respirasi rate : 16- ketidaknyamanan. menyatakan
20X/mnt, nadi 60- ketidaknyamanan.
100X/menit).
IV. Hand Over recovery Room ke Ruang Rawat Inap
Nama : Tn. S No. CM : 973617
Umur : 35 tahun Dx : HIS Reponible

Jenis kelamin : Laki-laki Ruang : IBS

S (Situation)
Klien Tn. M umur 31tahun, tanda-tanda vital TD : 110/80mm Hg, N:
75X/mnt, RR : 18x/mnt, SpO2 : 99%, S: 32’C

B (Background) Klien Tn. M pasca hernia repair dengan anestesi spinal. Komplikasi anestesi
yang terjadi adalah pnurunan tekanan darah dan hipothermi. Kejadian
tersebut diatasi dengan berkolaborasi bersama DPJP anestesi yaitu dengan
perbaikan cairan, pemberian vassopresor dan pemberian antishivering.

A Menurut saya, masalah tersebut sudah diatasi dengan baik sehingga


(Assestment/Analisa) hemodinamik dan fisiologis pasca anestesi pasien sudah stabil. Akan tetapi
masih ada potensial komplikasi nyeri akut pasca prosedur bedah.

R a. Awasi tanda-tanda vital klien setiap 15 menit sampai dengan 24 jam


(Recommendation) pasca anestesi dan segera laporkan ke DPJP anestesi apabila terjadi
perubahan hemodinamika yang eksm
b. Diit bertahap, minum dulu jangan terlalu banyak, apabila tidak
kembung dan tidak mual/muntah maka boleh dianjutkan makan porsi
kecil tetapi sering.
c. Awasi respon nonverbal yang menunjukan ketidaknyamanan akibat
nyeri
d. Segera laporkan ke DPJP anestesi apabila terjadi nyeri hebat < 24jam
pasca bedah.
Nama dan Paraf yang Nama : Noritha Manurung Paraf
menyerahkan pasien

Nama dan paraf yang Nama : Paraf


menerima pasien
INTRA ANESTESI

Infus perifer : Tempat dan ukuran Obat-obatan / Infus


1.
2.
CVC :
Posisi
□ Terlentang □ Lithotomi □ Perlindungan mata
□ Prone □ Lateral □ Ka □ Ki □ Lain-lain
Premedikasi
□ Oral :
□ I.M :
□ I.V: N2O / O2 / Air
Induksi Gas : Isof/Sevo/Des %
□ Intravena :
□ Inhalasi : RR N TD
Tata Laksana Jalan nafas 28 220
Face mask No Oro/Nasopharing 20 200
16 180
ETT No Jenis Fiksasi cm
N 12 160
LMA No Jenis  Sis 8 180 140
Trakhesotomi  Dis 160 120
Bronkoskopi fiberoptik + RR 140 100
Glidescope 120 80
Lain-lain 100 60
Intubasi 80 40
□ Sesudah tidur □ Blind □ Oral □Nasal □ Ka □ Ki 60 20
□ Trakheostomi 0
□ Sulit ventilasi :
□ Sulit intubasi :
□ Dengan stilet □ Cuff □ Level ETT □ Pack Mulai anestesia X Selesai anestesia ←X Mulai pembedahan O→ Selesai pembedahan ←O
Intubasi ↑ Ekstubasi ↓ Pemantauan
Ventilasi
SpO2 %
□ Spontan □ Kendali □ Ventilator: TV RR PEEP
PE CO2 mm Hg
□ Konversi :
FiO2
Lain-lain :
Tindakan Anestesi Cairan infus ml
Darah ml
Teknik Regional/Blok Perifer Urin ml
Jenis : Perdarahan ml
Lokasi : Lama pembiusan : jam menit
Jenis Jarum / No : Lama pembedahan : jam menit
Kateter : □ Ya □ Tidak Fiksasi cm Masalah Intra Anesstesi:
Obat-obat:
Komplikasi :
Hasil : □ Total Blok □Partial
□ Gagal
CATATAN PASIEN DI KAMAR PEMULIHAN :
Waktu masuk RR: Pk…….
Penata anestesi pengirim : Penata anestesi penerima :
Tanda Vital : □TD: mmHg□Nadi:x/menit □RR: x/menit □Temperatur : 0
C Kesadaran
: □ Sadar betul □Belum sadar □Tidur dalam
Pernafasan : □ Sponta □Dibantu □VAS
Penyulit Intra operatif :
Instruksi Khusus :

SKA S S S
Frekuensi

Frekuensi

Tekanan

LA C C C
darah
napas

nadi

NYE O STEWARD O O
ALDRETTE BROMAGE
RI SCORE R SCORE R SCORE R
(Lingkar) E E E

28 220 Gerakan penuh


20 200 Saturasi O2 dari
0 Pergerakan
26 180 tungkai
1
12 160 Tak mampu
2
8 180 140 Pernapasan
3 Pernafasan ekstensi tungkai
160 120
4
140 100 Tak mampu
120 80 5 Sirkulasi fleksi
6 Kesadaran
100 60 lutut
7
80 40 Tak mampu fleksi
8 Aktifitas
60 20
9 motorik pergelangn kaki
0
1
0
Kesadaran

Lama Masa Pulih :


Menginformasikan keruangan untuk menjemput pasien :
1. Jam : Penerima : 2. Jam : Penerima : 3. Jam :
Penerima :
KELUAR KAMAR PEMULIHAN
Pukul keluar dar RR : Pk. ke ruang: □ rawat inap □ ICU □ Pulang □ lain-lain:
SCORE ALDRETTE :
SCORE STEWARD: SCORE BROMAGE:
SCORE PADSS (untuk rawat jalan): □ not
applicable SCORE SKALA NYERI: □ Wong Baker:
Nyeri : □ tidak □ ada
Risiko jatuh : □ tidak beresiko □ resiko rendah □ resiko tinggi Risiko komplikasi respirasi
: □ tidak □ ada
Rsiko komplikasi kardiosirkulasi □ tidak □ ada Rsiko komplikasi
neurolgi : □ tidak □ ada Lainya
INSTRUKSI PASCA BEDAH:
Pengelolaan nyeri :
Penanganan mual/ muntah : Antibiotika
:
Obat-obatan lain :
Infus :
INSTRUKSI PASCA BEDAH:
Pengelolaan nyeri : Penanganan mual/ muntah : Antibiotika :
Obat-obatan lain :
Infus :
Diet dan nutrisi :
Pemantauan tanda vital : setiap : selama :
Hasil pemeriksaan penunjang/obat/barang milik pasien yang diserahkan melalui perawat ruangan/ICU :
1) 2) 3)

PASCA ANESTESI

Anda mungkin juga menyukai