Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

Sistem kesehatan nasional menyebutkan bahwa salah bentuk dari strata


pelayanan kesehatan adalah rumah sakit. Rumah sakit merupakan jalur rujukan medis,
rujukan upaya kesehatan dan merupakan hirarki tertinggi dari upaya penyembuhan dan
pemulihan penderita. Rumah sakit itu sendiri merupakan institusi yang kompleks dan
dinamis, padat karya, modal serta dipengaruhi oleh lingkungan internal dan eksternal
yang selalu berubah (Depkes RI, 2012).
Rumah sakit adalah organisasi yang bergerak dibidang pelayanan kesehatan,
suatu organisasi yang didirikan pasti mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai.
Pencapaian tujuan tersebut dipengaruhi oleh perilaku organisasi itu sendiri (organization
behaviour). Astuti (2008) menjelaskan bahwa salah satu faktor yang mendukung
keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya adalah efektivitas kepemimpinan.
Kepemimpinan adalah kemampuan memberikan inspirasi kepada orang lain untuk
bekerja sama sebagai suatu kelompok guna mencapai suatu tujuan. Kondisi ini berlaku
pada semua organisasi, termasuk di dalamnya organisasi keperawatan yang melibatkan
upaya untuk mempengaruhi perilaku tenaga keperawatan dalam memberikan layanan
keperawatan profesional.(Astuti, 2008)
Pemimpin yang baik harus bisa menyampaikan idenya secara ringkas, jelas dan
tepat serta dapat menggunakan ketrampilan komunikasi dan pengaruhnya untuk
meyakinkan dan mengarahkan orang lain dalam mencapai tujuan organisasi.
Dalam hal ini, dibutuhkan kemampuan pemimpin dalam mempengaruhi
bawahannya agar mau dan suka bekerja, tidak semata-mata menerima perintah dari
atasan, tetapi tergerak hatinya untuk menyelesaikan tugasnya dengan kesadaran sendiri.
Seringkali terjadi hambatan dalam pelaksanaannya, karena yang digerakkan adalah
manusia yang mempunyai keinginan pribadi, sikap, dan perilaku yang khusus. Oleh
sebab itu, kepemimpinan yang dapat meningkatkan motivasi dan sikap kerja bawahan
menjadi hal yang penting (Suarli dan Yanyan Bahtiar,2010).).
Masalah yang terjadi saat ini adalah seringnya perawat tidak menyadari bahwa
mereka menerapkan suatu teori kepemimpin dan gaya kepemimpinan tidak
sesuai

1
dengan situasi dan staff yang mereka hadapi, sehingga hal ini mempengaruhi kinerja
staff dan mutu pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit. Penulis tertarik untuk
membahas kepemimpinan keperawatan agar pengetahuan perawat akan kepemimpinan
bertambah dan dapat menempatkan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan staff dan
situasi yang dihadapi.

2
BAB II
KEPEMIMPINAN

2.1 Pengertian Kepemimpinan


Kepemimpinan adalah kemampuan memberikan inspirasi kepada orang lain untuk
bekerja sama sebagai suatu kelompok guna mencapai suatu tujuan. Kondisi ini berlaku
pada semua organisasi, termasuk di dalamnya organisasi keperawatan yang melibatkan
upaya untuk mempengaruhi perilaku tenaga keperawatan dalam memberikan layanan
keperawatan profesional.(Astuti, 2008)
. Menurut Arwani (2006) kepemimpinan adalah suatu seni dan proses untuk
mempengaruhi dan mengarahkan orang lain agar mereka memiliki motivasi untuk
mencapai tujuan dalam situasi tertentu, sedangkan menurut Stoner, Freeman, dan
Gilbert (1995), kepemimpinan adalah suatu proses dalam mengarahkan dan
memengaruhi para anggota dalam hal berbagai aktivitas yang harus dilakukan.
Gardner (1986) dalam Swanburg (2000) mendefinisikan kepemimpinan sebagai
suatu proses persuasi dan memberikan contoh sehingga individu (atau pimpinan
kelompok) membujuk kelompoknya untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan
usulan pimpinan atau usulan bersama. Menurut Sulvian dan Decker (2005), bahwa
kepemimpinan merupakan penggunaan keterampilan seseorang dalam mempengaruhi
orang lain, untuk melaksanakan sesuatu dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
kemampuannya.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah proses
mempengaruhi orang lain dalam menentukan tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki
kelompok dilakukan oleh seseorang yang memiliki kemampuan untuk memahami
perilaku orang lain tanpa menggunakan kekuatan, sehingga orang-orang yang
dipimpinnya menerima dirinya sebagai sosok yang layak memimpin mereka.
Dalam keperawatan kepemimpinan dapat diartikan keterampilan seorang
pemimpin (perawat) dalam mempengaruhi perawat-perawat lain yang berada di bawah
pengawasannya untuk pembagian tugas dan tanggungjawab dalam memberikan
pelayanan keperawatan sehingga tujuan keperawatan tercapai. Setiap perawat memiliki
potensi yang berbeda dalam kepemimpinan keperawatan, namun kepemimpinan
ini

3
dapat dipelajari sehingga ketrampilan ini dapat ditingkatkan.
Stoq Dill menyatakan bahwa pemimpin itu harus memiliki beberapa kelebihan
yaitu: prestasi, tanggung jawab, partisipasi, status, kapasitas. Menurut Earl Nightingale
dan Whitf Schult mengemukakan bahwa seorang pemimpin harus memiliki kemampuan
dan syarat yaitu: kemandirian, besar rasa ingin tahu, multi terampil atau memiliki
kepandaian beraneka ragam, memiliki rasa humor, antusiasme tinggi, suka berkawan,
Selalu ingin mendapatkan yang sempurna, mudah menyelesaikan diri (beradaptasi),
sabar dan ulet, komunikatif serta pandai berbicara, berjiwa wiraswasta, sehat
jasmaninya, dinamis, sanggup dan berani mengambil risiko, tajam firasatnya dan adil
pertimbangannya, berpengetahuan luas dan haus akan ilmu pengetahuan, memiliki
motivasi tinggi, punya imajinasi tinggi.

2.1.1 Teori Kepemimpinan


Teori kepemimpinan berusaha untuk mengidentifikasi karakteristik unik, baik fisik,
mental maupun kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan kepemimpinan. Teori
ini menekankan pada ciri khas pribadi dari para pemimpin. Menurut Kartono (1998) teori
kepemimpinan merupakan penggeneralisasian suatu seri perilaku pemimpin dan
konsep-konsep kepemimpinannya, dengan menonjolkan latar belakang historis, sebab-
sebab timbulnya kepemimpinan, persyaratan pemimpin, sifat utama pemimpin, tugas
pokok dan fungsinya serta etika profesi kepemimpinan. Beberapa teori-teori dalam
Kepemimpinan, antara lain:
a. Teori Bakat (Great Man Theory )
Menurut teori ini, kepemimpinan merupakan bakat atau bawaan sejak seseorang lahir.
Bennis & Nanus (2010) menjelaskan bahwa teori ini berasumsi pemimpin dilahirkan
bukan diciptakan. Kekuasaan berada pada sejumlah orang tertentu, yang melalui proses
pewarisan memiliki kemampuan memimpin atau karena keberuntungan memiliki bakat
untuk menempati posisi sebagai pemimpin. “Asal Raja Menjadi Raja” Anak raja pasti
memiliki bakat untuk menjadi raja sebagai pemimpin rakyatnya. Contoh dalam sejarah
ialah Napoleon. la dikatakan mempunyai kemampuan alamiah sebagai pemimpin. Yang
dapat menjadikannya sebagai pemimpin besar pada setiap situasi
Teori ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan seorang pemimpin
ditentukan

4
oleh sifat-sifat, perangai atau cii-ciri yang dimiliki pemimpin itu. Atas dasar pemikiran
tersebut timbul anggapan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil,
sangat ditentukan oleh kemampuan pribadi pemimpin. Dan kemampuan pribadi yang
dimaksud adalah kualitas seseorang dengan berbagai sifat, perangai atau ciri-ciri di
dalamnya.
Ciri- ciri ideal yang perlu dimiliki pemimpin sebagai berikut:
a. Pengetahuan umum yang luas, daya ingat yang kuat, rasionalitas, obyektivitas,
pragmatise, feksibilitas, adaptabilitas, orientasi masa depan.
b. Sifat inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, naluri relevansi,
keteladanan, ketegasan, keberanian, sifat yang antisipatif, kesediaan menjadi
pendengar yang baik, kapasitas integrative.
c. Kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang, analitik, menentukan skala
prioritas, membedakan yang urgen dan yang penting, keterampilan mendidik, dan
berkomunikasi secara efektif.
Walaupun teori sifat memiliki berbagai kelemahan antara lain: terlalu bersifat deskriptif,
tidak selalu ada relevansi antara sifat yang dianggap sebagai teori yang sudah kuno,
namun apabila kita renungkan nilai-nilai moral dan ahlak yang terkandung di dalamnya
mengenai berbagai rumusan sifat, ciri atau perangai pemimpin, justru sangat diperlukan
oleh kepemimpinan yang menerapkan prinsip keteladanan.

b. Teori Perilaku
Teori ini menekankan pada apa yang dilakukan pemimpin dan bagaimana
seorang manajer menjalankan fungsinya. Menurut Vestal (1994) teori ini dinamakan
sebagai gaya kepemimpinan seorang manajer dalam suatu organisasi. Konsepnya
beralih dari siapa yang memiliki pemimpin dan bagaimana perilaku seorang untuk
memimpin secara efektif. Menurut Gillies (1996) gaya kepemimpinan ini dapat
diidentifikasikan bedasarkan perilaku pemimpin itu sendiri. Perilaku seseorang
dipengaruhi oleh adanya pengalaman dan mempengaruhi gaya kepemimpinan yang
digunakan. Secara ilmiah, perilaku seorang pemimpin menurut teori ini memiliki
kecendrungan kearah dua hal yaitu: pertama, disebut konsiderasi yaitu kecendrungan
seorang pemimpin yang menggambarkan hubungan akrab dengan bawahan. Kedua
disebut struktur inisiasi yaitu kecendrungan seorang pemimpin yang memberikan

5
batasan kepada bawahan.

c. Teori Motivasi
Teori ini dikemukakan oleh beberapa ahli yaitu:
1) Maslow (hierarki kebutuhan) yaitu:
- Fisiologis (gaji pokok),
- Aman(perecanaan yang regular),
- Kasih sayang (kerja sama secara tim),
- Hargadiri (pencapaian posisi),
- Aktualisasi (tantangan dalam bekerja)
2) Clayton Alderfer (teori ERG) yaitu:
- Existence (fisiologis),
- Relatedness (kasih sayang),
- Growth (harga diri dan aktualisasi)
3) Frederich Herzberg (teori dua faktor) yaitu
- Motivators (kepuasaan kerja)
- Hygiene (lingkungan yang kondusif)
4) Mc Clelleand (teori belajar) yaitu:
- Affiliation (bersahabat),
- Power (memerintah orang lain),
- Achievement (suka tantangan, kompetisi dan menyelesaikan masalah secara detail)

d. Teori Interaktif (Schein 1970)


Teori ini berasumsi bahwa manusia memiliki karakteristik yang sangat kompleks,
mereka mempunyai motivasi yang bervariasi dalam melakukan suatu pekerjaan,
motivasi seseorang tidak tetap tetapi berkembang sesuai perubahan waktu, tujuan bisa
berbeda pada situasi yang berbeda pula, penampilan seseorang dan produktivitas
dipengaruhi oleh tugas yang harus diselesaikan, kemampuan seseorang, pengalaman,
dan motivasi, tidak ada strategi yang paling efektif bagi pemimpin dalam setiap situasi

6
e. Teori Situasi
Teori ini yang memandang bahwa kepemimpinan sangat bergantung pada
situasi. Teori ini tidak melihat kepemimpinan dari sudut pandang yang bersifat
psikologis dan sosiologis, tetapi juga berdasarkan ekonomi dan politik. Menurut konsep
ini, kepemimpinan dipandang sebagai suatu fungsi dari situasi (function of the
situation).
Keberhasilan seorang pemimpin menurut teori situasional ditentukan oleh ciri
kepemimpinan dengan perilaku tertentu yang disesuaikan dengan tuntutan situasi
kepemimpinan dan situasi kepemimpinan dan situasi organisasional yang dihadapi
dengan memperhitungkan faktor waktu dan ruang.
Faktor situasional yang berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan tertentu ialah
sebagai berikut:
1) Jenis pekerjaan dan kompleksitas tugas
2) Bentuk dan sifat teknologi yang digunakan
3) Persepsi, sikap dan gaya kepemimpinan
4) Norma yang dianut kelompok
5) Rentang kendali
6) Ancaman dari luar organisasi
7) Tingkat stress
8) Iklim yang terdapat dalam organisasi
Efektifitas kepemimpinan seseorang ditentukan oleh kemampuan "membaca"
situasi yang dihadapi dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya agar cocok dan
mampu memenuhi tuntutan situasi tersebut. Penyesuaian gaya kepemimpinan
dimaksud adalah kemampuan menentukan ciri kepemimpinan dan perilaku
tertentu karena tuntutan situasi tertentu.
Resistensi atas teori kepemimpinan yang telah diuraikan sebelumnya
memberlakukan asas-asas umum untuk semua situasi. Hal ini tidak mungkin setiap
organisasi hanya dipimpin dengan gaya kepemimpinan tunggal untuk segala situasi
terutama apabila organisasi terus berkembang atau jumlah anggotanya semakin besar.
Respon atau reaksi yang timbul berfokus pada pendapat bahwa dalam menghadapi
situasi yang berbeda diperlukan gaya kepemimpin yg berbeda-beda pula.

7
f. Teori Ekologi
Sekalipun teori situasi kini banyak dianut, dan karena itu masalah kepemimpinan
banyak menjadi bahan studi, namun dalam kehidupan sehari-hari sering ditemukan
adanya seorang yang setelah berhasil dibentuk menjadi pemimpin, ternyata tidak
memiliki kepemimpinan yang baik. Hasil pengamatan yang seperti ini melahirkan teori
ekologi, yang menyebutkan bahwa seseorang memang dapat dibentuk untuk menjadi
pemimpin, tetapi untuk menjadi pemimpin yang baik memang ada bakat-bakat tertentu
yang terdapat pada diri seseorang yang di peroleh dari alam.

2.1.2 Gaya Kepemimpin


Gaya Kepemimpinan merupakan pola perilaku yang ditampilkan sebagai
pemimpin. Perilaku yang ditampilkan oleh bawahan pada dasarnya adalah respon
terhadap gaya kepemimpinan yang diberlakukan kepada mereka untuk melakukan
proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Gaya kepemimpinan dapat
berbeda-beda, maka dapat diklasıfikasikan berdasarkan beberapa aspek yaitu:
1. Perilaku Positif dan Negatif
• Kepemimpinan yang Positif
Mempunyai pandangan bahwa orang pada hakekatnya bersedia melakukan
pekerjaan dengan baik bila diberikan kesempatan dan dorongan yang cukup.
Pemimpin memberikan motivasi,memperhatikan beban kerja dan sebagainya.
• Kepemimpinan Negatif
Mempunyai pandangan bahwa orang harus dipaksa bekerja sebenarnya
orangnya malas. Pimpinan memotivasi dengan menciptakan rasa takut.
2. Kekuasan dan wewenang
a) Otokratis
Kepemimpinan yang menggunakan kekuasaan dalam mencapai keputusan dan
pengembangan strukturnya. Mereka cenderung lebih memperhatikan penyelesaian
tugas daripada memperhatikan karyawan. Kepemimpinan otokratis cenderung
menimbulkan pemusuhan dan sifat agresif atau sama sekali apatis dan menghilangkan
inisiatif.

8
b) Demokrasi
Menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang koperatif. Dibawah
kepemimpinan ini, pemimpin cenderung bermoral tinggi dapat bekerjasama,
mengutamakan mutu kerja produktifitas dan kepuasan kerja.
c) Partisipasi
Merupakan gabungan antara otokratis dan demokrasi yaitu pimpinan memberikan
analisa masalah dan asuhan tindakannya kepada anggota kelompok serta menerima
saran dan kritik yang membangun dari kelompok setelah itu membuat keputusan
berdasarkan hasil kelompok
d) Kendali Bebas
Pemimpin memberikan kebebasan penuh terhadap bawahan, struktural organisasi:
bersifat longgar dan pemimpin bersifat pasif, pemimpin menghindari kuasa dan
tanggung jawab kemudian menggantungkannya kepada kelompok baik dalam
menetapkan tujuan dan menanggulangi masalahnya sendiri.

3. Gaya kepemimpinan Situsional


Gaya ini dipengaruhi oleh bagaimana cara seorang pemimpin memberikan
perintah, dan sisi lain adalah cara mereka membantu bawahannya. Keempat cara
tersebut adalah:
a) Directing: Gaya tepat apabila kita dihadapkan dengan tugas yang rumit dan staff
belum memiliki pengalaman dan motifasi untuk mengerjakan tugas tersebut,atau
apabila anda berada dibawah tekanan waktu penyelesaian, kita menjelaskan apa
yang perlu dan apa yang harus dikerjakan.
b) Coacing : Pemimpin tidak hanya memberikan detil proses dan aturan bawahan
tapi juga menjeiaskan mengapa sebuah keputusan itu diambil, Mendukung
proses perkembangannya dan juga menerima berbagai masukan dari bawahan.
Gaya yang tepat apabila staff kita telah Iebih termotivasi dan berpengalaman
dalam menghadapi situasi tugas.
c) Suporting : Sebuah gaya dimana pemimpin memfasilitasi dan membantu upaya
bawahannya dalam melakukan tugas. Dalam hal ini pemimpin tidak
memberikan

9
arahan secara detail tetapi tanggung jawab dan proses pengambilan
dibagi bersama bawahan
d) Delegating: Sebuah gaya dimana seorang pemimpin mendelegasikan seluruh
wewenang dan tanggung jawabnya kepada bawahan. Gaya ini akan berjalan baik
apabila staff kita seluruhnya telah paham dan efesien dalam pekerjaan, sehingga
kita dapat menjalankan tugas atau pekerjaan itu atas kemampuan atau inisiatif
sendiri.
Perilaku pimpinan yang sangat mengarahkan dan kurang memberikan dorongan ( SI )
dinamakan sebagai proses Memerintah. Perilaku pimpinan yang sangat mengarahkan
dan memberikan dorongan ( S2 ) dinamakan sebagai proses Mengajak Perilaku
pimpinan yang kurang mengarahkan tapi banyak memberikan dorongan ( S3 )
dinamakan scbagai proses Melibatkan. Perilaku pimpinan kurang mengarahkan dan
kurang memberikan dorongan ( S4 ) dinamakan sebagai proses Melimpahkan.
Meskipun telah dicapai satu kesepakatan bahwa keempat gaya kepemipinan
ditandai oleh gabungan-gabungan perilaku pengarahan dan perilaku dorongan
serta dinyatakan ada satu yang terbaik tetapi menurut kesimpulan hasil penelitian bahwa
tidak ada satu pun gaya kepemimpinan terbaik. Pemimpin yang sukses adalah yang
mampu menyesuaikan diri dengan situasi, pengetahuan bilamana menggunakan gaya
tertentu. Unsur situasi tertentu menjadi tepat guna pada situasi yang dihadapi, antara;
waktu, tuntutan tugas, iklim, dan organisasi, atasan dan kerabat kerja.
Menurut Stogdill (1974) ada beberapa ciri pemimpin sukses:
1. Menyesuaikan diri terhadap situasi
2. Waspada terhadap lingkungan sosial
3. Ambisi dan prestasi
4. Tegas
5. Kerjasama
6. Bertanggung jawab.
Selain itu tingkat mengarahkan dan mendorong yang dilakukan oleh pimpinan
bergabung pada tahap perkembangan bawahan dalam melaksanakan suatu tugas,
peran dan pencapaian sasaran yang telah ditentukan oleh pimpinan secara individu atau
kelompok. Tahap perkembangan bawahan berarti bahwa tahap kemampuan dan

1
kemauan bawahan untuk melaksanakan tugas tanpa pengawasan. Kemampuan
diperoleh dari pengetahuan, keterampilan yang diperoleh dari pendidikan dan
pengalaman. Kemauan : Diperoleh dari kepercayaan diri dan motivasi.
Tahap perkembangan setiap bawanan berbeda-beda tergantung pada tugas, peran dan
sasaran tertentu yang diberikan kepada mereka. Tahap perkembangan ini digambarkan
sebagai suatu garis kontinum dan dibagi dalam empat tingkatan yaitu:
• Tingkat rendah (DI), yaitu tidak mampu dan tidak mau
• Tingkat rendah ke sedang (D2), yaitu tidak mampu tapi mau
• Tingkat sedeng ke tinggi (D3), yaitu: mampu tapi tidak mau
• Tingkat tinggi (D4), yaitu mampu dan mau.
Hubungan antara gaya kepemimpinan dan tahap perkembangan bawahan
:
• Bila bawahan DI (tidak percaya diri dan tidak aman) maka gaya kepemimpinannya
S1 (memerintah)
• Bila bawahan D2 (percaya diri tapi kurang keterampilan) gaya kepemimpinan S2
(mengajak)
• Bila bawahan D3 (tidak percaya diri) maka gaya kepemimpinan S3 (melibatkan)
• Bila bawahan D4 (mampu dan mau) maka gaya kepemimpinan S4
(melimpahkan) Cara meningkatkan kemampuan bawahan
1. Perintahkan apa yang anda inginkan untuk dikerjakan, tetapi bawahan harus
memahami apa yang diminta, apa tanggung jawab yang dituntut dan
kepada siapa mereka bertanggung jawab.
2. Tunjukkan apa yang diharapkan sebagai hasil dari mereka dan bagaimana hasil
kerjanya nanti bisa disebut berhasil atau gagal.
3. Biarkan mereka mencoba dengan caranya sendiri sehingga dapat memahami
sendiri keberhasilan maupun kegagalan yang dilakukan.
4. Amati penampilan dan hasil kerja dengan ketat untuk melihat tahap
perkembangannya.
5. Tangani akibat yang timbul dan akibat ini dibagi tiga yaitu akibat positif, akibat
negative, akibat netral.
Kunci keberhasilan pengembangan kemampuan dan kemauan kerja seseorang adalah
menjadikan mereka tetap melakukan sesuatu dengan baik. Dalam membina
bawahan
1
agar menjadi seseorang yang mampu dan mau perlu mengerjakan tugas dari
yang kurang baik kemudian meningkatkan secara bertahap mencapai yang baik.
Bila bawahan mengalami kemunduran atau penurunan kemampuan atau kemauan
karena sesuatu alasan maka pimpinan akan kembali dari awal sampai mencapai
tahap kemauan yang terbaik. Karena tahap perkembangan individu selalu berubah
sesuai dengan kondisi dan situasi.

2.1.3 Pemimpin yang Efektif


Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang pemimpin yang dapat
mempengaruhi orang lain agar dapat bekerja sama untuk mencapai hasil yang
memuaskan dan terjadinya perubahan yang bermanfaat. Tidak ada gaya atau
karakteristik kepemimpinan yang dapat dikatakan efekif tanpa mempertimbangkan
situasi kultural, situasi kerja dan kebutuhan pekerja yang terus-menerus berubah dari
waktu ke waktu. Karakteristik kepemimpinan yang efekif dikemukan oleh beberapa ahli
sebagai berikut:
1. Fiedler (1977), dikutip dari Gilles (1996) menyatakan bahwa kepemimpinan dapat
berjalan efektif bila:
• Kepemimpinan berganti dari satu orang ke orang lain dan berganti dari satu
gaya ke gaya lainnya seiring dengan terjadinya perubahan situasi kerja
• Pemimpin sebaiknya berasal dari anggota kelompok kerja, mengenal situasi kerja
dan memiliki kemampuan yang lebih tinggi dibanding anggota kelompok kerja
lainnya.
2. Bennis menyatakan bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang memenuhi
karakteristik sebagai berikut:
• Mempunyai pengetahuan yang luas dan kompleks tentang sistem manusia
• Menerapkan pengetahuan tentang pengembangan dan pembinaan bawahan
• Mempunyai kemampuan menjalin hubungan antar manusia
• Mempunyai sekelompok nilai dan kemampuan yang memungkinkan untuk
mengenal orang lain dengan baik
3. Swanburg (2000) menyatakan bahwa karakteristik pemimpin yang efektif adalah
sebagai berikut

1
• Intelegensi (pengetahuan, pendapat, keputusan, berbicara)
• Kepribadian (mudah adaptasi, waspada, kreatif, kerjasama, integritas pribadi
yang baik, keseimbangan emosi dan tidak ketergantungan kepada orang lain)
• Kemampuan (bekerjasama, hubungan antar manusia dan partisipasi sosial )
4. Ruth M. Trapper (1989), membagi menjadi 6 komponen
• Menentukan tujuan yang jelas, cocok, dan bermakna bagi kelompok.
• Memilih pengetahuan dan ketrampilan kepemimpinan dan dalam
bidang profesinya.
• Memiliki kesadaran diri dan menggunakannya untuk memahami kebutuhan
sendiri serta kebutuhan orang lain.
• Berkomunikasi dengan jelas dan efektif
• Mengerahkan energi yang cukup untuk kegiatan kepemimpinan
• Mengambil tindakan

2.1.4 Hubungan Kepemimpinan dan kekuasaan


Kepemimpinan dan kekuasaan adalah dua hal yang berbeda tetapi tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan lainnya. Kepemimpinan dapat dijalankan hanya bila pada
diri pemimpin terdapat kekuasaan karena jabatan yang di embannya dan penerimaan
atau pengakuan bawahan atas perannya sebagai pemimpin (Gilles, 1996) Kekuasaan
seorang pemimpin dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Reward power atau kekuasaan memberikan penghargaan terhadap bawahan baik
berupa insentif material, mememenuhi permintaan rotasi tugas atau kesempatan
untuk mengikuti program pengembangan staf. Pimpinan yang menggunakan
kekuasaan legitimasi dapat menggunakan penghargaan untuk memperoleh kerja
sama dari bawahan. Bawahan mungkin akan menanggapi petunjuk atau
permintaan apabila pimpinan dapat menyediakan penghargaan yang bernilai,
misalnya: kenaikan gaji, pemberian bonus, pemberian hari libur dan lain - lain.
2. Coecieve power atau kekuasaan untuk menerapkan perintah atau hukuman
secara paksa kepada bawahan berupa penurunan atau penundaan kenaikan
pangkat, skorsing maupun pemecatan. Bawahan akan tunduk karena ketakutan.
Walaupun kekuasaan paksaan mungkin digunakan untuk memperbaiki perilaku

1
yang tidak produktif dalam organisasi, namun seringkali menghasilkan akibat
yang sebaliknya.
3. Referent power merupakan kemampuan untuk menjadi panutan
bawahan sehingga dapat menimbulkan kebanggaan dan upaya bawahan untuk
mengidentifikasikan diri sesuai dengan pemimpinnya.
4. Expert power merupakan kemampuan untuk menyakinkan, membimbing dan
mengarahkan bawahan berdasarkan keahlian yang dimiliki seorang pemimpin.

2.1.5 Penerapan Kepemimpinan dalam Keperawatan


Kegiatan kepemimpinan dalam keperawatan mencakup banyal hal. Kegiatan
tersebut mencakup cara mengarahkan, menunjuk jalan, mensupervisi, mengawasi
tindakan staff, mengkoordinasi kegiatan yang sedang atau akan dilakukan, dan
mempersatukan usaha dari berbagai individu yang memiliki karakteristik yang berbeda
(Gilies: 1996). Mengimplementasikan kepemimpinan dalam keperawatan merupakan
tanggung jawab perawat, melalui kepemimpinan yang efektif diharapkan dapat
meningkatkan mutu pelayanan. Untuk itu diperlukan suatu keterampilan kepemimpinan.
Kepemimpinan yang efektif divisualisasikan sebagai suatu rantai yang kokoh, dimana
satu dengan lainnya saling berhubungan.
Menurut Kron (1981), dalam bukunya "The Management of Patient Care " memaparkan
tentang kegiatan-kegiatan untuk mencapai kepemimpinan yang efektif melalui :
1. Perencanaan dan pengorganisasian.
Adalah pekerjaan / kegiatan yang harus dilakukan oleh perawat. Untuk itu diperlukan
koordinasi sehingga semua kegiatan dapat dikerjakan dengan baik. Menjadi suatu
kewajiban perawat menciptakan suasana yang memberikan kenyamanan dan
keamanan pada pasien melalui suatu pengorganisasian yang baik.
2. Membuat penegasan dan memberi pengarahan (making assigments and giving
directions)
Dengan berbagai metode dalam memberi penugasan di rumah sakit maka diperlukan
memberi pengarahan secara jelas dan singkat.

1
3. Memberi bimbingan (Providing guidence)
Bimbingan adalah suatu alat yang penting dalam keperawatan. Pemimpin harus
memiliki kemampuan untuk membantu stafnya dalam melaksanakan tugas-tugas yang
diberikan, sehingga pasien mendapat kepuasan dalam asuhan keperawatan.
4. Mendorong kerja sama dan partisipasi (Encouraging cooperation and participation)
Kerjasama merupakan hubungan yang erat untuk dapat berpartisipasi,
misalnya perawat melakukan kesalahan maka berikan informasi dan jelaskan
melalui suatu diskusi. Hargai upaya yang telah dilakukan sehingga nanti
dapat mengkoreksi kesalahannya. Oleh karena itu proses kepemimpinan
keperawatan dalam kerja sama tim (team work) adalah sangat penting sehingga dapat
meningkatkan kerja sama antara perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
5. Mengkoordinasikan kegiatan ( Coordinating Activities)
Mengkoordinasikan kegiatan dalam suatu unit/ruangan merupakan kegiatan yang
penting dalam kepemimpinan keperawatan. diinformasikan kepada perawat
tentang kegiatan yang ada diruangan, dibutuhkan juga laporan tentang pencapaian
pekerjaan oleh staf perawat.
6. Observasi/supervisi (Observing or Supervising)
Mengawasi staf perawat dan pekerjaannya merupakan tanggung jawab yang besar dari
seorang pemimpin keperawatan. Dibutuhkan kemampuan untuk meneliti asuhan
keperawatan yang dibedakan pada pasien dengan aspek individunya. Untuk dibutuhkan
juga di dalam pengawasan / observasi tidak hanya penampilan fisik tetapi kemungkinan
emosi dan pengertian dari staf dalam memberi asuhan keperawatan.
7. Evaluasi Hasil penampilan kerja (evaluating performance results)
Evaluasi merupakan proses berkelanjutan untuk menganalisa kekuatan dan kelemahan
staf dalam bekerja sehingga dapat mendorong mereka bekerja dengan baik. Seorang
pemimpin juga harus mengevaluasi dirinya sendiri baik sebagai perawat ataupun
sebagai peminpin secara jujur.

2.1.6 Pendelegasian
Robert Heller (2004) mendefinisikan pendelegasian sebagai mempercayakan
pekerjaan pada orang lain akan tetapi tanggung jawab atas pekerjaan atau
pekerjaan

1
tersebut masih berada di tangan pendelegasi. Pendelegasian adalah bagian dari
manajemen yang memerlukan latihan manajemen profesional yang dikembangkan untuk
dapat menerima pendelegasian tanggung jawab secara struktural (Swanburg, 2000).
Sedangkan Tony Atherion mendefinisikan pendelegasian pekerjaan sebagai
mempercayakan wewenang dan tanggungjawab kepada orang lain untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan yang didefinisikan dengan jelas, dan disetujui di bawah
pendelegasian sambil tetap memegang seluruh tanggung jawab atas keberhasilan
pekerjaan atau pekerjaan itu.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa: Pendelegasian adalah proses
terorganisir dalam kerangka hidup organisasi/ keorganisasian untuk secara langsung
melibatkan sebanyak mungkin orang dan pribadi dalam pembuatan keputusan,
pengarahan, dan pengerjaan kerja yang berkaitan dengan pemastian tugas.
Pendelegasian ialah tindakan memercayakan tugas (yang pasti dan jelas), kewenangan,
hak, tanggung jawab, kewajiban, dan pertanggungjawaban kepada bawahan secara
individu dalam setiap posisi tugas.

a. Komponen Delegasi
Vestal (2001) menjelaskan delegasi yang baik tergantung dari keseimbangan
antara tiga komponen utama, antara lain
1. Tanggung jawab (responsibility)
Adalah suatu rasa tanggung jawab terhadap penerimaan suatu tugas yang
didelegasikan oleh manajer yang harus dilaksanakan secara tuntas oleh staff.
2. Kemampuan (accountability)
Adalah kemampuan seseorang dalam melaksanakan tugas limpah yang di delegasikan
oleh manajer.
3. Wewenang (autority)
Adalah pemberian hak dan kekuasaan penerima tugas limpah untuk mengambil suatu
keputusan terhadap tugas yang dilimpahkan. Setiap staff yang menerima delegasi tugas
harus memiliki pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan.

1
b. Prinsip Pendelegasian
Venzon (2003) menjabarkan tentang prinsip-prinsip pendelegasian yang perlu
diketahui seorang manajer, yang terdiri dari memilih orang yang tepat kepada siapa
pekerjaan itu di delegasikan dan diketahui bahwa staff pekerja mampu mengerjakan
tugas yang diberikan. Mendelegasikan tugas baik yang menarik atau pun yang tidak
menarik, Pekerjaan yang tidak menarik dapat digunakan sebagai tantangan, motivasi
dan meningkatkan kinerja seseorang, sedangkan tugas yang menarik akan memberikan
inspirasi kepada pekerja untuk pencapaian yang lebih tinggi.
Memberikan bawahan cukup waktu untuk belajar. Keahlian dapat dicapai melalui
latihan dan pengalaman. Mendelegasikan tugas secara bertahap. Staff yang baru boleh
jadi tidak mampu bertanggungjawab penuh seperti staff yang lama bekerja pada
pekerjaan itu. Menentukan sasaran dan tujuan yang mau dicapai dalam jangka waktu
tertentu. Jelaskan hasil yang diharapkan dari kegiatan yang akan dilaksanakan.
Konsultasikan sebelum pendelegasian dan minta staff tersebut menyimpulkan
kembali pokok tugasnya, klarifikasi meminimaikan masalah dan memajukan kerja sama.
Hindarilah kesenjangan dan tumpang tindih. Kesenjangan terjadi bilamana pekerjaan
ditinggalkan tanpa seorangpun yang bertanggungjawab. Tumpangtindih terjadi bilamana
dua orang alau lebih mempunyai tanggungjawab pada pekerjaan yang sama, sehingga
menyebabkan kebingungan.

c. Proses Pendelegasian
Pusat pengembangan kesehatan Carolus (2007) menjelaskan proses
pendelegasian terdiri dari tiga tahap yaitu: perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
- Perencanaan merupakan dasar atau titik tolak dari kegiatan pendelegasian dalam
usaha mencapai tujuan yang diharapkan.
- Pelaksanaan pendelegasian menurut adalah mengaplikasikan tugas sesuai dengan
kemampuan dan tanggungjawab masing-masing agar tercapai tujuan yang diharapkan.
Tahap pelaksanaan ini terdiri dari melimpahkan tugas sesuai dengan tanggungjawab,
yang memberikan wewenang dalam mengambil sesuatu keputusan terhadap yang
dilimpahkan, memberikan dukungan kepada staff yang diberi tugas.

1
- Evaluasi pendelegasian adalah tindakan untuk melengkapi proses pelaksanaan yang
menandakan seberapa jauh pendelegasian tugas berhasil dicapai. Monica (2004)
mengatakan evaluasi adalah penilaian terhadap tugas yang sudah diberikan serta
membandingkan hasil yang diperoieh dengan hasil yang diharapakan.

d. Pendelegasian Yang Efektif


Vestal (2001) mengungkapkan beberapa konsep dasar pendelegasian yang
efektif:
• Delegasi bukan suatu sistem untuk mengurangi tanggungjawab tetapi cara
membuat tanggungjawab lebih bermakna
• Tanggungjawab dan otoritas harus didelegasikan secara seimbang
• Proses pelimpahan membuat seseorang melaksanakan tanggungjawabnya,
mengembangkan kemampuan dalam mencapai tujuan organisasi.
Konsep dukungan perlu diberikan kepada semua anggota, seperti mendengar keluhan
dan masalah yang dihadapi staff. Dukungan dapat menciptakan suasana yang asertif
yaitu kebersamaan dan hubungan yang serasi.
Penghargaan bagi staff hasil yang dicapai. Penghargaan pada staff yang
berprestasi akan menjadi motivasi bagi mereka untuk melakukan yang terbaik. Penerima
delegasi harus aktif dan harus dapat menganalisa otonomi yang dilimpahkan serta harus
aktif dan terbuka sehingga mempermudah komunikasi.

e. Hambatan Delegasi
Menurut Swansburg ada beberapa hambatan yang ada pada delegator, antara
lain:
• Kemampuan yang diragukan oleh dirinya sendiri
• Kurangnya pengalamam dalam pekerjaan
• Rasa tidak nyaman
• Takut tidak disukai
• Penolakan untuk mengakui kesalahan
• Kurangnya kepercayaan kepada bawahan
• Kesempurnaan membuat kontrol yang berlebihan
• Kurangnya keterampilan organisasional

1
• Keseganan untuk mengembangkan bawahan
• Kegagalan untuk menetapkan kontrol dan tindak lanjut yang
efektif
Hambatan pada penerima pendelegasian, antar
lain:
• Kurangnya pengalaman
• Kurangnya kompetensi
• Menghindari tanggungjawab
• Sangat tergantung dengan bos
• Kekacauan dan kelebihan kerja

f. Strategi Penanggulangan Hambatan Delegasi


Menutut Alen agar pendelegasian menjadi efektif, diperlukan cara untuk
menanggulangi hambatan tersebut diatas dengan beberapa teknik khusus dalam
membantu manager dalam melakukan delegasi antara lain:
1. Menetapkan tujuan
2. Menegaskan tanggung jawab dan wewenangnya serta memberikan informasi
yang jelas tentang apa yang harus dipertanggung jawabkan.
3. Meminta penyelesaian tugas yang didelegasiakan dalam batas waktu yang jelas
dan sudah ditentukan.
4. Memberikan latihan untuk mengembangkan pekerjaanya agar menjadi lebih
baik.
5. Mengadakan pengawasan yang memadai baik langsung maupun melalui
laporan

2.1.7 Managemen Keluhan


Menurut Rusadi (2004), keluhan merupakan ungkapan dari ketidakpuasan yang
dirasakan oleh konsumen. Keluhan pelanggan adalah hal yang tidak dapat diabaikan
karena dengan mngebaikan hal tersebut akan membuat konsumen merasa tidak
diperhatikan dan pada akhirnya perusahaan akan ditinggalkan oleh pelanggan.
Keluhan atau komplain pelayanan adalah ekspresi perasaan keidakpuasan atas standar
pelayanan, tindakan atau tidak adanya tindakan pemberi pelayanan yang berpengaruh
terhadap pelanggan. Prosesnya berawal dari konsumen merasakan ketidakpuasan
setelah menerima pelayanan atau melakukan transaksi.
1
a. Penyebab Terjadinya Keluhan
Pada dasarnya pelanggan yang mengeluh karena merasa tidak puas ada
beberapa penyebabnya. Menurut Soeharto A. Majid (2009) banyak hal yang dapat
menimbulkan terjadi keluhan dari klien, seperti :
• Pelayanan yang diharapkan dari kita tidak seperti yang mereka harapkan
• Mereka diacuhkan, misalnya dibiarkan menunggu tanpa penjelasan
• Seseorang berlaku tidak sopan atau tidak ada yang mau mendengarkan
• Tidak ada yang mau bertanggung jawab terhadap suatu kesalahan
• Adanya kegagalan dalam komunikasi, dll.

b. Sistem Manajemen Keluhan


Manajemen penanganan keluhan yang efektif membutuhkan prosedur yang jelas
dan terstruktur dengan baik agar dapat menyelesaikan masalah serta didukung oleh
sumber daya dan infrastruktur yang memadai agar dapat kinerja kerja yang memuaskan.
Karakteristik penilaian manajemen keluhan yang efektif menurut Tjiptono dan Anastasia
(2003) adalah sebagai berikut :
1. Komitmen
Pihak manajemen dan semua anggota memiliki komitmen yang tinggi untuk
mendengarkan dan menyelesaikan masalah keluhan dalam rangka peningkatan produk
dan jasa.
2. Vesible
Manajemen dapat memberikan informasi yang jelas dan akurat kepada
pelanggan tentang prosedur penyampaian keluhan dan pihak-pihak yang dapat
dihubungi.
3. Acessible
Perusahaan menjamin bahwa pelanggan dapat menyampaikan keluhan secara
bebas, mudah, dan murah.
4. Kesederhanaan
Prosedur keluhan sederhana dan mudah dipahami
pelanggan
5. Kecepatan

2
Keluhan ditangani secepat mungkin. Rentang waktu penyelesaian yang realistis dan
diinformasikan kepada pelanggan. Setiap perkembangan atau kemajuan
dalam

2
penanganan keluhan yang sedang diselesaikan, dikomunikasikan kepada
pelanggan yang bersangkutan.
6. Fairness
Setiap keluhan mendapatkan perlakuan yang sama, adil, tanpa membeda-
bedakan.
7. Confidential
Menghargai dan menjaga keinginan dan privasi
pelanggan
8. Records
Data mengenai komplain disusun sedemikian rupa sehingga memudahkan setiap
upaya perbaikan yang berkesinambungan.
9. Sumber daya
Perusahaan mengalokasikan sumber daya an infrastruktur yang memadai untuk
pengembangan dan penyempurnaan sisitem penanganan keluhan termasuk pelatihan
tenaga kerja.
10. Remedy
Pemecahan dan penyelesaian yang tepat (seperti permohonan maaf, hadiah, ganti
rugi)
untuk setiap keluhan ditetapkan dan diimplementasikan secara
konsekuen.
Menurut Edvardsson dari Universitas Karlstad, Swedia (dikutip ari Kawan Lama News,
2008) Cara menangani keluhan dari pelanggan adalah sebagai berikut
:
• Jangan membuat bertambah rumit dengan segala macam formulir;
• Jangan pernah mengirim surat tanpa berkomunikasi verbal terlebih dahulu;
• Segera mencari tahu apa yang diinginkan pelanggan yang keluhan;
• Untuk keluhan yang tidak terlalu serius, minta maaf akan jauh lebih baik
daripada mengirim berlembar-lembar surat permohonan maaf;
• Berikan tanggapan pribadi dan spesifik;
• Ketikan menghadapi pelanggan yang menyampaiakan keluhan, ikutilah
prinsip empati;
• Jika memang keluhan itu tidak ditujukan kepada anda, dan anda harus
membuat referensi kepada siapa pelanggan harus melapor, jelaskan secara rinci
alasannya;

2
• Perjelas alternatif apa yang ada untuk menyelesaikan persoalan pelanggan
yang keluhan;

2
• Jangan lupa beritahu pelanggan langkah perbaikan apa yang telah dibuat
sehubungan dengan penyampaian keluhan itu;
• Banyak keluhan menjadi kabar baik. Itu tandanya pemberi keluhan percaya
pada pihak anda.
Penanganan keluhan yang efektif memiliki dua kata kunci yaitu kecepatan penanganan
atas keluhan dan penyelesaian keluhan. Barlow & Moller (1996) menambahkan
beberapa langkah yang dilakukan oleh pelaksana penanganan keluhan agar Complain
Handling tersebut efektif, yaitu :
1. Mengucapkan terima kasih;
2. Menjelaskan betapa kita menghargai keluhannya;
3. Meminta maaf untuk kesaahan yang kita perbuat;
4. Berjanji untuk melakukan sesuatu terhafap keluhan atau masalah
tersebut secepatnya;
5. Menanyakan mengenai informasi yang diperlukan;
6. Mengoreksi kepuasan pasien;
7. Memeriksa kepuasan pasien;
8. Mencegah kesalahan yang akan datang.

Dalam menangani keluhan, Rumah Sakit Advent Bandar Lampung (RSABL


memiliki alur penanganan Keluhan:
1. Keluhan Lisan/Tulisan, Resmi/Tidak resmi, lewat telepon, unit lain, media
social, media masa, dan jalur hokum didokumentasikan
2. Perawat melakukan Grading (Hijau, Kuning, dan Merah)
3. Melakukan Penangannan Keluhan sesuai SPO Grading yang
didapatkan
penulis melampirkan SPO mengenai penanganan keluhan pasien/keluarga di
RSABL.

2
23
BAB III
TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWAT PENANGGUNG JAWAB
SHIFT (INCHARGE NURSE)

Dalam pelaksanaan sebagai Perawat Penanggung Jawab Shift (incharge nurse)


dituntut untuk melaksanakan tugas sebagai seorang yang bertanggungjawab dalam
perannya sebagai pemimpin dalam suatu pelayanan kesehatan diruangan Instalasi
Gawat Darurat
Tanggung jawab Incharge sebagai berikut: Secara operasional bertanggung
jawab kepada kepala ruang Instalasi Gawat Darurat
Wewenang :
1. Sebagai koordinator shift dinas pagi, sore, dan malam sesuai jadwal yang
telah ditetapkan.
2. Mempertanggung jawabkan pelaksanaan Asuhan Keperawatan Kepada
Kepala
Ruang.
3. Bersama-sama pelaksana perawatan melakukan kegiatan pelayanan
Asuhan
Keperawatan.
4. Bertanggung jawab dalam kebenaran isi laporan / penulisan
asuhan keperawatan.
Tugas pokok incharge nurse, yaitu:
Menguasai dan mengendalikan kegiatan pelayanan keperawatan diruang rawat yang
berada diwilayah tanggungjawab, mengarahkan dan membimbing perawat asosiate,
serta membantu Karu mengawasi pelayanan keperawatan,
Uraian tugas Perawat Penanggung Jawab (Pedoman Pengorganisasian Rawat Inap
Rumah Sakit Advent Bandar Lampung)
1. Mengatur dan mengkoordinasikan seluruh kegiatan pelayanan diruang rawat
pada shift sore, malam dan hari libur.
2. Memberi pengarahan dan motivasi kepada tenaga pelaksana perawatan untuk
melaksankan Asuhan Keperawatan sesuai ketentuan / standard yang berlaku
pada shift sore, malam dan hari libur.

2
3. Bertanggung jawab atas pelaksanaan inventarisasi peralatan pada shift sore,
malam dan hari libur.
4. Mengatur dan mengkoordinasikan pemeliharaan peralatan agar selalu dalam
keadaan siap pakai.
5. Membantu melaksanakan program orientasi kepada petugas baru meliputi
penjelasan tentang peraturan rumah sakit, tata tertib dan fasilitas yang ada.
6. Memelihara dan mengembangkan system pencatatan dan pelaporan Asuhan
Keperawatan secara tepat dan benar untuk tindakan keperawatan selanjutnya.
7. Memberi motivasi tenaga non perawatan dalam memelihara kebersihan
ruangan dan lingkungan pada shift sore, malam dan hari libur.
8. Meneliti pengisian formulir sensus harian pasien pada shift malam.
9. Memelihara buku register dan berkas catatan medik pada shift sore, malam
dan hari libur.
10. Menyusun rencana keperawatan pada shift pagi, sore, malam dan hari libur
dan melaksanakan tindakan keperawatan.
11. Bersama-sama pelaksana perawat lainnya, melaksanakan Asuhan
Keperawatan kepada pasien pada shif pagi, sore, malam dan hari libur.
12. Membuat laporan harian pada shift pagi,sore, malam dan hari libur.
13. Melaksanakan serah terima tugas kepada penanggung jawab shift
berikutnya secara lisan maupun tertulis pada saat penggantian dinas.
14. Mengikuti pertemuan berkala yang di adakan oleh Kepala Ruang dan Ka.Ins

2
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Pemimpin yang baik harus bisa menyampaikan idenya secara ringkas, jelas dan
tepat serta dapat menggunakan ketrampilan komunikasi dan pengaruhnya untuk
meyakinkan dan mengarahkan orang lain dalam mencapai tujuan organisasi.
Dalam hal ini, dibutuhkan kemampuan pemimpin dalam mempengaruhi
bawahannya agar mau dan suka bekerja, tidak semata-mata menerima perintah dari
atasan, tetapi tergerak hatinya untuk menyelesaikan tugasnya dengan kesadaran sendiri.
Oleh sebab itu, kepemimpinan yang dapat meningkatkan motivasi dan sikap kerja
bawahan menjadi hal yang penting
Kepemimpinan yang berhasil adalah kepemimpinan yang dapat menyesuaikan
gaya kepemimpinan dengan situasi kerja dan kebutuhan pekerja yang ada, karakteristik
pemimpin juga mempengaruhi keberhasilan kepemimpinan, diantaranya: Intelegensi
(pengetahuan, pendapat, keputusan, berbicara dengan jelas dan efektif), Kepribadian
(mudah adaptasi, waspada, kreatif, kerjasama, integritas pribadi yang baik,
keseimbangan emosi dan tidak ketergantungan kepada orang lain), Kemampuan
(bekerjasama, hubungan antar manusia dan partisipasi sosial).

4.2 Saran
1. Hendaknya para pemimpin, khususnya pemimpin keperawatan dalam
melaksanakan perannya berdasarkan pada kriteria-kriteria kepemimpinan yang
baik.
2. Dalam suatu manajemen pendidikan hendaknya para pemimpin memahami
keadaan atau kemampuan yang dimiliki oleh para bawahannya, dan dalam
pembagian pemberian tugas sesuai dengan kemampuannya. Oleh karena itu
pemimpin mengarahkan kerja para anggota organisasi untuk mencapai tujuan
organisasi agar mampu mengikat, mengharmonisasi, serta mendorong potensi
sumber daya organisasi agar dapat bersaing secara baik.
3. Diharapkan kepada tenaga perawat sebagai tenaga yang professional di bidang

2
keperawatan dapat memahami dan mengaplikasikan sepenuhnya manajemen
keperawatan karena kepemimpinan adalah faktor kunci dalam suksesnya suatu
organisasi serta manajemen. Sehingga kemudian perilaku yang diterapkan
seorang pimpinan akan memiliki dampak luas bukan bagi dirinya sendiri
melainkan seluruh anggota organisasi. Karena kualitas pemimpin mempengaruhi
yang dipimpin, makin kuat pemimpin, maka makin kuat pula yang dipimpin.

2
DAFTAR PUSTAKA

Barlow & Moller (1996). A Complain is a Gift. Berret-Koehler, San Francisco,CA

Cope, Vicki, Murray, M (2017). Leadership styles in Nursing, Nursing Standard, Vol.31
No. 43, pp 61-69.

Fiedler, F.E.(1977). A Theory of Leadership Effectivenss, New York: McGraw-Hill.

Gillies. (1996). Manajemen Keperawatan. FKUI, Jakarta

Heller, Robert (2004). How to Delegate (terjemahan) Jakarta :Dian Rakyat

HeruSupriyatno & Arwani (2006). Management Bangsal Keperawata, Jakarta, EGC

La MonikaElaine (2004), Kepemimpinan dan manajemen keperawatan, EGC, Jakarta.

Majid, Suharto A. (2009). Customer Service Dalam Bisnis Jasa Transportasi. Jakarta:
Rajawali Pers.

Marquis dan Huston, (2010). Peran kepemimpinan

PEDOMAN PENGORGANISASIAN INSTALASI RAWAT INAP LANTAI 3 SILO. (2019).


Bandar Lampung: Rumah Sakit Advent Bandar Lampung

Permana, S, Hanna (2005). Diamond Head Drill &Kepemimpinan dalam Manajemen


Rumah Sakit. Penerbit Andi, Yogyakarta

Ruslan, Rusadi, 2004, Manajemen Public Relations dan Media Komunikasi, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta

Suarli & Bahtiar, Yanyan. (2002). Manajemen Keperawatan dengan Pendekatan


Praktis. Jakarta: Erlangga

Sulivan & Decker. (2005). Effective Leadership & Management In Nursing. Pearson
Edocaiton : Japan S.

Stoner, Freeman, dan Gilbert (1995). Management. Indiana : Prentice Hall

Swanburg Russel C. (2000). Pengantar kepemimpinan & manajemen keperawatan.

2
Jakarta : EGC.

Thara Kron, RN,BS (1981). The Management of Patient Care. WB.Saunders


Company, Philadelphia

Tjiptono, Fandy dan Anastasia Diana. (2003). Total Quality Management. Edisi
Revisi. Yogyakarta: Andi Offset.

Undang-Undang Republik Indonesia no. 44 tahun 2009

Vestal KW (1994). Nursing Management: Control &Issues. 2nd ed. Philadelphia: JB


Lippincott

2
LAMPIRAN

30

Anda mungkin juga menyukai