Anda di halaman 1dari 16

GAYA KEPEMIMPINAN (SITUASIONAL)

MANAJEMEN KEPERAWATAN

KELOMPOK 3

REISNA MEI SWARES 20200305009

NANI CAHYA N 20200305010

GITA ANGGRAENI 20200305011

ALDIS ANNISA T 20200305012

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS ESA UNGGUL

JAKARTA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan MAKALAH mata kuliah Manajemen Keperawatan yang
berjudul “Gaya Kepemimpinan” tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini kami mengucapkan kepada rekan-
rekan yang telah membantu dalam menyesaikan makalah ini baik dukungan
moril maupun materi.
Semoga makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk
maupun isi makalah ini sehingga kedepannya menjadi lebih baik.
Makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kami
berharap kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang
bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, Desember 2020

Kelompok
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kepemimpinan merupakan lokomotif organisasi yang selalu
menarik dibicarakan. Daya tarik ini didasarkan pada latar historis
yang menunjukkan arti penting keberadaan seorang pemimpin dalam
setiap kegiatan kelompok dan kenyataan bahwa kepemimpinan
merupakan sentrum dalam pola interaksi antar komponen organisasi.
Lebih dari itu, kepemimpinan dan peranan pemimpin menentukan
kelahiran, pertumbuhan dan kedewasaan serta kematian organisasi.
Pelayanan keperawatan di rumah sakit merupakan bagian
integral dari pelayanan rumah sakit secara menyeluruh, yang
sekaligus merupakan tolak ukur keberhasilan pencapaian tujuan
rumah sakit, bahkan sering menjadi faktor penentu citra rumah sakit
di mata masyarakat. Hal ini bekaitan dengan kepemimpinan perawat
dalam pelayanan keperawatan dan tuntutan profesi sebagai tuntutan
global, bahwa setiap perkembangan dan perubahan memerlukan
pengelolaan secara profesional, dengan memperhatikan setiap
perubahan yang terjadi di Indonesia (Fakhrudin & Alimul, 2016).
Peran dan fungsi perawat merupakan tingkah laku yang
diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan
kedudukan dalam sistem, dimana dapat dipengaruhi oleh keadaan
sosial baik dari profesi perawat maupun luar profesi keperawatan
yang bersifat konstan. Peran perawat menurut konsorsium ilmu
kesehatan tahun 1989 terdiri dari peran sebagai pemberi asuhan
keperawatan, advokat pasien, pendidik, koordinator, kolaborator,
konsultan dan peneliti. Melihat fungsinya yang luas sebagaimana
tersebut di atas, maka perawat profesional harus dipersiapkan
dengan mendapatkan pengetahuan dan keterampilan tentang
kepemimpinan. Pemimpin keperawatan dibutuhkan baik sebagai
pelaksana asuhan keperawatan, pendidik, manajer, ahli, dan bidang
riset keperawatan (Fakhrudin & Alimul, 2016)

B. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk
a) Untuk menjelaskan teori tentang kepemimpinan
b) Untuk menjelaskan teori tentang gaya kepemimpinan
c) Untuk menjelaskan macam-macam gaya kepemimpinan
d) Untuk menjelaskan teori tentang gaya kepemimpinan
situasional
e) Untuk menjelaskan tentang keterampilan apa saja yang
dibutuhkan dalam kepemimpinan situasional
f) Untuk menjelaskan tentang gaya kepemimpinan dalam
kepemimpinan situasional
g) Untuk menjelaskan tentang diagnosis 4 development level
individu dalam kepemimpinan situasional
h) Untuk menjelaskan teori tentang cara menyesuaikan gaya
kepemimpinan dan tingkat perkembangan individu

C. Rumusan Masalah
Rumusan masalah di dalam makalah ini adalah mengetahui apa saja
macam-macam gaya kepemimpinan dalam manajemen keperawatan
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan memiliki arti pribadi yang memiliki kecakapan dan
kelebihan disuatu bidang sehingga ia mampu mempengaruhi orang lain
untuk bersama-sama melakukan aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau
beberapa tujuan, sedangkan kepemimpinan atau Leadership dipahami
sebagai daya upaya bersama untuk menggerakan samua sumber atau alat
yang tersedia dalam suatu organisasi (Setiawan, 2015).
Kepemimpinan didefinisikan sebagai proses dimana seseorang
mempengaruhi sekelompok individu lain untuk mencapai tujuan bersama.
Karena para pemimpin dan pengikut keduanya merupakan bagian dari
proses ini, penting untuk menangani isu-isu yang dihadapi para pengikut
sekaligus menjadi isu yang dihadapi para pemimpin. Kepemimpinan adalah
faktor yang paling berpengaruh dalam membentuk budaya organisasi, dan
untuk memastikan bahwa perilaku, strategi, dan kualitas kepemimpinan
yang diperlukan dikembangkan (Setiawan, 2015).
Seorang pemimpin keperawatan dituntut untuk merencanakan,
mengorganisasi, memimpin, dan mengevaluasi sarana dan prasarana yang
tersedia untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang seefektif dan
seefisien mungkin bagi individu, keluarga, dan masyarakat (Prihastuty,
Damayanti & Nursalam, 2013).
Ada lima unsur utama esensi kepemimpinan, yaitu (1) unsur
kepemimpinan atau orang yang mempengaruhi. (2) unsur orang yang
dipimpim sebagai pihak yang dipengaruhi. (3) unsur interaksi atau
kegiatan/usaha dan proses mempengaruhi. (4) unsur tujuan yang hendak
dicapai dalam proses mempengaruhi. (5) unsur perilaku/kegiatan yang
dilakukan sebagai hasil mempengaruhi.
Sukses tidaknya suatu organisasi dalam mencapai tujuan sangat
tergantung pada kemampuan pemimpinnya untuk menumbuhkan iklim kerja
sama dalam menggerakan sumber daya yang ada sehingga dapat
mendayagunakannya dalam berjalan secara efektif dan efisien.

B. Pengertian Gaya Kepemimpinan


Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan
oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku
orang lain seperti yang ia inginkan. Gaya kepemimpinan dalam organisasi
sangat diperlukan untuk mengembangkan lingkungan kerja yang kondusif
dan membangun iklim motivasi bagi karyawan sehingga diharapkan akan
menghasilkan produktifitas yang tinggi (Fahrurozi, 2016).
Gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan oleh seorang
pemimpin dalam mempengaruhi perilaku orang lain. Dari gaya ini dapat
diambil manfaatnya untuk dipergunakan sebagai pemimpin dalam
memimpin bawahan atau para pengikutnya. Gaya kepemimpinan
merupakan norma perilaku yang dipergunakan oleh seseorang pemimpin
ada saat mencoba mempengaruhi perilaku orang lain atau bawahannya.
Pemimpin tidak dapat menggunakan gaya kepemimpinan yang sama dalam
memimpin bawahannya, namun harus disesuaikan dengan karakter-karakter
tingkat kemampuan dalam tugas setiap bawahannya (Fahrurozi, 2016).
Pemimpin yang efektif dalam menerapkan gaya tertentu dalam
kepemimpinannya terlebih dahulu harus memahami siapa bawahan yang
dipimpinnya, mengerti kekuatan dan kelemahan bawahannya, dan mengerti
bagaimana caranya memanfaatkan kekuatan bawahan untuk mengimbangi
kelemahan yang mereka miliki. Istilah gaya adalah cara yang dipergunakan
pimpinan dalam mempengaruhi para pengikutnya (Isnaeni, 2017).
Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan
oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku
orang lain seperti yang ia inginkan. Gaya kepemimpinan dalam organisasi
sangat diperlukan untuk mengembangkan lingkungan kerja yang kondusif
dan membangun iklim motivasi bagi karyawan sehingga diharapkan akan
menghasilkan produktivitas yang tinggi (Fahrurozi, 2016).

C. Macam-macam Gaya Kepemimpinan


Macam-macam gaya kepemimpinan menurut (Kartono, 2009) adalah
sebagai berikut:
1. Gaya kepemimpinan paternalistik
Tipe pemimpin paternalistik yaitu kepemimpinan yang memiliki sifat-
sifat seperti overly protective, selalu bersikap maha tau dan maha besar,
dan jarang memberikan kesempatan kepada bahawannya untuk memiliki
sikap dalam berinisiatif. Tipe kepemimpinan seperti ini biasanya hanya
terdapat di lingkungan masyarakat yang bersifat tradisional, umumnya di
lingkungan masyarakat agraris.
2. Gaya kepemimpinan karismatik
Tipe gaya kepemimpinan karismatik adalah pemimpin yang memiliki
karakteristik yang khas seperti pemimpin tersebut memiliki daya tariknya
sendiri yang sangat memikat sehingga dengan ciri khasnya tersebut
seseorang tersebut mampu memperoleh pengikut yang jumlahnya kadang
sangat besar. Selain itu kepemimpinan dengan gaya karismatik ini
banyak memberikan inspirasi, keberanian, dan keyakinan teguh pada
pendirian sendiri.
3. Gaya kepemimpinan bebas
Pada gaya kepemimpinan bebas ini pemimpin memiliki pandangan
bahwa umumnya organsasi akan berjalan lancar dengan sendirinya
karena para anggota organisasi terdiri dari orang-orang yang sudah
dewasa yang mengetahui apa yang menjadi tujuan organisasi, sasaran-
sasaran apa saja yang ingin dicapai, tugas apa yang harus ditunaikan oleh
masing-masing anggota dan pemimpin tidak terlalu sering intervensi.
4. Gaya kepemimpinan demokratis
Pemimpin yang demokratis biasanya memandang perannya selaku
koordinator dan integrator dari berbagai unsure dan komponen
organisasi. Pada gaya kepemimpinan ini, pemimpin menyadari bahwa
mau tidak mau organisasi harus disusun sedemikian rupa sehingga
menggambarkan secara jelas aneka ragam tugas dan kegiatan yang tidak
bisa tidak harus dilakukan demi tercapainya tujuan. Kepemimpinan
demokratis biasanya berlangsung secara mantap dengan gejala-gejala
sebagai berikut:
a. Organisasi dengan segenak bagiannya berjalan lancar.
b. Otoritas sepenuhnya didelegasikan ke bawah dan masing-masing
menyadari tugas serta kewajibannya masing-masing.
5. Gaya kepemimpinan otokratis
Kepemimpinan otokratis adalah kepemimpinan di mana cara memimpin
tersebut mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan yang harus
dipatuhi. Seorang pemimpin yang otoriter akan menunjukkan sikap yang
menonjolkan keangkuhannya antara lain dalam bentuk kecenderungan
memperlakukan para bawahannya sama dengan alat-alat dalam
organisasi, seperti mesin, dan dengan demikian kurang menghargai
harkat dan martabat mereka. Pengutamaan orientasi terhadap
pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa mengkaitkan pelaksanaan
tugas itu dengan kepentingan dan kebutuhan para bawahannya.
Pembagian peran para bawahan dalam proses pengambilan keputusan.
Pemimpin akan bersikap baik pada bawahannya asalkan bawahan itu
patuh atas semua perintah yang telah diberikan.
6. Gaya kepemimpinan militeristis
Tipe kepemimpinan militeristik ini sangat mirip dengan tipe
kepemimpinan otoristik. Adapun sifat-sifat dari tipe kepemimpinan
militeristik ialah lebih banyak menggunakan sistem perintah, keras dan
sangat otoriter, kaku dan seringkali kurang bijaksana. Menghendaki
kepatuhan mutlak dari bawahan. Sangat menyenangi formalitas, dan
menuntut adanya disiplin yang keras dan kaku dari bawahannya. Tidak
menghendaki saran, usul, sugesti, dan kritikan dari bawahannya.
Komunikasi hanya berlangsung searah.
7. Gaya kepemimpinan populistis
Kepemimpinan populis adalah kepemimpinan yang berpegang teguh
pada nilai-nilai masyarakat yang tradisional, tidak mempercayai
dukungan kekuatan serta bantuan hutang luar ngeri. Kepemimpinan jenis
ini mengutamakan pennghidupan kembali sikap nasionalisme.
8. Gaya kepemimpinan administratif/eksekutif
Kepemimpinan tipe administratif adalah kepemimpinan yang mampu
menyelenggarakan tugas-tugas administrasi secara efektif. Pemimpinnya
biasanya tterdiri dari teknokrat-teknokrat dan administrator yang mampu
menggerakan dinamika modernisasi dan pembangunan.

D. Gaya Kepemimpinan Situasional


Situational leadership atau kepemimpinan situasional adalah
leadership style (gaya kepemimpinan) yang digunakan seorang leader yang
berbeda-beda, disesuaikan dengan tingkat perkembangan para pengikutnya
atau follower readiness. Kita akan belajar seberapa fleksibel seorang
pemimpin menyesuaikan gaya kepemimpinan-nya dan seberapa baik
pemimpin tersebut mengenali tingkat follower readiness tadi itu dan
memilih leadership style yang tepat (Sudirgo, 2019).
Bila seorang pemimpin menguasai keterampilan ini maka dia akan
lebih efektif lagi menjadi pemimpin transformasional. Yakni pemimpin
yang menguasai situasi dengan menyampaikan visi yang jelas kepada para
pengikutnya, dan membawa semua anak buahnya itu dengan penuh
semangat dan komitmen untuk mencapai visi sukses bersama tersebut
(Sudirgo, 2019).
Dari pemahaman ini artinya tidak ada satu gaya kepemimpinan yang
terbaik. Kepemimpinan yang efektif bergantung sesuai situasi dan kondisi.
Seorang pemimpin yang sukses akan selalu agile untuk mengadaptasi gaya
kepemimpinan yang paling tepat. Inilah mengapa situational leadership
skill penting untuk kita kuasai dengan baik (Sudirgo, 2019).

E. Keterampilan Yang Dibutuhkan Dalam Kepemimpinan Situasional

Keterampilan kepemimpinan situational membutuhkan tiga keahlian


yang perlu dikuasai oleh seorang pemimpin. Yakni: goal setting, diagnosis
dan matching. Kita singkat menjadi GDM (Sudirgo, 2019).
1. Keterampilan Goal Setting
Goal setting atau keterampilan menetapkan tujuan adalah kemampuan
penting yang mesti dikuasai seorang leader. Goal setting adalah bagian
dari siklus manajemen kinerja atau performance management.

Esensi Manajemen Kinerja


Performance Management terdiri dari tiga bagian utama yaitu:
1) Perencanaan Kinerja (Performance Planning)
2) Monitor, Coaching dan Support
3) Evaluasi Kinerja (Performance Evaluation)

2. Keterampilan Diagnosisi Kepemimpinan Situasional


Dalam diagnosis ini pemimpin perlu belajar mendiagnosis tingkat
perkembangan orang-orang yang bekerja sama dengannya dalam setiap
target pekerjaan mereka. Istilahnya follower readiness. Metaforanya
seperti seorang dokter yang mendiagnosa pasiennya dengan tepat,
sebelum memberikan obat yang paling efektif. Sama halnya dengan
seorang pemimpin penting untuk mempunyai kemampuan mengenali
kompetensi para pengikutnya.

3. Keterampilan Maching Kepemimpinan Situasional


Matching adalah keterampilan untuk menyesuaikan gaya
kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat perkembangan para
pengikutnya. Efektifitas pemimpin disini tergantung seberapa cakap
Anda mendiagnosa anak buahnya dan memilih leadership style yang
tepat.

F. Gaya Kepemimpinan Dalam Kepemimpinan Situasional


Dalam teori kepemimpinan situasional terdapat 4 gaya
kepemimpinan yang berbeda-beda untuk setiap jenis situasi yang berbeda.
Leadership style tersebut adalah S1 Directing, S2 Coaching, S3 Supporting
dan S4 Delegating. Huruf S itu menandakan Style. Keempat gaya
kepemimpinan tersebut adalah hasil perpaduan antara perilaku direktif dan
suportif dari sang pemimpin (Sudirgo, 2019).
1. Leadership Style S1 Directing
Ditandai dengan gaya kepemimpinan dimana perilaku direktifnya
tinggi sedangkan suportif rendah. Peran pemimpin sangat sentral disini,
yakni dalam memberikan directing (pengarahan), sedangkan kurang
dalam hal memberikan dukungan kepada pengikutnya. Leader disini
cenderung bertindak dengan menginstruksikan bawahannya dengan rinci
apa, bagaimana, dan kapan tugas-tugas harus dilakukan. Pemimpin
mengawasi pekerjaan anak buah secara langsung. Para pengikut disini
tidak memiliki inisiatif, semua bersifat top down dari sang pemimpin.
Pemimpin yang menentukan peran anak buahnya. Bentuk komunikasinya
satu arah dan pemecahan masalah serta pengambilan keputusan
diprakarsai oleh pemimpin (Sudirgo, 2019).

2. Leadership Style S2 Coaching


Sering disebut juga gaya selling ditandai dengan gaya
kepemimpinan dimana perilaku direktif masih tinggi, namun tindakan
suportif dari pemimpin juga tinggi. Peran pemimpin masih sentral disini,
namun pemimpin juga memberikan dukungan atau support yang tinggi
terhadap pengikutnya untuk melaksanakan tugas-tugas mereka. Disini
pemimpin mulai mengembangkan relasi dan membangun percaya diri
anak buahnya. Gaya ini muncul di kala kompetensi anak buah meningkat
sehingga pemimpin perlu terus menyediakan sikap membimbing, akibat
anak buahnya tadi belum siap mengambil tanggung-jawab penuh atas
proses dalam pekerjaannya. Komunikasi sudah mulai dua arah, pemimpin
mendengarkan saran, dan ide para pengikutnya. Adapun kontrol
pengambilan keputusan tetap di tangan sang pemimpin (Sudirgo, 2019).

3. Leadership Style S3 Supporting


Gaya ini ditandai dengan gaya kepemimpinan dimana perilaku
direktif rendah, dan perilaku suportif pemimpin tinggi. Disini leader
mulai mengurangi porsi memberikan instruksi dan lebih banyak
memberikan dukungan kepada bawahan mereka. Fokus kontrol bergeser
ke anak buah. Gaya ini muncul dimana pengikut merasa percaya diri
dalam melakukan pekerjaannya sehingga pemimpin tidak perlu bersikap
sebagai pengarah. Hubungan sudah tidak lagi top down, melainkan juga
bottom up, dimana pemimpin melibatkan para pengikut dalam proses
pengambilan keputusan. Jadi pengambilan keputusan dilakukan bersama
pemimpin dan bawahannya. Peran pemimpin adalah menfasilitasi dan
tetap memelihara komunikasi terbuka dengan anak buahnya dimana
pemimpin menjadi pendengar yang baik serta siap membantu
bawahannya. Para pengikut disini sudah memiliki kompetensi untuk
melakukan tugas-tugasnya dengan baik. Gaya kepemimpinan disini
mendorong individu untuk saling berbagi ide (Sudirgo, 2019).
Disini tugas utama pemimpin adalah memelihara kualitas hubungan
antar individu atau kelompok. Ingat, bila kita ingin membangun budaya
yang efektif, hal itu tergantung kualitas dari relasi atau hubungan yang
ada di antara orang-orang dalam tim, dan hal itu tergantung kualitas
komunikasi yang terjadi setiap hari demi hari.

4. Leadership Style S4 Delegating


Ditandai dengan gaya kepemimpinan dimana perilaku direktif dan
suportif sama-sama rendah. Disini ditandai para pengikut yang lebih
dominan dalam membuat perencanaan dan mengimplementasikan tugas-
tugasnya dengan caranya sendiri. Bila ada masalah, si pemimpin
membahas masalah dan mencari kesepakatan bersama atas definisi
masalah tersebut. Namun pemimpin bukan membahas ‘cara’
menyelesaikan masalah tersebut. Anak buah disini sudah sangat
berkompeten dan bisa jalan sendiri. Pengambilan keputusan ditangani
sendiri oleh anak buah, si leader cukup mendapat update statusnya.
Tugas seorang pemimpin hanyalah memonitor kemajuan pekerjaan anak
buahnya.

G. Diagnosis 4 Development Level Individu Dalam Kepemimpinan


Situasional
Dalam teori situational leadership, tingkat perkembangan individu
tersebut dapat dilihat dari dua aspek yakni kompetensi dan komitmen.

Pengertian kompetensi adalah perpaduan antara tiga hal yaitu :


knowledge atau pengetahuan yang dimiliki seseorang dalam area spesifik
tertentu; skills atau keterampilan yaitu kecakapan seseorang untuk
menyelesaikan suatu tugas tertentu dan task atau tugas, yakni pekerjaan
yang wajib dkerjakan yang menjadi tanggung-jawab dirinya.

Pengertian komitmen disini adalah perpaduan antara motivasi


individu untuk menyelesaikan suatu tugas, dan level confidence
(kepercayaan diri) dalam menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik

Terdapat 4 tingkat perkembangan anak buah yang ditandai dengan D1,


D2, D3 dan D4. Huruf D disini menunjukan Development level. D1
menunjukan developing (masih berkembang) hingga D4 menunjukan
developed (telah berkembang dengan baik). Menurut (Sudirgo, 2019),
Sebagai berikut :

1. Development level D1
Level ini ditandai dengan kompetensi yang rendah namun
komitmennya tinggi. Anak buah disini mempunyai antusias yang tinggi
dan siap untuk belajar, walau dia belum punya kompetensi tertentu.
Contohnya karyawan yang baru bergabung, atau orang yang baru
dimutasi ke bagian lain.
2. Development level D2
Level ini ditandai dengan kompetensi yang rendah hingga sedang,
namun komitmennya rendah. Disini kompetensi anak buah meningkat
namun belum siap mengambil tanggung-jawab penuh atas proses dalam
pekerjaannya.

3. Development level D3
Level ini ditandai dengan tingkat kompetensi yang sedang hingga
tinggi, sedangkan tingkat komitmennya bervariasi. Disini kompetensi
anak buah telah meningkat, dan mereka sudah tidak perlu terlalu
diarahkan seperti di level D2. Level komitmen bisa bervariasi mungkin
ada yang masih kurang percaya diri, atau ada hambatan lain dalam
pekerjaan bawahan tersebut. Disinilah kebutuhan dukungan dari sang
pemimpin dinantikan. Pemimpin yang mau menjadi pendengar yang baik
serta siap membantu mereka.

4. Development level D4
Level ini ditandai dengan tingkat kompetensi yang tinggi dan tingkat
komitmen juga tinggi. Individu disini sudah berkompeten sehubungan
dengan pekerjaannya dan termotivasi penuh untuk untuk mengambil
tanggung-jawab atas pekerjaannya.

H. Menyesuaikan Gaya Kepemimpinan Dan Tingkat Perkembangan


Individu

Hubungan Leadership Style dan Development Level

Berdasarkan pengertian leadership style dan development level di


atas maka kita bisa me-matching-kan atau mencocokkan gaya
kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat perkembangan atau kesiapan
anak buah Anda. Matriks yang saya gambarkan di atas akan membantu kita
untuk mencocokkannya. Penjelasan matriks itu adalah bahwa tingkat
direktif/pengarahan yang tinggi menunjukan tingkat kompetensi yang
rendah. Sedangkan tingkat direktif yang rendah menunjukan bahwa individu
mempunyai kompetensi yang tinggi. Demikian pula tingkat suportif yang
tinggi menunjukan level komitmen yang rendah, dan tingkat suportif yang
rendah mengambarkan bahwa individu mempunyai level komitmen yang
tinggi (Sudirgo, 2019).

Jadi untuk development level D1 maka gaya kepemimpinan yang


sesuai gunakan S1 Directing. Demikian pula untuk D2 gunakan gaya S2
Coaching/Selling. Sedangkan untuk level D3 gunakan gaya kepemimpinan
S3 Supporting. Dan terakhir, untuk development level di D4 maka gunakan
leadership style S4 Delegating (Sudirgo, 2019).
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Kata pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan memiliki


keterikatan yang tak dapat dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin
bukan hanya berdasarkan suka satu sama lainnya, tetapi banyak faktor.
Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang
tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu
kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat– sifatnya, atau kewenangannya
yang dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori
maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan.
Rahasia utama kepemimpinan adalah kekuatan terbesar seorang
pemimpin bukan dari kekuasaanya, bukan kecerdasannya, tapi dari kekuatan
pribadinya. Seorang pemimpin sejati selalu bekerja keras memperbaiki
dirinya sebelum sibuk memperbaiki orang lain. Pemimpin bukan sekedar
gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh
dan berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses
internal (leadership from the inside out).
DAFTAR PUSTAKA

Fahrurozi, F. (2016). Analisis Pengaruh Motivasi, Kepemimpinan dan


Kompensasi terhadap Semangat Kerja Karyawan (Studi pada PT. Duta
Bangsa Mandiri Jember). Jember: Universitas Muhammadiyah Jember.

Fakhruddin, R., & Alimul, A. (2016). HUBUNGAN KEPEMIMPINAN


SPIRITUAL KEPALA RUANGAN DENGAN KEPUASAN PERAWAT DI RS
SITI KHODIJAH SEPANJANG. Surabaya: Universitas Muhammadiyah
Surabaya.

Isnaeni, I. (2017). HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA


RUANGAN DENGAN KUALITAS DOKUMENTASI ASUHAN
KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. ZAINOEL ABIDIN
KOTA BANDA ACEH. Idea Nursing Journal, 8(1), 19-18.

Kartono, K. (2009). Pemimpin dan Kepemimpinan. Depok: Rajawali PT.


Rajagrafindo Persada.

Prihastuty, J., Damayanti, N. A., & Nursalam, N. (2013). Quality of Nursing


Work Life Improvement Model to Decrease Nurse Intention to Quit in
Premier Surabaya Hospital. Jurnal Ners, 8(2), 349-356.

Setiawan, E. Y. (2015). Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transormasional dan


Transaksional terhadap Kinerja Karyawan PT. Iss Indonesia di Rumah Sakit
National Surabaya. Jurnal Manajemen Magistra, 1(1).

Sudirgo, J. (2019). The Excellence Divinded (Tom Peters).

Anda mungkin juga menyukai