Bandung, 2023
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepemimpinan dan pendidikan adalah dua hal yang tidak sama akan tetapi tidak bisa
dipisahkan, alasan yang mendasar adalah pada dasarnya di setiap suatu lembaga pendidikan
tidak akan terlepas dari adanya peran sebuah pemimpin. Kepemimpinan dalam pendidikan
mempunyai aturan-aturan yang kompleks, sehingga hal tersebut menjadi sangat penting
untuk dikolaborasikan. Tidak bisa dipungkiri, bahwa salah satu pendorong dari sebuah
kemajuan adalah kepemimpinan yang kuat dan sekaligus bisa melayani masyarakat.
Pemimpin yang kuat maka akan bisa menerapkan prinsip, fungsi, dan tujuan dari
kepemimpinan itu sendiri, pemimpin yang berhasil menerapkan beberapa aspek tersebut
maka akan menghasilkan pengaruh, karena sejatinya inti dari sebuah kepemimpinan adalah
mempengaruhi (leadership is influence). (Alfia Miftakhul Jannah, 2021)
Kepemimpinan menjadi sebuah profesi bukan bawaan dari gen atau kelahiran
melainkan kemampuan, kemauan, kesanggupan serta kecakapan seseorang untuk
memahami asas kepemimpinan yang sehat , berdasarkan prinsip-prinsip, sistem, metode
dan teknik kepemimpinan yang betul, memiliki pengetahuan dan pengalaman, dan mampu
merancang rencana yang akan dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Dalam
Pendidikan, kepemimpinan ialah suatu metode mempengaruhi dan potensi, mengkoordinir
serta menggerakkan seluruh anggota organisasi dalam dunia Pendidikan. Hal tersebut
bertujuan untuk menciptakan kegiatan-kegiatan yang efisien dan efektif demi tercapainya
tujuan Pendidikan.1 Untuk menggerakkan jalannya sebuah kepemimpinan, sebagai seorang
pemimpin harus berjalan diatas kepercayaan anggotanya, sebab seperti yang sudah
dijelaskan di atas seorang pemimpin bak nahkoda dalam dunia Pendidikan. (Alfia
Miftakhul Jannah, 2021)
Sebagai seorang nahkoda, pemimpin harus dapat membuktikan kepada anggotanya
bahwa dirinya dapat dipercaya. Sebab ketika rasa kepercayaan dari anggota luntur,
pemimpin tidak akan memiliki karisma lagi didepan anggota dan hal tersebut akan
berpengaruh pada keberlangsungan organisasi tersebut. Seperti halnya dengan
kepemimpinan dalam Pendidikan yang berdasarkan dengan asas kepercayaan, sebab dalam
dunia Pendidikan dengan cara saling percayalah pemimpin akan ditaati dan disegani dalam
organisasi. (Alfia Miftakhul Jannah, 2021)
1
Melalui penjelasan diatas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa untuk menjadi
pemimpin harus memiliki karakteristik atau gaya yang dapat memberikan kepercayaan dan
keyakinan. Sebab keberhasilan suatu tujuan organisasi pasti selalu berhubungan dengan
bagaiamana pemimpin organisasi tersebut karena pemimpin merupakan jembatan
tercapainya misi organisasi. Pada makalah ini, penulis membahas mengenai apa saja yang
berhubungan dengan pemimpin atau kepemimpinan dalam pendidikan yang seharusnya
ada sehingga terciptanya kepemimpinan yang terpercaya dan meyakinkan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kepemimpinan pendidikan
2. Apa yang dimaksud dengan pemimpin pendidikan
3. Apa saja yang menjadi fungsi kepemimpinan pendidikan
4. Apa saja tipe-tipe kepemimpinan pendidikan
5. Apa saja syarat-syarat untuk menjadi pemimpin pendidikan
6. Apa saja pendekatan tentang teori munculnya pemimpin
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa pengertian dari kepemimpinan pendidikan
2. Untuk mengetahui pengertian dari pemimpin pendidikan
3. Untuk mengetahui apa saja fungsi kepemimpinan pendidikan
4. Untuk mengetahu apa saja tipe-tipe kepemimpinan pendidikan
5. Untuk mengetahu apa saja syarat-syarat untuk menjadi pemimpin pendidikan
6. Untuk mengetahui apa saja pendekatan tentang teori munculnya pemimpin
2
BAB II
ISI
3
B. Pengertian dari Pemimpin Pendidikan
Menurut Charles W. Boardman bahwa seorang pemimpin pendidikan (sekolah) harus
memiliki beberapa keterampilan. Pertama, ia harus memiliki kemampuan mengorganisir
dan membantu staf dalam merumuskan perbaikan program pembelajaran. Kedua,
kemampuan memupuk kepercayaan diri guru-guru dan anggota staf sekolah. Ketiga,
kemampuan membangun kerja sama dalam pengembangan program supervisi. Keempat,
kemampuan mendorong para personalia sekolah agar turut berpartisipasi dalam usaha-
usaha mencapai tujuan sekolah yang telah dirumuskan. (Covey, Binapura Aksara)
Pemimpin mempunyai macam-macam pengertian dari para ahli. Berikut ini terdapat
beberapa definisi tentang pemimpin diantaranya:
Menurut Amirullah (2015:2) Dalam bahasa Indonesia "pemimpin sering disebut
penghulu, pemuka. pelopor. pembina, panutan, pembimbing, pengurus, penggerak. ketua,
kepala, penuntun, raja, tua-tua dan sebagainya. Istilah pemimpin, kepemimpinan dan
memimpin pada mulanya berasal dari kata dasar yang sama "pimpin". Namun demikian
ketiganya digunakan dalam konteks yang berbeda. Pemimpin adalah suatu peran dalam
sistem tertentu: karenanya seseorang dalam peran formal belum tentu memiliki
keterampilan kepemimpinan dan belum tentu mampu memimpin.
Menurut Hasibuan (2011:157) Pemimpin adalah seseorang yang mempergunakan
wewenang dan. kepemimpinannya untuk mengarahkan orang lain serta bertanggung jawab
atas pekerjaan orang tersebut dalam mencapai suatu tujuan. Menurut Kartono (2010:18)
Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya
kecakapan dan kelebihan di satu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain
untuk bersama- sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu
atau beberapa tujuan.
7
Pemimpin menjadi tempat bertumpu bagi para bawahannya dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang ada. Pemimpin yang memiliki tipe ini akan selalu berusaha
melindungi dan meningkatkan kesejahteraan bawahan atau pengikutnya.
Kepemimpinan paternalistik lebih cenderung mengutamakan kepentingan bersama
daripada kepentingan pribadi seorang pemimpin. Namun tipe ini hanya bisa diterapkan
dalam organisasi tertentu dengan kondisi tertentu pula, sebab dalam tipe atau gaya
kepemimpinan paternalistik ini terdapat kelemahan, yakni akan menghambat
kepercayaan diri sendiri pemimpin tersebut serta anggota atau bawahannya.
Tipe kepemimpinan ini banyak terjadi pada masyarakat agraristradisional. Menurut
Siagian popularitas seorang pemimpin ini banyak dipengaruhi oleh beberapa hal, antara
lain:
a. Kuatnya ikatan primordial;
b. Extended family system;
c. Kehidupan masyarakat yang komunalistik;
d. Peran adat istiadat yang sangat kuat dalam masyarakat;
e. Hubungan pribadi dan rasa hormat yang tinggi pada orang tua.
6. Kepemimpinan Ahli (expert leadership). Tipe dan gaya kepemimpinan ini didasarkan
pada keahlian atau keterampilan tertentu yang dimiliki oleh seorang pemimpin sesuai
dengan bidang tugas yang dijalankan. Dalam konteks ini, pemimpin harus memiliki
profesionalisme yang diperoleh baik dari jenjang pendidikan tertentu maupun dari
pengalaman pribadi seorang pemimpin. Keahlian tersebut dalam realitasnya dapat
digunakan dalam membimbing dan mengarahkan orang lain dalam melaksanakan
pekerjaan serta memecahkan masalah-masalah.
8
Menurut (Kartono, 2004) mengemukakan bahwa syarat-syarat pemimpin itu ada 3 hal
diantaranya yaitu :
1. Mempunyai kekuasaan, otoritas, dan legalitas yang memberikan wewenang kepada
pemimpin guna mempengaruhi dan menggerakkan bawahan untuk berbuat sesuatu
2. Mempunyai kewibawaan adalah kelebihan, keunggulan, dan keutamaan sehingga bisa
mengatur orang lain agar patuh pada pemimpin serta berusaha melakukan perbuatan
tertentu
3. Mempunyai kemampuan, kesanggupan, kekuatan, dan kecakapan sosial tinggi yang
bisa dianggap melebihi dari kemampuan anggota biasa.
9
Motivasi
• Orientasi kekuasaan tersosialisasi
• Kebutuhan berprestasi kuat
• Kurang memerlukan afiliasi
• Kebanggan diri
Keterampilan
• Hubungan antar pribadi
• Kognitif
• Teknis
• Konseptual
Ciri-ciri pemimpin yang disebutkan di atas dianggap lebih bersifat "maskulin atau
maskulin", sehingga dikritik karena bias gender. Selain itu, ratusan upaya penelitian telah
gagal untuk mengidentifikasi ciri-ciri yang memastikan keberhasilan kepemimpinan (Yukl,
1989; dan Smyth, 1989). Dalam hal ini, ajaran "sastra cetha" dan "astha brata" (delapan
kebajikan) yang dijelaskan oleh R.Ng Yosodipuro sangatlah penting (dalam Suyami, 2008).
Sastra Cetha adalah ajaran yang diturunkan Raden Rama kepada adiknya Prabu Dasarata
tentang tata cara memimpin pemerintahan. Ajaran astha brata berisi petuah Raden Rama
kepada Gunawan Wibisana ketika diangkat menjadi raja menggantikan kakaknya
(Rahwana) untuk memimpin Alengka.
Dalam dua ajaran ini dijelaskan bahwa raja (pemimpin) harus memahami tiga tingkatan
nilai perbuatan yaitu nistha (hina), madya (sedang) dan utama (terbaik). Perbuatan hina
harus dihindari, perbuatan madya cukup diketahui saja, dan perbuatan utama wajib
dilakukan. Contoh perbuatan utama adalah menerapkan perilaku delapan dewa dalam
memimpin pemerintahan, yaitu:
1) Dewa indra, bersifat pengasih dan penyayang, cinta pada seni dan keindahan.
Disimbolkan sebagai halilintar. Maka para pemimpin harus bersikap dan berlaku adil
tanpa memihak atau pilih kasih, memperluas kesejahteraan ke semua warga negara,
baik rakyat biasa maupun pejabat.
2) Dewa Yama, bekerja keras untuk membasmi semua kejahatan dan menjaga
kesejahteraan rakyat. Semua kejahatan dihukum sesuai dengan kesalahannya, tanpa
memandang ras, baik yang dilakukan oleh diri sendiri maupun orang lain. Disimbolkan
10
sebagai tahanan yang dihukum. Dalam kaitan ini, sifat pemimpin harus tegas dalam
membasmi kejahatan.
3) Dewa Surya, dalam melakukan perbuatan baik, menyusup perlahan-lahan secara halus
hingga menyentuh perasaan, sehingga menimbulkan rasa sejuk. Simbol dari sifat ini
adalah matahari, yang menerangi dunia dan memberikan perkembangan kehidupan dan
kesehatan bagi semua makhluk. Untuk itu pemimpin harus sabar dalam mencapai
tujuannya (“tan galak nutut sakarsa”), atau tidak perlu marah ketika memberi perintah.
4) Dewa Candra, bertutur kata lembut dan selalu tersenyum dalam segala tindakannya.
Disimbolkan sebagai bulan, bersama bintang (kartika) memberikan penerangan di
malam yang gelap. Dia berusaha untuk peduli terhadap dunia dengan sepenuh hati dan
selalu ramah, toleran dan rendah hati.
5) Dewa Bayu dapat memahami isi dunia dan hakikat segala sesuatu melalui pengamatan
tanpa jarak dan tanpa aba-aba, sehingga mengetahui pikiran, hati, perbuatan atau
tingkah lakunya. Dilambangkan sebagai angin (pawana), itu mencerminkan karakter
keberanian, kekuatan, keteguhan, kesucian, kesederhanaan, ketenangan dan keganasan.
Untuk itu, pemimpin harus peduli atau ngemong (care) terhadap pegawainya, terutama
kesejahteraannya ("lampah susila arya, wus kakenan jagad kautamanipun"), yang
dengan mudah memberdayakan mereka.
6) Dewa Kuwera, bersifat jujur dan amanah, mengikuti aturan yang ditetapkan, dan
berbakti kepada kemanusiaan. Dalam hal ini, menjadi seorang pemimpin harus jujur,
tegas, suka menolong dan amanah dengan mengikuti aturan.
7) Dewa Baruna yang selalu menjunjung tinggi hati nuraninya dan mengusahakan
keselamatan dunia, memandang dan menyelesaikan segala persoalan dengan sangat
hati-hati. Disimbolkan sebagai samudra, siap menampung semua sungai. Untuk itu,
pemimpin harus berpegang teguh pada kebajikan, siap menampung permasalahan
karyawan, dan berusaha mengubah hal buruk menjadi hal baik.
8) Dewa Brama, adalah panglima perang ulung dengan kata “api” yang tugasnya mencari
nafkah untuk semua lapisan masyarakat, baik pejabat maupun rakyat biasa (“ngupa
boga sawadyane gung alit”). Jadi pemimpin harus memiliki semangat berjuang yang
mulia, memahami kemauan bawahannya, bekerja sama dan menghadapi ancaman dan
tantangan bersama warganya untuk mencapai kesejahteraan.
11
2. Pendekatan Gaya
Teori tentang gaya kepemimpinan berusaha untuk mengkaji perilaku atau tindakan
pemimpin dalam hal mempengaruhi dan/atau mendorong pengikutnya untuk mencapai
tujuan mereka. Perilaku dan tindakan tersebut pada dasarnya dapat dipahami sebagai
dua hal yang berbeda tetapi saling terkait, yaitu (1) fokus pada penyelesaian tugas
(pekerjaan) atau fokus tugas/produksi; (2) fokus pada orang-orang yang melakukan
tugas/pekerjaan pembinaan pekerjaan (orang/ berpusat pada karyawan).
House & Mitchell (Gibson, Ivancevich, & Donnelly, 2000) mengembangkan Path Goal
Theory. Menurut teori ini, pemimpin harus meningkatkan jumlah dan jenis penghargaan
yang tersedia bagi karyawan; kemudian memberikan instruksi dan panduan yang
menjelaskan cara mendapatkan penghargaan. Berdasarkan tindakan pimpinan dalam
memotivasi dan memberikan penjelasan kepada pegawai maka dikenal adanya
kepemimpinan directive, supportive, participative, dan achievement oriented.
• Kepemimpinan direktif, yaitu dimana pemimpin memberikan arahan tentang
sasaran, target dan cara-cara untuk mencapainya secara rinci dan jelas, tidak ada
ruang diskusi dan partisipasi karyawan.
• Kepemimpinan suportif, yang melihat pemimpin sebagai "teman" untuk bawahan
dengan memberikan dukungan material, finansial, atau moral, serta peduli tentang
kesejahteraan karyawan.
• Kepemimpinan partisipatif, yaitu dimana masukan dan saran dari karyawan
diminta dan digunakan dalam pengambilan keputusan dan/atau tindakan, tetapi
keputusan dan wewenang tetap berada di tangan pemimpin.
• Kepemimpinan berorientasi prestasi, ditunjukkan oleh pemimpin yang menuntut
kinerja tinggi, menetapkan tujuan yang menantang, berimprovisasi dan
menunjukkan kepercayaan pada kemampuan karyawannya untuk memenuhi
standar kinerja yang tinggi.
3. Pendekatan Kontingensi
Tokoh pendidikan nasional Ki Hadjar Dewantara menurut hemat penulis adalah
lahirnya teori kepemimpinan yang termasuk dalam kategori kontingensi. Dengan tiga
metode pengajaran “Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri
handayani”, dijelaskan bahwa pemimpin harus mampu memanfaatkan keadaan dengan
sebaik-baiknya, yaitu apabila di depan pemimpin harus memberikan keteladanan,
12
apabila di tengah-tengah para bawahan, pemimpin harus membangun kemauan atau
semangat karyawan, dan apabila di belakang, para pemimpin harus memberikan
motivasi tiada henti kepada para karyawannya.
Pada perkembangan selanjutnya muncul teori kepemimpinan transaksional dan
kepemimpinan transformasional. Menurut Burns (Dunford, 1995), "kepemimpinan
transaksional ditandai dengan menetapkan tujuan misi, menyediakan sumber daya
untuk mencapai tujuan tersebut, dan penghargaan terhadap kinerja".
Kepemimpinan transformasional merupakan perluasan dari kepemimpinan
transaksional, yang lebih dari pertukaran dan kesepakatan. Hoy dan Miskel (2008)
berpendapat bahwa pemimpin transformasional bersifat proaktif, meningkatkan
kesadaran bawahan untuk menginspirasi kepentingan kolektif, dan membantu bawahan
mencapai hasil kinerja yang sangat tinggi. Selanjutnya, Gibson, Ivancevich, dan
Donnelly (2000) menjelaskan bahwa pemimpin transaksional menyesuaikan berbagai
tujuan, arah, dan tugas untuk alasan praktis. Di sisi lain, kepemimpinan
transformasional melakukan perubahan signifikan terhadap: misi unit kerja atau
organisasi atau unit kerja, cara pelaksanaan kegiatan, dan pengelolaan sumber daya
manusia untuk mencapai misi yang telah ditetapkan.
Kouzes dan Posner (Dunford, 1995) mencirikan proses kepemimpinan transformasional
sebagai berikut.
1) Menantang praktik atau cara kerja yang ada
2) Menginspirasi suatu visi bersama.
3) Berdayakan karyawan untuk mengambil tindakan.
4) bertindak sebagai "model berjalan"
5) Meningkatkan tekad.
13
BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pemimpin adalah seorang nahkoda yang
menentukan arah kelompok atau organisasi, kehadiran pemimpin juga menentukan
Transformasi suatu organisasi. Seorang pemimpin pendidikan harus memiliki beberapa
keterampilan diantaranya adalah kemampuan mengorganisir dan membantu staf dalam
Perumusan perbaikan program pelajaran dan kemampuan memupuk kepercayaan diri guru
guru dan anggota staf sekolah. Fungsi dari kepemimpinan pendidikan adalah untuk
merumuskan tujuan kelompok agar anggota dapat bekerja sama untuk mencapai tujuan yang
ditentukan dan memberi dorongan kepada anggota kelompok untuk menemukan rencana
kegiatan kepemimpinan, membantu anggota kelompok untuk mengumpulkan data yang perlu
dicari, menggunakan kesanggupan dan minat khusus dari anggota kelompok, Serta
memberikan kepercayaan dan menyerahkan tanggung jawab kepada anggota dalam
melaksanakan tugasnya. Ada beberapa tipe kepemimpinan yaitu kepemimpinan demokratis,
kepemimpinan otoriter, kepemimpinan bebas, Kepemimpinan kharismatik, kepemimpinan ke
bapakan, kepemimpinan ahli. Beberapa syarat untuk menjadi pemimpin pendidikan antara lain
rendah hati dan sederhana, bersifat suka menolong, sabar, percaya diri, jujur adil, ahlian dalam
jabatan, dan keterampilan dalam memimpin. Menurut Ki Hajar Dewantara lahirnya teori
kepemimpinan yang termasuk dalam kategori county Gensi dengan tiga metode Pengajaran ”
Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani”, Yang berarti kan bahwa
pemimpin harus mampu memanfaatkan keadaan dengan sebaik-baiknya.
14
DAFTAR PUSTAKA
15