Oleh:
ANNISA (1913201067)
Puji syukur kam i panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
izin dan kehendak-Nya makalah sederhana ini dapat kami selesaikan tepat pada
waktunya. Adapun yang kami bahas dalam makalah sederhana ini mengenai
”Gaya Kepemimpinan Perempuan”. Dalam penulisan makalah ini kami
menemui berbagai hambatan yang dikarenakan terbatasnya Ilmu Pengetahuan
mengenai hal yang berkenan dengan penulisan makalah ini.
Oleh karena itu sudah sepatutnya kami berterima kasih kepada dosen mata
kuliah ini, karena lewat makalah ini kami dapat memahami dan mempelajari
secara kusus tentang pentingnya dalam kehidupan manusia mengenai makalah
tersebut. Kami menyadari akan kemampuan yang masih amatir. Dalam makalah
ini kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi kami yakin makalah ini
masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan juga
kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................2
C. Tujuan Makalah....................................................................................2
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Beakang
Kesuksesan dari sebuah bisnis tidak dapat dilepaskan dari sosok
pemimpin. Pemimpin menjadi kunci penting dan ujung tombak dalam
mencapai keberhasilan sebuah bisnis. Oleh karena itu, setiap bisnis
yangdijalankan oleh perusahaan pasti membutuhkan sosok pemimpin untuk
memimpin perusahaan mencapai tujuannya. Namun tidak mudah dan tidak
semua orang dapat menjadi pemimpin. Pemimpin yang baik harus memiliki
jiwa kepemimpinan (leadership) dalam dirinya. Banyak orang menganggap
pemimpin adalah seseorang yang menduduki posisi tertinggi. Tetapi
pemimpin yang se-benarnya adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan
dan kelebihan, khususnya kecakapan dan kelebihan di satu bidang sehingga
dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan
(Kartono, 2010). Pemimpin yang baik harus mampu untuk menjalankan
tugasnya secara efektif. Maksudnya adalah pemimpin tersebut mampu untuk
mem-pengaruhi individu lain untuk melakukan tugasnya guna mencapai
tujuan tertentu.
Pemimpin yang baik seharusnya tidak ditentukan oleh faktor gender.
Siapapun baik itu laki-laki ataupun perempuan apabila ia dapat mempengaruhi
individu lain untuk bekerja mencapai tujuan maka ia dapat dikatakan sebagai
pemimpin yang efektif.
Diskriminasi gender masih dialami oleh perempuan. Hal ini bisa saja
dikarenakan publik masih memiliki mindset yang sama dengan sebelum
terjadinya emansipasi wanita. Terdapat anggapan bahwa kepemimpinan lebih
cocok diduduki oleh laki-laki dan perempuan sebagai pengikutnya. Hal ini
bisa saja dikarenakan publik masih memiliki mindset yang sama dengan
1
sebelum terjadinya emansipasi wanita. Kewajiban perempuan sebagai istri dan
ibu telah membuat perempuan memikul beban ganda, tanggung jawab kepada
keluarga membuat waktu yang dimiliki perempuan lebih terbatas, sehingga
melahirkan anggapan bahwa kepemimpinan lebih cocok diduduki olehlaki-
laki dan perempuan sebagai pengikutnya (Eka dan Inayatillah, 2009, p.199).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep kepemimpinana ?
2. Apa saja gaya kepemimpinan ?
3. Apa saja karakteristik kepemimpinan perempuan?
4. Apa itu berpikir sisteem ?
5. Bagaimana tinjauan kepemimpinan perempuan ?
6. Apa saja tantangan bagi seorang pemimpin perempuan ?
7. Bagaimana peran perempuan dalam kepemimpinan di Indonesia ?
C. Tujuan
1. Memahami konsep kepemimpinana
2. Mengetahui gaya kepemimpinan
3. Mengetahui karakteristik kepemimpinan perempuan
4. Memahami berpikir sistem
5. Memahami tinjauan kepemimpinan perempuan
6. Mengetahui tantangan bagi seorang pemimpin perempuan
7. Memahami peran dan arti Wanita Dalam Kepemimpinan Sebagai
Pengambil Keputusan dan Sebagai Solusi Krisis Kepemimpinan di
Indonesia
2
BAB II
TELAAH PUSTAKA
A. Konsep Kepemimpinan
Masalah kepemimpinan telah muncul bersamaan dengan dimulainya
sejarah manusia, yaitu sejak manusia menyadari pentingnya hidup
berkelompok untuk mencapai tujuan bersama. Mereka membutuhkan
seseorang atau beberapa orang yang mempunyai kelebihan-kelebihan daripada
yang lain, terlepas dalam bentuk apa kelompok manusia tersebut dibentuk.
Hal ini tidak dapat dipungkiri karena manusia selalu mempunyai keterbatasan
dan kelebihan-kelebihan tertentu. Kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai
suatu proses yang kompleks dimana seorang pemimpin mempengaruhi
bawahannya dalam melaksana-kan dan mencapai visi, misi, dan tugas, atau
objektif-objektif yang dengan itu membawa organisasi menjadi lebih maju
dan bersatu. Seorang pemimpin itu melakukan proses ini dengan
mengaplikasikan sifat-sifat kepemimpinan dirinya yaitu kepercayaan, nilai,
etika, perwatakan, pengetahuan, dan kemahiran-kemahiranyang dimilikinya.
Kepemimpinan adalah entitas yang mengarahkan kerja para anggota
organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan yang baik
diyakini mampu mengikat, mengharmonisasi, serta mendorong potensi
sumber daya organisasi agar dapat bersaing secarabaik.
Kepemimpinan adalah proses memengaruhi atau memberi contoh oleh
pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi
selanjutnya definsi lain, yang cukup sederhana, diajukan oleh Mullins
kepemimpinan adalah relationship through which one person influencesthe
behaviour oractions of other people. Definisi Mullins menekankan pada
konsep “hubungan” yang melaluinya seseorang mempengaruhi perilaku atau
tindakan orang lain. Kepemimpinan dalam definisi yang demikian dapat
berlaku baik di organisasi formal, informal, ataupun nonformal. Asalkan
3
terbentuk kelompok, maka kepemimpinan hadir guna mengarahkan kelompok
tersebut. Seseorang hanya akan menjadi seorang pemimpin yang efektif
apabila secara genetika memiliki bakat-bakat kepemimpinan, kemudian bakat-
bakat tersebut dipupuk dan dikembangkan melalui kesempatan untuk
menduduki jabatan kepemimpinan serta ditopang oleh pengetahuan teoritikal
yang diperoleh melalui pendidikan danlatihan, baik yang bersifat umum
maupun yang menyangkut teori kepemimpinan.
B. Gaya Kepemimpinan
Setiap pemimpin memiliki gaya kempemimpinan yang ber-beda baik
laki-laki maupun perempuan. Gaya kepemimpinan adalah pola menyeluruh
dari tindakan seorang pemimpin, baik yang tampak maupun tidak tampak oleh
bawahannya (Rivai & Mulyadi, 2009). Perbedaan laki-laki dan perempuan
juga membawa perbedaan dalam cara memimpin.
1. Gaya Kepemimpinan Maskulin
Kepemimpinan maskulin merupakan kepemimpinan yang
bernuansa power over yang memiliki arti gaya ke-pemimipinannya
menonjolkan kekuasaan untuk memimpin para bawahannya
(Thesaurus of Oxford Dictionary, 1995). Menurut Engen, Rien,
dan Willemsen (2001), gaya kepemimpinan maskulin memiliki
dua dimensi yang paling menonjol, yaitu:
a) Assertive Dorland Medical Dictionary (2007)
Menyatakan bahwa ketegasan adalah kualitas yang menjadi
yakin pada diri sendiri dan percaya diri tanpa menjadi agresif.
b) Task OrientedMenurut Griffin (2010) dan Manktelow (2012)
Pemimpin yang berorientasi pada tugas akan lebih fokus untuk
mencari langkah-langkah dalam mencapai tujuan tertentu.
Mereka kurang memberikan perhatian terhadap karyawan atau
bawahannya, karena menurut mereka penyelesaian tugas secara
optimal adalah yang utama.
4
2. Gaya Kepemimpinan Feminim
Menurut Humm (Sisparyadi, 2009), kepemimpinan feminim
merupakan suatu bentuk kepemimpinan aktif. Kepemimpinan
semacam ini merupakan satu dari sebuah proses dimana pemimpin
adalah pengurus bagi orang lain, penanggung jawab aktivitas
(steward) atau pembawa pengalaman (carrier of experience).
3. Gaya Kepemimpinan Transformasional
Pemimpin transformasional adalah pemimpin yang merangsang
dan memberikan inspirasi (transformasi) pengikut untuk mencapai
hasil yang luar biasa (Robbins&Coulter, 2007). Burns (1978)
dalam buku Rowe (2013) mengatakan kepemimpinan
transformasional sebagai proses yang dimana para pemimpin
terlibat dengan pengikut dan mengembangkan hubungan yang
meningkatkan moral dan motivasi pengikut dan pemimpin.
4. Gaya Kepemimpinan Transaksional
Menurut Burns (1978) dalam buku Rowe (2013), kepemimpinan
transaksional menekankan pada pertukaran antara pengikut dan
pemimpin. Pemimpin transaksional mengenalikebutuhan dan
keinginan pengikutdan kemudian mengklarifikasi bagaimana
kebutuhan dan keinginan tersebut akan dipenuhi sebagai
pertukaran untuk memenuhi tujuan tertentu atau melakukan tugas-
tugas tertentu.
5
Gaya kepemimpinan tersebut sangat diperlukan untuk
mengembangkan lingkungan kerja yang kondusif dan membangun iklim
motivasi bagi karyawan sehingga diharapkan akan menghasilkan
produktivitas yang tinggi. Gaya kepemimpinan digunakan pemimpin dalam
mempengaruhi perilaku orang lain. Pemimpin tidak dapat menggunakan gaya
kepemimpinan yang sama dalam memimpin bawahannya, namun harus
disesuaikan dengan karakter-karak tertingkat kemampuan dalam tugas setiap
bawahannya. Pemimpin yang efektif terlebih dahulu harus memahami siapa
bawahan yang dipimpinnya, mengerti kekuatan dan kelemahan bawahannya,
dan mengerti bagaimana caranya memanfaatkan kekuatan bawahan untuk
mengimbangi kelemahan yang mereka miliki.
6
Sedangkan menurut Gurian & Annis (2008) pemimpin perempuan
lebih cenderung untuk:
D. Berpikir Sistem
Istilah “berpikir sistem” dipopulerkan dalam buku 5th Discipline oleh
Peter Senge di awal tahun 1990an. Buku ini membahas bahwa untuk
menjawab tantangan kompleksitas dunia di masa akan datang, organisasi
perlu membangun 5 kedisiplinan utama: keahlian personal, visi bersama,
belajar secara kelompok, model mental dan berpikir sistem. Judul Disiplin ke-
7
5 menunjukkan bahwa disiplin terakhir adalah yang terpenting yaitu disiplin
untuk berpikir sistem. Didalam buku ini Senge berargumen pentingnya bagi
individu dalam organisasi untuk melakukan metanoia (shift of mind –
perubahan pemikiran) melalui penciptaan kembali diri kita melalui belajar
tanpa henti dalam kerangka sistem (Senge 1990).
8
5. Kontrol dan monitor rencana perbaikan
9
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
10
semata-mata, tetapi telah terorientasi pada pemanfaatan kualitas eksistensinya
selaku manusia.
Gender menurut Doyle (1985) adalah konsep yang digunakan untuk
menggambarkan perbedaaan antara laki-laki dan perempuan secara social
budaya. Akibat nya perbedaan ini menimbulkan ketidakadilan baik kaum laki-
laki dan kaum perempuan. Ketidak adilan yang dialami kaum perempuan
yang bersumber pada penandaan (stereotype) yang dilekatkan kepada mereka
banyak sekali. Diantaranya anggapan bahwa perempuan memiliki pembawaan
“emosional” sehingga perempuan tidak tepat tampil sebagai pemimpin atau
menjadi manajer. Hal ini mengakibatkan masih adanya diskriminasi dalam
masya-rakat terhadap perempuan walaupun menurut undang-undang,
perempuan telah memperoleh hak yang sama dengan laki-laki dalam segala
hal.
11
Perempuan di era dunia yang cepat berubah ini, menghadapi tiga
tantangan besar, diantaranya:
1. Teknologi
Dengan kondisi masyarakat Indonesia yang belum mampu berpikir
kritis, menyebabkan pendapat yang terlontar melalui sarana
teknologi lebih berupa reaksi. Pemahaman akan cerdas teknologi
harus ditingkatkan.
2. Globalisasi
Kesenjangan ekonomi makin terasa, sehingga mendorong frustasi,
dalam kelas sosial tertentu tercipta kegelisahaan. Untuk itu perlu
memahami dengan baik bagaimana perubahan lingkungan yang
cepat.
3. Otomasi
Akan ada banyak pekerjaan yang hilang, ini pun menyebabkan
frustasi, maka itu penting meningkatkan kemampuan perempuan
agar bisa menyiapkan kondisi ini.
12
membantu orang-orang di sekitar mereka. Kita perlu membantu mereka
memahami cara berjejaring, dan memberikan mereka peluang mentoring."
13
C. Peran Perempuan Dalam Kepemimpinan di Indonesia.
Jika berbicara tentang kepemimpinan pasti dipikiran masyarakat
umumnya identik dengan kaum pria padahal jika kita menelaah perempuan
juga mempunyai jiwa kepemimpinan, yang tidak jauh berbeda keahliannya
dalam memberi arahan, dalam berorasi maupun beretorika atau bahkan
memberi gagasan. Sungguh menyedihkan apabila kita melihat dari sudut
pandang yang berlainan bahkan sudah banyak kenyataannya peran seorang
perempuan tradisional dianggap sebagai “cadangan” contohnya umur belia
sudah diharuskan menikah tanpa mengenyam pendidikan wajib, umumnya
masyarakat yang masih paguyuban (pedesaan). Namun semakin
berkembangnya zaman yang diawali dengan sosok seorang perempuan yang
berjuang khususnya dalam peregerakan emansipasi wanita yaitu R.A Kartini
dampaknya sekarang telah banyak dirasakan. Keberadaan wanita kini mulai
dihargai dan disetarakan walaupun masih banyak pro dan kontranya. Dengan
terciptanya peran wanita dalam berkesempatan memegang peranan sebagai
kepemimpinan dapat membawa dampak yang positif yaitu permasalahan
kesetaraan gender ditandai dengan tidak adanya perbedaan (diskriminasi)
antara perempuan dan laki-laki. Dengan demikian peempuan dan laki-laki
memiliki peluang atau akses yang sama dalam kepemimpinan.
Pada masa pergerakan menuju pembentukan Indonesia merdeka,
dikenal beberapa nama yang turut menyemarakkan khasanah perjuangan
seperti Nyi Ahmad Dahlan, Herlina (tokoh relawan), serta beberapa nama lain
yang secara aktif berperan dalam organisasi penyusunan negara. Pada
belakangan hari kemudian, ditambahkan dengan adanya calon astronaut
Indonesia yang salah satunya adalah wanita, yaitu Pratiwi Sudharmono, atau
sebut saja Megawati Soekarno Putri yang memimpin salah satu partai politik.
Eagly dan Johnson (1990) telah menemukan bahwa “the strongest
evidence for a gender difference in leadership style in the tendency for women
to adopt a more participative style and for men to adopt a more directive
style”. Ditunjukkan bahwa gaya kepemimpinan wanita lebih cenderung
14
melakukan pendekatan yang mengajak bawahan untuk ikut maju berkembang
dalam pemikiran danpemimpin ikut terjun didalam melaksanakan tugas agar
mencapai tujuan, sedangkan berbeda dengan kaum pria yang memiliki gaya
kepemimpinan yang cenderung hanya hubungan atasan dan bawahan yang
dimana bawahan melakukan apa yang diperintahkan oleh atasan tanpa adanya
pendekatan emosional antara bawahan dan atasan. Dengan kata lain, gaya
kepemimpinan pria cenderung otokratik dan wanita cenderung demokratik.
Menurut Tannen (1991; 1995), pria lebih menekankan pada status,
sedangkan wanita menekannkan pada penciptaan hubungan dan keakraban.
Komunikasi merupakan tindakan penyeimbang secara berkelanjutan,
mengurangi kebutuhan konflik untuk menjaga kerekatan hubungan dan
kemandirian. Kerekatan hubungan menekankan pada kedekatan dan
kebersamaan.Kemandirian menekankan pada pemisahan dan perbedaan. Hal
yang perlu disimak dari penelitian Tannen adalah bahwa pemimpin yang
menekankan pada hubungan dan keakraban yang cenderung dimiliki oleh
wanita, memungkinkan seorang pemimpin tersebut bersikap egalitarian,
memberdayakan segenap anggotanya, serta menekankan struktur organis.
Sedangkan pemimpin yang menekankan pada status dan kemdanirian,
yang cenderung dimiliki oleh pria memungkinkan pemimpin tersebut
mengadopsi struktur hirarkis, spesialisasi, dan perintah. Padahal organisasi
sekarang yang sering dituntut untuk memberikan pelayanan yang berkualitas
dan kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap perubahan lingkungan, dituntut
untuk memiliki sturuktur yang organis dan memberdayakan seluruh anggota
baik atasan maupun bawahan secara nyata dalam rangka mewujudkan
pelayanan yang berkualitas secara total.
Wanita memiliki cara berpikir sendiri dan gaya kepemimpinan yang
berbeda dengan pria. Wanita memiliki sisi feminin dan maskulin dalam
dirinya ketika memimpin. Prinsip feminin yang dimiliki wanita bisa dijadikan
modal untuk mengembangkan sifat intuitif, berorientasi dan berelasi dengan
orang lain, mendahulukan dan memegang teguh nilai-nilai kemanusiaan, peka
15
rasa dan memahami perasaan orang lain, cerdas, tegas, kreatif, serta
berpandangan luas. Prinsip feminin dan prinsip maskulin akan saling
mendukung dan melengkapi dalam kegiatan memimpin. Wanita tidak
mengadopsi cara berpikir pria, tidak juga menghindari sifat kelembutan yang
dimiliki.
Dalam Amandemen UUD Pasal 28 D ditegaskan bahwa setiap orang
berhak untuk mendapatkan persamaan kedudukan dalam hukum, pekerjaan
dan memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. Dengan
demikian semakin jelas posisi dan kedudukan wanita dilindungi oleh hukum
positif Indonesia. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan banyak
munculnya tokoh-tokoh wanita yang menjabat peranan signifikan dalam suatu
perusahaan hingga pemerintahan. Selain itu, selama dipimpin oleh pria timbul
sebuah kekecewaan karena tidak terakomodasinya kepentingan kaum wanita
yang mengakibatkan keterwakilan wanita dalam masalah-masalah penting
kerap kali dikesampingkan. Faktor ini yang menyebabkan kekhawatiran kaum
wanita bila tidak menempatkan wakilnya dalam masalah kepemimpinan di
sektor mana pun di negeri ini. Perubahan paradigma wanita yang
menghendaki kemandirian pun cukup berpengaruh dalam memunculkan
pemimpin dari kalangan wanita, ini selaras dengan tingginya tingkat
pendidikan kaum wanita. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin
kritis cara berpikirnya. Terlebih sejak terpilihnya Megawati sebagai presiden
wanita pertama di republik ini menjadi salah satu bukti konkret bahwa wanita
mampu menjadi seorang pemimpin.
Indonesia saat ini sedang dihadapkan dengan berbagai macam
persoalan di berbagai bidang sehingga dibutuhkan pemimpin yang mampu
menjaga integritas bangsa. Pemimpin yang ideal tidak hanya memenuhi
kriteria popularitas dan elektabilitas, tapi juga kapabilitas dan kepemimpinan
yang kuat dan tegas (strong leadership) serta ketulusan untuk mengabdi
kepada bangsa dan negara.
16
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Wanita memiliki cara berpikir sendiri dan gaya kepemimpinan yang
berbeda dengan pria. Wanita memiliki sisi feminin dan maskulin dalam
dirinya ketika memimpin. Prinsip feminin yang dimiliki wanita bisa dijadikan
modal untuk mengembangkan sifat intuitif, berorientasi dan berelasi dengan
orang lain, mendahulukan dan memegang teguh nilai-nilai kemanusiaan, peka
rasa dan memahami perasaan orang lain, cerdas, tegas, kreatif, serta
berpandangan luas.Prinsip feminin dan prinsip maskulin akan saling
mendukung dan melengkapi dalam kegiatan memimpin. Wanita tidak
mengadopsi cara berpikir pria, tidak juga menghindari sifat kelembutan yang
dimiliki.
B. Saran
Untuk dapat menjadi pemimpin dan melawan deskriminasi gender
perempuan harus meningkatkan kemampuan untuk melibatkan diri dalam
pembangunan, seperti: ikut dalam sebuah organisasi.
Lalu utuk seorang pemimpin perempuan harus tetap mempertahankan
nilai-nilai yang baik dan ditingkatkan dalam rangka kesuksesan kerja dalam
masing-masing bidang yang dipimpin. Sifat kepribadian yang baik harus
dijaga, serta kestabilan akan emosi ketika masalah muncul, sehingga tetap
menghasilkan kerja yang optimal. Seorang pemimpin perempuan perempuan
juga harus menjaga hubungan baik dengan para bawahan agar selalu tercipta
lingkungan kerja yang kondusif.
17
Istilah – Istilah Dalam Penulisan Makalah
18
Daftar Pustaka
19
LAMPIRAN JURNAL 1
Hernita Sahban
(Dosen Sekolah Tinggi Lasharan Jaya Makassar)
PENDAHULUAN
20
dianggap sebagai "cadangan".Sebagai contoh, umur belia sudah dipaksa
menikah dan melahirkan tanpa mengenyam pendidikan wajib. Namun,
perubahan kian berkembang dengan pesat, perjuangan akan figur R.A.
Kartini dapat dirasakan dengan adanya pergerakkan emansipasi wanita.
Keberadaan peran wanita sebagai pimpinan kini mulai dihargai dan
disetarakan.
Rumusan Masalah
21
Bagaimana Esistensi Kepemimpinan Perempuan dalam pengambilan
Keputusan di Indonesia
Kepemimpinan
22
Sebagian besar informasi mengenai gaya kepemimpinan pria dan
wanita bersumber dari penelitian yang dilakukan sebelum tahun 1990,
yang biasanya dibedakan antara dua pendekatan kepemimpinan: gaya
berorientasi pada tugas, didefinisikan sebagai keprihatinan dengan
menyelesaikan tugas yang diberikan dengan mengorganisir gaya
berorientasi pada kegiatan tugas-relevan, dan interpersonal, didefinisikan
sebagai keprihatinan dengan menjaga hubungan interpersonal dengan
cenderung moral dan kesejahteraan orang lain. Pembedaan antara gaya
tugas dan interpersonal diperkenalkan oleh Bales (1950) dan
dikembangkan lebih lanjut oleh peneliti kepemimpinan di Ohio State
University (misalnya, Hemphill & Coons, 1957 dalam Alice H. Eagly and
Mary C. Johannesen-Schmidt Marloes L. van Engen, 2003) dan University
of Michigan (mis., Likert, 1961 dalam Alice H. Eagly and Mary C.
Johannesen-Schmidt Marloes L. van Engen, 2003).
Peran Perempuan
23
terdapat preferensi untuk mempekerjakan perempuan pada sektor tertentu
dan jenis pekerjaan tertentu karena upah perempuan lebih rendah dari
laki-laki.
Pengambilan Keputusan
24
Morgan dan Cerullo mendefinisikan keputusan sebagai sebuah
kesimpulan yang dicapai sesudah dilakukan pertimbangan, yang terjadi
25
tidak megolakan dan memiliki kemampuan untuk memisahkan informasi
yang tertumpuk.
Menurut Frank Harison, faktor-faktor yang menyebabkan
timbulnya rasionalitas terbatas antara lain informasi yang datang dari luar
sering sangat kompetitif atau informasi itu tidak sempurna, kendala waktu
dan biaya, serta keterbatasan seorang mengambil keputusan yang rasional
untuk mengerti dan memahami masalah dan informasi, terutama informasi
dan teknologi.
Metode Penelitian
PEMBAHASAN
26
Sudah banyak kaum wanita yang dapat ruang untuk
memengenyam dunia pendidikan yang sejajar dengan kaum pria sehingga
dapat menduduki jabatan strategis dalam pemerintahan.Kaum wanita di
Indonesia sendiri telah menorehkan karya dan bakti bagi sejarah Bangsa
Indonesia.Sebut saja Cut Nya Dien, Cut Meutiah, Ratu Saylendra, Ken
Dedes, dan Raden ajeng Kartini.Mereka adalah sedikit dari banyak
pejuang wanita yang kontribusinya pantas untuk disejajarkan dengan para
pejuang pria di tanah air.Terlebih lagi Raden ajeng Kartini, sosok
kelahiran dan kehidupan beliau merupakan simbol perjuangan wanita
Indonesia.
27
perempuan kedalam pendidikan, perempuan tidak berpartisipasisecara
sama dalam bursa kerja.
28
perempuan bekerja terlalu banyak, dan sayangnya, semua pekerjaannya
tidak diakui oleh negara sebagai “strategis”.
29
kedua ini ditentukan oleh kebijakan negara sendiri yang meminggirkan
peran strategis dari rumah.Negara selama ini meminggirkan rumah
sebagai tidak strategis.Ini membawa peran mengerikan bagi peri
kehidupan perempuan dan anak-anak.
30
Namun semakin berkembangnya zaman yang diawali dengan
sosok seorang perempuan yang berjuang khususnya dalam peregerakan
emansipasi wanita yaitu R.A Kartini dampaknya sekarang telah banyak
dirasakan.Keberadaan wanita kini mulai dihargai dan disetarakan
walaupun masih banyak pro dan kontranya.
31
1979).Karena itulah seringkali kepemimpinan atau leadership
didefiniskan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi kelompok untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu (Robbins, 1998).
32
Bagi masyarakat Jawa, reposisioning wanita tampak jelas dalam
kitab-kitab kuno yang dihasilkan sejarah panjang bangsa Indonesia.Posisi
terbesar yang dipegang oleh wanita dalam sejarah adalah sebagai pemuas
nafsu seks.Hal tersebut tampak pada relief beberapa candi yang ada di
Indonesia, beberapa bagian serat centini, kitab pararaton.Penggambaran
yang tampak untuk wanita tidak terlepas dari fungsi reproduksi, dan seks.
Selepas sejarah kerajaan, posisi wanita tampaknya juga tidak banyak
berubah, adagium yang dikenal luas di kalangan masyarakat jawa adalah
konco wingking, swargo katut, neroko manut.
“Tetapi jika kami harus melihat mereka, apakah yang harus kami
lakukan?” “Jangan berbicara [dengan mereka], Ananda.”
33
“Tetapi jika mereka harus berbicara dengan kami, Yang Mulia, apakah
yang harus kami lakukan?”
Dalam konteks “guna” dan “karma”, bagi agama Hindu laki dan
wanita atau pria dan wanita sama saja. Termasuk dalam kaitannya dengan
kepemimpinan, dimana agama Hindu tidak melihat “siapanya” melainkan
lebih menekankan “bagaimananya”.Apakah dia itu seorang pria atau
wanita, dalam konsep kepemimpinan Hindu tidak menjadi faktor utama.
Yang diutamakan sekaligus menjadi tuntutan mutlak dari seorang
pemimpin itu adalah bagaimana sang pemimpin tersebut dapat
menampilkan dan atau mengejawantahkan konsep-konsep kepemimpinan
gaya Hindu seperti ajaran Asta Berata, Asta Dasa, Prateming Prabu
termasuk ajaran kitab Kauntilya Sastra yang secara jelas
mengemukakakan persyaratan seorang kepala Negara seperti :
Abhigamika, mendapat simpati atau legimitasi rakyat; Pradnya, arif dan
bijaksana; Utsaha, berusaha untuk mensejahterakan rakyat; Atma Sampad,
bermoral atau budi pekertinya luhur; Sakyasamanta, dapat
mengontrol/memimpin bawahannya; Aksura Parisatka, mampu memimpin
sekaligus mengambil sikap tegas namun bijaksana dalam menghadapi
setiap persoalan yang muncul.
34
Keutamaan seorang wanita di dalam Hindhu, seperti yang terdapat
dalam kitab suci Veda, wanita dinyatakan memiliki sifat innovatif,
cemerlang, mantap, memberi kemakmuran, diharapkan untuk cerdas
menjadi sarjana, gagah berani dan dapat memimpin pasukan ke medan
pertempuran dan senantiasa percaya diri. Melalui kitab suci Veda dan
susastra Hindu tidaklah ditemukan diskriminasi antara seorang wanita
dengan pria, kedudukan wanita sangat terhormat, sejajar dengan
kedudukan pria dan bila mampu mengembangkan potensi dan
swadharmanya dengan baik, ia sangat disegani oleh masyarakat.
Tentu saja hadis tersebut tidak dapat diartikan secara mentah, hal
tersebut berlaku apabila wanita yang menjadi pemimpin tidak memiliki
kapabilitas atau kemampuan. Dengan kata lain, wanita diperbolehkan
menjadi pemimpin asalkan memenuhi persyaratan. Diantaranya
mempunyai kualitas dan kapabilitas atau kemampuan yang tidak dimiliki
oleh kaum pria di sekitarnya; menempati porsi yang selayaknya ditempati
oleh wanita (misalnya dalam wilayah negara, menempati jabatan Menteri
Pemberdayaan Wanita); dan jabatan yang ditempati tidak menimbulkan
mudarat.
35
Eagly dan Johnson (1990) telah menemukan bahwa “the strongest
evidence for a gender difference in leadership style in the tendency for
women to adopt a more participative style and for men to adopt a more
directive style”.Ditunjukkan bahwa gaya kepemimpinan wanita lebih
cenderung melakukanpendekatan yang mengajak bawahan untuk ikut
maju berkembang dalam pemikiran danpemimpin ikut terjun didalam
melaksanakan tugas agar mencapai tujuan, sedangkan berbedadengan
kaum pria yang memiliki gaya kepemimpinan yang cenderung hanya
hubunganatasan dan bawahan yang dimana bawahan melakukan apa yang
diperintahkan oleh atasan tanpaadanya pendekatan emosional antara
bawahan dan atasan. Dengan kata lain, gaya kepemimpinan pria
cenderung otokratik dan wanita cenderung demokratik.
36
Dalam Amandemen UUD Pasal 28 D ditegaskan bahwa setiap
orang berhak untuk mendapatkan persamaan kedudukan dalam hukum,
pekerjaan dan memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
Dengan demikian semakin jelas posisi dan kedudukan wanita dilindungi
oleh hukum positif Indonesia.Hal inilah yang menjadi salah satu alasan
banyak munculnya tokoh-tokoh wanita yang menjabat peranan signifikan
dalam suatu perusahaan hingga pemerintahan.Selain itu, selama dipimpin
oleh pria timbul sebuah kekecewaan karena tidak terakomodasinya
kepentingan kaum wanita yang mengakibatkan keterwakilan wanita dalam
masalah-masalah penting kerap kali dikesampingkan.
Kesimpulan
37
Refrences
38
LAMPIRAN JURNAL 2
TANTANGAN KEPEMIMPINAN
PEREMPUAN DI TINGKAT LOKAL1
Abstract: Woman leadership normatively has strong legitimating basis, from theological, philosophical, or law’s
perspective. However, in reality still face many obstacles, internal or external. Main agenda to struggle is around education,
economic, health, and stopping violence to woman. Several strategies for future election are: fist, review to all entire law
products that contradict with gender equality principle. Second, is enhancing political education through independent civil
society organizations. Third, woman participation in general election must be more critics to vote leader that have
perspective and concern to people. Fourth, is preparing leader cadre that ready to fill 30% woman quota in legislative or
executive institution on all level. Keywords: Woman leadership, woman quota, election.
A. PENDAHULUAN
Kepemimpinan perempuan secara normatif memiliki legitimasi yang sangat kuat, baik secara
teologis, filosofis, maupun hukum. Dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang telah
disetujui oleh negara-negara anggota PBB, termasuk oleh Indonesia, menyebutkan sejumlah pasal
yang memberikan kebebasan kepada perempuan untuk memilih pemimpin maupun menjadi
pemimpin. Begitu juga dalam Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
Terhadap Perempuan yang disahkan melalui Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI)
Nomor 7 Tahun 1984 dan dalam Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap perempuan, telah
memberikan jaminan bahwa perempuan terbebas dari tindakan diskriminasi dalam bentuk
apapun. UU RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, telah menjamin keterwakilan
perempuan baik di legislatif, eksekutif, maupun yudikatif (pasal 46). Selain itu, Instruksi Presiden
(Inpres) Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarus Utamaan Gender dalam Pembangunan Nasional
39
yang mengharuskan seluruh kebijakan dan Program Pembangunan Nasional dirancang dengan
perspektif gender.
Namun, dalam tataran realitas masih mengalami banyak tantangan dan hambatan, baik secara
internal maupun eksternal. Sekadar contoh, masih segar dalam ingatan kita adalah penetapan
kuota 30% bagi perempuan sebagai calon anggota legislatif dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum. Ternyata hasilnya pada Pemilu 2004
belum signifikan, masih jauh di bawah target.
Sebagai gambaran, di DPR-RI perempuan hanya mendapatkan 11,27% dari 550 orang, di
DPD perempuan mendapat 21% dari 128 orang, dan di DPRD propinsi hanya 9% dari 1.849
orang.2 Padahal ketika itu, kampanye perempuan memilih perempuan diapresiasi oleh banyak
kalangan dan pendidikan politik untuk masyarakat boleh dibilang lumayan besar. Fakta tersebut
menunjukkan bahwa partisipasi perempuan dalam politik masih menghadapi tantangan dan
hambatan. Pada kasus Pemilu 2004, dari sisi isi (content) hukum, seperti yang kita tahu, masih
setengah hati dan tidak ada sanksi, begitu juga dari sisi struktur maupun kulturnya, masih sangat
bias gender. Apalagi dengan ditolaknya kuota dalam Undang-undang Partai Politik pada tahun
2002, membuat tidak kondusif penempatan perempuan dalam nomor urut pencalonan pada
Pemilu 2004 sehingga sangat merugikan kaum perempuan.
40
JURNAL STUDI GENDER & ANAK
Oleh karena itu, perubahan terhadap UU yang terkait dengan pemilu merupakan keharusan yang tidak bisa
ditawar. Begitu juga paket Rancangan Undang-undang politik yang terdiri dari UU RI Nomor 31 Tahun 2002
tentang Partai Politik, UU RI Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu, UU RI nomor 22 tahun 2003 tentang
Susunan, dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Per-wakilan Rakyat (DPR),
Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakya Daerah (DPRD); UU RI Nomor 23 Tahun
2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, harus mengakomodir semangat affirmative
action ke dalam batang tubuh seluruh RUU politik tersebut.
Budaya masyarakat yang bersumber dari tradisi telah berlangsung secara turun temurun menempatkan
peran perempuan di sektor domestik, dan laki-laki di sektor publik, mengakibatkan akses dan partisipasi
perempuan dalam dunia politik sangat rendah. Konsekuensi yang terjadi kemudian sangat logis kalau ranah
politik hingga saat ini masih patriarkhis, laki-laki mendominasi secara luas arena politik, termasuk di dalamnya
memformulasikan aturan-aturan dan standar permainan politik yang menihilkan kepentingan perempuan.
Perempuan yang terjun ke dunia politik harus menerima kenyataan diperlakukan sebagai kelompok minoritas
yang dihadapkan pada banyaknya undang-undang atau kebijakan yang tidak memiliki perspektif perempuan.
Begitu juga budaya masyarakat yang bersumber dari pemahaman agama, khususnya di tingkat lokal, turut
menjadi faktor yang menghambat lajunya kepemimpinan perempuan. Dari pengalaman pemilu tahun 2004,
berikut penulis ilutrasikan sebagai bahan pengayaan salah satu bentuk pembelajaran politik yang harus
dihadapi perempuan. Contohnya, di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU), meskipun sudah ada fatwa bahwa
perempuan diperbolehkan menjadi pemimpin di tingkat nasional, tetapi implementasinya tidak mudah.
Dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdlatul Ulama yang diselenggarakan pada 17-21 Nopember
1997, ditetapkan Keputusan Nomor 004/Munas/11/1997 mengenai Kedudukan Perempuan dalam Islam.
Keputusan tersebut mengakui bahwa:
Islam memberikan hak yang sama kepada perempuan dan laki-laki sebagaimana ditegaskan dalam
al-Qur’an dan Hadis, namun dalam kenyataan pengaruh budaya patriarkhi telah mendistorsi prinsip
tersebut sehingga menjadikan perempuan tersubordinasi dan terdiskriminasi dalam peran-peran publik.
Dalam konteks peran publik menurut prinsip Islam, perempuan diperbolehkan melakukan peran-
peran tersebut dengan konsekuensi bahwa ia dapat dipandang mampu, dan memiliki kapasitas untuk
menduduki peran sosial dan politik tersebut. Dengan kata lain, kedudukan perempuan dalam proses
sistem negara-bangsa telah terbuka lebar, terutama perannya dalam masyarakat majemuk ini, dengan
tetap mengingat bahwa kualitas, kapasitas, kapabilitas, dan akseptabilitas harus menjadi ukuran,
sekaligus tanpa melupakan fungsi kodrati perempuan sebagai sebuah keniscayaan.
Keputusan tersebut tidak hanya membanggakan perempuan di lingkungan lembaga dan badan otonom
perempuan NU karena telah memiliki landasan yuridis yang sah, tetapi dijadikan pegangan oleh gerakan
41
perempuan dan lembaga-lembaga di luar struktur NU dalam melakukan penyadaran terhadap kaum perempuan
di Indonesia. Dalam keputusan tersebut secara tegas menyaratkan kualitas, kapasitas, kapabilitas, dan
akseptabilitas. Syarat tersebut bersifat umum, berlaku bagi laki-laki maupun perempuan.
42
JURNAL STUDI GENDER & ANAK
Persyaratan-persyaratan inilah yang selayaknya dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam menetapkan
pilihan capres maupun cawapres sehingga tidak terjebak pada fatwa yang seksis.
Namun kenyataannya, pada pemilu 2004, di antara para kiai mengeluarkan fatwa baru untuk kepentingan
kelompoknya masing-masing. Bagi kiai-kiai yang pro pasangan Megawati dengan Hasyim Muzadi
menginstruksikan kepada seluruh santrinya untuk mendukung Mega-Hasyim, dengan ancaman bagi yang tidak
mau mendukung dianggap murtad, dengan alasan mengedepankan kebaikan (kemas-lahatan) bagi warga NU.
Sebagaimana dijelaskan oleh mereka, “Kami tidak memakai pertimbangan hukum atau konstitusi, melainkan
manfaat dan maslahatnya bagi warga NU”.
Sebaliknya, bagi kiai-kiai yang pro Shalahuddin Wahid mengeluarkan fatwa haram memilih maupun
menganjurkan presiden perempuan. Hal itu sebagaimana disampaikan salah satu kiai, “Meskipun pendapat
tersebut didasarkan pada kitab-kitab lama, tetapi larangan memilih presiden perempuan tetap berlaku dalam
konteks dunia modern”.
Para kiai memang memiliki otoritas untuk mengeluarkan fatwa karena masing-masing diakui memiliki
kedalaman ilmu keislaman yang tinggi, namun kedua fatwa tersebut sangat disayangkan karena terkesan
menjustifikasi kepentingan politik yang saling menjatuhkan lawan, bahkan mempertontonkan arogansinya
kepada publik di luar komunitas NU.
Fatwa Pasuruan yang berisi larangan memilih presiden perempuan sangat mengagetkan para aktivis dan
tokoh gerakan pemberdayaan perempuan di Indonesia (ketika itu) karena bertentangan dengan prinsip-prinsip
universal mengenai hak-hak perempuan, baik dalam Islam maupun dalam Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia, dan deklarasi lainnya, seperti Konvensi Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap
Perempuan. Dari kalangan NU, khususnya Fatayat NU, sangat menyayangkan kalau tokoh-tokoh kharismatik
NU mengeluarkan fatwa hanya untuk kepentingan kelompok tertentu yang sifatnya jangka pendek.
Dalam tradisi Islam, fatwa memang bukan teks yang memiliki kekuatan setara dengan al-Qur’an atau
Hadis sehingga setiap saat bisa saja berubah atau dibuat fatwa baru untuk menganulir fatwa lama. Akan tetapi,
tidak berarti bahwa fatwa bisa dibuat berdasarkan pesanan atau kepentingan golongan, apalagi kepentingan
pribadi dengan mengabaikan tujuan pembentukan hukum Islam (maqashid al-syari’ah), yaitu merealisir
kebaikan atau kemaslahatan umat manusia. Konteks kemaslahatan tersebut meskipun bersifat relatif, tetapi
memiliki indikasi-indikasi yang sebenarnya bisa diukur. Pemberdayaan perempuan yang dilakukan oleh
banyak lembaga di Indonesia termasuk di NU merupakan salah satu upaya dalam rangka mewujudkan
kemaslahatan umat manusia yang harus dipandang sebagai perintah Tuhan.
Tantangan lain adalah praktik politik uang (money politic). Fenomena tersebut mewarnai hampir seluruh
biaya yang harus dikeluarkan oleh seorang calon pemimpin, baik dalam pemilu legislatif, eksekutif, termasuk
pilkada menjadi sangat mahal. Bahkan sebagian besar partai politik menjadikannya sebagai faktor penentu
dalam menetapkan nominasi kandidat sehingga mengabaikan etika politik yang mengedepankan nilai-nilai
keadilan, kejujuran, dan kemaslahatan bagi kepentingan bangsa. Etika politik yang sarat dengan nilai-nilai
luhur dan jujur, tampaknya telah bergeser dengan “nilai uang”. Selama pengambil keputusan, partai politik
menjadikan uang sebagai prasyarat dalam rekruitment kandidat, mereka akan selalu menutup mata terhadap
kader perempuan yang berkualitas.
43
Asumsi tersebut diperkuat oleh jajak pendapat Kompas yang menyimpulkan bahwa “59 persen responden
menilai, hingga saat ini tidak ada satu pun partai politik yang bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan
nepotisme”. Sejauh ini, publik pun masih menilai berbagai pertarungan antarpartai politik yang selama ini
terjadi, baik di parlemen, pemerintahan, atau di tubuh partai sendiri, tidak lepas dari praktik politik uang”. 3
Pemilu 2009 harus dijadikan momentum untuk kembali mengingatkan masyarakat sipil bahwa pemilihan
pemimpin membawa konsekuensi, yang hasilnya akan berdampak jangka panjang. Sekali kita salah pilih
terhadap pemimpin yang korup, pemimpin yang tidak memiliki etika dan nurani, pemimpin yang tidak
memiliki konsep terhadap perubahan, penegakan keadilan, dan kesetaraan bagi perempuan, serta pemimpin
yang tidak punya komitmen terhadap penderitaan rakyat, maka akibat yang dikorbankan sangat mahal. Tidak
sekadar materi, tetapi juga nilai-nilai dan ideologi yang selama ini telah kita perjuangkan bersama.
Persoalan perempuan bukan persoalan yang berdiri sendiri, tetapi terkait dengan aspek-aspek yang lain.
Oleh karena itu, perlu dilakukan terobosan yang komprehensif untuk meningkatkan partisipasi pe-rempuan
sebagai pengambil kebijakan publik. Di antara agenda utama yang harus diperjuangkan untuk perbaikan
kondisi masyarakat serta peningkatan posisi perempuan adalah masih sama seperti isu pada pemilu 2004, yaitu
di seputar pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan penghentian kekerasan terhadap perempuan.
Beberapa strategi untuk pemilu mendatang di antaranya: pertama, melakukan peninjauan ulang terhadap
seluruh produk hukum yang bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan gender. Rancangan Undang-Undang
paket politik yang merupakan usulan perubahan terhadap UU bidang politik, saat ini masih dalam proses
pembahasan di DPR RI. Seluruh tahapan dalam proses pembahasan UU tersebut harus dikawal secara
menyeluruh. Jangan sampai ada satu pasal pun yang menghambat perempuan menempati posisi-posisi
strategis, baik di legislatif maupun eksekutif. Perspektif gender menjadi keharusan dalam persyaratan
rekruitmen calon legislatif ataupun eksekutif agar kebijakan-kebijakan dan perundang-undangan yang
merugikan perempuan dapat diminimalisir.
Kedua, meningkatkan pendidikan politik kepada warga negara sebagai pemilih melalui organisasi-
organisasi masyarakat sipil yang independen. Masyarakat harus sadar bahwa berpartisipasi dalam pemilu
adalah hak setiap individu sebagai warga negara yang dilindungi dan dijamin kebebasannya oleh undang-
Undang. Masyarakat tidak perlu takut untuk menolak, dan tidak ikut memililih, jika memang tidak ada calon
terbaik yang bisa dipilih. Masyarakat sebagai pemilih, harus mengetahui bahwa para calon, masing-masing
memiliki kelebihan dan kekurangan, yang harus diinformasikan secara objektif dan transparan kepada
masyarakat, khususnya di grass root. Masyarakat harus dididik mengikuti pemilu secara demokratis agar tidak
dijadikan objek kepentingan perolehan suara, oleh tokoh-tokoh politik. Masyarakat sudah waktunya untuk
diberdayakan dalam politik, bukan diperdaya dan dieksploitasi untuk kepentingan elit partai politik.
Menganggap masyarakat sebagai objek perolehan suara adalah keliru, mereka adalah subjek yang memiliki
otoritas dan mampu menentukan hak suaranya. Apapun status sosial mereka, suara mereka sangat signifikan
untuk mengantarkan pemimpin yang arif dan adil.
Ketiga, partisipasi perempuan dalam pemilihan umum harus dilakukan lebih kritis untuk memilih
pemimpin yang memiliki perspektif dan kepedulian kepada rakyat. Dengan kata lain, meningkatkan pen-
didikan kritis bagi perempuan pemilih pada pemilihan umum mendatang, mutlak harus dilakukan agar mereka
44
hanya memilih partai yang merepresentasikan kepentingan perempuan. Jangan sampai mereka terjebak pada
kepentingan-kepentingan pragmatis, dengan mengabaikan kepentingan strategis terhadap
45
JURNAL STUDI GENDER & ANAK
perbaikan kondisi bangsa yang nyaris terpuruk. Program-program yang dikampanyekan para calon pemimpin, baik untuk
legislatif maupun eksekutif harus mengindikasikan adanya jaminan untuk menjadikan bangsa Indonesia ke depan lebih baik.
Keempat, menyiapkan kader-kader pemimpin yang siap mengisi kuota 30% perempuan dalam legislatif maupun eksekutif di
seluruh level agar jumlah keterwakilan perempuan meningkat, sebagaimana yang diharapkan, yaitu minimal 30% dari total kursi
yang tersedia.
ENDNOTE
1Disampaikan pada diskusi Tantangan Kepemimpinan Perempuan: Kini dan Mendatang yang
diselenggarakan Pokja Perempuan Kerjasama dengan Harian Kompas, di Jakarta pada 23 Nopember
2007.
& Ani Soetjipto, Politik Perempuan Bukan Gerhana (Jakarta: Kompas, 2005), hal.
7.
DAFTAR PUSTAKA
46
LAMPIRAN JURNAL 3
Cynthia Noviani
E-mail: cynthiaanoviani@gmail.com
kepemimpinan transforma-sional-transaksional,
pemimpin menerapkan gaya kepemimpinan
transaksional. Tetapi diantara gaya
kepemimpinan maskulin dan transaksional,
pemimpin menerapkan gaya kepemimpinan
mas-kulin. Hal ini dikarenakan pemimpin
adalah sosok pemimpin yang tegas dan
berorientasi pada tugas.
47
mengalami kesulitan untuk mendapatkan
kesempatan menjadi pemimpin dalam dunia bisnis.
Diskriminasi gender masih dialami oleh perempuan.
kelebihan, khususnya kecakapan dan kelebihan di Hal ini bisa saja dikarenakan publik masih memi-
satu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi liki mindset yang sama dengan sebelum terjadinya
orang lain untuk bersama-sama melakukan emansipasi wanita. Kewajiban perempuan sebagai
aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu istri dan ibu telah mem-buat perempuan memikul
atau beberapa tujuan (Kartono, 2010). Pemimpin beban ganda, tanggung jawab ke-pada keluarga
yang baik harus mampu untuk menjalankan membuat waktu yang dimiliki perempuan lebih
tugasnya secara efektif. Maksudnya adalah terbatas, sehingga melahirkan anggapan bahwa
pemimpin tersebut mampu untuk mem-pengaruhi kepemimpinan lebih cocok diduduki oleh laki-laki
individu lain untuk melakukan tugasnya guna dan perempuan sebagai pe-ngikutnya (Eka dan
mencapai tujuan tertentu. Pemimpin yang baik Inayatillah, 2009, p.199).
seharusnya tidak ditentukan oleh faktor gender.
Siapapun baik itu laki-laki ataupun perempuan Masih terdapat juga perbedaan pandangan,
apabila ia dapat mempengaruhi individu lain untuk apakah perempuan memiliki kompetensi dan
bekerja mencapai tujuan maka ia dapat dikatakan kemampuan yang me-madai sebagai modal untuk
sebagai pemimpin yang efektif. Namun, menurut menjadi pemimpin. Jajak pendapat yang dilakukan
data dari institusi StockWatch dari 398 CEO oleh UNDP (2010, p.38), tentang perilaku dan
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, persepsi terhadap partisipasi perempuan secara
jumlah perempuannya hanya 19 orang saja atau sosial, ekonomi dan politis mengungkapkan bahwa
4.77%. Kuantitas direktur perempuan dari 1.289 77.6 responden laki-laki maupun perempuan
direktur di perusahaan yang telah go public, porsi memandang bahwa laki-laki harus menjadi
perempuan hanya 12.02% atau 155 orang saja. pengambil keputusan dan pemimpin di kalangan
Menurut data dari perusahaan yang terdaftar di masyarakat. Temuan dari survei tersebut menunjuk-
majalah SWA100, presentase CEO perempuan di kan bahwa masih ada sebagian masyarakat yang
perusahaan publik hanya 2% (Majalah SWA, meragukan kemampuan memimpin seorang
15/04/09). perempuan. Padahal tidak menutup kemungkinan
bahwa perusahaan yang dipimpin oleh perempuan
Rendahnya presentase perempuan sebagai CEO bisa lebih sukses daripada dipimpin oleh laki-lakI.
menjadi bukti bahwa kaum perempuan masih
Menurut hasil studi terbaru dari The Peterson Institute p.4). Menurut penelitian sebelumnya, secara umum
for International Economics dan Ernst & Young (EY) perempuan memiliki dua gaya kepemimpinan yaitu
menemu- ga-ya kepemimpinan maskulin-feminim (Stelter, 2002)
dan gaya kepemimpinan transformasional-
kan bahwa dengan lebih banyak wanita di perusahaan transaksional (Lopez, Garcia,
akan meningkatkan profit secara signifikan. Laporan & Martoz, 2012). Namun sebenarnya kedua macam
yang ditulis dengan judul Is Gender Diversity gaya tersebut memiliki hubungan feminim cenderung
pada trans-formasional (van Engen, Rien, &
Profitable? Evidence from a Global Study Willemsen, 2001). Sedang-kan maskulin cenderung
mengungkapkan bahwa perusahaan atau organisasi pada transaksional (Verhulp, 2012). Sehingga kedua
gaya ini dapat disatukan.
dengan 30% pemimpinnya adalah wanita akan
PT Her Yeong Kitchenware Indonesia adalah
meningkatkan presentase profit hingga 6%.
perusahaan yang bergerak di bidang kerajinan
kitchenware dan membuat produk seperti tempat
Setiap pemimpin memiliki gaya kempemimpinan sabun dan alat-alat rumah tangga dengan bahan dasar
yang ber-beda baik laki-laki maupun perempuan. Gaya batu marmer. PT Her Yeong Kitchenware Indo-nesia
kepemimpinan adalah pola menyeluruh dari tindakan menjalankan usahanya khusus untuk pasar luar negeri.
seorang pemimpin, baik yang tampak maupun tidak Negara yang menjadi tujuan ekspor terbesar adalah
tampak oleh bawahannya (Rivai & Mulyadi, 2009, Amerika, produk dikirimkan ke kota-kota besar seperti
48
Los Angeles, Canada, dan New York. Selain Amerika
produk juga di ekspor ke Spanyol, Jepang, Jerman, dan
China. Permintaan pasar terhadap produk yang
dihasilkan oleh PT Her Yeong Kitchen-ware Indonesia ingin nmelakukan penelitian dengan judul “Analisis
terus meningkat setiap tahun hal ini dikarena-kan Kepemim-pinan Perempuan Studi Kasus Pada
mutu/kualitas produk yang dihasilkan terjamin. Direktur Utama PT Her Yeong Kitchenware
Peneliti memilih PT Her Yeong Kitchenware
Indonesia”.
Indonesia karena CEO yang memimpin PT Her Yeong
Kitchenware Indonesia saat ini adalah seorang
perempuan. Beliau telah menjadi CEO sejak Perbedaan laki-laki dan perempuan juga membawa
perusahaan ini didirkan pada tahun 2000. Sebelum perbedaan dalam cara memimpin. Menurut Allan &
menjadi CEO di PT Her Yeong Kitchenware Barbara Pease (2005) karakteristik pemimpin
Indonesia, beliau bekerja di Maspion sebagai asisten perempuan adalah seba-gai berikut:
kepala pabrik enamel. Banyak kendala yang beliau
hadapi saat membangun dan mengembangkan (1) Mengedepankan hubungan interpersonal dan
perusahaan ini. Salah satunya adalah beliau belum keintiman. Pemimpin perempuan
berpengalaman menduduki posisi Direktur Utama mengedepankan bagaimana bawahan yang
sehingga peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana bekerja sama dengannya merasa nyaman dan
kepemimpinan yang diterapkan oleh pemimpin saat senang bekerja.
menjadi Direktur Utama. Saat pertama kali (2) Peka secara emosional.
menjalankan perusahaan, beliau harus turun langsung Emosi perempuan lebih mudah tergugah., banyak
ke lapangan yang mayoritas pekerjanya adalah laki- berbicara tentang perasaan dan emosi.
laki. Meskipun beliau tidak menerima penolakan dari
karyawan tetapi beliau merasakan ada beberapa (3) Banyak membicarakan perasaan
karyawan laki-laki yang meragukan kemampuannya Topik pembicaraan perempuan lebih banyak
dalam memimpin. mem-bicarakan perasaan-perasaan mereka
selama di tempat kerja.
Dari fenomena yang dipaparkan diatas, peneliti ingin
melihat bagaimana gaya kepemimpinan Direktur (4) Menganggap hebat bawahan yang mau
Utama perempuan di PT Her Yeong Kitchenware mendengar. Bagi pemimpin perempuan
Indonesia. Perusahaan ini dapat terus bertahan dan didengarkan berbicara me-nunjukkan bahwa
beroperasi hingga saat ini walaupun dipimpin oleh bawahan mempunyai respek yang tinggi terhadap
seorang perempuan yang masih diragukan self esteem-nya. Dia akan merasa di-
kemampuan-nya. Hal ini menjadi bukti bahwa hargai dan diperhatikan.
perempuan memiliki kemam-puan dan layak untuk
mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki-laki Sedangkan menurut Gurian & Annis (2008)
untuk menjadi pemimpin. Berdasarkan uraian tersebut, pemimpin perempuan lebih cenderung untuk:
maka peneliti
1. Membentuk ikatan dengan karyawan dengan
memperluas percakapan dengan cara eksplorasi.
2. Memberikan sebanyak mungkin koneksi
langsung kepada karyawan.
3. Menekankan aktivitas yang kompleks dan
multitasking,
tindakan, pengembangan tim−memperluas
kepemimpinan dalam berbagai tugas dan jauh
dari dominasi oleh satu tugas.
a. Assertive
2. Gaya Kepemimpinan Feminim
Dorland Medical Dictionary (2007) menyatakan
bahwa ketegasan adalah kualitas yang menjadi yakin Menurut Humm (Sisparyadi, 2009, p. 194), ke-
pada diri sendiri dan percaya diri tanpa menjadi pemimpinan feminim merupakan suatu bentuk
agresif. Menurut Reid (2000) dan Virkler (2009), kepemimpinan aktif. Kepemimpinan semacam ini
kerangka perilaku dari assertive adalah: merupakan satu dari sebuah proses dimana pemimpin
o Ekspresif adalah pengurus bagi orang lain, penanggung jawab
o Mengerti haknya aktivitas (steward) atau pembawa pengalaman (carrier
of experience). Gaya kepemimpinan feminim ini
o Dapat mengendalikan emosi memiliki tiga dimensi sebagai berikut (Füsun dan
Altintas, 2008):
50
a. Charismatic/Value Based
Pemimpin perempuan mungkin untuk
menunjukkan atribut kepemimpinan transformasional. Pemimpin memiliki pandangan kedepan (plans
Kerangka perilaku dari charismatic/ value based ini ahead).
adalah:
o Visionary o Inspirational
Pemimpin adalah orang yang percaya diri,
antusias, dan
motivasional.
b. Team Oriented
Pemimpin perempuan bertindak lebih demokratis
dan kolaboratif daripada pemimpin laki-laki. Kerangka
perilaku dari team oriented adalah:
o Collaborative team orientation
c. Self-protective
Pemimpin perempuan memliliki orientasi yang
lebih banyak kepada hubungan dan memiliki tingkat
keegoisan yang rendah di dalam organisasi. Kerangka
perilaku dari self protective adalah:
o Self-centered
Pemimpin merupakan orang yang tidak mudah
dalam bersosialisasi (asosial) dan non-partisipatif.
o Procedural/bureaucratic
Pemimpin merupakan orang yang prosedural dan
formal. 3. Gaya Kepemimpinan Transformasional
51
1. Idealized Influence/Charisma o Menggunakan ekspresi wajah yang
hidup 2. Inspirational Motivation\
Pemimpin dengan faktor ini adalah panutan (role
model) yang kuat yang ingin ditiru dan dikenal oleh Pemimpin ini mendorong pengikut untuk mencapai
pengikut. Pengikut mengembangkan rasa hormat yang lebih
mendalam dan umumnya memiliki tingkat banyak dalam kepentingan organisasi daripada jika
kepercayaan yang tinggi kepada para pemimpin ini mereka mencoba untuk mencapai kepentingan pribadi
(Northouse, 2013).. Kerangka perilaku yang mereka sendiri. Pemimpin ini meningkatkan semangat
menunjukkan pemimpin berkarisma (idealized tim melalui membina, mendorong, dan mendukung
influence/ charisma) adalah (DuBrin, 2005): pengikut (Yukl, 2012). Kerangka perilaku dari
pemimpin yang dapat menjadi inspirasi dan
o Keteladanan o memberikan motivasi (inspirational motivation)
Berlaku jujur o
Kewibawaan adalah (Bass & Avolio, 1996):
o Memiliki semangat o o Memberikan motivasi
Memberikan pujian
o Memberi inspirasi pada pengikut
AGORA Vol. 5, No. 1, (2017) o Pemberdayaan o
Demokratif o
Partisipatif
53
Subjek penelitian adalah sesuatu yang diteliti, baik peneliti dalam penelitian ini adalah gaya
itu orang, benda, ataupun lembaga/organisasi. Subjek kepemimpinan perempuan Direktur Utama PT Her
penelitian pada dasarnya adalah yang akan dikenai Yeong Kitchenware Indonesia.
kesimpulan hasil penelitian (Azwar, 2013, p.35).
Subjek dalam penelitian ini adalah Direktur Utama PT Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini
Her Yeong Kitchenware Indonesia yaitu Felicia adalah data primer dan data sekunder. Sumber data
Rosali. primer adalah sumber data yang langsung memberikan
data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2012, p. 137).
Objek penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau Sumber data primer dalam penelitian ini berupa
nilai dari orang, objek, atau kegiatan yang mempunyai transkrip wawancara yang diperoleh melalui hasil
variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan ketiga
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya informan di PT Her Yeong Kitchenware Indonesia.
(Sugiyono, 2012). Objek penelitian yang diteliti oleh Sumber data sekunder adalah sumber yang tidak
langsung memberikan data kepada pengumpul data
AGORA Vol. 5, No. 1, (2017) III. HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
1.Karakteristik kepemimpinan perempuan menurut
misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen Allan dan Barbara Pease (2004):
(Sugiyono, 2012, p.137). Data sekunder yang
digunakan dalam penelitian ini bersumber dari 1) Mengedepankan hubungan interpersonal dan
dokumen-dokumen perusahaan seperti profil keintiman Pemimpin PT Her Yeong
perusahaan, sejarah perusahaan, dan dokumen lainnya Kitchenware Indonesia
yang berhubungan dengan penelitian ini. merupakan sosok pemimpin yang bersedia
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam membangun hubungan dengan karyawannya, tetapi
penelitian ini adalah wawancara semi-terstruktur. hubungan yang dibangun antara pemimpin dan
Teknik penentuan informan yang digunakan dalam karyawan disini adalah hubungan kerja seperti
penelitian ini adalah dengan menggunakan purposive biasa. Pembicaraan yang terkait dengan personal
sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan tidak pernah dilakukan saat bekerja. Pemimpin
sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, juga tidak memberikan perhatian lebih terhadap
2012, p. 124). Dalam penelitian ini sampel yang perasaan personal karyawan.
dimaksud oleh penulis adalah informan. Informan
yang dipilih adalah Felicia Rosali selaku Direktur 2) Peka secara emosional
Utama PT Her Yeong Kitchenware Indonesia, Yatmi Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware
Kurniati selaku Human Re-source and Development Indonesia merupakan pemimpin yang kurang peka
Manager, dan Zulfa Riskiana selaku Finance and secara emosional. Pemimpin tidak pernah
Accounting Manager, dimana informan yang di-pilih memberikan perhatian yang lebih kepada
adalah informan yang benar-benar mengetahui karyawan yang sedang mengalami masalah ter-
mengenai apa yang akan ditanyakan oleh peneliti utama permasalahan yang berkaitan dengan
sehingga dapat menjawab tujuan penelitian ini. emosional. Saat terjadi masalah dengan karyawan,
pemimpin hanya akan menanyakan akar per-
Teknik analisis data dalam penelitian ini masalahan tersebut kepada pengawas atau
dilaksanakan melalui beberapa tahapan, yaitu reduksi karyawan lain. Apabila pemimpin dapat membantu
data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan & dan harus turun langsung untuk menyelesaikan
verifikasi (Miles & Huberman dalam Sugiyono, 2012, masalah tersebut maka pemimpin akan membantu
p. 337). Uji validitas data dilaksanakan dengan uji dengan memberikan solusi. Namum apabila
triangulasi sumber. Triangulasi sumber berarti, untuk penyelesaian masalah tersebut dapat didelegasikan
mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda kepada orang lain maka akan didelegasikan.
dengan teknik yang sama. Triangulasi sumber untuk
menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara 3) Banyak membicarakan perasaan
mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa
sumber (Sugiyono, 2012). Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware
Indonesia merupakan pemimpin yang tidak banyak
54
dan tidak suka untuk membicarakan perasaannya.
Hal-hal yang dibicara-
Annis (2008):
1) Membentuk ikatan dengan karyawan dengan
memperluas percakapan dengan cara eksplorasi
Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware
Indonesia merupakan pemimpin yang membangun
hubungan dengan karyawannya sewajarnya.
Hubungan yang dibangun ada-lah hubungan yang
didasarkan pada pekerjaan. Bagi pe-mimpin
selama karyawan dapat bekerja dengan baik maka
sudah cukup. Pemimpin tidak memperluas
percakapan yang dimilikinya dengan karyawan.
Percakapan dilakukan hanya seperlunya saja untuk
kepentingan pekerjaan.
55
karyawan bukan hal yang baik untuk dilakukan 3) Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware
Indonesia merupakan orang yang memiliki
karena dapat membuat karyawan orientasi kerja secara multitasking.
menyalahgunakan koneksi ini. Karyawan akan Multitasking disini maksudnya adalah pemimpin
me-ngerjakan berbagai macam tugas sekaligus
mencari muka kepada pemimpin. Selain itu, mulai dari pe-ngurusan impor, ekspor, dokumen-
pemimpin juga tidak memberikan perhatian yang dokumen, pembelian material, dan masih banyak
lagi, sehingga tidak bisa hanya berfokus pada satu
lebih kepada karyawan, semuanya diperlakukan pekerjaan saja. Di perusahaan ini pemimpin
sama rata. Menekankan aktivitas yang kompleks memberlakukan tindakan pengembangan
karyawan/tim melalui proses pembelajaran secara
dan multitasking, tindakan pengembangan sederhana melalui pengawas/ kepala bagian
tim−memperluas kepemim-pinan dalam berbagai masing-masing.
tugas dan jauh dari dominasi oleh satu tugas
4) Bekerja secara konsisten membantu orang lain
(terutama laki-laki) dalam mengungkapkan emosi
dalam kata-kata bukan hanya dalam tindakan
AGORA Vol. 5, No. 1, (2017) 6) Pemimpin perempuan lebih mungkin untuk
melakukan adaptasi jadwal mereka terhadap
kebutuhan mendesak orang lain
Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware
Indonesia me-rupakan pemimpin yang tidak Indonesia merupakan pemimpin yang melakukan
memperhatikan dan tidak ingin terlibat mengurusi adaptasi jadwalnya terhadap kebutuhan
perasaan/emosional karyawannya baik laki-laki karyawannya. Misalnya pada saat jam kerja ada
maupun perempuan. Pemimpin juga tidak pernah karyawan yang meminta ijin untuk pulang karena
memiliki inisiatif membantu karyawan yang memi- anaknya sakit dan perlu untuk ke rumah sakit,
liki permasalahan emosional. Pemimpin hanya padahal sebenarnya karyawan tersebut memiliki
akan mem-bantu apabila karyawan memang jadwal untuk rapat dengan pimpinan. Pemimpin
meminta bantuannya dan tidak menganggu akan berusaha untuk menyesuaikan atau mengatur
pekerjaannya, tetapi bantuan yang di-berikan juga ulang jadwal rapat lebih awal agar karyawan
hanya berupa pendapat- tersebut dapat pulang cepat.
56
8) Mencoba untuk membantu karyawan untuk
menyelesaikan konflik emosional dan stres dengan
cepat
Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware pemimpin tidak menolak apabila karyawan
Indonesia merupakan sosok pemimpin yang tidak meminta bantuannya dalam menyelesaikan
memberikan perhatian lebih kepada karyawan masalah.
terutama apabila per-hatian tersebut mengenai
permasalahan yang berkaitan dengan
perasaan/emosional karyawan. Bagi pemimpin, 2. Gaya Kepemimpinan Maskulin
masalah tersebut adalah masalah pribadi masing- a. Assertiv
eo
masing yang harus diselesaikan oleh karyawan
Ekspresif
sendiri. Namun
Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware
Indonesia merupakan seorang pemimpin yang
ekspresif. Pemim-pin dapat mengekspresikan
dirinya dengan baik yaitu dengan menunjukkan
ekspresi wajah yang sesuai dengan perasaannya.
Pemimpin menggunakan ekspresi secara apa
adanya, terbuka, tidak ada yang ditutup-tutupi
atau bersifat memanipulasi.
o Mengerti haknya
Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware
Indonesia memahami hak-haknya sebagai
pemimpin. Pemimpin menggunakan hak-haknya
seperti hak untuk dihargai/ dihormati,
memerintah, mengatur, memberikan reward-
punishment dan menuntut sesuatu dari bawahan
secara sewajarnya. Pemimpin tidak pernah
menyalahgunakan haknya atau bertindak
semena-mena terhadap karyawan.
c. Self-protective o
Self centered
d. Individualized Consideration
o Toleransi
61
Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware satu iri dengan yang lain dan pemimpin tidak
Indonesia merupakan pemimpin yang memberikan ingin merugikan karyawan.
toleransi terhadap kesalahan yang dilakukan oleh
karyawannya, akan tetapi toleransi yang diberikan o Pemberdayaan
oleh pemimpin memiliki batasan. Toleransi ini Pemimpin selalu memberikan sama rata antara
diberikan asalkan kesalahan tersebut tidak satu karyawan dengan yang lainnya. Pemimpin
dilakukan secara berulang-ulang oleh karyawan. memiliki prinsip jangan sampai membuat yang
o Adil satu iri dengan yang lain dan pemimpin tidak
ingin merugikan karya-wan.
Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware
Indonesia merupakan pemimpin yang adil. o Demokratif
Pemimpin selalu mem-berikan sama rata antara Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware
satu karyawan dengan yang lainnya. Pemimpin Indonesia merupakan pemimpin yang
memiliki prinsip jangan sampai membuat yang demokratif. Pemimpin menganggap keberadaan
karyawan sebagai sesuatu
AGORA Vol. 5, No. 1, (2017) Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware
Indonesia juga memberikan
penghargaan/imbalan bagi karyawan yang
yang penting bagi perusahaan. berprestasi dalam bentuk bonus.
64
Rowe, W.G., & Guerrero, L. (2013). Cases in
leadership (3rd ed). California: SAGE
Publications, Inc.
apakah pemimpin abnormal itu?. Jakarta: PT. Sisparyadi. (2009). Kepemimpinan yang berperspektif
Raja Grafindo Persada. gender.
Yogyakarta: BIGRAF Publishing.
Lopez-Zafra, E., Garcia-Retamero, R., & Martos, M.
P. (2012). The relationship between Situmorang, N. Z. (2011). Gaya kepemimpinan
transformational leadership and emotional perempuan.Proceeding PESAT Vol. 4.
intelligence from a gendered approach. The
physcological record, 62(1). Stelter, N. Z. (2002). Gender differences in
leadership: current social issues and future
organizational implications. Journal of
Moleong, L.J. (2013). Metode penelitian kualitatif leadership & organizational studies, 8(4).
(edisi revisi). Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya. Sugiyono. (2012). Metode penelitian pendidikan:
pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D.
Bandung: CV. Alfabeta.
Mulyani, E.S., & Inayatillah. (2009). Perempuan
dalam Masyarakat Aceh: Memahami Beberapa
van Engen, M. L., Rien van, d. L., & Willemsen, T. M.
Persoalan Kekinian. Banda Aceh: Bandar
(2001). Gender, context and leadership styles:
Publishing. A field study. Journal of Occupational and
Organizational Psychology
Nolan, M., Moran, T., & Kotschwar, B. (2016). Is
gender diversity profitable? evidence from a
global survey. Working Paper Series, 16(3).
Parker, P. S. (1996). Gender, culture, and leadership:
toward
a culturally distinct model of African-
American women executives leadership
strategies. Leadership Quarterly, 7(2).
Pease, Allan & Barbara. (2005). Why men don’t listen
and women can’t read maps:mengungkap
perbedaan pikiran pria dan wanita agar sukses
menjalin hubungan. Jakarta: Cahaya Insan
Suci.
65
1