Anda di halaman 1dari 69

MAKALAH KEPEMIMPINAN DENGAN KASUS

GAYA KEPEMIMPINAN PEREMPUAN

Oleh:

ANNISA (1913201067)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS FORT DE KOCK BUKITTINGGI
Tahun 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kam i panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
izin dan kehendak-Nya makalah sederhana ini dapat kami selesaikan tepat pada
waktunya. Adapun yang kami bahas dalam makalah sederhana ini mengenai
”Gaya Kepemimpinan Perempuan”. Dalam penulisan makalah ini kami
menemui berbagai hambatan yang dikarenakan terbatasnya Ilmu Pengetahuan
mengenai hal yang berkenan dengan penulisan makalah ini.

Oleh karena itu sudah sepatutnya kami berterima kasih kepada dosen mata
kuliah ini, karena lewat makalah ini kami dapat memahami dan mempelajari
secara kusus tentang pentingnya dalam kehidupan manusia mengenai makalah
tersebut. Kami menyadari akan kemampuan yang masih amatir. Dalam makalah
ini kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi kami yakin makalah ini
masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan juga
kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Bukittinggi, 22 April 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................2
C. Tujuan Makalah....................................................................................2

BAB II TELAAH PUSTAKA


A. Konsep Kepemimpinan........................................................................3
B. Gaya Kepemimpinan............................................................................4
C. Karakteristik Kepemimpinan perempuan.............................................6
D. Berpikir Sistem.....................................................................................7

BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Tijauan Tentang Kepemimpinan Perempuan.......................................10
B. Tantangan Kepemimpinan Perempuan.................................................11
C. Peran Perempuan Dalam Kepemimpinan di Indonesia........................13

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan...........................................................................................16
B. Saran.....................................................................................................16

ISTILAH DALAM PENULISAN


DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN JURNAL

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Beakang
Kesuksesan dari sebuah bisnis tidak dapat dilepaskan dari sosok
pemimpin. Pemimpin menjadi kunci penting dan ujung tombak dalam
mencapai keberhasilan sebuah bisnis. Oleh karena itu, setiap bisnis
yangdijalankan oleh perusahaan pasti membutuhkan sosok pemimpin untuk
memimpin perusahaan mencapai tujuannya. Namun tidak mudah dan tidak
semua orang dapat menjadi pemimpin. Pemimpin yang baik harus memiliki
jiwa kepemimpinan (leadership) dalam dirinya. Banyak orang menganggap
pemimpin adalah seseorang yang menduduki posisi tertinggi. Tetapi
pemimpin yang se-benarnya adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan
dan kelebihan, khususnya kecakapan dan kelebihan di satu bidang sehingga
dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan
(Kartono, 2010). Pemimpin yang baik harus mampu untuk menjalankan
tugasnya secara efektif. Maksudnya adalah pemimpin tersebut mampu untuk
mem-pengaruhi individu lain untuk melakukan tugasnya guna mencapai
tujuan tertentu.
Pemimpin yang baik seharusnya tidak ditentukan oleh faktor gender.
Siapapun baik itu laki-laki ataupun perempuan apabila ia dapat mempengaruhi
individu lain untuk bekerja mencapai tujuan maka ia dapat dikatakan sebagai
pemimpin yang efektif.
Diskriminasi gender masih dialami oleh perempuan. Hal ini bisa saja
dikarenakan publik masih memiliki mindset yang sama dengan sebelum
terjadinya emansipasi wanita. Terdapat anggapan bahwa kepemimpinan lebih
cocok diduduki oleh laki-laki dan perempuan sebagai pengikutnya. Hal ini
bisa saja dikarenakan publik masih memiliki mindset yang sama dengan

1
sebelum terjadinya emansipasi wanita. Kewajiban perempuan sebagai istri dan
ibu telah membuat perempuan memikul beban ganda, tanggung jawab kepada
keluarga membuat waktu yang dimiliki perempuan lebih terbatas, sehingga
melahirkan anggapan bahwa kepemimpinan lebih cocok diduduki olehlaki-
laki dan perempuan sebagai pengikutnya (Eka dan Inayatillah, 2009, p.199).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep kepemimpinana ?
2. Apa saja gaya kepemimpinan ?
3. Apa saja karakteristik kepemimpinan perempuan?
4. Apa itu berpikir sisteem ?
5. Bagaimana tinjauan kepemimpinan perempuan ?
6. Apa saja tantangan bagi seorang pemimpin perempuan ?
7. Bagaimana peran perempuan dalam kepemimpinan di Indonesia ?

C. Tujuan
1. Memahami konsep kepemimpinana
2. Mengetahui gaya kepemimpinan
3. Mengetahui karakteristik kepemimpinan perempuan
4. Memahami berpikir sistem
5. Memahami tinjauan kepemimpinan perempuan
6. Mengetahui tantangan bagi seorang pemimpin perempuan
7. Memahami peran dan arti Wanita Dalam Kepemimpinan Sebagai
Pengambil Keputusan dan Sebagai Solusi Krisis Kepemimpinan di
Indonesia

2
BAB II
TELAAH PUSTAKA

A. Konsep Kepemimpinan
Masalah kepemimpinan telah muncul bersamaan dengan dimulainya
sejarah manusia, yaitu sejak manusia menyadari pentingnya hidup
berkelompok untuk mencapai tujuan bersama. Mereka membutuhkan
seseorang atau beberapa orang yang mempunyai kelebihan-kelebihan daripada
yang lain, terlepas dalam bentuk apa kelompok manusia tersebut dibentuk.
Hal ini tidak dapat dipungkiri karena manusia selalu mempunyai keterbatasan
dan kelebihan-kelebihan tertentu. Kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai
suatu proses yang kompleks dimana seorang pemimpin mempengaruhi
bawahannya dalam melaksana-kan dan mencapai visi, misi, dan tugas, atau
objektif-objektif yang dengan itu membawa organisasi menjadi lebih maju
dan bersatu. Seorang pemimpin itu melakukan proses ini dengan
mengaplikasikan sifat-sifat kepemimpinan dirinya yaitu kepercayaan, nilai,
etika, perwatakan, pengetahuan, dan kemahiran-kemahiranyang dimilikinya.
Kepemimpinan adalah entitas yang mengarahkan kerja para anggota
organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan yang baik
diyakini mampu mengikat, mengharmonisasi, serta mendorong potensi
sumber daya organisasi agar dapat bersaing secarabaik.
Kepemimpinan adalah proses memengaruhi atau memberi contoh oleh
pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi
selanjutnya definsi lain, yang cukup sederhana, diajukan oleh Mullins
kepemimpinan adalah relationship through which one person influencesthe
behaviour oractions of other people. Definisi Mullins menekankan pada
konsep “hubungan” yang melaluinya seseorang mempengaruhi perilaku atau
tindakan orang lain. Kepemimpinan dalam definisi yang demikian dapat
berlaku baik di organisasi formal, informal, ataupun nonformal. Asalkan

3
terbentuk kelompok, maka kepemimpinan hadir guna mengarahkan kelompok
tersebut. Seseorang hanya akan menjadi seorang pemimpin yang efektif
apabila secara genetika memiliki bakat-bakat kepemimpinan, kemudian bakat-
bakat tersebut dipupuk dan dikembangkan melalui kesempatan untuk
menduduki jabatan kepemimpinan serta ditopang oleh pengetahuan teoritikal
yang diperoleh melalui pendidikan danlatihan, baik yang bersifat umum
maupun yang menyangkut teori kepemimpinan.

B. Gaya Kepemimpinan
Setiap pemimpin memiliki gaya kempemimpinan yang ber-beda baik
laki-laki maupun perempuan. Gaya kepemimpinan adalah pola menyeluruh
dari tindakan seorang pemimpin, baik yang tampak maupun tidak tampak oleh
bawahannya (Rivai & Mulyadi, 2009). Perbedaan laki-laki dan perempuan
juga membawa perbedaan dalam cara memimpin.
1. Gaya Kepemimpinan Maskulin
Kepemimpinan maskulin merupakan kepemimpinan yang
bernuansa power over yang memiliki arti gaya ke-pemimipinannya
menonjolkan kekuasaan untuk memimpin para bawahannya
(Thesaurus of Oxford Dictionary, 1995). Menurut Engen, Rien,
dan Willemsen (2001), gaya kepemimpinan maskulin memiliki
dua dimensi yang paling menonjol, yaitu:
a) Assertive Dorland Medical Dictionary (2007)
Menyatakan bahwa ketegasan adalah kualitas yang menjadi
yakin pada diri sendiri dan percaya diri tanpa menjadi agresif.
b) Task OrientedMenurut Griffin (2010) dan Manktelow (2012)
Pemimpin yang berorientasi pada tugas akan lebih fokus untuk
mencari langkah-langkah dalam mencapai tujuan tertentu.
Mereka kurang memberikan perhatian terhadap karyawan atau
bawahannya, karena menurut mereka penyelesaian tugas secara
optimal adalah yang utama.

4
2. Gaya Kepemimpinan Feminim
Menurut Humm (Sisparyadi, 2009), kepemimpinan feminim
merupakan suatu bentuk kepemimpinan aktif. Kepemimpinan
semacam ini merupakan satu dari sebuah proses dimana pemimpin
adalah pengurus bagi orang lain, penanggung jawab aktivitas
(steward) atau pembawa pengalaman (carrier of experience).
3. Gaya Kepemimpinan Transformasional
Pemimpin transformasional adalah pemimpin yang merangsang
dan memberikan inspirasi (transformasi) pengikut untuk mencapai
hasil yang luar biasa (Robbins&Coulter, 2007). Burns (1978)
dalam buku Rowe (2013) mengatakan kepemimpinan
transformasional sebagai proses yang dimana para pemimpin
terlibat dengan pengikut dan mengembangkan hubungan yang
meningkatkan moral dan motivasi pengikut dan pemimpin.
4. Gaya Kepemimpinan Transaksional
Menurut Burns (1978) dalam buku Rowe (2013), kepemimpinan
transaksional menekankan pada pertukaran antara pengikut dan
pemimpin. Pemimpin transaksional mengenalikebutuhan dan
keinginan pengikutdan kemudian mengklarifikasi bagaimana
kebutuhan dan keinginan tersebut akan dipenuhi sebagai
pertukaran untuk memenuhi tujuan tertentu atau melakukan tugas-
tugas tertentu.

Penelitian yang menghubungkan genderdengan gaya kepemimpinan


umumnya mengarah ke gaya kepemimpinan tertentu yang terlihat khas
perempuan. Loden (1985) berdasarkan studi menyimpulkan adanya perbedaan
jenis kelamin dalam gaya kepemimpinan yakni maskulin dan feminim. Loden
menyatakan bahwa laki-laki cenderung memiliki gaya kepemimpinan
maskulin sedangkan perempuan lebih cenderung memiliki gaya kepemimpian
feminim.

5
Gaya kepemimpinan tersebut sangat diperlukan untuk
mengembangkan lingkungan kerja yang kondusif dan membangun iklim
motivasi bagi karyawan sehingga diharapkan akan menghasilkan
produktivitas yang tinggi. Gaya kepemimpinan digunakan pemimpin dalam
mempengaruhi perilaku orang lain. Pemimpin tidak dapat menggunakan gaya
kepemimpinan yang sama dalam memimpin bawahannya, namun harus
disesuaikan dengan karakter-karak tertingkat kemampuan dalam tugas setiap
bawahannya. Pemimpin yang efektif terlebih dahulu harus memahami siapa
bawahan yang dipimpinnya, mengerti kekuatan dan kelemahan bawahannya,
dan mengerti bagaimana caranya memanfaatkan kekuatan bawahan untuk
mengimbangi kelemahan yang mereka miliki.

C. Karakteristik Kepemimpinan Perempuan


Menurut Allan & Barbara Pease (2005) karakteristik pemimpin
perempuan adalah sebagai berikut:
1. Mengedepankan hubungan interpersonal dan keintiman.
Pemimpin perempuan mengedepankan bagaimana bawahan yang
bekerja sama dengannya merasanyaman dan senang bekerja.
2. Peka secara emosional.
Emosi perempuan lebih mudah tergugah., banyak berbicara
tentang perasaan dan emosi.
3. Banyak membicarakan perasaan
Topik pembicaraan perempuan lebih banyak mem-bicarakan
perasaan-perasaan mereka selama di tempat kerja.
4. Menganggap hebat bawahan yang mau mendengar.
Bagi pemimpin perempuan didengarkan berbicara me-nunjukkan
bahwa bawahan mempunyai respek yang tinggi terhadap self
esteem-nya. Dia akan merasa di-hargai dan diperhatikan.

6
Sedangkan menurut Gurian & Annis (2008) pemimpin perempuan
lebih cenderung untuk:

1. Membentuk ikatan dengan karyawan dengan memperluas


percakapan dengan cara eksplorasi.
2. Memberikan sebanyak mungkin koneksi langsung kepada
karyawan.
3. Menekankan aktivitas yang kompleks dan multitasking, tindakan,
pengembangan tim−memperluas kepemimpinan dalam berbagai
tugas dan jauh dari dominasi oleh satu tugas.
4. Bekerja secara konsisten membantu orang lain dalam
mengungkapkan emosi dalam kata-kata bukan hanya dalam
tindakan.
5. Mencari metode empati langsung ketika perasaan seseorang
terluka, bahkan dengan mengorbankan tujuan saat ini.
6. Pemimpin perempuan lebih mungkin untuk melakukan adaptasi
jadwal mereka terhadap kebutuhan mendesak orang lain..
7. Pemimpin perempuan mempromosikan pengembangan
keterampilan dan bakat karyawan melalui penekanan pada
dorongan verbal dan pujian.
8. Mencoba untuk membantu karyawan untuk menyelesai-kan
konflik emosional dan stres sehingga sistem ikatan keseluruhan
dapat menjadi lebih baik

D. Berpikir Sistem
Istilah “berpikir sistem” dipopulerkan dalam buku 5th Discipline oleh
Peter Senge di awal tahun 1990an. Buku ini membahas bahwa untuk
menjawab tantangan kompleksitas dunia di masa akan datang, organisasi
perlu membangun 5 kedisiplinan utama: keahlian personal, visi bersama,
belajar secara kelompok, model mental dan berpikir sistem. Judul Disiplin ke-

7
5 menunjukkan bahwa disiplin terakhir adalah yang terpenting yaitu disiplin
untuk berpikir sistem. Didalam buku ini Senge berargumen pentingnya bagi
individu dalam organisasi untuk melakukan metanoia (shift of mind –
perubahan pemikiran) melalui penciptaan kembali diri kita melalui belajar
tanpa henti dalam kerangka sistem (Senge 1990).

Berpikir sistem didefinisikan sebagai pendekatan untuk menyelesaikan


permasalahan yang membutuhkan pemikiran holistik maupun pemikiran
reduksionis secara seimbang. Dengan memahami sistem secara keseluruhan
juga secara mendetail dapat menghindari munculnya output yang tidak
diinginkan. Karakter dari Berpikir sistem mampu menyelesaikan
permasalahan yang sulit dengan sangat efektif apalagi yang didalamnya
melibatkan permasalahan kompleks, memiliki banyak feedback baik internal
maupun eksternal dan masalah yang sangat bergantung pada kejadian di masa
lalu ataupun kejadian lain dibanding dengan cara berpikir linier.

Basis pemecahan masalah berbasis sistem menggunakan pendekatan


PDCA yang sudah sangat dikenal dalam manajemen kualitas (Watanabe 2009;
Hosotani February 2004). PDCA merupakan singkatan dari Plan, Do, Check
dan Action. Sejak dikenalkan oleh Edward W. Deming di Jepang, PDCA telah
didetailkan menjadi 7 langkah di Jepang (7 Steps of Quality Improvement)
dan diadopsi di Amerika menjadi 5 Langkah DMAIC dalam Six Sigma
(Deming 1982; Deming 2013). DMAIC merupakan singkatan dari Define,
Measure, Analysis, Improve dan Control. Untuk untuk lima langkah
pemecaham masalah akan menggunakan pula kerangka PDCA. Berbasis
PDCA maka pemecahan masalah degan berpikir system mempunyai 5
langkah:

1. Definisikan system permasalahan


2. Analisa sitem permasalahn
3. Petakan Gap kondisiideal dan hasil eksplorasi
4. Buat dan laksanakan rencana perbaikan

8
5. Kontrol dan monitor rencana perbaikan

Dana Meadow (1991) mengatakan bahwa: “… if we want to bring


about the thoroughgoing restructuring of systems that is necessary to solve
the world’s gravest problems … the first step is thinking differently.
Everybody thinking differently. The whole society thinking differently.” Apa
yang dijelaskan oleh Meadow merupakan cara berpikir yang sistematik dan
dinamis, sering disebut sebagai systems thinking. Namun pakar sistem
dinamis menggunakan istilah systems thinking pada situasi yang berbeda-
beda. Contohnya beberapa beranggapan bahwa hal itu merupakan dasar dari
sistem dinamis, yang lainnya menganggap sebagai subset dari sistem dinamis.

9
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Tinjauan Tentang Kepemimpinan Perempuan


Kepemimpinan sering dibedakan antara “kepemimpi-an sebagai
kedudukan dan kepemimpinan sebagai suatu proses sosialf. Sebagai
kedudukan, kepemimpinan merupa-kan suatu kompleks dari hak-hak dan
kewajiban yang dapat dimiliki oleh seseorang atau suatu badan. Sebagai suatu
proses sosial, kepemimpinan meliputi segala tindakan yang dilakukan
seseorang atau sesuatu badan yang menyebabkan gerak dari warga
masyarakat. Pada dasarnya kepemimpinan tidak membedakan siapa
pelakunya, apakah dilakukan oleh laki-laki atau perempuan. Bagi kedua-
duanya berlaku persyaratan yang sama untuk menjadi pemimpin yang baik.
Perbedaan antara keduanya hanya terbatas pada perbedaan biologis.
Perempuan sering digambarkan sebagai sosok yang lembut, cenderung
mengalah, lebih lemah, kurang aktif dan keinginan untuk mengasuh.
Sebaliknya, laki-laki sering ditampilkan sebagai seseorangyang besar,
dominan, lebih kuat, lebih aktif, otonomi serta agresi. Dalam pengertian yang
lain, perempuan dapat disama artikan dengan wanita. Dalam bahasa Jawa
wanita itu mempunyai pengertian “wani ditata”. Jadi perempuan itu orang
yang berani untuk diatur.
Pada perkembangan sekarang sudah banyak bermunculan perempuan
sebagai pemimpin dalam berbagai bidang, sehingga perempuan mempunyai
tugas tambahan yaitu selain sebagai ibu rumah tangga juga sebagai pemimpin.
Reformasi di Indonesia telah memberikan harapan yang besar bagi kaum
perempuan yang selama ini terpasung dalam segala hal. Kebangkitan kaum
perempuan dalam era globalisasi pola kehidupan telah membawa perubahan
dalam perkembangan pembangunan. Pada masa saat ini, pada diri perempuan
melekat multi peran, tidak lagi terpaku pada peranan menjadi istri atau ibu

10
semata-mata, tetapi telah terorientasi pada pemanfaatan kualitas eksistensinya
selaku manusia.
Gender menurut Doyle (1985) adalah konsep yang digunakan untuk
menggambarkan perbedaaan antara laki-laki dan perempuan secara social
budaya. Akibat nya perbedaan ini menimbulkan ketidakadilan baik kaum laki-
laki dan kaum perempuan. Ketidak adilan yang dialami kaum perempuan
yang bersumber pada penandaan (stereotype) yang dilekatkan kepada mereka
banyak sekali. Diantaranya anggapan bahwa perempuan memiliki pembawaan
“emosional” sehingga perempuan tidak tepat tampil sebagai pemimpin atau
menjadi manajer. Hal ini mengakibatkan masih adanya diskriminasi dalam
masya-rakat terhadap perempuan walaupun menurut undang-undang,
perempuan telah memperoleh hak yang sama dengan laki-laki dalam segala
hal.

Penelitian yang menghubungkan gender dengan gaya kepemimpinan


umumnya mengarah ke gaya kepemimpinan tertentu yang terlihat khas
perempuan.

B. Tantangan Kepemimpinan Perempuan


Budaya masyarakat yang bersumber dari tradisi telah berlangsung
secara turun temurun menempatkan peran perempuan di sektor domestik, dan
laki-laki di sektor publik, mengakibatkan akses dan partisipasi perempuan
dalam dunia kepemimpinan sangat rendah. Perempuan harus menerima
kenyataan diperlakukan sebagai kelompok minoritas yang dihadapkan pada
banyaknya undang-undang atau kebijakan yang tidak memiliki perspektif
perempuan. Begitu juga budaya masyarakat yang bersumber dari pemahaman
agama, khususnya di tingkat lokal, turut menjadi faktor yang menghambat
lajunya kepemimpinan perempuan. Meskipun sudah ada fatwa bahwa
perempuan diperbolehkan menjadi pemimpin, tetapi implementasinya tidak
mudah.

11
Perempuan di era dunia yang cepat berubah ini, menghadapi tiga
tantangan besar, diantaranya:
1. Teknologi
Dengan kondisi masyarakat Indonesia yang belum mampu berpikir
kritis, menyebabkan pendapat yang terlontar melalui sarana
teknologi lebih berupa reaksi. Pemahaman akan cerdas teknologi
harus ditingkatkan.
2. Globalisasi
Kesenjangan ekonomi makin terasa, sehingga mendorong frustasi,
dalam kelas sosial tertentu tercipta kegelisahaan. Untuk itu perlu
memahami dengan baik bagaimana perubahan lingkungan yang
cepat.
3. Otomasi
Akan ada banyak pekerjaan yang hilang, ini pun menyebabkan
frustasi, maka itu penting meningkatkan kemampuan perempuan
agar bisa menyiapkan kondisi ini.

Di negara mana pun, tidak peduli tingkat pendapatan atau budaya,


studi-studi yang berbeda menunjukkan perempuan kurang percaya diri
dibandingkan laki-laki. Perempuan juga tidak memiliki aspirasi setinggi laki-
laki untuk menjdi pemimpin. Hal itu muncul karena anak-anak perempuan
dan perempuan dewasa tidak melihat perempuan sebagai pemimpin. Norma
sosial yang berlaku adalah bahwa laki-laki harus menjadi pemimpin lebih dari
perempuan, karena hal itu telah berlaku selama bertahun-tahun. Untuk
mengubah pandangan itu, masyarakat harus menghapus beberapa kendala
yang menghambat pemberdayaan perempuan. Masyarakat harus membantu
anak-anak perempuan dan perempuan dewasa memahami pentingnya menjadi
pemimpin. Memberikan perempuan lebih banyak pengalaman yang akan
meningkatkan aspirasi mereka untuk menjadi pemimpin, sehingga perempuan
dapat melihat bahwa mereka dapat memimpin dalam situasi-situasi untuk

12
membantu orang-orang di sekitar mereka. Kita perlu membantu mereka
memahami cara berjejaring, dan memberikan mereka peluang mentoring."

13
C. Peran Perempuan Dalam Kepemimpinan di Indonesia.
Jika berbicara tentang kepemimpinan pasti dipikiran masyarakat
umumnya identik dengan kaum pria padahal jika kita menelaah perempuan
juga mempunyai jiwa kepemimpinan, yang tidak jauh berbeda keahliannya
dalam memberi arahan, dalam berorasi maupun beretorika atau bahkan
memberi gagasan. Sungguh menyedihkan apabila kita melihat dari sudut
pandang yang berlainan bahkan sudah banyak kenyataannya peran seorang
perempuan tradisional dianggap sebagai “cadangan” contohnya umur belia
sudah diharuskan menikah tanpa mengenyam pendidikan wajib, umumnya
masyarakat yang masih paguyuban (pedesaan). Namun semakin
berkembangnya zaman yang diawali dengan sosok seorang perempuan yang
berjuang khususnya dalam peregerakan emansipasi wanita yaitu R.A Kartini
dampaknya sekarang telah banyak dirasakan. Keberadaan wanita kini mulai
dihargai dan disetarakan walaupun masih banyak pro dan kontranya. Dengan
terciptanya peran wanita dalam berkesempatan memegang peranan sebagai
kepemimpinan dapat membawa dampak yang positif yaitu permasalahan
kesetaraan gender ditandai dengan tidak adanya perbedaan (diskriminasi)
antara perempuan dan laki-laki. Dengan demikian peempuan dan laki-laki
memiliki peluang atau akses yang sama dalam kepemimpinan.
Pada masa pergerakan menuju pembentukan Indonesia merdeka,
dikenal beberapa nama yang turut menyemarakkan khasanah perjuangan
seperti Nyi Ahmad Dahlan, Herlina (tokoh relawan), serta beberapa nama lain
yang secara aktif berperan dalam organisasi penyusunan negara. Pada
belakangan hari kemudian, ditambahkan dengan adanya calon astronaut
Indonesia yang salah satunya adalah wanita, yaitu Pratiwi Sudharmono, atau
sebut saja Megawati Soekarno Putri yang memimpin salah satu partai politik.
Eagly dan Johnson (1990) telah menemukan bahwa “the strongest
evidence for a gender difference in leadership style in the tendency for women
to adopt a more participative style and for men to adopt a more directive
style”. Ditunjukkan bahwa gaya kepemimpinan wanita lebih cenderung

14
melakukan pendekatan yang mengajak bawahan untuk ikut maju berkembang
dalam pemikiran danpemimpin ikut terjun didalam melaksanakan tugas agar
mencapai tujuan, sedangkan berbeda dengan kaum pria yang memiliki gaya
kepemimpinan yang cenderung hanya hubungan atasan dan bawahan yang
dimana bawahan melakukan apa yang diperintahkan oleh atasan tanpa adanya
pendekatan emosional antara bawahan dan atasan. Dengan kata lain, gaya
kepemimpinan pria cenderung otokratik dan wanita cenderung demokratik.
Menurut Tannen (1991; 1995), pria lebih menekankan pada status,
sedangkan wanita menekannkan pada penciptaan hubungan dan keakraban.
Komunikasi merupakan tindakan penyeimbang secara berkelanjutan,
mengurangi kebutuhan konflik untuk menjaga kerekatan hubungan dan
kemandirian. Kerekatan hubungan menekankan pada kedekatan dan
kebersamaan.Kemandirian menekankan pada pemisahan dan perbedaan. Hal
yang perlu disimak dari penelitian Tannen adalah bahwa pemimpin yang
menekankan pada hubungan dan keakraban yang cenderung dimiliki oleh
wanita, memungkinkan seorang pemimpin tersebut bersikap egalitarian,
memberdayakan segenap anggotanya, serta menekankan struktur organis.
Sedangkan pemimpin yang menekankan pada status dan kemdanirian,
yang cenderung dimiliki oleh pria memungkinkan pemimpin tersebut
mengadopsi struktur hirarkis, spesialisasi, dan perintah. Padahal organisasi
sekarang yang sering dituntut untuk memberikan pelayanan yang berkualitas
dan kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap perubahan lingkungan, dituntut
untuk memiliki sturuktur yang organis dan memberdayakan seluruh anggota
baik atasan maupun bawahan secara nyata dalam rangka mewujudkan
pelayanan yang berkualitas secara total.
Wanita memiliki cara berpikir sendiri dan gaya kepemimpinan yang
berbeda dengan pria. Wanita memiliki sisi feminin dan maskulin dalam
dirinya ketika memimpin. Prinsip feminin yang dimiliki wanita bisa dijadikan
modal untuk mengembangkan sifat intuitif, berorientasi dan berelasi dengan
orang lain, mendahulukan dan memegang teguh nilai-nilai kemanusiaan, peka

15
rasa dan memahami perasaan orang lain, cerdas, tegas, kreatif, serta
berpandangan luas. Prinsip feminin dan prinsip maskulin akan saling
mendukung dan melengkapi dalam kegiatan memimpin. Wanita tidak
mengadopsi cara berpikir pria, tidak juga menghindari sifat kelembutan yang
dimiliki.
Dalam Amandemen UUD Pasal 28 D ditegaskan bahwa setiap orang
berhak untuk mendapatkan persamaan kedudukan dalam hukum, pekerjaan
dan memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. Dengan
demikian semakin jelas posisi dan kedudukan wanita dilindungi oleh hukum
positif Indonesia. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan banyak
munculnya tokoh-tokoh wanita yang menjabat peranan signifikan dalam suatu
perusahaan hingga pemerintahan. Selain itu, selama dipimpin oleh pria timbul
sebuah kekecewaan karena tidak terakomodasinya kepentingan kaum wanita
yang mengakibatkan keterwakilan wanita dalam masalah-masalah penting
kerap kali dikesampingkan. Faktor ini yang menyebabkan kekhawatiran kaum
wanita bila tidak menempatkan wakilnya dalam masalah kepemimpinan di
sektor mana pun di negeri ini. Perubahan paradigma wanita yang
menghendaki kemandirian pun cukup berpengaruh dalam memunculkan
pemimpin dari kalangan wanita, ini selaras dengan tingginya tingkat
pendidikan kaum wanita. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin
kritis cara berpikirnya. Terlebih sejak terpilihnya Megawati sebagai presiden
wanita pertama di republik ini menjadi salah satu bukti konkret bahwa wanita
mampu menjadi seorang pemimpin.
Indonesia saat ini sedang dihadapkan dengan berbagai macam
persoalan di berbagai bidang sehingga dibutuhkan pemimpin yang mampu
menjaga integritas bangsa. Pemimpin yang ideal tidak hanya memenuhi
kriteria popularitas dan elektabilitas, tapi juga kapabilitas dan kepemimpinan
yang kuat dan tegas (strong leadership) serta ketulusan untuk mengabdi
kepada bangsa dan negara.

16
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Wanita memiliki cara berpikir sendiri dan gaya kepemimpinan yang
berbeda dengan pria. Wanita memiliki sisi feminin dan maskulin dalam
dirinya ketika memimpin. Prinsip feminin yang dimiliki wanita bisa dijadikan
modal untuk mengembangkan sifat intuitif, berorientasi dan berelasi dengan
orang lain, mendahulukan dan memegang teguh nilai-nilai kemanusiaan, peka
rasa dan memahami perasaan orang lain, cerdas, tegas, kreatif, serta
berpandangan luas.Prinsip feminin dan prinsip maskulin akan saling
mendukung dan melengkapi dalam kegiatan memimpin. Wanita tidak
mengadopsi cara berpikir pria, tidak juga menghindari sifat kelembutan yang
dimiliki.

B. Saran
Untuk dapat menjadi pemimpin dan melawan deskriminasi gender
perempuan harus meningkatkan kemampuan untuk melibatkan diri dalam
pembangunan, seperti: ikut dalam sebuah organisasi.
Lalu utuk seorang pemimpin perempuan harus tetap mempertahankan
nilai-nilai yang baik dan ditingkatkan dalam rangka kesuksesan kerja dalam
masing-masing bidang yang dipimpin. Sifat kepribadian yang baik harus
dijaga, serta kestabilan akan emosi ketika masalah muncul, sehingga tetap
menghasilkan kerja yang optimal. Seorang pemimpin perempuan perempuan
juga harus menjaga hubungan baik dengan para bawahan agar selalu tercipta
lingkungan kerja yang kondusif.

17
Istilah – Istilah Dalam Penulisan Makalah

1. Relationship through which one person influencesthe behaviour oractions


of other people. ( Mullins)
2. Shift of mind (Senge, Peter, 1990. The Fifth Discipline. Doubleday )
3. PDCA ( Plan, Do, Check dan Action). (Watanabe 2009; Hosotani
February 2004).
4. DMAIC (Define, Measure, Analysis, Improve dan Control). (Deming
1982; Deming 2013).
5. “… if we want to bring about the thoroughgoing restructuring of systems
that is necessary to solve the world’s gravest problems … the first step is
thinking differently. Everybody thinking differently. The whole society
thinking differently.”( Dana Meadow, 1991)
6. “the strongest evidence for a gender difference in leadership style in the
tendency for women to adopt a more participative style and for men to
adopt a more directive style”. (Eagly dan Johnson, 1990)

18
Daftar Pustaka

Nawawi, Hadari & Hadari, M. Martini, 2004.Kepemimpinan


yangEfektif. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta,h 113.
Parker, P.S. 1996 “Gender, culture, and leadership: Toward aculturally
distinct model of African-American womenexecutives’ leadership
strategies”Leadership QuarterlyVol 7,No2, 189-214
Pease, Allan & Barbara. (2005). Why men don’t listen and women
can’t read maps:mengungkap perbedaan pikiran pria dan wanita agar sukses
menjalin hubungan. Jakarta: Cahaya Insan Suci
Senge, Peter (1990). The Fifth Discipline. Doubleday.
Situmorang, N. Z. (2011). Gaya kepemimpinan perempuan.Proceeding
PESAT Vol. 4.
Steven Kerr & John M. Jermier (1978), “ Substitutes for Leadership:
Their Meaning and Measurement ”, Organizational Behavior And Human
Performance 22, 375-403 (1978).

19
LAMPIRAN JURNAL 1

Jurnal Imiah BONGAYA (Manajemen & Akuntansi)

April 2016, No.XIX


ISSN : 1907 – 5480

PERAN KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DALAM PENGAMBILAN


KEPUTUSAN DI INDONESIA

Hernita Sahban
(Dosen Sekolah Tinggi Lasharan Jaya Makassar)

Abstrak. Terwujudnya peran wanita dalam berkesempatan memegang


peranan sebagai kepemimpinan membawa dampak yang mengarah lebih
baik bahwa permasalahan akan kesetaraan gender ditandai dengan tidak
adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki. Dengan demikian,
antara perempuan dan laki-laki memiliki akses yang sama dalam
mencapai sebuah peran kepemimpinan. Penelitian ini menggunakan
penelitian kualitatif. Penelitian ini menggunakan pendekatan
Fenomenologi .Sumber data dalam penelitian ini meliputi: 1) Sumber
Data Primer, 2) Sumber Data Sekunder. Instrument penelitian ini
merupakan peneliti sendiri, yang dimana peneliti sebagai instrumen untuk
mendapatkan data yang akurat dibekali dengan bermacam-macam
metode.

Keywords: Peran Perempuan, Kepemimpinan, Pengambilan Keputusan

PENDAHULUAN

Peran wanita dalam kehidupan bermasyarakat dalam konsumen


pembangunan bukan hanya sebagai proses pembangunan, tapi juga
sebagai fondasi yang berstruktur kuat. Sungguh ironis bila melihat sebuah
kenyataan, apalagi jka melihat peran wanita tradisional yang selalu

20
dianggap sebagai "cadangan".Sebagai contoh, umur belia sudah dipaksa
menikah dan melahirkan tanpa mengenyam pendidikan wajib. Namun,
perubahan kian berkembang dengan pesat, perjuangan akan figur R.A.
Kartini dapat dirasakan dengan adanya pergerakkan emansipasi wanita.
Keberadaan peran wanita sebagai pimpinan kini mulai dihargai dan
disetarakan.

Dalam sejarah Indonesia saja Megawati Soekarno putri saja


berhasil menjadi salah satu pemimpin Indonesia.Hal ini merupakan bukti
nyata bahwa wanita mampu menjadi seorang pemimpin apalagi menjadi
seorang Kepala Negara.

Menurut J.I. Brown dalam “Psychology and the Social Order”,


disebutkan bahwa pemimpin tidak dapat dipisahkan dengan kelompok,
tetapi dapat dipandang sebagai suatu posisi yang memiliki potensi yang
tinggi di bidangnya. Karakter seorang pemimpin mampu mengubah,
mempengaruhi dan mengarahkan orang lain dalam mencapai satu tujuan
yang memiliki visi dan misi yang kuat.

Ungkapan tersebut tentu saja dapat diartikan bahwa peranan


wanita dalam kepemimpinan sebenarnya bukanlah suatu hal yang aneh.
Dalam hal kesetaraan gender dapat diartikan bahwa, dengan adanya
kesamaan kondisi bagi laki-laki maupun perempuan dalam memperoleh
kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan
berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya,
pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas) serta
kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan.

Terwujudnya peran wanita dalam berkesempatan memegang


peranan sebagai kepemimpinan membawa dampak yang mengarah lebih
baik bahwa permasalahan akan kesetaraan gender ditandai dengan tidak
adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki. Dengan demikian,
antara perempuan dan laki-laki memiliki akses yang sama dalam
mencapai sebuah peran kepemimpinan. Kini perempuan mampu
memberikan suara dalam berpartisipasi dan kontrol atas pembangunan
negara yang lebih baik.Tentu hal ini adalah sebuah kebijakan dalam
memperoleh manfaat kesetaraan serta adil dari pembangunan.Kini saatnya
para wanita maju dan memiliki peran penting dalam kepemimpinan. Tidak
salah kan, kalau perempuan menjadi seorang pemimpin.

Rumusan Masalah

21
Bagaimana Esistensi Kepemimpinan Perempuan dalam pengambilan
Keputusan di Indonesia

Kepemimpinan

Kreativitas adalah mekanisme lain yang menghubungkan


kecerdasan kepemimpinan (Jung, 2001). Tidak hanya dapat menghasilkan
pemimpin solusi kreatif mereka sendiri, tetapi mereka mungkin
merangsang kreativitas pengikut melalui pengikut motivasi intrinsik dan
lebih tinggi kualitas pemimpin-pertukaran anggota (Tierney, Farmer, &
Graen, dalam Timothy A. Judge, Amy E. Colbert & Remus Ilies,
2004).Teori saat ini dan model kepemimpinan memiliki sesuatu yang lain
yang sama:sebuah keyakinan bahwa kepemimpinan hirarkis selalu
penting. Bahkan pendekatan situasional kepemimpinan berbagi asumsi
bahwa sementara gaya kepemimpinan mungkin efektif akan bervariasi
sesuai dengan situasi, beberapa gaya kepemimpinan akan selalu efektif
terlepas dari situasi. Tentu saja, sejauh mana asumsi ini explicated sangat
bervariasi, seperti halnya sejauh mana masing-masing teori tergantung
pada asumsi (dalam Steven Kerr & John M. Jermier, 1978).

R.Hoganetal. (dalam Timothy A. Judge, Joyce E. Bono, Remus Ilies

& Megan W. Gerhardt, 2002) mencatat, kepemimpinan dapat


dikonseptualisasikan dan diukur dengan cara yang berbeda. Hal ini
dimungkinkan untuk memisahkan kepemimpinan menjadi dua kategori
besar: munculnya kepemimpinan dan efektivitas kepemimpinan (Lord
etal., 1986 dalam Timothy A. Judge, Joyce E. Bono, Remus Ilies &
Megan W. Gerhardt, 2002). Menurut R.Hoganetal. (1994), "penelitian
tentang kepemimpinan mengidentifikasi munculnya faktor yang terkait
dengan seseorang yang dianggap sebagai leader like". Dengan demikian,
munculnya pemimpin mengacu pada apakah (atau apa derajat) seorang
individu dipandang sebagai pemimpin oleh orang lain, yang biasanya
hanya terbatas informasi tentang kinerja yang individu. Berbeda dengan
yang dianggap sebagai efektivitas pemimpin, kepemimpinan mengacu
pada kinerja seorang pemimpin dalam mempengaruhi dan membimbing
kegiatan unitnya ke arah pencapaian tujuan (lihat Stogdill, dalam Timothy
A. Judge, Joyce E. Bono, Remus Ilies & Megan W. Gerhardt, 2002).
R.Hoganetal. (dalam Timothy A. Judge, Joyce E. Bono, Remus Ilies &
Megan W. Gerhardt, 2002) mengemukakan bahwa efektivitas
kepemimpinan harus diukur dari segi tim, kelompok, atau efektivitas
organisasi.

22
Sebagian besar informasi mengenai gaya kepemimpinan pria dan
wanita bersumber dari penelitian yang dilakukan sebelum tahun 1990,
yang biasanya dibedakan antara dua pendekatan kepemimpinan: gaya
berorientasi pada tugas, didefinisikan sebagai keprihatinan dengan
menyelesaikan tugas yang diberikan dengan mengorganisir gaya
berorientasi pada kegiatan tugas-relevan, dan interpersonal, didefinisikan
sebagai keprihatinan dengan menjaga hubungan interpersonal dengan
cenderung moral dan kesejahteraan orang lain. Pembedaan antara gaya
tugas dan interpersonal diperkenalkan oleh Bales (1950) dan
dikembangkan lebih lanjut oleh peneliti kepemimpinan di Ohio State
University (misalnya, Hemphill & Coons, 1957 dalam Alice H. Eagly and
Mary C. Johannesen-Schmidt Marloes L. van Engen, 2003) dan University
of Michigan (mis., Likert, 1961 dalam Alice H. Eagly and Mary C.
Johannesen-Schmidt Marloes L. van Engen, 2003).

Secara khusus, tampaknya ada banyak teori yang membahas aspek


kepemimpinan yang berbeda tetapi sedikit kohesi di antara teori-teori yang
membantu kita memahami bagaimana mereka semua mengikat bersama.
Bagian dari ambiguitas dalam area kepemimpinan mungkin karena fakta
bahwa taksonomi dari pendekatan untuk studi kepemimpinan telah
memadai diperiksa dari perspektif tingkat. Pengembangan taksonomi
menggunakan perspektif seperti itu mungkin memberikan kejelasan dan
kohesi saat ini hilang dalam penelitian kepemimpinan. Misalnya, sebagai
teori-teori kepemimpinan yang baru muncul, mencoba untuk
mengklasifikasikan mereka ke dalam kategori umum pendekatan menjadi
lebih sulit. Secara tradisional, kategorisasi ini (misalnya, pendekatan sifat,
pendekatan perilaku, kontingensi/pendekatan situasional; lihat Yukl,
dalam George B. Graen & Mary Uhl-Bien, 1995) telah berfokus terutama
pada karakteristik dari pengawas (misalnya, sifat, perilaku, gaya, dll) dan
bagaimana karakteristik membuat dia/dirinya baik efektif atau tidak efektif
dalam situasi yang berbeda.

Peran Perempuan

Di sektor publik, masalah umum yang dihadapi perempuan dalam


pekerjaan adalah kecenderungan perempuan terpinggirkan pada jenis-jenis
pekerjaan yang upahnya rendah, kondisi kerja buruk, dan tidak memiliki
keamanan kerja.Hal ini berlaku khusus bagi perempuan berpendidikan
menengah ke bawah. Pekerjaan di kota adalah sebagai buruh pabrik,
sedangkan di pedesaan adalah sebagai buruh tani. Hal yang perlu
digarisbawahi di sini adalah bahwa kecenderungan
perempuanterpinggirkan pada pekerjaan marginal tersebut tidak semata-
mata disebabkan faktor pendidikan.Dari kalangan pengusaha sendiri,

23
terdapat preferensi untuk mempekerjakan perempuan pada sektor tertentu
dan jenis pekerjaan tertentu karena upah perempuan lebih rendah dari
laki-laki.

Kenyataan lain juga dapat diperlihatkan pada buruh perempuan di


sektor informal yang merupakan tempat kerja tidak teratur dan
terorganisir. Dalam keadaan ini, buruh perempuan miskin lebih sering
mengalami eksploitasi ketimbang buruh laki-laki. Di sawah-sawah Asia
Tenggara misalnya, perempuan mendapat upah sepertiga lebih rendah
dibanding laki-laki untuk pekerjaan yang sama, menghadapi pelecehan
seksual, bekerja terus selama hamil dan melahirkan, serta tidak memiliki
jaminan keselamatan dan kesehatan (dalam Khusnul Khotimah, 2009).

Wanita mempunyai potensi dalam memberikan kontribusi


pendapatan rumah tangga, khususnya rumah tangga miskin.Dalam rumah
tangga miskin anggota rumah tangga wanita terjun ke pasar kerja untuk
menambah pendapatan rumah tangga yang dirasakan tidak cukup.
Peningkatan partisipasi wanita dalam kegiatan ekonomi karena: pertama,
adanya perubahan pandangan dan sikap masyarakat tentang sama
pentingnya pendidikan bagi kaum wanita dan pria, serta makin
disadarinya perlunya kaum wanita ikut berpartisipasi dalam
pembangunan, kedua, adanya kemauan wanita untuk bermandiri dalam
bidang ekonomi yaitu berusaha membiayai kebutuhan hidupnya dan
mungkin juga kebutuhan hidup dari orang-orang yang menjadi
tanggungannya dengan penghasilan sendiri. Kemungkinan lain yang
menyebabkan peningkatan partisipasi wanita dalam angkatan kerja adalah
makin luasnya kesempatan kerja yang bisa menyerap pekerja wanita,
misalnya munculnya kerajinan tangan dan industri ringan (dalam Sugeng
Haryanto, 2008).

Pengambilan Keputusan

Yang dimaksud dengan keputusan (decision) adalah berarti pilihan


(choice), yaitu pilihan dari dua atau lebih kemungkinan. Walaupun
keputusan biasa dikatakan sama dengan pilihan, ada perbedaan penting
diantara keduanya. Mc Kenzei melihat bahwa keputusan adalah pilihan
nyata karena pilihan diartikan sebagai pilihan tentang tujuan termasuk
pilihan tentang cara untuk mencapai tujuan itu, apakah pada tingkat
perorangan atau kolektif. Mc Grew dan Wilson lebih melihat pada
kaitannya dengan proses, yaitu bahwa suatu keputusan ialah akhir dari
suatu proses yang lebih dinamis, yang diberi label pengambilan
keputusan. Dipandang sebagai proses karena terdiri atas satu seri aktifitas
yang berkaitan dan tidak hanya dianggap sebagai tindakan bijaksana.

24
Morgan dan Cerullo mendefinisikan keputusan sebagai sebuah
kesimpulan yang dicapai sesudah dilakukan pertimbangan, yang terjadi

setelah satu kemungkinan dipilih sementara yang lain


dikesampingkan.Pengambilan keputusan adalah proses memilih suatu
alternatif cara bertindak dengan metode yang efisien sesuai situasi. Proses
tersebut untuk menemukan dan menyelesaikan masalah organisasi. Suatu
aturan kunci dalam pengambilan keputusan ialah sekali kerangka yang
tepat sudah diselesaikan, keputusan harus dibuat. Dengan kata lain,
keputusan mempercepat diambilnya tindakan, mendorong lahirnya
gerakan dan perubahan.

Pengambilan keputusan hendaknya dipahami dalam dua


pengertian yaitu (1) penetapan tujuan yang merupakan terjemahan cita-
cita, aspirasi dan (2) pencapaian tujuan melalui implementasinya
(Inbar,1979). Ringkasnya keputusan dibuat untuk mencapai tujuan melalui
pelaksanaan dan ini semua berintikan pada hubungan kemanusiaan.Untuk
suksesnya pengambilan keputusan itu maka sepuluh hukum hubungan
kemanusiaan hendaknya menjadi acuan dari setiap pengambilan
keputusan.

Proses Pengambilan Keputusan

Ada dua pandangan dalam pencapaian proses mencapai suatu


keputusan organisasi yaitu :

(1) Optimasi. Di sini seorang eksekutif yang penuh keyakinan berusaha


menyusun alternatif-alternatif, memperhitungkan untung rugi dari setiap
alternatif itu terhadap tujuan organisasi. Sesudah itu memperkirakan
kemungkinan timbulnya bermacam-macam kejadian ke depan,
mempertimbangkan dampak dari kejadian-kejadian itu terhadap alternatif-
alternatif yang telah dirumuskan dan kemudian menyusun urut-urutannya
secara sistematis sesuai dengan prioritas lalu dibuat keputusan. Keputusan
yang dibuat dianggap optimal karena setidaknya telah memperhitungkan
semua faktor yang berkaitan dengan keputusan tersebut.
(2) Satisficing. Seorang eksekutif cukup menempuh suatu penyelesaian yang
berasal memuaskan ketimbang mengejar penyelesaian yang terbaik. Model
satisficing dikembangkan oleh Simon karena adanya pengakuan terhadap
rasionalitas terbatas (bounded rationality). Rasionalitas terbatas adalah
batas-batas pemikiran yang memaksa orang membatasi pandangan mereka
atas masalah dan situasi.Pemikiran itu terbatas karena pikiran manusia

25
tidak megolakan dan memiliki kemampuan untuk memisahkan informasi
yang tertumpuk.
Menurut Frank Harison, faktor-faktor yang menyebabkan
timbulnya rasionalitas terbatas antara lain informasi yang datang dari luar
sering sangat kompetitif atau informasi itu tidak sempurna, kendala waktu
dan biaya, serta keterbatasan seorang mengambil keputusan yang rasional
untuk mengerti dan memahami masalah dan informasi, terutama informasi
dan teknologi.

Metode Penelitian

Jenis Penelitian adalah Kualitatif melalui pendekatan fenomenologi


Sumber data dalam penelitian ini meliputi:Sumber Data
Primer.danSumber Data Sekunder. Instrument penelitian ini merupakan
peneliti sendiri, yang dimana peneliti sebagai instrumen untuk
mendapatkan data yang akurat dibekali dengan bermacam-macam metode.

PEMBAHASAN

Kepemimpinan wanita menjadi isu publik yang selalu


diperbincangkan. Bahkan memancing polemik dan debat antara yang pro
dan kontra terhadap pemimpin wanita dalam sebuah negara, kendatipun
pengakuan atas hak dasar kemanusiaan (termasuk juga hak wanita agar
sejajar dengan pria) tampak mengalami peningkatan yang signifikan
diberbagai belahan dunia. Dalam hal kepemimpinan, posisi wanita masih
diperhadapkan dengan posisi pria.Wanita dinilai belum pantas menduduki
jabatan yang berhubungan dengan kekuasaan yang dianggap pantas
“hanya” untuk pria.Stigma bahwa wanita tidak perlu sekolah tinggi-tinggi,
toh akhirnya ke dapur juga seringkali dijadikan alat untuk membenarkan
tindakan “tidak adil” terhadap kaum wanita.

Sesungguhnya, peningkatan peran wanita bukanlah tren apalagi


fenomena baru seperti dikatakan sebagian orang.Wanita sebagai kepala
pemerintahan telah ada sejak abad ke-15. Kepemimpinan wanita mulai
bangkit dari tidur panjang sejak isu hak asasi manusia dan persamaan
gender secara lantang disuarakan oleh aktivis feminisme. Kiprah wanita
tersebut semakin menonjol pada abad ke-21.Di berbagai negara, sebagian
besar wanita mengalami perkembangan dalam berbagai sisi kehidupan
atau mobilitas vertikal.

26
Sudah banyak kaum wanita yang dapat ruang untuk
memengenyam dunia pendidikan yang sejajar dengan kaum pria sehingga
dapat menduduki jabatan strategis dalam pemerintahan.Kaum wanita di
Indonesia sendiri telah menorehkan karya dan bakti bagi sejarah Bangsa
Indonesia.Sebut saja Cut Nya Dien, Cut Meutiah, Ratu Saylendra, Ken
Dedes, dan Raden ajeng Kartini.Mereka adalah sedikit dari banyak
pejuang wanita yang kontribusinya pantas untuk disejajarkan dengan para
pejuang pria di tanah air.Terlebih lagi Raden ajeng Kartini, sosok
kelahiran dan kehidupan beliau merupakan simbol perjuangan wanita
Indonesia.

Wanita Indonesia benar-benar muncul mengambil peranan


strategis kepemimpinan (baik dalam keprofesian hingga pemerintahan)
satu abad setelah kehadiran Kartini.Amerika yang dianggap sebagai
“negara percontohan” demokratisasi di dunia, belum pernah satu pun
menempatkan wanita sebagai presiden (pemimpin).Sementara Indonesia
pernah mempercayakan kepemimpinan seorang presiden berjenis kelamin
wanita, yaitu Megawati Soekarno Puteri.Selain itu ada juga Ratu Atut
sebagai Gubernur Banten, Tri Rismaharini sebagai Wali Kota Surabaya
dan Bupati Minahasa Selatan, Tetty Paruntu. Begitu pula dengan
perusahaan besar, mulai dari produk makanan hingga barang manufaktur,
mulai dari produk barang hingga jasa, banyak yang dimulai oleh para
pendiri yang bergender wanita.

Contohnya perusahaan Ayam Goreng Nyonya Suharti, dengan


outletsnya yang tersebar di banyak kota besar di Nusantara, Jamu Nyonya
Meneer, Kosmetik Mustika Ratu, yang produknya bukan saja menjadi
konsumsi masyarakat dalam negeri tingkat bawah hingga tingkat atas,
tetapi juga diekspor ke mancanegara. Perusahaan taksi di ibukota milik
keluarga Cakra dengan armadanya yang terbilang besar, juga didirikan
oleh seorang wanita. Contoh lainnya dari bidang industri adalah satu
perusahaan garment di Bandung P.T. Gistex Garment, yang dimulai
dengan pengisian waktu luang oleh istri pengusaha tekstil, dimulai secara
kecil-kecilan, namun sekarang produknya sudah berhasil diekspor hingga
ke negara Jepang, yang terkenal dengan keketatan kualitas mutu dan
barang impornya.

Pemberdayaan ekonomi dan sosial terhadapperempuan penting


bagi keberhasilan pembangunansumber daya manusia yang berkelanjutan
diIndonesia.Namun, banyak perempuan Indonesiayang terus mengalami
diskriminasi di semua tahapsiklus pekerjaan. Walaupun peluang kerja
semakinmeluas selama beberapa dekade belakangan ini,dan hasil yang
signifi kan dalam meningkatkanakses dan partisipasi anak-anak

27
perempuan kedalam pendidikan, perempuan tidak berpartisipasisecara
sama dalam bursa kerja.

Perempuanmemperoleh upah kurang lebih 25 persen lebihrendah


dibandingkan laki-laki untuk pekerjaanyang serupa.Banyak pekerja
perempuan yangterlibat dalam pekerjaan tidak diupah dan
dalamperekonomian informal di mana upah, kondisi kerjadan kepastian
kerja biasanya lebih buruk. Segregasipekerjaan berdasarkan gender juga
cenderungmenjerat perempuan dalam pekerjaan di tingkatrendah dengan
sedikit fungsi-fungsi pengambilankeputusan, yang berdampak pada
persepsi tertentuatas peluang bagi generasi-generasi lebih muda
yangmemasuki angkatan kerja.

Dari tahun 1950, gerakan perempuan melakukan konsolidasi luar


biasa dalam mendefinisikan “kepemimpinan perempuan” dalam sistem
kenegaraan.Darinya perempuan masih ragu-ragu dalam mengambil peran
dan dalam pengambilan keputusan.Dan sistem budaya kepemimpinan
patriarki juga masih mendominasi.Pada era Orde Baru, Suharto
mengembalikan perempuan kembali pada perannya sebagai “Ibu” dan
sebagai penjaga rumah.Secara massif Suharto mendirikan Dharma Wanita
yang secara eksplisit menyembunyikan peran kepemimpinan perempuan
bagi negara karena sifatnya yang masih sangat subordinatif pada
Patriarki.Akan tetapi, momentum kenaikan umur pernikahan bagi anak
perempuan, perceraian yang dapat diajukan perempuan, dipersulitnya
poligami, akses pendidikan dan kesehatan mengalami perbaikan sejak
1974 (ibid), meskipun secara politik mengalami “depolitisasi” besar-
besaran dengan difitnahnya Gerwani sebagai kelompok wanita pecundang
negara (lihat kajian Saskia Wieringa).

Tantangan utama dalam kepemimpinan perempuan, adalah


kuatnya sistem kepemimpinan patriarki pada level elit nasional dan
kuatnya politik Islam yang juga bersifat patriarki. Keduanya kawin-mawin
dan menghambat pertumbuhan politik perempuan yang mampu
melahirkan pemimpin-pemimpin baru.Susan berpandangan bahwa para
pemimpin baik yang sekuler nasionalis maupun yang Islam, sama-sama
memiliki harga diri yang cukup tinggi untuk membatasi ruang gerak
politik perempuan dengan dalih “kodrat”.Susan melanjutkan pada
halaman berikutnya, bahwa, hambatan terbesar pemberdayaan
kepemimpinan perempuan adalah dua hal. Pertama: perempuan bekerja
terlalu banyak, terlalu payah, istilahnya “overworked”. Kedua perempuan
dibayar dengan terlalu murah oleh sistem ekonomi.Keduanya
menghambat lahirnya pemimpin-pemimpin perempuan. Bukannya
perempuan tidak berdaya atau perlu diberdayakan, tetapi bahwasanya

28
perempuan bekerja terlalu banyak, dan sayangnya, semua pekerjaannya
tidak diakui oleh negara sebagai “strategis”.

Peluang Kepemimpinan Perempuan

Peluang kepemimpinan perempuan terjadi ketika ada perubahan


paradigma dari Kementrian Peranan Wanita menjadi Kementrian
Pemberdayaan Perempuan. Menurut Susan Blackburn, perempuan
memiliki upaya mandiri untuk dapat berdaya asalkan jalan dan peluang,
yaitu langkah afirmatif, dibentangkan kepadanya. Jika tidak, akses untuk
menjadi pemimpin bagi perempuan hanyalah isapan jempol belaka.
Perubahan iklim rapat-rapat eksekutif yang melembur sampai malam
merupakan salah satu ciri dari kepemimpinan laki-laki yang tidak
mendapatkan tugas mengurus “rumah”, sebagai peran praktis yang selama
ini diemban oleh perempuan. Pola-pola kerja sistem politik dan ekonomi
perlu disesuaikan dengan mengakomodir peran-peran “praktis” rumah
sebagai hal yang pula “strategis”.

Perubahan paradigma ini memerlukan kerja yang tidak lama


karena dia meruntuhkan tembok keras patriarki yang selama ini
meminggirkan kepemimpinan perempuan.Sebuah sistem budaya yang
tidak mengakui keberadaan “kepemimpinan perempuan”.Dalam kedua
kajian di kedua buku ini, Martyn dan Blackburn tidak melakukan
universalitas dan generalisasi atas gerakan-gerakan kepemimpinan
perempuan. Keduanya menyadari adanya plurivokalitas swara dan narasi
dalam ideologi gender yang diusung oleh masing-masing organisasi.
Debat paling seru dicatat dalam kedua buku ini tentang ditolaknya
pemimpin perempuan, calon presiden pada waktu itu, Megawati. Dalam
seteru itu, tampillah wajah beringas patriarki yang sesungguhnya, yang
sebelumnya malu-malu menampakkan jati dirinya.Kelompok Islam tanpa
malu-malu, melarang adanya pemimpin perempuan, yang mendapat
resistensi sangat kuat dari Aisyiyah dan Mualimat.Dalam ormas Islam ada
dinamika internal yang cukup intens hidup. Bagaimana Aisyiyah dan
Nasyiatul Aisyiyah menganut sistem kepemimpinan gender progresif dan
bagaimana Muhammadiyah dengan tanpa ragu menolaknya. Demikian
juga dengan Mualimat dan NU.

Perempuan memiliki banyak peluang menjadi pemimpin.Akan


tetapi tantangan terbesar adalah “tidak terlatihnya” perempuan dalam
kepemimpinan publik dan “pilihan” perempuan untuk berada di
rumah.Kedua tantangan internal tersebut merupakan potret nyata
bagaimana perempuan masih ditempatkan dan menempatkan dirinya
sebagai warga negara kelas kedua.Tetapi bahwasanya warga negara kelas

29
kedua ini ditentukan oleh kebijakan negara sendiri yang meminggirkan
peran strategis dari rumah.Negara selama ini meminggirkan rumah
sebagai tidak strategis.Ini membawa peran mengerikan bagi peri
kehidupan perempuan dan anak-anak.

Tidak adanya standar UMR bagi PRT (Pekerja Rumah Tangga)


merupakan pengabaian negara paling keji terhadap “rumah”.Kelahiran
pemimpin perempuan perlu mendapatkan dukungan strategis dari sistem
budaya kepemimpinan Indonesia paling kini, bahwasanya memimpin
negara dengan menggendong anak juga valid. Bahwasanya rapat dengan
membawa anak dan balita adalah sebuah gaya kepemimpinan yang harus
diberi ruang. Toh semua laki-laki lahir dari perempuan dan menyusu
kepada perempuan.Perikehidupan yang baik bagi ibu dan anak-anak
merupakan pilar utama dari syarat kepemimpinan perempuan.
Diskriminasi terhadap ibu hamil dan anak-anak perempuan akan
menghancurkan investasi kepemimpinan negara di masa akan datang.
Negara perlu waspada bahwasanya memberikan investasi kepada anak-
anak perempuan, merupakan separuh dari keberhasilan kepemimpinan
sebuah bangsa.

Peran dan Arti Wanita Dalam Kepemimpinan Sebagai Pengambil


Keputusan dan Sebagai Solusi Krisis Kepemimpinan di Indonesia

Kepemimpinan adalah suatu sikap mempengaruhi orang lain untuk


mencapai suatu tujuan dengan visi dan misi yang kuat. Jika berbicara
tentang kepemimpinan pasti dipikiran masyarakat umumnya identik
dengan kaum adam atau pria padahal jika kita menelaah perempuan juga
mempunyai jiwa kepemimpinan, yang tidak jauh berbeda keahliannya
dalam memberi arahan, dalam berorasi maupun beretorika atau bahkan
memberi gagasan.

Pada dasarnya semua orang dapat menjadi pemimpin(leadership),


Wanita tidak semuanya lemah ia ibarat sebuah banguan yang kokoh dan
merupakan fondasi yang berstruktur kuat. Hal ini dapat dilihat dari
perannya pada kehidupan bermasyarakat, dalam konsumen pembangunan
bukan hanya sebagai proses pembangunannya saja, sungguh menyedihkan
apabila kita melihat dari sudut pandang yang berlainan bahkan sudah
banyak kenyataannya peran seorang perempuan tradisional dianggap
sebagai “cadangan” contohnya umur belia sudah diharuskan menikah
tanpa mengenyam pendidikan wajib,umumnya masyarakat yang masih
paguyuban(pedesaan).

30
Namun semakin berkembangnya zaman yang diawali dengan
sosok seorang perempuan yang berjuang khususnya dalam peregerakan
emansipasi wanita yaitu R.A Kartini dampaknya sekarang telah banyak
dirasakan.Keberadaan wanita kini mulai dihargai dan disetarakan
walaupun masih banyak pro dan kontranya.

Contoh wanita yang berhasil membuktikan perempuan dapat


menjadi salah satu pemimpin dalam sejarah Indonesia yaitu Megawati
Soekarno Putri, ini merupakan bukti nyata wanita dapat menjadi seorang
pemimpin yaitu sebagai Kepala Negara.
Pendapat tersebut tentu saja dapat diartikan bahwa peranan wanita
dalam kepemimpinan bukanlah suatu hal yang aneh. Dalam hal kesetaraan
gender dapat diartikan bahwa dengan adanya kesamaan kondisi laki-laki
maupun perempuan dalam mendapatkan hak-haknya sebagai makhluk
sosial atau manusia. Hal ini diharapkan agar mampu berperan dan
berpatisipasi dalam semua kegiatan seperti politik, ekonomi, sosial,
budaya, pendidikan serta kesamaan dalam menikmati pembangunan.

Dengan terciptanya peran wanita dalam berkesempatan memegang


peranan sebagai kepemimpinan dapat membawa dampak yang positif
yaitu permasalahan kesetaraan gender ditandai dengan tidak adanya
perbedaan (diskriminasi) antara perempuan dan laki-laki. Dengan
demikian peempuan dan laki-laki memiliki peluang atau akses yang sama
dalam kepemimpinan. Hal itu ditandai dengan perempuan yang mampu
memberikan suara, berpatisipasi dalam pembangunan negara yang lebih
baik.Tentu hal ini merupakan kebijakan tersendiri yang memiliki manfaat
persamaan serta adil dari pembangunan.Hal ini harus selalu dibuktikan
bahwa wanita dapat semakin maju dalam kemimpinan.

Arti seorang perempuan dalam kepemimpinan terutama dalam


pembangunan sekarang ini sangat dibutuhkan terutama dalam segi
pemikiran dan kreasi untuk mengembangkan dalam mewujudkan
tujuan.Tidak ada yang salah bukan jika perempuan menjadi seorang
pemimpin.

Kepemimpinan sering didefinisikan sebagai proses membuat orang


lain terinspirasi untuk bekerja keras dalam menyelenggarakan tugas-tugas
penting (Schermerhorn, 1999). Tetapi pengertian tersebut sering dikaitkan

dengan dasar-dasar bagi kepemimpinan yang efektif, yakni


mendasarkannya pada cara seorang pemimpin atau manajer menggunakan
power untuk mempengaruhi perilaku orang lain. Power merupakan
kemampuan untuk mempengaruhi orang-orang lain melakukan sesuatu
seperti yang diinginkan oleh seseorang yang menghendakinya (Kanter,

31
1979).Karena itulah seringkali kepemimpinan atau leadership
didefiniskan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi kelompok untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu (Robbins, 1998).

Di sejumlah negara, termasuk di Indonesia, hanya sedikit wanita


yang mampu menduduki posisi chairman/chief-suite.Posisi eksekutif
puncak tetap saja ada “kaca” yang tak mudah, bahkan tak mampu mereka
pecahkan untuk menggapainya.Ada sejumlah faktor yang menyebabkan
sulitnya seorang wanita mendobrak “kaca” penghalang tersebut.Dua
faktor utama yang menjadi penyebabnya adalah (1) persepsi dan
prasangka yang tak menguntungkan wanita, dan (2) tuntutan kehidupan
keluarga yang menyita waktu wanita (Ekuslie Goestiandi, 2007).

Bangsa Indonesia masih tabu dengan kepemimpinan kaum


wanita.Kecenderungan tradisi yang mengakar di masyarakat
mendudukkan posisi pria melebihi wanita, sehingga peran publik yang
seharusnya bisa juga dilakukan oleh wanita seolah hanya menjadi
monopoli pria.Budaya Patriakhi di kalangan masyarakat mengakar dan
mendominasi dalam kehidupan; bahkan dalam lingkungan terkecil seperti
keluarga, nuansa dominansi pria sangat kuat, terlebih di pedesaan. Label
dan cap yang diberikan pada sosok wanita sangat kental sebagai orang
lemah, tidak bermanfaat dan terbelenggu ketergantungan telah menjadi
doktrin secara turun temurun. Wanita dipersepsikan sebagai orang kelas
dua yang seharusnya di rumah dan dininabobokkan dengan
konsumerisme, hedonisme dalam cengkeraman kapitalisme (Simatupang,
2009).

Banyak pandangan yang menghubungkan antara kemampuan


individu dengan aspek biologis yang melekat pada diri sang pemimpin,
yaitu berdasarkan perbedaan jenis kelamin antara pria dan wanita. Hal
tersebut yang melahirkan istilah ketimpangan gender yang menempatkan
wanita pada kondisi yang tidak menguntungkan. Menurut Human
Development Index (HDI) yang dikeluarkan oleh UNDP tahun 2011,
Indonesia menempati urutan ke-124 dari 187 negara.Ini bukti betapa
rendahnya negeri ini menghargai wanita.

Selain itu, Gender Development Index (GDI) Indonesia sebesar


66,38; lebih rendah daripada HDI Indonesia (versi BPS) sebesar 71,76.
Hal ini sekali lagi menunjukkan bahwa kualitas hidup wanita Indonesia
jauh di bawah kualitas hidup pria.Padahal wanita adalah sumber daya
manusia yang jumlahnya besar, bahkan di seluruh dunia jumlahnya
melebihi pria.Menurut data BPS (2000), jumlah wanita 101.625.819 jiwa
atau 51% dari seluruh populasi.

32
Bagi masyarakat Jawa, reposisioning wanita tampak jelas dalam
kitab-kitab kuno yang dihasilkan sejarah panjang bangsa Indonesia.Posisi
terbesar yang dipegang oleh wanita dalam sejarah adalah sebagai pemuas
nafsu seks.Hal tersebut tampak pada relief beberapa candi yang ada di
Indonesia, beberapa bagian serat centini, kitab pararaton.Penggambaran
yang tampak untuk wanita tidak terlepas dari fungsi reproduksi, dan seks.
Selepas sejarah kerajaan, posisi wanita tampaknya juga tidak banyak
berubah, adagium yang dikenal luas di kalangan masyarakat jawa adalah
konco wingking, swargo katut, neroko manut.

Adagium-adagium tersebut pada akhirnya secara tidak langsung


menjelaskan posisi kaum wanita dalam kehidupan sosialnya. Namun
sekuat apa pun keadaan menjadi penghalang, toh masih ada beberapa
wanita Jawa yang tetap “keukeuh” menunjukkan eksistensi
kepemimpinan. Secara lebih khusus, di Jawa dikenal beberapa nama besar
dari kalangan perempuan yang memiliki kharisma kepemimpinan, meski
yang bersangkutan tidak seluruhnya secara formal menduduki tampuk
pimpinan. Sebut saja seperti Nyai Ageng Serang, atau pada masa-masa
sebelumnya seperti Tri Bhuana Tungga Dewi (yang sempat memimpin
kerajaan Majapahit, meski tidak lama).

Pada masa pergerakan menuju pembentukan Indonesia merdeka,


dikenal beberapa nama yang turut menyemarakkan khasanah perjuangan
seperti Nyi Ahmad Dahlan, Herlina (tokoh relawan), serta beberapa nama
lain yang secara aktif berperan dalam organisasi penyusunan negara. Pada
belakangan hari kemudian, ditambahkan dengan adanya calon astronaut
Indonesia yang salah satunya adalah wanita, yaitu Pratiwi Sudharmono,
atau sebut saja Megawati Soekarno Putri yang memimpin salah satu partai
politik.

Pada saat di India masih menganut sistem kasta dimana posisi


wanita benar-benar rendah, dalam Mahaparinibbana Sutta terdapat
percakapan yang sangat singkat antara Sang Buddha dan Ananda yang
mengungkapkan sikap para bhikkhu terhadap kaum wanita. Ananda
meminta nasehat dari Sang Buddha:

“Bagaimana kami bersikap, Yang Mulia, berkenaan dengan kaum


wanita?” “Jangan melihat mereka, Ananda.”

“Tetapi jika kami harus melihat mereka, apakah yang harus kami
lakukan?” “Jangan berbicara [dengan mereka], Ananda.”

33
“Tetapi jika mereka harus berbicara dengan kami, Yang Mulia, apakah
yang harus kami lakukan?”

“Tetaplah waspada, Ananda.” (D. Ii, 141)

Buddha adalah orang yang berusaha menghilangkan keadaan


tersebut.Beliau menyuarakan persamaan.Sidharta berbicara mengenai
pikiran, tidak bisa di terjemahkan secara melihat dengan mata secara
harafiah. Apabila dilihat kalimat terakhir Sidharta “waspada” yang
dimaksud adalah (awake) sadar penglihatan “tanpa aku” dan “pikiran”,
jadi melihat apa adanya secara psikologi pria melihat wanita dari fisik
Sidharta telah “melihat itu” sebagai sumber nafsu keinginan (Tanha) maka
di perlukan kesadaran atau kewaspadaan (awake or aware) artinya tetap
menyadari batin secara pasif tidak melekat dan tidak menolak.

Jelas bahwa menurut perspektif ajaran agama Buddha, seorang


wanita dengan sifat feminimnya bisa memimpin suatu kelompok tertentu
dengan lemah lembut, memiliki rasa empati dan telaten.Pemimpin wanita
juga harus memiliki keberanian melakukan terobosan-terobosan baru,
kemauan untuk belajar dan ingin tahu yang tinggi, punya nyali untuk
mengambil keputusan yang tegas, cepat dan lugas serta menjaga
hubungan yang tetap terjaga.Hal ini dibuktikan dengan tokoh wanita
seperti Maha Pajapati Gotami.

Dalam konteks “guna” dan “karma”, bagi agama Hindu laki dan
wanita atau pria dan wanita sama saja. Termasuk dalam kaitannya dengan
kepemimpinan, dimana agama Hindu tidak melihat “siapanya” melainkan
lebih menekankan “bagaimananya”.Apakah dia itu seorang pria atau
wanita, dalam konsep kepemimpinan Hindu tidak menjadi faktor utama.
Yang diutamakan sekaligus menjadi tuntutan mutlak dari seorang
pemimpin itu adalah bagaimana sang pemimpin tersebut dapat
menampilkan dan atau mengejawantahkan konsep-konsep kepemimpinan
gaya Hindu seperti ajaran Asta Berata, Asta Dasa, Prateming Prabu
termasuk ajaran kitab Kauntilya Sastra yang secara jelas
mengemukakakan persyaratan seorang kepala Negara seperti :
Abhigamika, mendapat simpati atau legimitasi rakyat; Pradnya, arif dan
bijaksana; Utsaha, berusaha untuk mensejahterakan rakyat; Atma Sampad,
bermoral atau budi pekertinya luhur; Sakyasamanta, dapat
mengontrol/memimpin bawahannya; Aksura Parisatka, mampu memimpin
sekaligus mengambil sikap tegas namun bijaksana dalam menghadapi
setiap persoalan yang muncul.

34
Keutamaan seorang wanita di dalam Hindhu, seperti yang terdapat
dalam kitab suci Veda, wanita dinyatakan memiliki sifat innovatif,
cemerlang, mantap, memberi kemakmuran, diharapkan untuk cerdas
menjadi sarjana, gagah berani dan dapat memimpin pasukan ke medan
pertempuran dan senantiasa percaya diri. Melalui kitab suci Veda dan
susastra Hindu tidaklah ditemukan diskriminasi antara seorang wanita
dengan pria, kedudukan wanita sangat terhormat, sejajar dengan
kedudukan pria dan bila mampu mengembangkan potensi dan
swadharmanya dengan baik, ia sangat disegani oleh masyarakat.

Dalam perspektif Nasrani, Alkitab mencatat banyak hal terkait


dengan peran wanita. Perjanjian Lama bahkan memberikan ruang kepada
wanita untuk menjadi nabi. Hakim pun merupakan salah satu profesi yang
dipegang oleh wanita.Peranan kaum wanita berdasarkan rentangan sejarah
dan bentangan waktu tidak bisa dielakan.Tidak ada alasan yang kuat untuk
mengkerdilkan wanita.Tidak ada argumentasi yang bisa dibangun untuk
memupus kesempatan bagi kaum wanita.Karen L. King melihat peran
yang sangat penting dalam sejarah kepemimpinan wanita.Dalam tulisan
Karen, Maria Magdalena adalah figur yang berpengaruh, dia merupakan
seorang murid terkemuka di salah satu sayap mula-mula yang
mempromosikan kepemimpinan wanita.

Agama Islam yang memiliki mayoritas penganut di Indonesia,


selama ini didengung-dengungkan melarang keras wanita memimpin
publik. Meskipun kedudukan antara pria dan wanita sama di mata Tuhan,
namun tanggung jawab pria dan wanita berbeda; konteks itulah yang
selama ini sekan menjadi senjata untuk menghalangi kepemimpinan
wanita. Nyatanya, dalam perspektif Al-Qur’an, tidak ada ayat yang
menjelaskan mengenai kepemimpinan wanita, namun penjelasan hal
tersebut dapat ditemukan dalam hadis.Sebagai contoh, hadis yang
berbunyi “Tidaklah sekali-kali beruntung suatu kaum yang dipimpin oleh
seorang wanita.Kaum pria lebih memiliki kemampuan daripada wanita
didalam bidang ini.” (HR. Bukhori)”.

Tentu saja hadis tersebut tidak dapat diartikan secara mentah, hal
tersebut berlaku apabila wanita yang menjadi pemimpin tidak memiliki
kapabilitas atau kemampuan. Dengan kata lain, wanita diperbolehkan
menjadi pemimpin asalkan memenuhi persyaratan. Diantaranya
mempunyai kualitas dan kapabilitas atau kemampuan yang tidak dimiliki
oleh kaum pria di sekitarnya; menempati porsi yang selayaknya ditempati
oleh wanita (misalnya dalam wilayah negara, menempati jabatan Menteri
Pemberdayaan Wanita); dan jabatan yang ditempati tidak menimbulkan
mudarat.

35
Eagly dan Johnson (1990) telah menemukan bahwa “the strongest
evidence for a gender difference in leadership style in the tendency for
women to adopt a more participative style and for men to adopt a more
directive style”.Ditunjukkan bahwa gaya kepemimpinan wanita lebih
cenderung melakukanpendekatan yang mengajak bawahan untuk ikut
maju berkembang dalam pemikiran danpemimpin ikut terjun didalam
melaksanakan tugas agar mencapai tujuan, sedangkan berbedadengan
kaum pria yang memiliki gaya kepemimpinan yang cenderung hanya
hubunganatasan dan bawahan yang dimana bawahan melakukan apa yang
diperintahkan oleh atasan tanpaadanya pendekatan emosional antara
bawahan dan atasan. Dengan kata lain, gaya kepemimpinan pria
cenderung otokratik dan wanita cenderung demokratik.

Menurut Tannen (1991; 1995), pria lebih menekankan pada status,


sedangkan wanita menekannkan pada penciptaan hubungan dan
keakraban. Komunikasi merupakan tindakan penyeimbang secara
berkelanjutan, mengurangi kebutuhan konflik untuk menjaga kerekatan
hubungan dan kemandirian.Kerekatan hubungan menekankan pada
kedekatan dan kebersamaan.Kemandirian menekankan pada pemisahan
dan perbedaan. Hal yang perlu disimak dari penelitian Tannen adalah
bahwa pemimpin yang menekankan pada hubungan dan keakraban yang
cenderung dimiliki oleh wanita, memungkinkan seorang pemimpin
tersebut bersikap egalitarian, memberdayakan segenap anggotanya, serta
menekankan struktur organis.

Sedangkan pemimpin yang menekankan pada status dan


kemdanirian, yang cenderung dimiliki oleh pria memungkinkan pemimpin
tersebut mengadopsi struktur hirarkis, spesialisasi, dan perintah.Padahal
organisasi sekarang yang sering dituntut untuk memberikan pelayanan
yang berkualitas dan kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap perubahan
lingkungan, dituntut untuk memiliki sturuktur yang organis dan
memberdayakan seluruh anggota baik atasan maupun bawahan secara
nyata dalam rangka mewujudkan pelayanan yang berkualitas secara total.

Wanita memiliki cara berpikir sendiri dan gaya kepemimpinan


yang berbeda dengan pria. Wanita memiliki sisi feminin dan maskulin
dalam dirinya ketika memimpin. Prinsip feminin yang dimiliki wanita bisa
dijadikan modal untuk mengembangkan sifat intuitif, berorientasi dan
berelasi dengan orang lain, mendahulukan dan memegang teguh nilai-nilai
kemanusiaan, peka rasa dan memahami perasaan orang lain, cerdas, tegas,
kreatif, serta berpandangan luas.Prinsip feminin dan prinsip maskulin
akan saling mendukung dan melengkapi dalam kegiatan memimpin.
Wanita tidak mengadopsi cara berpikir pria, tidak juga menghindari sifat
kelembutan yang dimiliki.

36
Dalam Amandemen UUD Pasal 28 D ditegaskan bahwa setiap
orang berhak untuk mendapatkan persamaan kedudukan dalam hukum,
pekerjaan dan memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
Dengan demikian semakin jelas posisi dan kedudukan wanita dilindungi
oleh hukum positif Indonesia.Hal inilah yang menjadi salah satu alasan
banyak munculnya tokoh-tokoh wanita yang menjabat peranan signifikan
dalam suatu perusahaan hingga pemerintahan.Selain itu, selama dipimpin
oleh pria timbul sebuah kekecewaan karena tidak terakomodasinya
kepentingan kaum wanita yang mengakibatkan keterwakilan wanita dalam
masalah-masalah penting kerap kali dikesampingkan.

Faktor ini yang menyebabkan kekhawatiran kaum wanita bila


tidak menempatkan wakilnya dalam masalah kepemimpinan di sektor
mana pun di negeri ini.Perubahan paradigma wanita yang menghendaki
kemandirian pun cukup berpengaruh dalam memunculkan pemimpin dari
kalangan wanita, ini selaras dengan tingginya tingkat pendidikan kaum
wanita. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin kritis cara
berpikirnya. Terlebih sejak terpilihnya Megawati sebagai presiden wanita
pertama di republik ini menjadi salah satu bukti konkret bahwa wanita
mampu menjadi seorang pemimpin.

Indonesia saat ini sedang dihadapkan dengan berbagai macam


persoalan di berbagai bidang sehingga dibutuhkan pemimpin yang mampu
menjaga integritas bangsa. Pemimpin yang ideal tidak hanya memenuhi
kriteria popularitas dan elektabilitas, tapi juga kapabilitas dan
kepemimpinan yang kuat dan tegas (strong leadership) serta ketulusan
untuk mengabdi kepada bangsa dan negara.Dengan berbagai macam
pembahasa di atas, dapat diketahui bahwa wanita Indonesia mempunyai
kompetensi untuk menjadi seorang pemimpin.Wanita Indonesia mampu,
dan selayaknya patut diberi apresiasi.

Kesimpulan

Wanita memiliki cara berpikir sendiri dan gaya kepemimpinan


yang berbeda dengan pria. Wanita memiliki sisi feminin dan maskulin
dalam dirinya ketika memimpin. Prinsip feminin yang dimiliki wanita bisa
dijadikan modal untuk mengembangkan sifat intuitif, berorientasi dan
berelasi dengan orang lain, mendahulukan dan memegang teguh nilai-nilai
kemanusiaan, peka rasa dan memahami perasaan orang lain, cerdas, tegas,
kreatif, serta berpandangan luas.Prinsip feminin dan prinsip maskulin
akan saling mendukung dan melengkapi dalam kegiatan memimpin.
Wanita tidak mengadopsi cara berpikir pria, tidak juga menghindari sifat
kelembutan yang dimiliki.

37
Refrences

Alice H. Eagly and Mary C. Johannesen-Schmidt Marloes L. van Engen


(2003), “Transformational, Transactional, and Laissez-Faire
Leadership Styles: A Meta-Analysis Comparing Women and Men”,
Psychological Bulletin Copyright 2003 by the American
Psychological Association, Inc. 2003, Vol. 129, No. 4, 569–591.

George B. Graen & Mary Uhl-Bien (1995), “Relationship-Based


Approach to Leadership: Development of Leader-Member
Exchange (LMX) Theory of Leadership over 25 Years: Applying a
Multi-Level Multi-Domain Perspective”, Published in Leadership
Quarterly 6:2 (1995).

Khusnul Khotimah (2009), “Diskriminasi Gender Terhadap Perempuan


Dalam Sektor Pekerjaan”, Vol.4 No.1 Jan-Jun 2009.
Steven Kerr & John M. Jermier (1978), “Substitutes for Leadership: Their
Meaning and Measurement”, Organizational Behavior And
Human Performance 22, 375-403 (1978).

Sugeng Haryanto(2008), “Peran Aktif Wanita Dalam Peningkatan


Pendapatan Rumah Tangga Miskin: Studi Kasus Pada Wanita
Pemecah Batu Di Pucang anak Kecamatan Tugu Trenggalek”,
Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 9, No. 2, Desember 2008.

Timothy A. Judge, Amy E. Colbert & Remus Ilies (2004), “Intelligence


and Leadership: A Quantitative Review and Test of Theoretical
Propositions” Journal of Applied Psychology Copyright 2004 by
the American Psychological Association 2004, Vol. 89, No. 3.

Timothy A. Judge, Joyce E. Bono, Remus Ilies & Megan W. Gerhardt


(2002), “Personality and Leadership: A Qualitative and
Quantitative Review”, Journal of Applied Psychology Copyright
2002 by the American Psychological Association, Inc. 2002, Vol.
87, No. 4, 765– 780.

38
LAMPIRAN JURNAL 2

JURNAL STUDI GENDER & ANAK

TANTANGAN KEPEMIMPINAN
PEREMPUAN DI TINGKAT LOKAL1

Maria Ulfah Anshor *)

*) Penulis adalah Ketua Umum PP Fatayat NU.

Abstract: Woman leadership normatively has strong legitimating basis, from theological, philosophical, or law’s
perspective. However, in reality still face many obstacles, internal or external. Main agenda to struggle is around education,
economic, health, and stopping violence to woman. Several strategies for future election are: fist, review to all entire law
products that contradict with gender equality principle. Second, is enhancing political education through independent civil
society organizations. Third, woman participation in general election must be more critics to vote leader that have
perspective and concern to people. Fourth, is preparing leader cadre that ready to fill 30% woman quota in legislative or
executive institution on all level. Keywords: Woman leadership, woman quota, election.

A. PENDAHULUAN

Kepemimpinan perempuan secara normatif memiliki legitimasi yang sangat kuat, baik secara
teologis, filosofis, maupun hukum. Dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang telah
disetujui oleh negara-negara anggota PBB, termasuk oleh Indonesia, menyebutkan sejumlah pasal
yang memberikan kebebasan kepada perempuan untuk memilih pemimpin maupun menjadi
pemimpin. Begitu juga dalam Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
Terhadap Perempuan yang disahkan melalui Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI)
Nomor 7 Tahun 1984 dan dalam Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap perempuan, telah
memberikan jaminan bahwa perempuan terbebas dari tindakan diskriminasi dalam bentuk
apapun. UU RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, telah menjamin keterwakilan
perempuan baik di legislatif, eksekutif, maupun yudikatif (pasal 46). Selain itu, Instruksi Presiden
(Inpres) Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarus Utamaan Gender dalam Pembangunan Nasional

39
yang mengharuskan seluruh kebijakan dan Program Pembangunan Nasional dirancang dengan
perspektif gender.

Namun, dalam tataran realitas masih mengalami banyak tantangan dan hambatan, baik secara
internal maupun eksternal. Sekadar contoh, masih segar dalam ingatan kita adalah penetapan
kuota 30% bagi perempuan sebagai calon anggota legislatif dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum. Ternyata hasilnya pada Pemilu 2004
belum signifikan, masih jauh di bawah target.

Sebagai gambaran, di DPR-RI perempuan hanya mendapatkan 11,27% dari 550 orang, di
DPD perempuan mendapat 21% dari 128 orang, dan di DPRD propinsi hanya 9% dari 1.849
orang.2 Padahal ketika itu, kampanye perempuan memilih perempuan diapresiasi oleh banyak
kalangan dan pendidikan politik untuk masyarakat boleh dibilang lumayan besar. Fakta tersebut
menunjukkan bahwa partisipasi perempuan dalam politik masih menghadapi tantangan dan
hambatan. Pada kasus Pemilu 2004, dari sisi isi (content) hukum, seperti yang kita tahu, masih
setengah hati dan tidak ada sanksi, begitu juga dari sisi struktur maupun kulturnya, masih sangat
bias gender. Apalagi dengan ditolaknya kuota dalam Undang-undang Partai Politik pada tahun
2002, membuat tidak kondusif penempatan perempuan dalam nomor urut pencalonan pada
Pemilu 2004 sehingga sangat merugikan kaum perempuan.

Pusat Studi Gender STAIN Purwokerto YINYANG


ISSN: 1907-2791

Vol.3 No.1 Jan-Jun 2008 pp.81-88

40
JURNAL STUDI GENDER & ANAK

Oleh karena itu, perubahan terhadap UU yang terkait dengan pemilu merupakan keharusan yang tidak bisa
ditawar. Begitu juga paket Rancangan Undang-undang politik yang terdiri dari UU RI Nomor 31 Tahun 2002
tentang Partai Politik, UU RI Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu, UU RI nomor 22 tahun 2003 tentang
Susunan, dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Per-wakilan Rakyat (DPR),
Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakya Daerah (DPRD); UU RI Nomor 23 Tahun
2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, harus mengakomodir semangat affirmative
action ke dalam batang tubuh seluruh RUU politik tersebut.

B. MENGENALI HAMBATAN YANG MULTIDIMENSI

Budaya masyarakat yang bersumber dari tradisi telah berlangsung secara turun temurun menempatkan
peran perempuan di sektor domestik, dan laki-laki di sektor publik, mengakibatkan akses dan partisipasi
perempuan dalam dunia politik sangat rendah. Konsekuensi yang terjadi kemudian sangat logis kalau ranah
politik hingga saat ini masih patriarkhis, laki-laki mendominasi secara luas arena politik, termasuk di dalamnya
memformulasikan aturan-aturan dan standar permainan politik yang menihilkan kepentingan perempuan.
Perempuan yang terjun ke dunia politik harus menerima kenyataan diperlakukan sebagai kelompok minoritas
yang dihadapkan pada banyaknya undang-undang atau kebijakan yang tidak memiliki perspektif perempuan.

Begitu juga budaya masyarakat yang bersumber dari pemahaman agama, khususnya di tingkat lokal, turut
menjadi faktor yang menghambat lajunya kepemimpinan perempuan. Dari pengalaman pemilu tahun 2004,
berikut penulis ilutrasikan sebagai bahan pengayaan salah satu bentuk pembelajaran politik yang harus
dihadapi perempuan. Contohnya, di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU), meskipun sudah ada fatwa bahwa
perempuan diperbolehkan menjadi pemimpin di tingkat nasional, tetapi implementasinya tidak mudah.

Dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdlatul Ulama yang diselenggarakan pada 17-21 Nopember
1997, ditetapkan Keputusan Nomor 004/Munas/11/1997 mengenai Kedudukan Perempuan dalam Islam.
Keputusan tersebut mengakui bahwa:

Islam memberikan hak yang sama kepada perempuan dan laki-laki sebagaimana ditegaskan dalam
al-Qur’an dan Hadis, namun dalam kenyataan pengaruh budaya patriarkhi telah mendistorsi prinsip
tersebut sehingga menjadikan perempuan tersubordinasi dan terdiskriminasi dalam peran-peran publik.

Selain itu, secara eksplisit disebutkan juga bahwa:

Dalam konteks peran publik menurut prinsip Islam, perempuan diperbolehkan melakukan peran-
peran tersebut dengan konsekuensi bahwa ia dapat dipandang mampu, dan memiliki kapasitas untuk
menduduki peran sosial dan politik tersebut. Dengan kata lain, kedudukan perempuan dalam proses
sistem negara-bangsa telah terbuka lebar, terutama perannya dalam masyarakat majemuk ini, dengan
tetap mengingat bahwa kualitas, kapasitas, kapabilitas, dan akseptabilitas harus menjadi ukuran,
sekaligus tanpa melupakan fungsi kodrati perempuan sebagai sebuah keniscayaan.

Keputusan tersebut tidak hanya membanggakan perempuan di lingkungan lembaga dan badan otonom
perempuan NU karena telah memiliki landasan yuridis yang sah, tetapi dijadikan pegangan oleh gerakan

41
perempuan dan lembaga-lembaga di luar struktur NU dalam melakukan penyadaran terhadap kaum perempuan
di Indonesia. Dalam keputusan tersebut secara tegas menyaratkan kualitas, kapasitas, kapabilitas, dan
akseptabilitas. Syarat tersebut bersifat umum, berlaku bagi laki-laki maupun perempuan.

Pusat Studi Gender STAIN Purwokerto YINYANG ISSN: 1907-2791

Vol.3 No.1 Jan-Jun 2008 pp.81-88

42
JURNAL STUDI GENDER & ANAK

Persyaratan-persyaratan inilah yang selayaknya dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam menetapkan
pilihan capres maupun cawapres sehingga tidak terjebak pada fatwa yang seksis.

Namun kenyataannya, pada pemilu 2004, di antara para kiai mengeluarkan fatwa baru untuk kepentingan
kelompoknya masing-masing. Bagi kiai-kiai yang pro pasangan Megawati dengan Hasyim Muzadi
menginstruksikan kepada seluruh santrinya untuk mendukung Mega-Hasyim, dengan ancaman bagi yang tidak
mau mendukung dianggap murtad, dengan alasan mengedepankan kebaikan (kemas-lahatan) bagi warga NU.
Sebagaimana dijelaskan oleh mereka, “Kami tidak memakai pertimbangan hukum atau konstitusi, melainkan
manfaat dan maslahatnya bagi warga NU”.

Sebaliknya, bagi kiai-kiai yang pro Shalahuddin Wahid mengeluarkan fatwa haram memilih maupun
menganjurkan presiden perempuan. Hal itu sebagaimana disampaikan salah satu kiai, “Meskipun pendapat
tersebut didasarkan pada kitab-kitab lama, tetapi larangan memilih presiden perempuan tetap berlaku dalam
konteks dunia modern”.

Para kiai memang memiliki otoritas untuk mengeluarkan fatwa karena masing-masing diakui memiliki
kedalaman ilmu keislaman yang tinggi, namun kedua fatwa tersebut sangat disayangkan karena terkesan
menjustifikasi kepentingan politik yang saling menjatuhkan lawan, bahkan mempertontonkan arogansinya
kepada publik di luar komunitas NU.

Fatwa Pasuruan yang berisi larangan memilih presiden perempuan sangat mengagetkan para aktivis dan
tokoh gerakan pemberdayaan perempuan di Indonesia (ketika itu) karena bertentangan dengan prinsip-prinsip
universal mengenai hak-hak perempuan, baik dalam Islam maupun dalam Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia, dan deklarasi lainnya, seperti Konvensi Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap
Perempuan. Dari kalangan NU, khususnya Fatayat NU, sangat menyayangkan kalau tokoh-tokoh kharismatik
NU mengeluarkan fatwa hanya untuk kepentingan kelompok tertentu yang sifatnya jangka pendek.

Dalam tradisi Islam, fatwa memang bukan teks yang memiliki kekuatan setara dengan al-Qur’an atau
Hadis sehingga setiap saat bisa saja berubah atau dibuat fatwa baru untuk menganulir fatwa lama. Akan tetapi,
tidak berarti bahwa fatwa bisa dibuat berdasarkan pesanan atau kepentingan golongan, apalagi kepentingan
pribadi dengan mengabaikan tujuan pembentukan hukum Islam (maqashid al-syari’ah), yaitu merealisir
kebaikan atau kemaslahatan umat manusia. Konteks kemaslahatan tersebut meskipun bersifat relatif, tetapi
memiliki indikasi-indikasi yang sebenarnya bisa diukur. Pemberdayaan perempuan yang dilakukan oleh
banyak lembaga di Indonesia termasuk di NU merupakan salah satu upaya dalam rangka mewujudkan
kemaslahatan umat manusia yang harus dipandang sebagai perintah Tuhan.

Tantangan lain adalah praktik politik uang (money politic). Fenomena tersebut mewarnai hampir seluruh
biaya yang harus dikeluarkan oleh seorang calon pemimpin, baik dalam pemilu legislatif, eksekutif, termasuk
pilkada menjadi sangat mahal. Bahkan sebagian besar partai politik menjadikannya sebagai faktor penentu
dalam menetapkan nominasi kandidat sehingga mengabaikan etika politik yang mengedepankan nilai-nilai
keadilan, kejujuran, dan kemaslahatan bagi kepentingan bangsa. Etika politik yang sarat dengan nilai-nilai
luhur dan jujur, tampaknya telah bergeser dengan “nilai uang”. Selama pengambil keputusan, partai politik
menjadikan uang sebagai prasyarat dalam rekruitment kandidat, mereka akan selalu menutup mata terhadap
kader perempuan yang berkualitas.

43
Asumsi tersebut diperkuat oleh jajak pendapat Kompas yang menyimpulkan bahwa “59 persen responden
menilai, hingga saat ini tidak ada satu pun partai politik yang bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan
nepotisme”. Sejauh ini, publik pun masih menilai berbagai pertarungan antarpartai politik yang selama ini
terjadi, baik di parlemen, pemerintahan, atau di tubuh partai sendiri, tidak lepas dari praktik politik uang”. 3

C. STRATEGI MENEROBOS TANTANGAN

Pemilu 2009 harus dijadikan momentum untuk kembali mengingatkan masyarakat sipil bahwa pemilihan
pemimpin membawa konsekuensi, yang hasilnya akan berdampak jangka panjang. Sekali kita salah pilih
terhadap pemimpin yang korup, pemimpin yang tidak memiliki etika dan nurani, pemimpin yang tidak
memiliki konsep terhadap perubahan, penegakan keadilan, dan kesetaraan bagi perempuan, serta pemimpin
yang tidak punya komitmen terhadap penderitaan rakyat, maka akibat yang dikorbankan sangat mahal. Tidak
sekadar materi, tetapi juga nilai-nilai dan ideologi yang selama ini telah kita perjuangkan bersama.

Persoalan perempuan bukan persoalan yang berdiri sendiri, tetapi terkait dengan aspek-aspek yang lain.
Oleh karena itu, perlu dilakukan terobosan yang komprehensif untuk meningkatkan partisipasi pe-rempuan
sebagai pengambil kebijakan publik. Di antara agenda utama yang harus diperjuangkan untuk perbaikan
kondisi masyarakat serta peningkatan posisi perempuan adalah masih sama seperti isu pada pemilu 2004, yaitu
di seputar pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan penghentian kekerasan terhadap perempuan.

Beberapa strategi untuk pemilu mendatang di antaranya: pertama, melakukan peninjauan ulang terhadap
seluruh produk hukum yang bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan gender. Rancangan Undang-Undang
paket politik yang merupakan usulan perubahan terhadap UU bidang politik, saat ini masih dalam proses
pembahasan di DPR RI. Seluruh tahapan dalam proses pembahasan UU tersebut harus dikawal secara
menyeluruh. Jangan sampai ada satu pasal pun yang menghambat perempuan menempati posisi-posisi
strategis, baik di legislatif maupun eksekutif. Perspektif gender menjadi keharusan dalam persyaratan
rekruitmen calon legislatif ataupun eksekutif agar kebijakan-kebijakan dan perundang-undangan yang
merugikan perempuan dapat diminimalisir.

Kedua, meningkatkan pendidikan politik kepada warga negara sebagai pemilih melalui organisasi-
organisasi masyarakat sipil yang independen. Masyarakat harus sadar bahwa berpartisipasi dalam pemilu
adalah hak setiap individu sebagai warga negara yang dilindungi dan dijamin kebebasannya oleh undang-
Undang. Masyarakat tidak perlu takut untuk menolak, dan tidak ikut memililih, jika memang tidak ada calon
terbaik yang bisa dipilih. Masyarakat sebagai pemilih, harus mengetahui bahwa para calon, masing-masing
memiliki kelebihan dan kekurangan, yang harus diinformasikan secara objektif dan transparan kepada
masyarakat, khususnya di grass root. Masyarakat harus dididik mengikuti pemilu secara demokratis agar tidak
dijadikan objek kepentingan perolehan suara, oleh tokoh-tokoh politik. Masyarakat sudah waktunya untuk
diberdayakan dalam politik, bukan diperdaya dan dieksploitasi untuk kepentingan elit partai politik.
Menganggap masyarakat sebagai objek perolehan suara adalah keliru, mereka adalah subjek yang memiliki
otoritas dan mampu menentukan hak suaranya. Apapun status sosial mereka, suara mereka sangat signifikan
untuk mengantarkan pemimpin yang arif dan adil.

Ketiga, partisipasi perempuan dalam pemilihan umum harus dilakukan lebih kritis untuk memilih
pemimpin yang memiliki perspektif dan kepedulian kepada rakyat. Dengan kata lain, meningkatkan pen-
didikan kritis bagi perempuan pemilih pada pemilihan umum mendatang, mutlak harus dilakukan agar mereka

44
hanya memilih partai yang merepresentasikan kepentingan perempuan. Jangan sampai mereka terjebak pada
kepentingan-kepentingan pragmatis, dengan mengabaikan kepentingan strategis terhadap

Pusat Studi Gender STAIN Purwokerto YINYANG ISSN: 1907-2791

Vol.3 No.1 Jan-Jun 2008 pp.81-88

45
JURNAL STUDI GENDER & ANAK

perbaikan kondisi bangsa yang nyaris terpuruk. Program-program yang dikampanyekan para calon pemimpin, baik untuk
legislatif maupun eksekutif harus mengindikasikan adanya jaminan untuk menjadikan bangsa Indonesia ke depan lebih baik.

Keempat, menyiapkan kader-kader pemimpin yang siap mengisi kuota 30% perempuan dalam legislatif maupun eksekutif di
seluruh level agar jumlah keterwakilan perempuan meningkat, sebagaimana yang diharapkan, yaitu minimal 30% dari total kursi
yang tersedia.

ENDNOTE

1Disampaikan pada diskusi Tantangan Kepemimpinan Perempuan: Kini dan Mendatang yang
diselenggarakan Pokja Perempuan Kerjasama dengan Harian Kompas, di Jakarta pada 23 Nopember
2007.

& Ani Soetjipto, Politik Perempuan Bukan Gerhana (Jakarta: Kompas, 2005), hal.
7.

(3) Kompas, Senin, 28 Pebruari 2005, hal 7.

DAFTAR PUSTAKA

Soetjipto, Ani. 2005. Politik Perempuan Bukan Gerhana. Jakarta: Kompas.

Kompas, Edisi Senin, 28 Pebruari 2005.

46
LAMPIRAN JURNAL 3

AGORA Vol. 5, No. 1, (2017)

ANALISIS KEPEMIMPINAN PEREMPUAN

STUDI KASUS PADA DIREKTUR UTAMA PT HER YEONG KITCHENWARE INDONESIA

Cynthia Noviani

Program Manajemen Bisnis, Program Studi Manajemen, Universitas Kristen Petra


Jl. Siwalankerto 121-131, Surabaya

E-mail: cynthiaanoviani@gmail.com

Kata Kunci—Kepemimpinan perempuan, maskulin, feminim,


transformasional, transaksional.
Abstrak—Pemimpin menjadi kunci penting dalam mencapai
keberhasilan sebuah bisnis. Diskriminasi gender masih dialami
oleh perempuan. Hal ini bisa saja dikarenakan publik masih
memiliki mindset yang sama dengan sebelum terjadinya I. PENDAHULUAN
emansipasi wanita. Terdapat anggapan bahwa kepemimpinan
lebih cocok diduduki oleh laki-laki dan perempuan sebagai
pengikutnya Tetapi saat ini perempuan sudah mulai menunjuk-
kan kemampuannya dalam memimpin. Setiap pemimpin baik itu Kesuksesan dari sebuah bisnis tidak dapat
laki-laki atau perempuan memiliki karakteristik dan gaya dilepaskan dari sosok pemimpin. Pemimpin
kepemimpinan masing-masing. Terdapat dua belas karakteristik menjadi kunci penting dan ujung tombak dalam
kepemimpinan perempuan dan empat gaya kepemimpinan
perempuan. Empat gaya kepemimpinan perempuan yaitu gaya mencapai keberhasilan sebuah bisnis. Oleh karena
kepemimpinan maskulin, gaya kepemimpinan feminim, gaya itu, setiap bisnis yang dijalankan oleh perusahaan
kepemimpinan transformasional, dan gaya kepemimpinan tran- pasti membutuhkan sosok pemimpin untuk
saksional. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gaya
kepemimpinan perempuan yang diterapkan oleh pemimpin PT
memimpin perusahaan mencapai tujuannya. Namun
Her Yeong Kitchenware Indonesia. Penelitian ini adalah sebuah tidak mudah dan tidak semua orang dapat menjadi
penelitian kualitatif deskriptif yang menggunakan metode pemimpin. Pemimpin yang baik harus memiliki
pengumpulan data melalui wawan-cara. Teknik penentuan jiwa kepemimpinan (leadership) dalam dirinya.
informan menggunakan purposive sampling. Untuk menguji
keabsahan data, peneliti menggunakan triangulasi sumber.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemimpin hanya Banyak orang menganggap pemimpin adalah
menerapkan tiga dari dua belas karakteristik kepemimpinan seseorang yang menduduki posisi tertinggi. Tetapi
perempuan. Diantara gaya kepemimpinan maskulin-feminim,
pemimpin menerapkan gaya kepemimpinan maskulin. pemimpin yang se-benarnya adalah seorang pribadi
Sedangkan diantara gaya yang memiliki kecakapan dan

kepemimpinan transforma-sional-transaksional,
pemimpin menerapkan gaya kepemimpinan
transaksional. Tetapi diantara gaya
kepemimpinan maskulin dan transaksional,
pemimpin menerapkan gaya kepemimpinan
mas-kulin. Hal ini dikarenakan pemimpin
adalah sosok pemimpin yang tegas dan
berorientasi pada tugas.

47
mengalami kesulitan untuk mendapatkan
kesempatan menjadi pemimpin dalam dunia bisnis.
Diskriminasi gender masih dialami oleh perempuan.
kelebihan, khususnya kecakapan dan kelebihan di Hal ini bisa saja dikarenakan publik masih memi-
satu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi liki mindset yang sama dengan sebelum terjadinya
orang lain untuk bersama-sama melakukan emansipasi wanita. Kewajiban perempuan sebagai
aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu istri dan ibu telah mem-buat perempuan memikul
atau beberapa tujuan (Kartono, 2010). Pemimpin beban ganda, tanggung jawab ke-pada keluarga
yang baik harus mampu untuk menjalankan membuat waktu yang dimiliki perempuan lebih
tugasnya secara efektif. Maksudnya adalah terbatas, sehingga melahirkan anggapan bahwa
pemimpin tersebut mampu untuk mem-pengaruhi kepemimpinan lebih cocok diduduki oleh laki-laki
individu lain untuk melakukan tugasnya guna dan perempuan sebagai pe-ngikutnya (Eka dan
mencapai tujuan tertentu. Pemimpin yang baik Inayatillah, 2009, p.199).
seharusnya tidak ditentukan oleh faktor gender.
Siapapun baik itu laki-laki ataupun perempuan Masih terdapat juga perbedaan pandangan,
apabila ia dapat mempengaruhi individu lain untuk apakah perempuan memiliki kompetensi dan
bekerja mencapai tujuan maka ia dapat dikatakan kemampuan yang me-madai sebagai modal untuk
sebagai pemimpin yang efektif. Namun, menurut menjadi pemimpin. Jajak pendapat yang dilakukan
data dari institusi StockWatch dari 398 CEO oleh UNDP (2010, p.38), tentang perilaku dan
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, persepsi terhadap partisipasi perempuan secara
jumlah perempuannya hanya 19 orang saja atau sosial, ekonomi dan politis mengungkapkan bahwa
4.77%. Kuantitas direktur perempuan dari 1.289 77.6 responden laki-laki maupun perempuan
direktur di perusahaan yang telah go public, porsi memandang bahwa laki-laki harus menjadi
perempuan hanya 12.02% atau 155 orang saja. pengambil keputusan dan pemimpin di kalangan
Menurut data dari perusahaan yang terdaftar di masyarakat. Temuan dari survei tersebut menunjuk-
majalah SWA100, presentase CEO perempuan di kan bahwa masih ada sebagian masyarakat yang
perusahaan publik hanya 2% (Majalah SWA, meragukan kemampuan memimpin seorang
15/04/09). perempuan. Padahal tidak menutup kemungkinan
bahwa perusahaan yang dipimpin oleh perempuan
Rendahnya presentase perempuan sebagai CEO bisa lebih sukses daripada dipimpin oleh laki-lakI.
menjadi bukti bahwa kaum perempuan masih
Menurut hasil studi terbaru dari The Peterson Institute p.4). Menurut penelitian sebelumnya, secara umum
for International Economics dan Ernst & Young (EY) perempuan memiliki dua gaya kepemimpinan yaitu
menemu- ga-ya kepemimpinan maskulin-feminim (Stelter, 2002)
dan gaya kepemimpinan transformasional-
kan bahwa dengan lebih banyak wanita di perusahaan transaksional (Lopez, Garcia,

akan meningkatkan profit secara signifikan. Laporan & Martoz, 2012). Namun sebenarnya kedua macam
yang ditulis dengan judul Is Gender Diversity gaya tersebut memiliki hubungan feminim cenderung
pada trans-formasional (van Engen, Rien, &
Profitable? Evidence from a Global Study Willemsen, 2001). Sedang-kan maskulin cenderung
mengungkapkan bahwa perusahaan atau organisasi pada transaksional (Verhulp, 2012). Sehingga kedua
gaya ini dapat disatukan.
dengan 30% pemimpinnya adalah wanita akan
PT Her Yeong Kitchenware Indonesia adalah
meningkatkan presentase profit hingga 6%.
perusahaan yang bergerak di bidang kerajinan
kitchenware dan membuat produk seperti tempat
Setiap pemimpin memiliki gaya kempemimpinan sabun dan alat-alat rumah tangga dengan bahan dasar
yang ber-beda baik laki-laki maupun perempuan. Gaya batu marmer. PT Her Yeong Kitchenware Indo-nesia
kepemimpinan adalah pola menyeluruh dari tindakan menjalankan usahanya khusus untuk pasar luar negeri.
seorang pemimpin, baik yang tampak maupun tidak Negara yang menjadi tujuan ekspor terbesar adalah
tampak oleh bawahannya (Rivai & Mulyadi, 2009, Amerika, produk dikirimkan ke kota-kota besar seperti
48
Los Angeles, Canada, dan New York. Selain Amerika
produk juga di ekspor ke Spanyol, Jepang, Jerman, dan
China. Permintaan pasar terhadap produk yang
dihasilkan oleh PT Her Yeong Kitchen-ware Indonesia ingin nmelakukan penelitian dengan judul “Analisis
terus meningkat setiap tahun hal ini dikarena-kan Kepemim-pinan Perempuan Studi Kasus Pada
mutu/kualitas produk yang dihasilkan terjamin. Direktur Utama PT Her Yeong Kitchenware
Peneliti memilih PT Her Yeong Kitchenware
Indonesia”.
Indonesia karena CEO yang memimpin PT Her Yeong
Kitchenware Indonesia saat ini adalah seorang
perempuan. Beliau telah menjadi CEO sejak Perbedaan laki-laki dan perempuan juga membawa
perusahaan ini didirkan pada tahun 2000. Sebelum perbedaan dalam cara memimpin. Menurut Allan &
menjadi CEO di PT Her Yeong Kitchenware Barbara Pease (2005) karakteristik pemimpin
Indonesia, beliau bekerja di Maspion sebagai asisten perempuan adalah seba-gai berikut:
kepala pabrik enamel. Banyak kendala yang beliau
hadapi saat membangun dan mengembangkan (1) Mengedepankan hubungan interpersonal dan
perusahaan ini. Salah satunya adalah beliau belum keintiman. Pemimpin perempuan
berpengalaman menduduki posisi Direktur Utama mengedepankan bagaimana bawahan yang
sehingga peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana bekerja sama dengannya merasa nyaman dan
kepemimpinan yang diterapkan oleh pemimpin saat senang bekerja.
menjadi Direktur Utama. Saat pertama kali (2) Peka secara emosional.
menjalankan perusahaan, beliau harus turun langsung Emosi perempuan lebih mudah tergugah., banyak
ke lapangan yang mayoritas pekerjanya adalah laki- berbicara tentang perasaan dan emosi.
laki. Meskipun beliau tidak menerima penolakan dari
karyawan tetapi beliau merasakan ada beberapa (3) Banyak membicarakan perasaan
karyawan laki-laki yang meragukan kemampuannya Topik pembicaraan perempuan lebih banyak
dalam memimpin. mem-bicarakan perasaan-perasaan mereka
selama di tempat kerja.
Dari fenomena yang dipaparkan diatas, peneliti ingin
melihat bagaimana gaya kepemimpinan Direktur (4) Menganggap hebat bawahan yang mau
Utama perempuan di PT Her Yeong Kitchenware mendengar. Bagi pemimpin perempuan
Indonesia. Perusahaan ini dapat terus bertahan dan didengarkan berbicara me-nunjukkan bahwa
beroperasi hingga saat ini walaupun dipimpin oleh bawahan mempunyai respek yang tinggi terhadap
seorang perempuan yang masih diragukan self esteem-nya. Dia akan merasa di-
kemampuan-nya. Hal ini menjadi bukti bahwa hargai dan diperhatikan.
perempuan memiliki kemam-puan dan layak untuk
mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki-laki Sedangkan menurut Gurian & Annis (2008)
untuk menjadi pemimpin. Berdasarkan uraian tersebut, pemimpin perempuan lebih cenderung untuk:
maka peneliti
1. Membentuk ikatan dengan karyawan dengan
memperluas percakapan dengan cara eksplorasi.
2. Memberikan sebanyak mungkin koneksi
langsung kepada karyawan.
3. Menekankan aktivitas yang kompleks dan
multitasking,
tindakan, pengembangan tim−memperluas
kepemimpinan dalam berbagai tugas dan jauh
dari dominasi oleh satu tugas.

4. Bekerja secara konsisten membantu orang lain


dalam mengungkapkan emosi dalam kata-kata
bukan hanya dalam tindakan.
5. Mencari metode empati langsung ketika perasaan
seseorang terluka, bahkan dengan mengorbankan
tujuan saat ini.
49
6. Pemimpin perempuan lebih mungkin untuk Penelitian yang menghubungkan gender dengan
melakukan adaptasi jadwal mereka terhadap gaya kepemimpinan umumnya mengarah ke gaya
kebutuhan mendesak orang lain. kepemimpinan tertentu yang terlihat khas perempuan.
Loden (1985) berdasarkan studi menyimpulkan adanya
7. Pemimpin perempuan mempromosikan
perbedaan jenis kelamin dalam gaya kepemimpinan
pengembangan keterampilan dan bakat karyawan
yakni maskulin dan feminim. Loden menyatakan
melalui penekanan pada dorongan verbal dan
bahwa laki-laki cenderung memiliki gaya
pujian.
kepemimpinan maskulin sedangkan perempuan lebih
8. Mencoba untuk membantu karyawan untuk cenderung memiliki gaya kepemimpian feminim.
menyelesai-kan konflik emosional dan stres
sehingga sistem ikatan keseluruhan dapat Penelitian Rosener (Parker, 1996) memperlihatkan
menjadi lebih baik. perem-puan Anglo-American cenderung lebih bergaya
transforma-
AGORA Vol. 5, No. 1, (2017) o Dapat berkompromi dengan orang lain

o Dalam menjalin hubungan, mereka memilih


sional sedangkan para prianya transaksional yang hubungan yang saling menguntungkan.
sependapat bahwa perempuan lebih demokratis dan b. Task Oriented
partisipatif sedangkan pria lebih otokratik dan direktif.
Parker (1996) juga se-pendapat bahwa perempuan Menurut Griffin (2010) dan Manktelow (2012),
lebih transformasional daripada transaksional. pemimpin yang berorientasi pada tugas akan lebih
fokus untuk mencari langkah-langkah dalam mencapai
Tetapi dalam kenyataannya tidak selalu dua gaya tujuan tertentu. Mereka kurang memberikan perhatian
yang dipunyai pemimpin perempuan, bisa saja seorang terhadap karyawan atau bawahannya, karena menurut
pemimpin perempuan memiliki kombinasi dari dua mereka penyelesaian tugas secara optimal adalah yang
gaya tersebut karena menyesuaikan dengan utama. Menurut Bass (1990), kerangka perilaku dari
karakteristik atau tuntutan pekerjaan (Situmorang, task oriented adalah:
2011).
o Memberikan fasilitas kerja yang optimal demi
hasil yang maksimal.
1. Gaya Kepemimpinan Maskulin
o Fokus pada struktur, peraturan, dan tugas.
Kepemimpinan maskulin merupakan o Menghasilkan hasil yang diinginkan adalah
kepemimpinan yang bernuansa power over yang prioritas.
memiliki arti gaya ke-pemimipinannya menonjolkan
kekuasaan untuk memimpin para bawahannya o Penekanan pada penetapan tujuan dan rencana
yang jelas
(Thesaurus of Oxford Dictionary, 1995). Menurut
Engen, Rien, dan Willemsen (2001), gaya untuk mencapai tujuan
kepemimpinan maskulin memiliki dua dimensi yang tersebut.
reward-
paling menonjol, yaitu: o Menggunakan sistem punishment.

a. Assertive
2. Gaya Kepemimpinan Feminim
Dorland Medical Dictionary (2007) menyatakan
bahwa ketegasan adalah kualitas yang menjadi yakin Menurut Humm (Sisparyadi, 2009, p. 194), ke-
pada diri sendiri dan percaya diri tanpa menjadi pemimpinan feminim merupakan suatu bentuk
agresif. Menurut Reid (2000) dan Virkler (2009), kepemimpinan aktif. Kepemimpinan semacam ini
kerangka perilaku dari assertive adalah: merupakan satu dari sebuah proses dimana pemimpin
o Ekspresif adalah pengurus bagi orang lain, penanggung jawab
o Mengerti haknya aktivitas (steward) atau pembawa pengalaman (carrier
of experience). Gaya kepemimpinan feminim ini
o Dapat mengendalikan emosi memiliki tiga dimensi sebagai berikut (Füsun dan
Altintas, 2008):
50
a. Charismatic/Value Based
Pemimpin perempuan mungkin untuk
menunjukkan atribut kepemimpinan transformasional. Pemimpin memiliki pandangan kedepan (plans
Kerangka perilaku dari charismatic/ value based ini ahead).
adalah:
o Visionary o Inspirational
Pemimpin adalah orang yang percaya diri,
antusias, dan

motivasional.
b. Team Oriented
Pemimpin perempuan bertindak lebih demokratis
dan kolaboratif daripada pemimpin laki-laki. Kerangka
perilaku dari team oriented adalah:
o Collaborative team orientation

Pemimpin merupakan pribadi yang group oriented,


kolaboratif, dan loyal.
o Team integrator

Pemimpin merupakan orang yang komunikatif dan


melakukan koordinasi di dalam perusahaan

c. Self-protective
Pemimpin perempuan memliliki orientasi yang
lebih banyak kepada hubungan dan memiliki tingkat
keegoisan yang rendah di dalam organisasi. Kerangka
perilaku dari self protective adalah:
o Self-centered
Pemimpin merupakan orang yang tidak mudah
dalam bersosialisasi (asosial) dan non-partisipatif.
o Procedural/bureaucratic
Pemimpin merupakan orang yang prosedural dan
formal. 3. Gaya Kepemimpinan Transformasional

Pemimpin transformasional adalah pemimpin


yang merangsang dan memberikan inspirasi
(transformasi) pengikut untuk mencapai hasil yang
luar biasa (Robbins & Coulter, 2007, p. 530). Burns
(1978) dalam buku Rowe (2013, p.216) mengatakan
kepemimpinan transformasional sebagai proses yang
dimana para pemimpin terlibat dengan pengikut dan
mengembangkan hubungan yang meningkatkan moral
dan motivasi pengikut dan pemimpin. Menurut Yukl
(2012) kepemimpinan transformasional memiliki
empat faktor sebagai berikut:

51
1. Idealized Influence/Charisma o Menggunakan ekspresi wajah yang
hidup 2. Inspirational Motivation\
Pemimpin dengan faktor ini adalah panutan (role
model) yang kuat yang ingin ditiru dan dikenal oleh Pemimpin ini mendorong pengikut untuk mencapai
pengikut. Pengikut mengembangkan rasa hormat yang lebih
mendalam dan umumnya memiliki tingkat banyak dalam kepentingan organisasi daripada jika
kepercayaan yang tinggi kepada para pemimpin ini mereka mencoba untuk mencapai kepentingan pribadi
(Northouse, 2013).. Kerangka perilaku yang mereka sendiri. Pemimpin ini meningkatkan semangat
menunjukkan pemimpin berkarisma (idealized tim melalui membina, mendorong, dan mendukung
influence/ charisma) adalah (DuBrin, 2005): pengikut (Yukl, 2012). Kerangka perilaku dari
pemimpin yang dapat menjadi inspirasi dan
o Keteladanan o memberikan motivasi (inspirational motivation)
Berlaku jujur o
Kewibawaan adalah (Bass & Avolio, 1996):
o Memiliki semangat o o Memberikan motivasi
Memberikan pujian
o Memberi inspirasi pada pengikut
AGORA Vol. 5, No. 1, (2017) o Pemberdayaan o
Demokratif o
Partisipatif

o Percaya diri o Memberikan penghargaan


o Meningkatkan optimism 4. Gaya Kepemimpinan Transaksional
o Memberikan semangat pada Menurut Burns (1978) dalam buku Rowe
kelompok 3. Intellectual (2013), kepemimpinan transaksional menekankan pada
Stimulation pertukaran antara pengikut dan pemimpin. Pemimpin
transaksional mengenali kebutuhan dan keinginan
Pemimpin dengan faktor ini mendorong bawahan pengikut dan kemudian mengklarifikasi bagaimana
untuk menjadi inovatif dan kreatif (Yukl, 2012). kebutuhan dan keinginan tersebut akan dipenuhi
kerangka perilaku dari pemimpin yang memiliki sebagai pertukaran untuk memenuhi tujuan tertentu
intellectual stimulation adalah (DuBrin, 2005): atau melakukan tugas-tugas tertentu. Menurut Yukl
(2012) kepemimpinan transaksional memiliki tiga
o Inovatif faktor sebagai berikut:
o Profesionalisme
o Penilaian diri (Self assessment) o a. Contingent Reward
Mengembangkan ide baru
Faktor ini menjelaskan proses dimana pemimpin
o Kepemimpinan dan pengikut saling bertukar upaya, dimana upaya
kolektif o Kreatif pengikut ditukar dengan imbalan dari para pemimpin.
4. Individualized Consideration Kerangka perilaku dari contingent reward adalah
(Avolio & Bass, 1987):
Pemimpin dengan faktor ini sangat mendukung o Pemimpin mengakui prestasi kerja karyawannya.
dan peduli untuk mendengarkan dan memahami
kebutuhan para pengikutnya. Para pemimpin ini o Pemimpin memberikan imbalan atau reward
membantu pengikut dalam mengembangkan diri kepada karyawannya yang berprestasi.
melalui tantangan yang berhubungan dengan pekerjaan
dan merawat karyawan dengan cara yang tepat untuk o Pemimpin mampu mengidentifikasi bentuk
setiap karyawan (Northouse, 2013). Kerangka perilaku imbalan yang sesuai dengan jenis pekerjaan yang
dari pemimpin yang memiliki individual consideration dibebankan.
adalah (DuBrin, 2005): o Pemimpin memberitahu apa yang akan diperoleh
karyawan jika berhasil melakukan pekerjaan yang
o Toleransi telah diberikan.
o Adil
52
b. Management-by-exception (Active)
Pemimpin yang menggunakan bentuk ini yang benar. Kerangka perilaku dari management by
memonitor bawahannya untuk melihat jika mereka exception active adalah (Avolio & Bass, 1987):
melanggar aturan atau membuat kesalahan. Ketika
aturan dilanggar dan/atau kesalahan dibuat, pemimpin o Pemimpin sering mengawasi dengan ketat pekerjaan yang
akan mengambil tindakan korektif dengan dilakukan oleh karyawan untuk menghindari kesalahan.
mendiskusikan dengan bawahannya kesalahan apa
yang telah mereka lakukan dan bagaimana melakukan o Pemimpin melakukan pembetulan atau koreksi
hal kepada karyawan apabila terjadi kesalahan.
c. Management-by-exception (Passive)
Pemimpin yang menggunakan bentuk ini tidak
memonitor bawahan tetapi menunggu sampai masalah
terjadi dan/atau pelanggaran terhadap standar yang
ditetapkan. Berdasarkan kinerja mereka yang kurang,
pemimpin memberikan evaluasi yang rendah kepada
bawahan tanpa mendiskusikan kinerja mereka dan
bagaimana caranya untuk menjadi lebih baik.
Kerangka perilaku dari management by exception
passive adalah (Avolio & Bass, 1987):

o Pemimpin tidak melakukan pengawasan secara


ketat, melainkan hanya menunggu semua proses
dalam tugas atau pekerjaan telah selesai.

o Pemimpin melakukan intervensi, kritik, dan


koreksi setelah kesalahan terjadi dan standar atau
target yang disepakati tidak tercapai.

II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan sebuah peneitian yang


meng-gunakan metode penelitian kualitatif deskriptif.
Menurut Moleong (2013), penelitian kualitatif adalah
penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan, dan lain-lain secara holistik, dan dengan cara
deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada
suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Menurut Sugiyono (2012), penelitian kualitatif


deksriptif adalah penelitian yang digunakan untuk
menganalisis data dengan mendeskripsikan atau
menggambarkan data yang telah terkumpul
sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat
kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi.

53
Subjek penelitian adalah sesuatu yang diteliti, baik peneliti dalam penelitian ini adalah gaya
itu orang, benda, ataupun lembaga/organisasi. Subjek kepemimpinan perempuan Direktur Utama PT Her
penelitian pada dasarnya adalah yang akan dikenai Yeong Kitchenware Indonesia.
kesimpulan hasil penelitian (Azwar, 2013, p.35).
Subjek dalam penelitian ini adalah Direktur Utama PT Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini
Her Yeong Kitchenware Indonesia yaitu Felicia adalah data primer dan data sekunder. Sumber data
Rosali. primer adalah sumber data yang langsung memberikan
data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2012, p. 137).
Objek penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau Sumber data primer dalam penelitian ini berupa
nilai dari orang, objek, atau kegiatan yang mempunyai transkrip wawancara yang diperoleh melalui hasil
variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan ketiga
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya informan di PT Her Yeong Kitchenware Indonesia.
(Sugiyono, 2012). Objek penelitian yang diteliti oleh Sumber data sekunder adalah sumber yang tidak
langsung memberikan data kepada pengumpul data
AGORA Vol. 5, No. 1, (2017) III. HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
1.Karakteristik kepemimpinan perempuan menurut
misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen Allan dan Barbara Pease (2004):
(Sugiyono, 2012, p.137). Data sekunder yang
digunakan dalam penelitian ini bersumber dari 1) Mengedepankan hubungan interpersonal dan
dokumen-dokumen perusahaan seperti profil keintiman Pemimpin PT Her Yeong
perusahaan, sejarah perusahaan, dan dokumen lainnya Kitchenware Indonesia
yang berhubungan dengan penelitian ini. merupakan sosok pemimpin yang bersedia
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam membangun hubungan dengan karyawannya, tetapi
penelitian ini adalah wawancara semi-terstruktur. hubungan yang dibangun antara pemimpin dan
Teknik penentuan informan yang digunakan dalam karyawan disini adalah hubungan kerja seperti
penelitian ini adalah dengan menggunakan purposive biasa. Pembicaraan yang terkait dengan personal
sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan tidak pernah dilakukan saat bekerja. Pemimpin
sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, juga tidak memberikan perhatian lebih terhadap
2012, p. 124). Dalam penelitian ini sampel yang perasaan personal karyawan.
dimaksud oleh penulis adalah informan. Informan
yang dipilih adalah Felicia Rosali selaku Direktur 2) Peka secara emosional
Utama PT Her Yeong Kitchenware Indonesia, Yatmi Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware
Kurniati selaku Human Re-source and Development Indonesia merupakan pemimpin yang kurang peka
Manager, dan Zulfa Riskiana selaku Finance and secara emosional. Pemimpin tidak pernah
Accounting Manager, dimana informan yang di-pilih memberikan perhatian yang lebih kepada
adalah informan yang benar-benar mengetahui karyawan yang sedang mengalami masalah ter-
mengenai apa yang akan ditanyakan oleh peneliti utama permasalahan yang berkaitan dengan
sehingga dapat menjawab tujuan penelitian ini. emosional. Saat terjadi masalah dengan karyawan,
pemimpin hanya akan menanyakan akar per-
Teknik analisis data dalam penelitian ini masalahan tersebut kepada pengawas atau
dilaksanakan melalui beberapa tahapan, yaitu reduksi karyawan lain. Apabila pemimpin dapat membantu
data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan & dan harus turun langsung untuk menyelesaikan
verifikasi (Miles & Huberman dalam Sugiyono, 2012, masalah tersebut maka pemimpin akan membantu
p. 337). Uji validitas data dilaksanakan dengan uji dengan memberikan solusi. Namum apabila
triangulasi sumber. Triangulasi sumber berarti, untuk penyelesaian masalah tersebut dapat didelegasikan
mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda kepada orang lain maka akan didelegasikan.
dengan teknik yang sama. Triangulasi sumber untuk
menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara 3) Banyak membicarakan perasaan
mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa
sumber (Sugiyono, 2012). Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware
Indonesia merupakan pemimpin yang tidak banyak
54
dan tidak suka untuk membicarakan perasaannya.
Hal-hal yang dibicara-

kan antara pemimpin dan karyawan kebanyakan


selalu berkaitan dengan pekerjaan di perusahaan.
Hal ini dikare-nakan pemimpin adalah orang yang
tidak suka mencampur adukkan urusan pekerjaan
dengan personal.

4) Menganggap hebat bawahan yang mau


mendengar Pemimpin PT Her Yeong
Kitchenware Indonesia me-
rupakan pemimpin yang tidak terlalu
mempermasalahkan mengenai kesediaan karyawan
untuk mendengarkannya ketika hal tersebut
menyangkut hal- hal yang personal, seperti
pandangan-pandangan ataupun cerita pengalaman-
pengalaman dari pemimpin. Tetapi pemimpin
sangat me-nekankan kepada karyawan untuk
mendengarkan jika hal tersebut merupakan
perintah yang menyangkut pekerjaan mereka.

Karakteristik kepemimpinan perempuan menurut


Gurian dan

Annis (2008):
1) Membentuk ikatan dengan karyawan dengan
memperluas percakapan dengan cara eksplorasi
Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware
Indonesia merupakan pemimpin yang membangun
hubungan dengan karyawannya sewajarnya.
Hubungan yang dibangun ada-lah hubungan yang
didasarkan pada pekerjaan. Bagi pe-mimpin
selama karyawan dapat bekerja dengan baik maka
sudah cukup. Pemimpin tidak memperluas
percakapan yang dimilikinya dengan karyawan.
Percakapan dilakukan hanya seperlunya saja untuk
kepentingan pekerjaan.

2) Memberikan sebanyak mungkin koneksi


langsung kepada karyawan. Perempuan lebih
mungkin untuk mencoba memastikan kebutuhan
yang tepat dari seseorang
Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware
Indonesia me-rupakan sosok pemimpin yang tidak
suka untuk berhu-bungan atau membangun
koneksi langsung dengan kar-yawannya. Bagi
pemimpin berhubungan langsung dengan

55
karyawan bukan hal yang baik untuk dilakukan 3) Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware
Indonesia merupakan orang yang memiliki
karena dapat membuat karyawan orientasi kerja secara multitasking.
menyalahgunakan koneksi ini. Karyawan akan Multitasking disini maksudnya adalah pemimpin
me-ngerjakan berbagai macam tugas sekaligus
mencari muka kepada pemimpin. Selain itu, mulai dari pe-ngurusan impor, ekspor, dokumen-
pemimpin juga tidak memberikan perhatian yang dokumen, pembelian material, dan masih banyak
lagi, sehingga tidak bisa hanya berfokus pada satu
lebih kepada karyawan, semuanya diperlakukan pekerjaan saja. Di perusahaan ini pemimpin
sama rata. Menekankan aktivitas yang kompleks memberlakukan tindakan pengembangan
karyawan/tim melalui proses pembelajaran secara
dan multitasking, tindakan pengembangan sederhana melalui pengawas/ kepala bagian
tim−memperluas kepemim-pinan dalam berbagai masing-masing.
tugas dan jauh dari dominasi oleh satu tugas
4) Bekerja secara konsisten membantu orang lain
(terutama laki-laki) dalam mengungkapkan emosi
dalam kata-kata bukan hanya dalam tindakan
AGORA Vol. 5, No. 1, (2017) 6) Pemimpin perempuan lebih mungkin untuk
melakukan adaptasi jadwal mereka terhadap
kebutuhan mendesak orang lain
Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware
Indonesia me-rupakan pemimpin yang tidak Indonesia merupakan pemimpin yang melakukan
memperhatikan dan tidak ingin terlibat mengurusi adaptasi jadwalnya terhadap kebutuhan
perasaan/emosional karyawannya baik laki-laki karyawannya. Misalnya pada saat jam kerja ada
maupun perempuan. Pemimpin juga tidak pernah karyawan yang meminta ijin untuk pulang karena
memiliki inisiatif membantu karyawan yang memi- anaknya sakit dan perlu untuk ke rumah sakit,
liki permasalahan emosional. Pemimpin hanya padahal sebenarnya karyawan tersebut memiliki
akan mem-bantu apabila karyawan memang jadwal untuk rapat dengan pimpinan. Pemimpin
meminta bantuannya dan tidak menganggu akan berusaha untuk menyesuaikan atau mengatur
pekerjaannya, tetapi bantuan yang di-berikan juga ulang jadwal rapat lebih awal agar karyawan
hanya berupa pendapat- tersebut dapat pulang cepat.

pendapat saja. 7) Pemimpin perempuan mempromosikan


pengembangan keterampilan dan bakat karyawan
melalui penekanan pada dorongan verbal dan
5) Mencari metode empati langsung ketika pujian
perasaan seseorang terluka, bahkan dengan
mengorbankan tujuan saat ini Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware
Indonesia me-rupakan pemimpin yang
Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware memperhatikan perkembangan keterampilan
Indonesia merupakan pemimpin yang tidak ingin karyawan. Pemimpin ingin agar karyawan-nya
terlibat/ mengurusi permasalahan yang berkaitan dapat bekerja dengan baik dan maksimal. Selain
dengan perasaan karyawan. Tidak ingin dengan tindakan pembelajaran yang dilakukan,
terlibat/mengurusi disini berarti pemimpin tidak pemimpin juga meningkatkan keterampilan
suka untuk ikut campur dan tidak pernah ingin tahu karyawan melalui pemberian pujian dan dorongan-
lebih dalam mengenai perasaan karyawannya. dorongan verbal. Bagi pemimpin, pujian dan
Pemimpin tidak pernah memberikan perhatian dorongan verbal sangat penting untuk dilakukan
langsung atau kata-kata yang menghibur untuk karena dapat menambah semangat karyawan dalam
karyawannya yang sedang terluka perasaannya. bekerja sehingga hasil pekerjaan akan maksimal.

56
8) Mencoba untuk membantu karyawan untuk
menyelesaikan konflik emosional dan stres dengan
cepat
Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware pemimpin tidak menolak apabila karyawan
Indonesia merupakan sosok pemimpin yang tidak meminta bantuannya dalam menyelesaikan
memberikan perhatian lebih kepada karyawan masalah.
terutama apabila per-hatian tersebut mengenai
permasalahan yang berkaitan dengan
perasaan/emosional karyawan. Bagi pemimpin, 2. Gaya Kepemimpinan Maskulin
masalah tersebut adalah masalah pribadi masing- a. Assertiv
eo
masing yang harus diselesaikan oleh karyawan
Ekspresif
sendiri. Namun
Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware
Indonesia merupakan seorang pemimpin yang
ekspresif. Pemim-pin dapat mengekspresikan
dirinya dengan baik yaitu dengan menunjukkan
ekspresi wajah yang sesuai dengan perasaannya.
Pemimpin menggunakan ekspresi secara apa
adanya, terbuka, tidak ada yang ditutup-tutupi
atau bersifat memanipulasi.

o Mengerti haknya
Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware
Indonesia memahami hak-haknya sebagai
pemimpin. Pemimpin menggunakan hak-haknya
seperti hak untuk dihargai/ dihormati,
memerintah, mengatur, memberikan reward-
punishment dan menuntut sesuatu dari bawahan
secara sewajarnya. Pemimpin tidak pernah
menyalahgunakan haknya atau bertindak
semena-mena terhadap karyawan.

o Dapat mengendalikan emosi


Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware
Indonesia merupakan seorang pemimpin yang
dapat mengendali-kan emosi dalam memimpin
perusahaan. Jika pemimpin menemukan
kesalahan karyawan saat pemimpin meng-awasi
di lapangan maka pemimpin akan langsung me-
negur karyawannya, tetapi dilakukan dengan
baik-baik.

o Dapat berkompromi dengan orang lain


Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware
Indonesia adalah pemimpin yang dapat
berkompromi dengan orang lain. Hal ini
dibuktikan ketika karyawan melaku-kan
kesalahan, pemimpin akan memaafkan karyawan
tersebut. Pemimpin memaafkan kesalahan
karyawan ter-utama jika kesalahan tersebut
adalah kesalahan yang baru dan bukan kesalahan
yang diulang secara terus-menerus.
57
Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware
o Hubungan yang saling menguntungkan Indonesia saat ini telah menyediakan fasilitas
Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware kerja yang memadai bagi karyawannya. Setiap
Indonesia merupakan pemimpin yang dalam peralatan seperti mesin-mesin untuk proses
menjalin hubungan dengan pihak lain produksi telah tersedia. Fasilitas kerja seperti
mengutamakan hubungan yang saling komputer, printer, internet, telepon, meja, kursi,
menguntungkan. Pemimpin memiliki prinsip ruangan kerja juga telah disediakan untuk
untuk membangun hubungan yang menghasilkan masing-masing karyawan sesuai dengan
win-win solution bagi kedua belah pihak. kebutuhan peker-jaannya. Fasilitas yang
Pemimpin tidak ingin membangun hubungan disediakan dikatakan optimal karena fasilitas ini
yang merugikan pihak lain. dapat membantu karyawan menghemat waktu
dan tenaga dalam mengerjakan tugas sehingga
b. Task Oriented tugas dapat diselesaikan secara efektif dan
o Memberikan fasilitas kerja yang optimal demi
hasil yang maksimal
AGORA Vol. 5, No. 1, (2017) Di PT Her Yeong Kitchenware Indonesia,
pemimpin menerapkan sistem reward-
punishment. Biasanya reward yang diberikan
dalam bentuk bonus. Bagi karyawan yang
efisien.
melakukan kesalahan, pemimpin akan
memberikan punishment tetapi hanya dalam
o Fokus pada struktur, peraturan, dan tugas bentuk teguran.
Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware 3.Gaya Kepemimpinan
Indonesia merupakan pemimpin yang berfokus Feminim a. Charisma
pada struktur, peraturan, dan tugas karena ketiga o Visionary
hal ini adalah hal yang penting. Struktur,
peraturan, dan tugas dibuat untuk membantu Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware
karyawan agar dapat bekerja dengan baik dan Indonesia merupakan pemimpin yang visioner
teratur sehingga pekerjaan yang dihasilkan juga karena pemimpin memiliki rencana bagi
optimal. perusahaan untuk 10 tahun kedepan. Rencana
yang telah disiapkan pemimpin adalah
o Hasil yang diinginkan adalah prioritas mempertahankan perusahaan untuk dapat selalu
beroperasi dan eksis/berkelanjutan dalam bisnis
Bagi pemimpin PT Her Yeong Kitchenware dengan mendapatkan order lebih banyak.
Indonesia hasil dan proses merupakan hal yang
sama-sama pen-ting. Tidak ada produk yang o Inspirational
dihasilkan baik jika proses-nya tidak baik, Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware
keduanya saling berkaitan dan mempe-ngaruhi. Indonesia merupakan seorang pemimpin yang
dapat memberikan inspirasi bagi karyawannya.
o Penekanan pada penetapan tujuan dan rencana Hal ini dapat dilihat dari kehidupan, sikap, dan
yang jelas untuk mencapai tujuan perilaku pemimpin sehari-hari. Pemimpin selalu
memberikan contoh yang baik bagi karyawannya
Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware
yaitu dengan mencontohkan bagaimana bekerja
Indonesia telah menetapkan tujuan dan rencana
dengan benar dan semaksimal mungkin.
yang jelas untuk mencapai tujuan tersebut.
Tujuan pemimpin adalah agar perusahaan tetap
berkelanjutan/eksis dan menerima order lebih b. Team Oriented
banyak. Pemimpin telah menyusun rencana- o Collaborative team
rencana apa saja yang perlu untuk dilakukan
setiap harinya agar pekerjaan dapat berjalan
Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware Indonesia
dengan lancar sehingga akan mengarahkan
meru-pakan pemimpin yang berorientasi tim,
perusahaan untuk dapat mencapai tujuannya.
kolaboratif, dan loyal. Pemimpin membagi
o Menggunakan sistem reward-punishment karyawannya ke dalam ke-lompok-kelompok
58
kecil dengan tujuan agar pekerjaan yang
dikerjakan lebih cepat selesai, efisien, dan beban
kerja lebih ringan. Hubungan kekeluargaan yang
terjalin pada PT Her Yeong Kitchenware
Indonesia sangat erat.
o Team integrator

Kerjasama merupakan hal yang sangat penting


dalam menyelesaikan pekerjaan di PT Her
Yeong Kitchenware Indonesia, sehingga
kerjasama yang ada di perusahaan terjalin
dengan sangat baik. Dalam me-nyampaikan
tugas ataupun informasi dilakukan secara vertikal
yaitu dari pemimpin kepada karyawannya deng-
an menggunakan memo.

c. Self-protective o
Self centered

Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware


Indonesia bukan merupakan pemimpin yang
individual. Pemimpin lebih senang dan
cenderung mengerjakan pekerjaannya secara
bersama-sama/dibantu oleh orang lain karena
pekerjaan yang dikerjakan akan lebih cepat untuk
diselesaikan, efisien, dan beban pekerjaan lebih
ringan.

o Procedural atau bureaucratic


Bentuk/sistem kerja yang diterapkan oleh
pemimpin PT Her Yeong Kitchenware Indonesia
adalah bentuk kerja yang fleksibel, hal ini terlihat
dari cara berpakaian di perusahaan, pakaian yang
dikenakan terlihat santai, tidak harus formal
tetapi tetap dalam batas sopan. Namun meskipun
bentuk/sistem kerjanya fleksibel tetap terdapat
prosedur yang mengatur.

4. Gaya Kepemimpinan Transformasional


a.Idealized
Influence/Charisma o
Keteladanan
Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware Indonesia
merupakan pemimpin yang dapat menjadi
teladan bagi karyawannya. Hal ini dibuktikan
dari keseharian pemimpin dalam bekerja.
Walaupun pemimpin dapat bekerja dengan tidak
menaati aturan/prosedur yang ada dan tidak akan
ditegur, akan tetapi pemimpin PT Her Yeong
Kitchenware Indonesia tetap menaati aturan/
prosedur yang ada di perusahaan. Pemimpin
selalu mencontohkan/mencerminkan cara kerja
59
yang baik yaitu dengan selalu mengerjakan o Kewibawaan
tugas/pekerjaannya semak-simal mungkin,
memberikan yang terbaik. Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware Indonesia
merupakan pemimpin yang berwibawa menurut
karyawannya. Hal ini dibuktikan dari informasi
o Berlaku jujur yang didapatkan dari informan 2 dan informan 3
Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware yang mengatakan bahwa saat pemimpin
Indonesia merupakan pemimpin yang jujur memberikan ide/ gagasan maka karyawan akan
kepada karyawannya. Sejauh ini, pemimpin dengan mudah menerimanya. Akan tetapi
selalu membagikan informasi dan permasalahan jawaban berbeda diberikan oleh pemimpin yang
internal perusahaan secara terbuka kepada mengatakan bahwa segala sesuatu yang
karyawan, tetapi tetap sesuai dengan kedudukan diberikannya yang berkaitan dengan karyawan
masing-masing. adalah perintah bukan masukan/gagasan.

AGORA Vol. 5, No. 1, (2017) ucapan/perkataan dan dorongan yang


memotivasi.
o Memberi inspirasi pada pengikut
o Memiliki semangat
Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware
Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware Indonesia merupakan sosok pemimpin yang
Indonesia merupakan sosok pemimpin yang dapat menjadi inspirasi bagi karyawannya.
bersemangat dalam memimpin perusahaan. Pemimpin menjadi inspirasi dengan cara
Menurut karyawan, pemimpin tidak bersemangat menjadi contoh yang baik yang dapat dilihat
hanya pada saat sedang tidak enak badan. Di saat dari sikap dan perilakunya dalam mengerjakan
pemimpin menghadapi masalah, pemim-pin tugasnya sebaik dan semaksimal mungkin.
masih tetap dapat bersemangat.
o Percaya diri
o Memberikan pujian
Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware
Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware Indonesia merupakan pemimpin yang percaya
Indonesia merupakan pemimpin yang bersedia diri. Pemimpin terlihat nyaman dan tidak
memberikan pujian kepada karyawannya. Pujian tegang ataupun canggung saat harus tampil di
diberikan dengan tujuan untuk memotivasi depan umum. Pemimpin berani dan percaya
karyawan sehingga bekerja dengan lebih baik diri untuk menyampaikan pendapatnya walau-
lagi. pun pendapat itu bertentangan dengan orang
lain.
o Menggunakan ekspresi wajah yang hidup
o Meningkatkan optimisme
Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware
Indonesia merupakan pemimpin yang ekspresif. Indonesia menyatakan dirinya tidak pernah
Pemimpin dapat menunjukkan ekspresi secara memiliki upaya-upaya untuk meningkatkan
apa adanya sesuai dengan perasaannya. optimisme karyawan. Akan tetapi menurut
Pemimpin tidak pernah menggunakan ekspresi informan 2 dan informan 3, pemimpin pernah
wajah yang tidak sesuai dengan perasaannya dan menunjukkan upaya-upaya meningkatkan
berniat memanipulasi. optimisme karyawan yaitu dengan
menyemangati karyawan me-lalui percakapan
b. Inspirational yang dilakukan.
Motivation
o Memberikan semangat pada kelompok
o Memberikan motivasi
Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware
Indonesia merupakan pemimpin yang Indonesia merupakan pemimpin yang
memberikan motivasi kepada karyawan. memberikan semangat kepada karyawannya
Motivasi yang diberikan biasanya dalam bentuk yang memang membutuhkan untuk
disemangati.
60
c. Intellectual Stimulation
o Inovatif
Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware order sehingga produk yang dihasilkan
Indonesia tidak melakukan banyak inovasi, hal merupakan permintaan dari pembeli.
ini dikarenakan perusahaan menjalankan
bisnisnya dengan sistem job o Profesionalisme
Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware
Indonesia merupakan pemimpin yang
profesional. Pekerjaan dan tanggung jawabnya
telah dikerjakan sesuai dengan apa yang menjadi
tugasnya. Pemimpin tidak pernah melemparkan
tanggung jawab kepada orang lain. Hal lain yang
mendukung bahwa pemimpin adalah orang yang
profesional karena pemimpin memisahkan
urusan pribadi dengan urusan perusahaan.
o Penilaian diri (Self assessment)
Pemimpin melakukan penilaian secara pribadi
terhadap kepemimpinannya sendiri. Pemimpin
sering melihat ke belakang, menilai
kepemimpinannya selama ini sudah baik atau
belum.
o Mengembangkan ide baru
Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware
Indonesia merupakan pemimpin yang terbuka
dengan ide-ide baru dari karyawan. Sejauh ini
pemimpin bersedia menerima dan
mengembangkan ide-ide baru yang berasal dari
karyawan, asalkan ide yang diberikan masuk
akal.
o Kepemimpinan kolektif

Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware


Indonesia bukan merupakan pemimpin yang
tidak melakukan kepemimpinan kolektif.
Pemimpin tidak memberikan hak dan tidak
melibatkan karyawan dalam perencanaan dan
pengambilan keputusan perusahaan.
o Kreatif
Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware
Indonesia merupakan sosok pemimpin yang
kreatif. Pemimpin suka melontarkan ide-ide baru
dan selalu berusaha kreatif mengenai pekerjaan
yang sedang dilakukan.

d. Individualized Consideration
o Toleransi

61
Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware satu iri dengan yang lain dan pemimpin tidak
Indonesia merupakan pemimpin yang memberikan ingin merugikan karyawan.
toleransi terhadap kesalahan yang dilakukan oleh
karyawannya, akan tetapi toleransi yang diberikan o Pemberdayaan
oleh pemimpin memiliki batasan. Toleransi ini Pemimpin selalu memberikan sama rata antara
diberikan asalkan kesalahan tersebut tidak satu karyawan dengan yang lainnya. Pemimpin
dilakukan secara berulang-ulang oleh karyawan. memiliki prinsip jangan sampai membuat yang
o Adil satu iri dengan yang lain dan pemimpin tidak
ingin merugikan karya-wan.
Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware
Indonesia merupakan pemimpin yang adil. o Demokratif
Pemimpin selalu mem-berikan sama rata antara Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware
satu karyawan dengan yang lainnya. Pemimpin Indonesia merupakan pemimpin yang
memiliki prinsip jangan sampai membuat yang demokratif. Pemimpin menganggap keberadaan
karyawan sebagai sesuatu
AGORA Vol. 5, No. 1, (2017) Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware
Indonesia juga memberikan
penghargaan/imbalan bagi karyawan yang
yang penting bagi perusahaan. berprestasi dalam bentuk bonus.

o Pemimpin mampu mengidentifikasi bentuk


o Partisipatif
imbalan yang sesuai dengan jenis pekerjaan
Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware yang dibebankan
Indonesia bukan merupakan pemimpin yang Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware
partisipatif. Pemimpin tidak memberikan hak Indonesia melakukan identifikasi bentuk imbalan
kepada karyawan untuk terlibat dalam yang sesuai dengan jenis dan beban pekerjaan
perencanaan dan pengambilan keputusan karena karyawan. Hal ini dilakukan agar imbalan yang
menurut pemimpin keputusan merupakan hal diberikan telah sesuai, tidak kurang dan tidak
yang memiliki resiko tinggi. lebih.
o Memberikan penghargaan
o Pemimpin memberitahu apa yang akan
Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware diperoleh karyawan jika berhasil melakukan
Indonesia merupakan pemimpin yang pekerjaan yang telah diberikan
memberikan penghargaan atas hasil kerja
karyawannya. Bentuk penghargaan yang Meskipun pemimpin PT Her Yeong
diberikan oleh pemimpin di perushaan ini adalah Kitchenware Indonesia memberikan imbalan
bonus. bagi karyawan, tetapi pemimpin tidak pernah
memberitahu dan menjanjikan terlebih dahulu
5.Gaya Kepemimpinan Transaksional mengenai adanya pemberian imbalan. Menurut
a.Contingent Reward pemimpin menjanjikan imbalan terlebih dahulu
o Pemimpin mengakui prestasi kerja karyawannya bukanlah hal yang baik untuk dilakukan, karena
Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware karyawan hanya akan termotivasi apabila ada
Indonesia imbalan yang diberikan.

merupakan pemimpin yang memberikan b.Management by Exception (Active)


pengakuan dan pujian bagi karyawan yang o Pemimpin sering mengawasi dengan ketat
memiliki kinerja yang baik. Bentuk pengakuan pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan untuk
dan pujian biasanya dilakukan secara verbal dan menghindari kesalahan
langsung dari pemimpin kepada karyawan yang
bersangkutan. Pengawasan pekerjaan di PT Her Yeong
Kitchen-ware Indonesia dilakukan secara
o Pemimpin memberikan imbalan atau reward langsung oleh pemim-pin selama jam kerja
kepada karyawannya yang berprestasi berlangsung. Pemimpin akan menyempatkan diri
62
untuk berkeliling mengawasi dan memeriksa
pekerjaan karyawannya. IV. KESIMPULAN DAN SARAN
o Pemimpin melakukan pembetulan atau koreksi
kepada karyawan apabila terjadi kesalahan 1.Kesimpulan
Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware Indonesia Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan
sering menemukan karyawan yang melakukan ditemukan
kesalahan dalam pekerjaannya. Biasanya
pemimpin akan menegur karyawan secara bahwa dari dua belas indikator karakteristik
langsung dan elakukan koreksi terhadap kepemimpinan perempuan, hanya tiga indikator saja
kesalahan tersebut, kemudian pemimpin akan
menunjukkan cara yang benar. yang terpenuhi oleh pemimpin PT Her Yeong
Kitchenware Indonesia. Indikator yang pertama
c. Management by Exception (Passive)
menunjukkan bahwa pemimpin merupakan pemimpin
o Pemimpin tidak melakukan pengawasan secara
yang menekankan aktivitas yang kompleks dan
ketat, melainkan hanya menunggu semua proses
dalam tugas atau pekerjaan telah selesai multitasking, tindakan pengembangan
tim−memperluas kepemimpinan dalam berbagai tugas
Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware
Indonesia melakukan pengawasan terhadap dan jauh dari dominasi oleh satu tugas. Indikator yang
pekerjaan karyawan setiap hari. Pengawasan
kedua menunjukkan pemimpin mempromosikan
dilakukan dari awal, pertengahan, hingga akhir
proses produksi. Pemimpin tidak hanya pengembangan ke-terampilan dan bakat rekan kerja
menunggu dan melakukan evaluasi saat proses
telah berakhir. melalui penekanan pada dorongan verbal dan pujian.
Indikator yang ketiga menunjukkan pemimpin
o Pemimpin melakukan intervensi, kritik, dan perempuan lebih mungkin untuk melakukan adaptasi
koreksi setelah kesalahan terjadi dan standar
atau target yang disepakati tidak tercapai jadwal mereka terhadap kebutuhan mendesak orang
lain
Pemimpin PT Her Yeong Kitchenware
Indonesia akan melakukan intervensi, kritik, dan
koreksi pada kesalahan yang terjadi. Saat Dari pembahasan ditemukan juga bahwa dari gaya
kesalahan terjadi, pemim-pin akan ikut campur kepemimpinan maskulin -feminim pemimpin PT Her
untuk mencari tahu siapa yang bertanggung Yeong Kitchenware Indonesia menerapkan gaya
jawab atas kesalahan tersebut. Baik itu dengan kepemimpinan maskulin karena semua indikator
turun langsung ke lapangan atau memerintahkan dalam dimensi gaya kepemimpinan maskulin
orang lain untuk mencari tahu. terpenuhi oleh pemimpin. Dari gaya kepemimpinan
transformasional-transaksional yang diterapkan oleh
pemimpin PT Her Yeong Kitchenware Indonesia
adalah gaya kepemimpinan transaksional karena hanya
ada masing-masing satu indikator yang tidak terpenuhi
yaitu pada dimensi contingent reward dan
management by exception (passive). Tetapi, antara
gaya kepemimpinan maskulin dan transaksional, gaya
kepemimpinan yang diterapkan oleh pemimpin adalah
gaya kepemimpinan maskulin. Penerapan gaya
kepemimpinan maskulin dalam perusahaan juga dapat
dilihat dari pemimpin yang tegas dan berorientasi pada
tugas dalam memimpin. Dengan menekankan orientasi
pada tugas, pemimpin dapat mengarahkan dan
mendorong karyawannya untuk terus bekerja fokus
pada tugas masing-masing agar hasil yang diinginkan
63
dapat tercapai. Hal ini akan berdampak positif pada
peningkatan kinerja karyawan dan kinerja perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA

2.Saran Assertiveness.(2007). Dorland's Medical Dictionary


Dari pembahasan diketahui bahwa pemimpin PT Her for Health Consumers. Retrieved November
Yeong 13, 2016 from http://medical-
Kitchenware Indonesia menjalankan sistem reward- dictionary.thefreedictionary.com/ assertiveness
punishment, tetapi sistemreward-punishment yang
dijalankan di perusahaan masih belum maksimal.
Pemimpin hanya mem-berikan punishment dalam Azwar, S. (2013). Metode penelitian. Yogyakarta:
bentuk teguran verbal bagi karya-wan yang melakukan Pustaka Pelajar.
kesalahan. Pemimpin sebaiknya mem-perbaiki hal ini
karena diketahui juga bahwa di dalam perusahaan Bass, B. M. (1990). Bass and Stogdill’s handbook of
masih banyak karyawan yang tidak teliti dan leadership: Theory, research and managerial
melakukan kesalahan-kesalahan dalam bekerja. applications. New York: Free Press.
Pemimpin dapat memperbaikinya dengan memberikan
punishment dalam bentuk lain seperti pengurangan DuBrin, J.A. (2005). Leadership I (2nd ed). Jakarta:
gaji, penundaan/peniadaan bonus, dan pemutusan Prenada Media.
hubungan kerja yang dapat memberikan dampak yang
signifikan kepada karyawan, karena hanya Füsun Çinar Altintas, & Altintas, M. H. (2008). The
memberikan punishment dalam bentuk teguran verbal relationship between feminist/womanist identity
tidak akan berdampak besar bagi karyawan. Penerapan and leadership styles of women managers in
sistem reward-punishment yang tepat dan efektif dapat Turkey. Gender in Management, 23(3).
menjadi memotivasi bagi karyawan untuk Griffin, Ronald J. Ebert (2010). Business essentials (8th
meningkatkan prestasi dan produktivitas kerja ed).
sehingga akhirnya akan dengan mudah membantu
perusahaan untuk mencapai target yang telah Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall.
direncanakan. Gurian, M & Annis, B. (2008). Leadership and the
sexes: using gender science to create
success in business. San Francisco, CA:
Jossey-Bass.
Humm, Maggie. (1989). The dictionary of feminist theory (2nd

ed). Colombus: Ohio State University Press.


Kartono, Kartini. (2010). Pemimpin dan kepemimpinan,

64
Rowe, W.G., & Guerrero, L. (2013). Cases in
leadership (3rd ed). California: SAGE
Publications, Inc.
apakah pemimpin abnormal itu?. Jakarta: PT. Sisparyadi. (2009). Kepemimpinan yang berperspektif
Raja Grafindo Persada. gender.
Yogyakarta: BIGRAF Publishing.
Lopez-Zafra, E., Garcia-Retamero, R., & Martos, M.
P. (2012). The relationship between Situmorang, N. Z. (2011). Gaya kepemimpinan
transformational leadership and emotional perempuan.Proceeding PESAT Vol. 4.
intelligence from a gendered approach. The
physcological record, 62(1). Stelter, N. Z. (2002). Gender differences in
leadership: current social issues and future
organizational implications. Journal of
Moleong, L.J. (2013). Metode penelitian kualitatif leadership & organizational studies, 8(4).
(edisi revisi). Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya. Sugiyono. (2012). Metode penelitian pendidikan:
pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D.
Bandung: CV. Alfabeta.
Mulyani, E.S., & Inayatillah. (2009). Perempuan
dalam Masyarakat Aceh: Memahami Beberapa
van Engen, M. L., Rien van, d. L., & Willemsen, T. M.
Persoalan Kekinian. Banda Aceh: Bandar
(2001). Gender, context and leadership styles:
Publishing. A field study. Journal of Occupational and
Organizational Psychology
Nolan, M., Moran, T., & Kotschwar, B. (2016). Is
gender diversity profitable? evidence from a
global survey. Working Paper Series, 16(3).
Parker, P. S. (1996). Gender, culture, and leadership:
toward
a culturally distinct model of African-
American women executives leadership
strategies. Leadership Quarterly, 7(2).
Pease, Allan & Barbara. (2005). Why men don’t listen
and women can’t read maps:mengungkap
perbedaan pikiran pria dan wanita agar sukses
menjalin hubungan. Jakarta: Cahaya Insan
Suci.

Reid, Marie. (2000). Communicating successfully in


groups.
Psychology Press.
Rivai, V. & Mulyadi, D. (2009). Kepemimpinan dan
perilaku organisasi (2nd ed.). Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Robbins, S.P., & Coulter, M. (2007). Management (9th
ed).
Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall.

65
1

Anda mungkin juga menyukai