Anda di halaman 1dari 43

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK JERUK NIPIS (CITRUS


AURANTIFOLIA) DAN CABAI RAWIT (CAPSICUM FRUTESCENS)
TERHADAP KADAR PROTEIN DAN KARAKTERISTIK
ORGANOLEPTIK TELUR ASIN

Oleh :
Niar Khairunnisa
NIM A1F019057

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2021
PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK JERUK NIPIS (CITRUS


AURANTIFOLIA) DAN CABAI RAWIT (CAPSICUM FRUTESCENS)
TERHADAP KADAR PROTEIN DAN KARAKTERISTIK
ORGANOLEPTIK TELUR ASIN

Oleh :
Niar Khairunnisa
NIM A1F019057

Diterima dan disetujui


Tanggal :

Penulis,

Niar Khairunnisa
NIM A1F019057
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Telur merupakan bahan pangan hewani yang dihasilkan oleh unggas. Telur
turut menyuplai angka kecukupan gizi masyarakat karena mengandung protein,
lemak tak jenuh, karbohidrat, dan mineral yang diperlukan oleh tubuh (Desiati &
Afiyah, 2018). Harga telur yang relatif terjangkau, mudah didapat, dan dapat
diolah menjadi berbagai olahan makanan, serta memiliki rasa yang enak
menyebabkan telur banyak digemari oleh masyarakat (Putera, 2019). Telur di
pasaran yang umumnya dikonsumsi masyarakat yakni telur ayam, telur itik atau
bebek, telur angsa, dan telur puyuh (Ristanto, 2013).

Telur segar memiliki kelemahan yakni mudah busuk, kuning telur cepat encer
(Wulandari, 2017), dan rentan terhadap kerusakan mekanik terutama pada
cangkangnya yang mudah retak (Banurea, 2016). Telur akan mengalami kerusakan
setelah disimpan lebih dari dua minggu di ruang terbuka (Yulianto, 2011). Guna
memperpanjang umur simpan dan menjaga kualitas telur, maka diperlukan teknik
pengolahan dan pengawetan telur salah satunya adalah dengan cara pengasinan.
Telur yang diawetkan dengan cara diasinkan oleh masyarakat dikenal dengan
istilah telur asin. Pengasinan dilakukan dengan merendam telur dalam adonan
garam padat atau kering (Wulandari, 2017).

Pada umumnya telur yang diawetkan dengan metode pengasinan adalah telur
itik atau telur bebek. Ketersediaan telur itik di Indonesia pada tahun 2020 cukup
melimpah yakni mencapai 332 907,32 ton (BPS, 2020). Jika dibandingkan dengan
telur ayam dan telur puyuh, telur itik memiliki bau amis khas yang lebih kuat
(Marfu’ah & Sugiarto, 2019). Telur itik memiliki kandungan nutrisi yang tinggi
dan rasa yang lebih enak dibandingkan telur lain jika diolah menjadi telur asin. Hal
tersebut didukung oleh cangkangnya yang berpori-pori tebal dan besar sehingga
garam lebih mudah terserap.

Saat ini telur asin di pasaran hampir seluruhnya merupakan telur asin
original. Pengolahan telur menjadi telur asin dapat dikembangkan menjadi telur
asin berbagai rasa. Beberapa kreasi pembuatan telur asin telah dilakukan sebagai
bahan penelitian ilmiah yakni dengan menambahkan ektrak bawang putih, jahe,
kayu manis, bahkan cokelat dan buah-buahan untuk tujuan-tujuan tertentu seperti
meningkatkan cita rasa, daya simpan, dan kandungan senyawa lainmya.

Pada tahun 2013, Ristanto membuat telur asin dengan media perendaman
lumpur sawah dan serbuk bata merah. Dari percobaannya diperoleh sifat
organoleptik telur asin yang hampir sama dari segi warna dan rasa yakni warna
putih telur putih kuning telur kemerahan dan rasa asin. Telur yang direndam
lumpur sawah memiliki aroma yang sedikit lebih amis dibandingkan telur yang
direndam bubuk batu bata merah. Pada telur hasil perendaman serbuk batu bata
merah mempunyai tekstur yang lebih kenyal dan masir (Ristanto, 2013).
Kemudian, sebuah penelitian telah dilakukan oleh Syam pada tahun 2017 yakni
pembuatan telur asin dengan menginjeksikan ekstrak bawang putih dan cabai
merah setelah proses perendaman, menghasilkan telur asin dengan cita rasa yang
cukup disukai panelis. Telur asin menjadi pedas karena adanya senyawa kapsaisin
pada cabai. Sementara itu, ekstrak bawang putih berpengaruh pada aroma dan rasa
(Syam, 2017). Pada penelitian yang dilakukan oleh Isnaini (2018) penambahan
ekstrak jeruk purut tidak berpengaruh signifikan terhadap karakteristik
organoleptik telur asin. Hal tersebut karena menurutnya ekstrak jeruk purut yang
ditambahkan kurang banyak dan panelis kurang terlatih. Pada penelitian tersebut
tidak dilakukan uji kadar protein.
Jeruk nipis (Citrus aurantifolia) merupakan buah berbentuk bulat,
berdiameter kecil berkisar 3,5-5 cm tanpa puting pada bagian ujungnya, dan ketika
tua rasanya masam. Buah ini memiliki senyawa fenol dan minyak atsiri yang dapat
menghambat pertumbuhan mikroba (Kartika, 2020). Selain, itu jeruk nipis
mengandung senyawa antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas dan
mencegah oksidasi. Jeruk nipis pada umumnya dikonsumsi sebagai minuman atau
sebagai bahan pencampur pada masakan karena memberikan rasa masam yang
menyegarkan. Jeruk nipis juga dapat mengurangi bau amis pada bahan makanan
seperti ikan dan daging (Astawan, 2016).
Produksi cabai rawit Indonesia pada tahun 2018 sebesar 1 335 624 ton
(BPS, 2018). Cabai digunakan sebagai bumbu dan rempah pada hampir semua
masakan di Indonesia. Cabai rawit memiliki cita rasa pedas karena senyawa
kapsaicin pada bijinya dan bersifat antimikroba (Astawan, 2016). Kandungan
vitamin C pada cabai rawit paling rendah dibandingkan dengan spesies cabai
lainnya sehingga diharapkan tidak terlalu berpengaruh pada penurunan protein
telur.
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan percobaan yakni
menambahkan ekstrak jeruk nipis pada saat perendaman dan menginjeksikan
ekstrak cabai dengan konsentrasi berbeda pada pembuatan telur asin dengan
metode pemasakan perebusan. Pembuatan telur asin dengan kombinasi
penambahan ekstrak jeruk nipis dan cabai diharapkan akan memiliki sifat
organoleptik meliputi rasa, warna, aroma, dan tekstur telur asin yang lebih baik.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah terdapat pengaruh penambahan ekstrak jeruk nipis (Citrus aurantifolia)


dan cabai (Capsicum frutescens) terhadap kadar protein dan organoleptik telur
asin?
2. Formulasi telur asin manakah yang paling disukai panelis?
C. Tujuan

1. Mengetahui pengaruh penambahan ekstrak jeruk nipis (Citrus aurantifolia)


dan cabai rawit (Capsicum frutescens) terhadap kadar protein dan
organoleptik telur asin.
2. Mengetahui formulasi telur asin yang paling disukai panelis.

D. Manfaat

1. Menambah informasi ilmiah dan wawasan yang bermanfaat bagi peneliti dan
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang teknologi pangan.
2. Mengembangkan pengetahuan tentang cara membuat telur asin dengan
penambahan ekstrak jeruk nipis (citrus aurantifolia) dan cabai (capsicum
frutescens) dan pengaruhnya terhadap kadar protein & karakteristik
organoleptik telur asin.
3. Memperkaya nilai gizi dan variasi cita rasa telur asin sehingga dapat menjadi
pertimbangan dalam mengembangkan produk telur asin oleh masyarakat
khususnya sentra industri telur asin.

E. Hipotesis

Penambahan ekstrak jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dan cabai rawit


(Capsicum frutescens) pada pembuatan telur asin mempunyai pengaruh terhadap
karakteristik organoleptik dan kadar protein telur asin yang dihasilkan.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Telur Itik

Itik merupakan hewan unggas yang cukup banyak dipelihara di Indonesia


dan telurnya banyak dijumpai di pasaran. Telur itik berukuran lebih besar dari
telur ayam dan telur puyuh. Dari segi aroma, telur itik memiliki aroma yang
lebih amis dibandingkan telur ayam, dan telur puyuh. Telur itik memiliki
warna hijau kebiruan karena mengandung pigmen sianin. Berat telur itik
berkisar antara 60 hingga 75 gram. Warna kuning pada bagian yolk
dipengaruhi oleh pigmen karptinoid sedangkan bagian cairan bening atau putih
telur dipengaruhi oleh pigmen ovoflavin. Telur itik paling banyak digunakan
dalam pembuatan telur asin. Hal tersebut karena kulitnya yang berpori-pori
besar dan tebal (Wulandari, 2017).
Telur itik berbentuk bulat dan oval dengan ukuran bervariasi tergantung
strain, spesies, umur, pakan dan hereditas. Semakin besar ukuran telur maka
semakin besar pula bobot telur. Sama seperti telur pada umumnya, telur itik
terbagi menjadi tiga bagian utama yakni kulit telur (egg shell), putih telur
(albumen), dan kuning telur (yolk) dimana masing-masing memiliki komposisi
kimia yang berbeda. Adapun struktur dan bagian telur itik divisualisasikan
pada gambar berikut.
Gambar 1. Bagian-bagian telur

Kerabang telur atau kulit telur memiliki permukaan kulit tebal, kaku , dan
keras, serta berfungsi mencegah masuknya mikroorganisme dan mellindungi
albumen. Ketebalan membran kulit yang melapisi kerabang pada telur itik
berkisar 0,3 hingga 0,5 mm.
Adapun kandungan gizi yang terdapat pada telur bebek segar sebagai
berikut.
Tabel 1. Kandungan gizi telur unggas (USDA, 2007)

Kandungan gizi per Telur puyuh Telur ayam Telur itik


100 gram
Energi (kkal) 158,00 143,00 185,00
Protein (gr) 13,05 12,58 12,81
Total lemak (gr) 11,09 9,94 13,77
Karbohidrat 0,41 0,77 1,45
Kalsium 64,00 53,00 64,00
Besi/Fe 3,65 1,83 3,85
Magnesium/Mg (gr) 13,00 12,00 17,00
Fosfor/P (gr) 226,00 191,00 220,00
Kalium/K (gr) 132,00 134,00 222,00
Natrium/Na (mg) 141,00 140,00 146,00

Telur itik memiliki keunggulan dari telur-telur unggas yang lain antara lain
kaya akan mineral, vitamin B6, asam pantotenat, tiamin, vitamin A, vitamin E,
niasin, dan vitamin B12. Selain memiliki beberapa keunggulan, telur itik juga
mempunyai kekurangan dibandingkan dengan telur unggas lainnya diantaranya
kandungan asam lemak jenuh yang tinggi sehingga merangsang peningkatan
kolesterol di dalam darah. Kadar kolesterol telur itik hampir dua kali lipat
dibandingkan dengan telur ayam (USDA, 2007).

B. Pengasinan Telur

Telur segar yang baru ditetaskan oleh induk unggas akan mengalami
perubahan isi dan mutu selama penyimpanan. Penurunan kualitas telur dipengaruhi
oleh lama penyimpanan, kondisi lingkungan, perlakuan seperti pemanasan dan
lainnya. Telur yang berkualitas baik memiliki ciri-ciri cangkang bersih dari
kotoran, cangkang tidak retak sedikit pun, bentuk normal yakni oval. Telur yang
retak rentan terhadap kontaminasi mikroba yang dapat merusak isi telur. Kondisi
isi telur yang berkualitas baik yakni kondisi kuning telur terletak di pusat, terang
dan terdapat sedikit noda seperti bintik merah sedangkan kondisi putih telur
berwarna bening dan sedikit pekat (Wulandari, 2017).

Kandungan telur dapat rusak atau menurun kualitasnya karena kontaminasi


bakteri, bahan kimia dari limbah, kerusakan mekanik berupa benturan atau
gesekan. Kerusakan pertama telur berupa kerusakan mekanik yakni retak, pecah.
Berat telur akan berkurang disertai pengenceran putih telur karena keluarnya udara
dan penguapan air dari dalam telur (Yulianto, 2011). Menurut (Kahfi, 2018)
ciri-ciri telur yang sudah mengalami kerusakan ditandai dengan terciumnya bau
busuk dan adanya keretakan pada cangkang, kuning telur dan albumin (putih telur)
menjadi cair dan telah bercampur, berbunyi jika diguncang, akan mengapung atau
melayang jika dimasukkan dalam air.
Prinsip pengawetan adalah mencegah penguapan air dan karbondioksida pada
telur, menghambat aktivitas mikroba. Salah satu teknik untuk pengawetan telur
yakni dengan metode pengasinan menjadi telur asin. Pengasinan merupakan proses
penetrasi garam sebagai pemberi rasa asin ke dalam bahan yang diasinkan dengan
cara difusi setelah garam mengion menjadi Na+ dan Cl- (Wulandari, 2017).
Teknik pengasinan menghasilkan telur asin yang memiliki daya simpan lebih lama,
menghilangkan bau amis, dan bercita rasa enak.

Garam dalam proses pengasinan telur berfungsi sebagai penghambat


pertumbuhan mikroorganisme pembusuk patogen karena mempunyai sifat
antimikroba dan jika semakin lama disimpan, kadar garam dalam telur akan
menigkat sehingga telur akan semakin awet (Aprilia et al., 2015). Garam
mengurangi kelarutan oksigen dan menghambat aktivitas enzim proteolitik
pengurai protein sehingga protein dalam telur asin dapat terjaga (Yulianto, 2011).
Garam berperan sebagai pemberi rasa asin sekaligus sebagai pengawet alami.
Konsentrasi garam yang digunakan juga mempengaruhi laju difusi dari larutan.
Tekanan dan konsentrasi garam yang lebih tinggi akan menyebabkan larutan
garam yang masuk ke dalam telur semakin banyak. (Aprilia et al., 2015).

Menurut Handayani (2010), kadar air pada telur segar yang masih terlalu
tinggi yaitu 87% pada putih telur, dengan dilakukan pengasinan kadar air telur
akan menurun sehingga telur dapat lebih awet. Pengasinan telur pada umumnya
dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara perendaman dalam larutan garam dan
pemeraman adonan campuran garam dengan tanah liat atau abu gosok atau bubuk
bata merah. Bahan baku yang umum digunakan pada produksi telur asin adalah
telur itik, karena memiliki pori-pori kerabang yang besar sehingga garam lebih
mudah berpenetrasi ke dalam telur (Marfu’ah & Sugiarto, 2019).

Proses pengasinan memerlukan waktu 7- 10 hari jika menggunakan larutan


garam jenuh. Selama pengasinan berat telur akan mengalami penyusutan berat
yang sangat besar sekitar 2 – 8,4 persen (Afiyah et al., 2016). Telur yang telah
diasinkan akan memiliki nilai pH lebih tinggi dibandingkan dengan telur yang
belum diasinkan. Hal tersebut disebabkan oleh proses penguapan CO2 dan H2O
yang berjalan cepat selama proses pengasinan.

Tabel 2. Syarat Mutu Telur Asin SNI 01-4277-1996

Jenis Uji Satuan Persyaratan


1. Keadaan :
- Bau Normal
- Warna Normal
- Kenampakan Normal
2. Garam b%/b% Min. 2%
3. Cemaran mikroba :
- Salmonella Koloni.25 gr Negatif >10
- Staphilococcus Koloni/gr Negatif
aureus

Sumber: Badan Standarisasi Nasional (1996) dalam Yulianto (2011).

Dalam pengasinan telur terdapat standar nasionalnya yakni SNI 01-4277-1996


yang selengkapnya tertera pada Tabel 2. Syarat Mutu Telur Asin. Penggunaan
garam atau natrium nitrit terlalu banyak dapat membahayakan kesehatan. Supaya
tidak berlebihan saat menambahkan garam maka dapat menggunakan pengawet
alami yang dikombinasikan dengan larutan garam pada saat proses pemeraman
telur asin (Susmiati, Thohari dan Jaya, 2013).
C. Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia)

Jeruk nipis atau Citrus aurantifolia adalah tanaman poliembrionik yang


ditanam diberbagai negara dan tumbuh di daerah subtropik atau tropik seperti
FloridaSelatan, India, Meksiko, Egyp, dan Hindia Barat (Enejoh dkk., 2015).
Tanaman jeruk nipis di Indonesia mudah dijumpai karena banyak digunakan dan
dimanfaatkan sebagai bahan pelengkap untuk masakan serta minuman. Citrus
aurantifolia ini merupakan nama latin dari tanaman jeruk yang juga memiliki
nama lain antara lain jeruk dunga (Madura), jeruk pecel (Jawa), dan limau
(Malaysia). Jeruk nipis mengandung berbagai senyawa saponin, minyak atsiri
(sitral, limonen, lemon kamfer, kadinen, gerani-asetat, flandren, linali-asetat,
aktiladehid, nonildehid) dan flavonoid, vitamin C tinggi dan unsur-unsur senyawa
kimia yang bermanfaat, seperti asam sitrat, asam amino (triftopan, lisin), minyak
atsiri , glikosida, lemak, asam situn, damar, damar, kalsium, besi, belerang, fosfor
dan vitamin B1 (Alice, 2010).

Menurut Klasifikasi tanaman ini adalah sebagai sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Rutales

Famili : Rutaceae

Genus : Citrus

Species : Citrus aurantifolia (Cristm.) Swingle.

Banyak manfaat yang diberikan oleh jeruk nipis di antaranya dapat dijadikan
sebagai sumber antibakteri seperti Salmonella typhi (Pratiwi, 2013) dan
Enterococcus Faecalis (Ramadhinta, 2016) karena kandungan fenol, asam sitrat,
asam malat, asam tartarat dan atsirinya.

D. Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.)

Cabai rawit atau Capsicum frutescens L. menjadi salah satu komoditas


pertanian penting yang banyak dibudidayakan dan dikonsumsi di Indonesia.
Hampir semua hidangan makanan menghadirkan cabai meski dalam jumlah sedikit.
Selain itu, cabai rawit banyak digunakan untuk bahan baku industri makanan
seperti saus, sambal, dan bubuk cabai. Masyarakat seringkali mengkonsumsi cabai
dalam bentuk segar maupun olahan yang umumnya digunakan sebagai bahan
tambahan dan penyedap untuk meningkatkan cita rasa makanan.

Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) memiliki beberapa nama daerah antara
lain : di daerah jawa menyebutnya dengan lombok japlak, mengkreng, cengis,
ceplik, atau cempling. Dalam bahasa Sunda cabai rawit disebut cengek. Sementara
orang-orang di Nias dan Gayo menyebutnya dengan nama lada limi dan pentek.
Secara internasional, cabai rawit dikenal dengan nama thai pepper (UMAH, 2012).

Jenis cabai yang sering digunakan adalah cabai besar atau cabe merah dan
cabe kecil atau cabe rawit. Cabai yang termasuk ke dalam cabai besar atau cabe
merah adalah paprika. Cabai yang termasuk ke dalam golongan cabe kecil adalah
cabe rawit, cabe kancing, cabe udel, dan cabe yang biasanya dipelihara sebagai
tanaman hias (Syam, 2017). Menurut Simpson (2010), klasifikasi cabai rawit
adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Solanales

Famili : Solanaceae

Genus : Capsicum

Species : Capsicum frutescens L.

Cabai kaya akan vitamin E, fosfor, zat besi, magnesium dan mineral lainnya.
Kanungan vitamin C pada cabai rawit paling rendah dibandingkan denan varietas
cabai lainnya (Olatunji & Afolayan, 2020). Pada cabai mengandung zat bernama
kapsaisin yang terdapat pada bagian tangkai di dalam cabai sebagai tempat
menempelnya biji. Kapsaisin pada cabai bersifat koagulan sehingga dapat
menjaga stabilitas keenceran darah dan mencegah terbentuknya kerak lemak pada
pembuluh darah. Zat ini juga berfungsi sebagai anti mikroba dan dapat
merangsang hormon endorfin yang memacu peningkatan nafsu makan (Astawan,
2016). Cabai memiliki cita rasa yang pedas karena senyawa capsaicinnya (Setiadi,
2008). Kandungan capsaicin pada cabai rawit paling tinggi diantara spesies cabai
lainnya seperti C. annuum var. abbreviatum, C. annuum var. acuminatum, C.
annuum var. Grossum (Olatunji & Afolayan, 2020). Selain mengandung capsaicin,
cabe juga mengandung semacam minyak atsiri, yaitu capsicol (Syam, 2017).
III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal Juli 2022 sampai dengan Agustus
2022, di Laboratorium Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Jenderal Soedirman.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain telur itik/bebek
berumur kurang dari 4 hari, garam dapur beryodium cap DAUN, abu gosok, air,
jeruk nipis, dan cabai rawit. Telur itik sejumlah 81 butir yang tersedia dengan
bobot telur sekitar 50 - 60 gram, diperoleh dari Peternakan. Alat yang digunakan
untuk penelitian meliputi ember plastik sedang, tempat telur (egg tray), toples,
pengaduk, pisau, blender, alat teropong telur (candler), timbangan digital kapasitas
5 kg, alat injeksi ( spoit/ suntikan 3 ml ), nampan mangkok, sarung tangan karet,
spektrofotometer, gelas ukur 1 liter, amplas, panci, kompor gas, tissue, plester
bening, dan alat tulis.

C. Rancangan Percobaan

Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) 2. Variabel yang


diamati meliputi karakteristik organoleptik dan kadar protein. Faktor yang dicoba
yakni proporsi ekstrak jeruk nipis (M0: 0%; M1: 10% dan M2: 20%) dan ekstrak
cabai rawit (X0: 0% ; X1: 10%; X2: 20%) dari total adonan.
Tabel 3. Rancangan Percobaan Telur Asin Penambahan Ekstrak Jeruk Nipis dan
Cabai Rawit
Proporsi ekstrak jeruk Proporsi ekstrak jeruk nipis
nipis

X0 (0%) X1 (10%) X2 (20%)


M0 (0%) M0X0 M0X1 M0X2
M1 (10%) M0X1 M1X1 M1X2
M2 (20%) M0X2 M2X1 M2X2

Maka diperoleh 9 kombinasi perlakuan. Setiap kombinasi perlakuan diulang


sebanyak 3 kali, sehingga didapat 27 unit percobaan. Setiap unit percobaan
menggunakan 3 butir telur.

D. Variabel dan Pengukuran

Uji penilaian dilakukan oleh panelis terlatih sebanyak 20 orang. Panelis terdiri
dari mahasiswa Jurusan Teknologi Pangan Universitas Jenderal Soedirman
Angkatan 2019. Pengujian terdiri dari dua parameter yaitu uji organoleptik dan uji
hedonik. Uji organoleptik menilai kualitas produk berdasarkan panca indera yakni
meliputi atribut warna, rasa, aroma, dan tekstur dengan skala tertentu.

1. Aroma

Aroma merupakan faktor yang berperan penting dalam pengujian produk,


dimana aroma dapat memberikan kualitas pada produk dengan menggunakan
indera penciuman yaitu bau yang terkandung dalam produk tersebut. Dalam
industri pangan, menjadi penting karena langsung memberikan hasil mengenai
kesukaan konsumen terhadap produk. Aroma sulit untuk diklasifikasikan karena
ragamnya sangat luas.
Aroma :
1 Tidak beraroma
jeruk nipis
1 2 3 4 5
2 Sedikit beraroma
jeruk nipis
3 Agak beraroma
jeruk nipis
4 Beraroma jeruk nipis
5 Sangat Beraroma
jeruk nipis

2. Warna

Sensori warna juga penting dalam menentukan mutu suatu produk.


Pengujian warna dilakukan dengan bantuan panca indera mata. Warna mudah
dikenali sehingga terkadang mempengaruhi respons dan persepsi panelis. Dalam
pengujian ini diutamakan adalah warna dari kuning telur (yolk) yang satu sama
lain berpotensi memiliki variasi warna. Selain itu, warna dapat memberi petunjuk
mengenai perubahan kimia dalam makanan.

Warna :
1 Sangat tidak Kuning
2 Agak tidak Kuning
1 2 3 4 5
3 Sedikit Kekuningan
4 Agak Kuning
5 Kuning
3. Rasa

Rasa dinilai melalui indera perasa lidah. Cita rasa merupakan salah satu faktor
yang penting dalam produk pangan. Dengan rasa masyarakat dapat membuat
produk dengan banyak keanekaragaman produk dan rasa menjadi faktor untuk
menentukan kualitas produk.

Rasa :
1 Tidak terasa pedas
2 Sedikit terasa pedas
3 Agak terasa pedas
1 2 3 4 5 4 Terasa pedas
5 Sangat terasa pedas

4. Tektur/Kemaasiran

Telur asin yang baik adalah yang memiliki kuning telur masir (gritty
texture) dan sedikit berminyak. Kemasiran merupakan parameter yang sangat
penting dalam menjaga mutu telur. Kemasiran telur asin adalah karakter yang
krusial bagi daya terima konsumen. Kesan kemasiran pada produk secara
keseluruhan melibatkan beberapa aspek diantaranya mudah atau tidaknya gigi
berpenetrasi awal ke dalam produk, mudah atau tidaknya dikunyah menjadi
potongan-potongan yang lebih kecil dan dalam jumlah residu yang tertinggal
setelah dikunyah.

Tekstur :
1 Sangat tidak masir
2 Tidak masir
1 2 3 4 5
3 Agak tidak masir
4 Agak masir
5 Sangat Masir
5. Uji Hedonik/Kesukaan

Uji hedonik juga disebut kesukaan. Panelis dimintakan tanggapan


pribadinya tentang kesukaan atau ketidaksukaan ( Setyaningsih, et al, 2010) .
Disamping panelis mengemukakan tanggapan senang, suka atau kebalikannya,
mereka juga mengem ukakan tingkat kesukaannya (Fahrullah,2012).

Uji hedonik :
1 Sangat tidak suka
2 Tidak suka
1 2 3 4 5
3 Agak tidak suka
4 Agak Suka
5 Sangat suka
20

E. Analisis Data

Data yang diperoleh akan dianalisis dengan analisa sidik ragam dengan
bantuan progam Microsoft Excel. Analisis karakterisrik sensoris menggunakan uji
kesukaan dan data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan Analysis of
Variance (ANOVA) menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Apabila
terdapat beda nyata antar perlakuan dilanjutkan dengan Duncan`s Multiple Range
Test (DMRT) dengan α = 0,05 (Aprilia et al., 2015).

Dimana
i = perlakuan
j = ulangan
i, j = 1, 2, 3,…,n
Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j
µ = rataan umum / nilai tengah rata-rata
τi = pengaruh perlakuan ke-i

εij = galat percobaan perlakuan ke-i ulangan ke-j

F. Garis Besar Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan telur asin pada penelitian ini menggunakan metode kering dengan
penambahan ekstrak jeruk nipis dan ekstrak cabai lalu dimasak menggunakan
metode perebusan. Penelitian ini meliputi beberapa tahap yakni tahap persiapan
bahan, tahap seleksi telur, tahap pengamplasan, tahap pembuatan ekstrak jeruk
nipis, tahap pembuatan adonan, tahap perendaman, tahap pembuatan ekstrak cabai
rawit, tahap injeksi (penyuntikan), dan tahap perebusan.

1. Tahap Persiapan Bahan

Persiapan yang dilakukan sebelum penelitian yaitu, dipersiapkan


telur bebek yang peroleh dari salah satu penjual telur bebek petelur yang
berada di Purwokerto. Jeruk nipis, cabai rawit, abu gosok, dan garam
dapur diperoleh dari Pasar Kober, Purwokerto Barat.

2. Tahap Seleksi Telur

Telur bebek yang dipilih adalah telur yang berumur maksimal 4 hari
dengan bentuk normal (oval) dan warna relatif sama (hijau kebiruan).
Telur dicuci bersih dan diseleksi berdasarkan kondisi kerabang (Banurea,
2016). Kemudian, ditiriskan dan dikeringkan. Dilakukan penimbangan
dengan bobot telur berkisar antara 50 - 60 gram (Putri et al., 2014).
Dilakukan candling dengan menerawang bagian internal telur dengan alat
penerawang telur (candler) di ruang gelap. Telur yang dipilih adalah telur
yang posisi kuning telurnya berada di tengah dan tidak terdapat noda
hitam (Trubus, 2014).

3. Tahap Pengamplasan

Seluruh permukaan telur diamplas secara merata supaya


pori–porinya terbuka (Yulianto, 2011). Pengamplasan dilakukan dengan
hati-hati dan tidak terlalu lama karena akan menyebabkan kulit telur
semakin terkikis dan mudah retak atau pecah.

4. Tahap Pembuatan ekstrak jeruk nipis

Cara pembuatan ekstrak jeruk nipis adalah dengan membelah dua jeruk
nipis lalu dibuang bijinya, kemudian diblender dengan air, lalu disaring.
Dibuat ekstrak jeruk nipis dengan konsentrasi 0%, 10%, dan 20%.
Kemudian ekstrak inilah yang akan dicampurkan ke dalam adonan pasta.

5. Tahap Pembuatan adonan/pasta

Bahan yang digunakan pada pembuatan pasta pengasin ini adalah abu
gosok yang dicampur dengan garam dengan perbandingan (2:1) dan
dicampur dengan air secukupnya, kemudian diaduk sampai terbentuk
adonan pasta. Kemudian, adonan dimasukkan ke dalam toples perlakuan
dan diberi perlakuan dengan menambahkan ekstrak jeruk nipis konsentrasi
0%, 10%, dan 20%. Adonan dihomogenkan dengan cara diaduk.

6. Tahap Perendaman

Telur yang telah dipilih dan dilakukan preparasi, dibalut dengan


adonan pasta pengasin dan ekstrak jeruk nipis secara merata pada
permukaan telur kira-kira 1-1,5 cm. Telur disimpan atau dilakukan
perendaman selama 10 hari (Putera, 2019). Setelah itu, dicuci bersih dan
ditiriskan.
7. Tahap Pembuatan Ekstrak Cabai

Cabai dicuci bersih kemudian dipotong-potong. Selanjutnya, cabai


diblender dengan penambahan air pada masing-masing perlakuan lalu
disaring untuk mendapatkan filtrat bahan.

8. Tahap Injeksi/Penyuntikan

Telur dilubangi di satu sisi dengan jarum mesin jahit (Sidiq, 2014).
Kemudian, dilakukan injeksi sesuai perlakuan secara perlahan dan
memutar suntikan hingga filtrat/sari cabai tercampur ke dalam telur.
Diamkan sejenak. Tutup lubang telur dengan plester bening (Syam, 2017).

9. Tahap Perebusan (Desiati & Afiyah, 2018)


Setelah tahap injeksi dan didiamkan selama 24 jam kemudian telur
dicuci bersih, lalu dilakukan pemasakan dengan cara direbus selama 30
menit (posisi telur saat perebusan harus sampai terendam) dengan suhu
60°C. Kemudian telur diangkat dan dinginkan ±15 menit. Sampel telur
dimasukkan ke dalam plastik dan diberikan kepada panelis.

10. Uji Organoleptik

Prosedur terakhir adalah dilakukan uji kesukaan oleh panelis sebanyak


20 orang mahasiswa Prodi Teknologi Pangan Universitas Jenderal
Soedirman Angkatan 2019. Parameter yang diuji yakni uji organoleptik
terhadap warna (yolk telur), aroma, rasa, tekstur (kemasiran) serta uji
hedonik (tingkat kesukaan panelis).

11. Uji kadar protein

Pengujian kadar protein menggunakan metode spektofotometer


yaitudengan cara menimbang 1 g sampel putih telur kemudian ditambah 10
ml akuades, kemudian sampel diambil dengan mikropipet sebanyak 0,02 ml
dan ditambah 1 ml reagen biuret, diinkubasi di dalam water bath dengan suhu
370C selama 10 menit, kemudian membaca absorbansi dengan
spektrofotometer (Sidiq, 2014)

Berikut diagram alir pembuatan telur asin dari tahap persiapan bahan
hingga uji organoleptik dan kadar protein.

Telur Garam +Abu


Jeruk nipis
itik/bebek gosok (2:1)

Dicuci bersih, Pencampuran


Dicuci bersih dan
diseleksi, dengan air lalu
dibelah
candling dimasukkan

Penambahan Diblender dengan


Diamplas ekstrak jeruk nipis konsentrasi 0%,
0%, 10%, 20% 10%, 20%

Telur dibalut dengan adonan Ekstrak


pasta setebal 1-1,5 cm jeruk
nipis
Adonan
pasta
Telur direndam/pemeraman
selama 10 hari

Telur asin
perlakuan M

Gambar 1.a Tahap pembuatan telur asin


Telur asin
perlakuan M Cabai rawit

Dicuci bersih dan Dicuci lalu


ditiriskan dipotong

Dilubangi salah Dihaluskan


satu sisinya dengan blender

Diinjeksikan Dibuat
ekstrak cabai konsentrasi 0%,
rawit 0%, 10%, 10%, 20%
20%

Ekstrak Cabai rawit


Ditutup lubang konsentrasi 0%,
dengan plester 10%, 20%

Didiamkan
selama 24 jam

Dicuci lalu
direbus selama 30 Telur Asin
menit dengan Perlakuan MX
suhu 60°C

Uji Organoleptik,
hedonik dan uji
kadar protein

Gambar 1.b Tahap pembuatan telur asin


DAFTAR PUSTAKA

Afiyah, D. N., & Soleh, N. 2016. Pengaruh Metode Pembuatan Dan Perebusan
Dalam Ekstrak H Terhadap Kualitas Mikrobiologi Telur Asin Ayam Ras.
Jurnal Fillia Cendekia, 1(1), 45–49

Aprilia, M. I., Thohari, I., & Rosyidi, D. 2015. Pengaruh penambahan sari kunyit
putih (Curcuma zedoaria) terhadap kualitas telur asin. Laporan Penelitian.
Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya, Malang.

Badan Pusat Statistik. (2018). Statistik Tanaman Sayuran dan Buah-Buahan


Semusim Indonesia 2018. In Subdirektorat Statistika Hortikultura (p. 101).
https://www.bps.go.id/publication/2019/10/07/9c5dede09c805bc38302ea1c/s
tatistik-tanaman-sayuran-dan-buah-buahan-semusim-indonesia-2018.html

BPS. (2020). Produksi Telur Itik/Itik Manila menurut Provinsi (Ton), 2018-2020.
Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Badan Standardisasi Nasional. 1996. SNI 01 – 4277 - 1996 : Telur asin.

Banurea, L. 2016. Pengaruh Penggunaan Jahe Merah Pada Pembuatan Telur Asin
Cara Basah Terhadap Kualitas Fisik Telur. Laporan Penelitian. Fakultas
Peternakan, Universitas Jambi, Jambi.

Desiati, P. S., & Afiyah, D. N. 2018. Pengaruh Penambahan Ekstrak Jahe dan
Metode Pemasakan Terhadap Kualitas Organoleptik dan Kadar Air Telur
Aisn Itik. Jurnal Ilmiah Fillia Cendekia, 3(2)(2), 39–46.
https://doi.org/10.32503/fillia.v3i2.255

Kahfi, A. A. 2018. Penentuan Kadar Nacl Pada Kuning Telur Asin Olahan
Dengan Variasi Serbuk Kunyit (Curcuma Domesticae) Secara Argentometri
Mohr. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Setia Budi,
Surakarta.
Marfu’ah, N., & Sugiarto. 2019. Sifat Organoleptik Telur Asin Ayam Kampung
yang ditambahkan Rempah Rempah. Jurnal Agrisains, 20(1), 26–31.

Olatunji, T. L., & Afolayan, A. J. 2020. Comparison of nutritional, antioxidant


vitamins and capsaicin contents in Capsicum annuum and C. frutescens.
International Journal of Vegetable Science, 26(2), 190–207.
https://doi.org/10.1080/19315260.2019.1629519

Pratiwi, Donna., Irma Suswati and Mariyam Abdullah. 2013. Efek Anti Bakteri
Ekstrak Kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) terhadap Salmonella typhi
secara In Vitro. Journal of Fakultas Kedokteran. Universitas Muhammadiyah
Malang. 9 (2): 110-115.

Putera, M. A. B. 2019. Pengaruh Penambahan Ekstrak Buah Nangka ( Artocaprus


Heterophyllus ) Dengan Konsentrasi Yang Berbeda Terhadap Kualitas
Sensoris Telur Asin. Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas
Islam Negeri Alaudin, Makassar.

Ramadhani, P., I. Thohari., dan H. Evanuarini. 2017. Pengaruh Penambahan Daun


Kemangi (Ocimum basilicum L.) pada Pembuatan Telur Asin terhadap
Kadar Garam, Kadar Lemak, Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) dan Warna
Kuning Telur. Thesis. Universitas Brawijaya. Malang.

Ristanto, S. 2013. Uji Organoleptik Dan Mikrobiologi Telur Asin Menggunakan


Perendaman Lumpur Sawah. Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Setiadi. 2008. Bertanam Cabai. Jakarta : Penebar Swadaya. 183 hal.

Sidiq, A. 2014. Uji Kadar Protein Dan Organoleptik Pada Telur Ayam Leghorn
Setelah Disuntik Dengan Ekstrak Black Garlic. Naskah Publikasi. Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta,
Surakarta.
Syam, F. 2017. Karakteristik Organoleptik Telur Asin Kombinasi Penambahan
Bawang Putih (Allium sativum) Dan Cabe (Capsicum annum) Pada Umur
Telur Yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin,
Makassar.

UMAH, F. K.M (2012). Pengaruh Pemberian Pupuk Hayati (Biofertilizer) Dan


Media Tanam Yang Berbeda Pada Pertumbuhan Dan Produktivitas Tanaman
Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) Di Polybag. Universitas Airlangga,
9–38.

USA Department of Agriculture. 2007. Food Group: Dairy and Egg Products.
USDA National Nutrient Database for Standard Reference ; Beltsville, MD.

Winarni, F. 2012. Uji Protein Dan Organoleptik Telur Asin Hasil Pengasinan
Menggunakan Abu Pelepah Kelapa Dengan Penambahan Sari Buah Nanas.
Naskah Publikasi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,Universitas
uhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Yulianto, T. 2011. Pengaruh Penambahan Ekstrak Teh Hijau, Ekstrak Daun


Jambu Biji dan Ekstrak Daun Salam pada Pembuatan Telur Asin Rebus
Terhadap Total Bakteri Selama Penyimpanan. Skripsi. Fakultas Pertanian,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
A. Latar Belakang
ü Jeruk nipis dapat menghilangkan
ü Telur itik lebih enak dibuat
bau amis (Astawan, 2016) dan
mjd telur asin, bau amis kuat

I. PENDAHULUAN
bersifat antioksidan. (Kartika, 2020),
Telur
(Marfu’ah & Sugiarto, 2019).
ü Lebih tinggi protein, Riset Telur tinggi vitamin C (Alicce, 2010)
ü Cabai rawit mengandung capsaicin
Unggas kolesterol 2x lebih tinggi
dibanding telur ayam (USDA,
Asin yang bercita rasa pedas dan bersifat
2007). antimikroba. (Astawan, 2016).

ü Telur unggas sumber protein ü Pengasinan Menggunakan Abu


hewani, banyak dikonsumsi
masyarakat (Putera, 2019). Telur Pelepah Kelapa Dengan Penambahan Jeruk nipis
Sari Buah Nanas (D. Wati, 2012)
ü Telur segar mudah rusak dan Asin ü Pengaruh Konsentrasi Garam dan cabai
busuk (Wulandari, 2017)
üT e l u r d i a w e t k a n d e n g a n (Itik) Terhadap Kadar Protein Dan Kualitas
Organoleptik Telur Bebek.
rawit
metode pengasinan -> telur
(Nuruzzakiah, dkk, 2016)
asin (Handayani, 2010).
ü Penambahan ekstrak bawang putih
ü Ketersediaan telur itik/entok dan cabai merah. (Syam, 2017)
di Indonesia pada 2020
ü Penambahan ekstrak jeruk purut
mencapai 332.907,32 ton (BPS,
(Isnaini, 2018).
2020).
C. Tujuan
1. Mengetahui pengaruh penambahan
B. Rumusan Masalah ekstrak jeruk nipis (Citrus
aurantifolia) dan cabai rawit
1. Apakah terdapat pengaruh
penambahan ekstrak jeruk nipis (Citrus (Capsicum frutescens) terhadap
aurantifolia) dan cabai (Capsicum kadar protein dan organoleptik telur
frutescens) terhadap kadar protein dan asin.
organoleptik telur asin?

2. Formulasi telur asin manakah yang 2. Mengetahui formulasi telur asin


paling disukai panelis? yang paling disukai panelis.
D. Manfaat
2

1 3
Mengembangkan pengetahuan
tentang cara membuat telur asin Memperkaya nilai gizi dan
Menambah informasi ilmiah
dengan Penambahan Ekstrak Jeruk variasi cita rasa telur asin
dan wawasan yang
Nipis (Citrus aurantifolia) Dan sehingga dapat menjadi
bermanfaat bagi peneliti dan
Cabai (Capsicum frutescens) dan pertimbangan dalam
pengembangan ilmu
pengaruhnya terhadap Kadar mengembangkan produk
pengetahuan khususnya di
Protein & Karakteristik telur asin oleh masyarakat
bidang teknologi pangan.
Organoleptik Telur Asin. khususnya sentra industri
telur asin.
A.1. Telur Itik

Dihasilkan oleh itik petelur

II. KERANGKA PIKIR


Bau amis kurang
01 dengan ukuran yang lebih 02 disukai masyarakat
besar. Pengolahan terbesar
(Yuniati,2011)
dijadikan telur asin
( Agustin 2018).

Telur itik memiliki Pigmen sianin


03 cangkang yang berpori- 04 Pigmen karotenoid
pori besar dan tebal Pigmen ovovlavin
(Wulandari, 2017).
Gambar 1. Bagian Telur Itik Tabel 1.1 Kandungan gizi telur unggas

Sumber : USDA (2007)


Proses penetrasi garam sebagai pemberi rasa asin ke
dalam bahan yang diasinkan dengan cara difusi setelah
garam mengion menjadi Na+ dan Cl- (Wulandari, 2017).

Ciri telur rusak :


ü Bau busuk Garam : antiseptik dan
ü Cangkang retak pengendali mikroba
ü Isi bercampur dan encer penyebab pembusukan.
ü Mengapung di air
(Kahfi, 2018)

Kandungan telur Ada 2 metode yakni


dapat rusak karena cara perendaman
berbagai faktor yakni dalam larutan
kontaminasi mikroba, garam dan
bahan kimia dari pemeraman adonan
limbah, kerusakan garam + batu
mekanik. (Yulianto, bata/abu gosok.
2011).
Perubahan karakteristik telur
selama pengasinan (Aprilia et al.,
2015) :
ü pH mengalami kenaikan
ü Kadar garam tinggi sehingga
bercita rasa asin.
ü Penurunan kadar air karena
osmosis garam.
A.3. JERUK NIPIS A.4. CABAI RAWIT
Citrus aurantifolia (Cristm.) Swingle. Capsicum frutescens L.

Indonesia peringkat 8 dunia Produksi cabai rawit


penghasil jeruk Indonesia
2.510.442 ton (FAO, 2018) 1 335 624 ton
(BPS, 2018)

ü Kandungan fenol, asam sitrat, ü kaya akan vitamin C,vitamin


asam malat, asam tartarat, A, fosfor, besi, dan mineral
vitamin C dan minyak atsiri. lainnya
(Alicce, 2010). Aroma khas. ü Bersifat antimikroba dan
ü memiliki pH rendah 2,48-2,5 memiliki cita rasa pedas
dan bercita rasa masam karena adanya kapsaisin dan
(Rochmah · 2014 ) minyak atsiri berupa capsicol
ü dapat menghambat aktivitas (Setiadi, 2008)
mikroba (antimikroba)
III. METODE PENELITIAN
WAKTU & TEMPAT ALAT
q Juli-Agustus 2022 Ember plastik sedang, tempat telur (egg tray),
toples, pengaduk, pisau, blender, alat teropong
telur (candler), timbangan digital kapasitas 5 kg,
q Laboratorium Fakultas alat injeksi ( spoit/ suntikan 3 ml ).
Pertanian UNSOED

ü Telur itik/bebek
ü Garam dapur Nampan mangkok, sarung tangan
ü Abu gosok karet, gelas ukur 1 liter, amplas, panci,
BAHAN ü Air kompor gas, tissue, plester bening, ALAT
spektofotometer, dan alat tulis.
ü Jeruk nipis
ü Cabai rawit.
Rancangan Percobaan : RAL Faktorial
Variabel yang diamati : karakteristik sensori dan kadar protein. Faktor yang dicoba proporsi
ekstrak jeruk nipis (M0: 0%; M1: 10% dan M2: 20%) dan ekstrak cabai rawit (X0: 0% ; X1:
10%; X2: 20%). Maka diperoleh 9 kombinasi perlakuan. Setiap kombinasi perlakuan diulang
sebanyak 3 kali, sehingga didapat 27 unit percobaan. Setiap unit percobaan menggunakan 3
butir telur.
Proporsi ekstrak jeruk Proporsi ekstrak cabai rawit
nipis

X0 (0%) X1 (10%) X2 (20%)

M0 (0%) (M0X0) (M0X1) (M0X2)

M1 (10%) (M1X0) (M1X1) (M1X2)

M2 (20%) (M2X0) (M2X1) (M2X2)


D. Variabel dan Pengukuran
Aroma Tekstur
1 3 5

2 4
Warna Rasa
Uji Hedonik
Ms. Excel ANOVA Rancangan Acak
Lengkap (RAL)

Duncan`s Multiple Range


Test (DMRT)
Tahapan Pengujian Kadar Protein :
Sampel diambil
Ditimbang 1 g Ditambah 10 ml dengan mikropipet
sampel putih telur akuades sebanyak 0,02 ml

Diinkubasi di dalam
Dibaca absorbansi water bath dengan Ditambah 1 ml
dengan suhu 37℃selama 10 reagen biuret
spektrofotometer. menit

Sumber : (Sidiq, 2014).

Anda mungkin juga menyukai