Sektor Publik A5 - Kelompok 01
Sektor Publik A5 - Kelompok 01
Organisasi sektor publik adalah organisasi yang berhubungan dengan kepentingan umum
dan penyediaan barang atau jasa kepada public atau masyarakat yang dibayar melalui pajak atau
pendapat negara lain yang diatur dengan hukum atau undang-undang yang berlaku.
Penyelenggara pelayanan publik diantaranya: satuan kerja /satuan organisasi , dapartemen,
lembaga pemerintahan non dapartemen, dan Instansi Pemerintahan lainnya. Selain pemerintahan,
berbagai organisasi lain juga dikategorikan sebagai organisasi sektor publik (contohnya: sekolah,
Perguruan Tinggi, Rumah Sakit, BUMN, BUMD, dan lembaga sosial masyarakat). Pelayanan
terhadap masyarakat menjadi fokus utama organisasi sektor publik. Oleh karena itu, akuntabilitas
kinerja menjadi faktor penting dalam mempertahankan/ menjaga kepercayaan masyarakat
terhadap organisasi sektor publik.
• Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi yang mempengaruhi organisasi sektor publik, diantaranya
pertumbuhan ekonomi; tingkat inflasi; pertumbuhan pendapatan per kapita
(GNP/GDP); struktur produksi; tenaga kerja; arus modal dalam negeri; cadangan
devisa; nilai tukar mata uang; utang dan bantuan luar negeri; infrastruktur; teknologi;
kemiskinan dan kesenjangan ekonomi; serta sektor informal.
• Faktor Politik
Faktor politik yang mempengaruhi sektor publik diantaranya, hubungan negara dan
masyarakat; legitimasi pemerintah; tipe rezim yang berkuasa; ideologi negara; elit
politik dan massa; jaringan internasional; serta kelembagaan
• Faktor Kultural
Faktor kultural yang mempengaruhi organisasi sektor publik, diantaranya keragaman
suku, ras, agama, bahasa, dan budaya; sistem nilai di masyarakat; historis; sosiologi
masyarakat; karakteristik masyarakat; serta tingkat pendidikan.
• Faktor Demografi
Faktor demografi yang mempengaruhi organisasi sektor publik diantaranya,
pertumbuhan penduduk; struktur usia penduduk; migr asi; serta tingkat kesehatan.
Adanya value for money dikarenakan sektor publik sering dinilai sebagai sarang
inefisiensi, pemborosan, sumber kebocoran dana, dan institusi yang selalu merugi, sehingga
muncul tuntuan agar organisasi sektor publik memperhatikan value for money dalam
menjalankan aktivitasnya. Value for money merupakan konsep pengelolaan organisasi sektor
publik yang mendasarkan pada tiga elemen utama, yaitu ekonomi, efisiensi, dan efektivitas.
• Ekonomi: Perbandingan input dengan input value yang dinyatakan dalam satuan moneter.
Ekonomi terkait dengan sejauh mana organisasi sektor publik dapat meminimalisir input
resources yang digunakan yaitu dengan menghindari pengeluaran yang boros dan tidak
produktif.
• Efisiensi: Perbandingan output/input yang dikaitkan dengan standar kinerja atau target
yang telah ditetapkan. Selain itu, efisiensi dapat diartikan sebagai pencapaian output yang
maksimum dengan input tertentu atau penggunaan input yang terendah untuk mencapai
output tertentu.
• Efektivitas: Perbandingan antara outcome dengan output. Efektivitas juga dapat diartikan
sebagai tingkat pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan.
Ekonomi, efisiensi, dan efektivitas merupakan elemen pokok value for money, namun terdapat
beberapa pihak yang berpendapat bahwa ketiga elemen tersebut belum cukup dan perlu ditambah
dengan dua elemen lain, yaitu:
• Keadilan (equity): Keadilan mengacu pada adanya kesempatan sosial (social opportunity)
yang sama untuk mendapatkan pelayanan publik yang berkualitas dan kesejahteraan
ekonomi.
• Kesetaraan (equality): Selain keadilan, perlu adanya distribusi secara merata (equality)
yang artinya penggunaan uang publik hendaknya tidak hanya terkonsentrasi pada
kelompok tertetnu, melainkan dilakukan secara merata.
1. Input: Sumber daya yng digunakan untuk pelaksanaan suatu kebijakan, program, dan
aktivitas. Input dapat pula dinyatakan dalam nilai uang. Contoh input adalah dokter di
rumah sakit, guru di sekolah, biaya dokter, gaji guru, harga tanah, dan sebagainya.
2. Output: Hasil yang dicapai dalam suatu program dan kebijakan. Ukuran output ini
menunjukan hasil implementasi dari program atau aktivitas, contohnya yang dihasilkan
polisi adalah tegaknya hukum dan rasa aman masyarakat yang outputnya dapat
diperkirakan dengan turunnya angka kriminalitas.
3. Outcome: Dampak yang ditimbulkan dari suatu aktivitas tertentu. Seringkali dikaitkan
dengan tujuan atau target yang diinginkan, contohnya dari dinas kebersihan dimana
terciptanya lingkungan kota yang aman bersih dan sehat.
Menurut Mardiasmo (2002), setelah tingkat input, output, dan outcome ditentukan, selanjutnya
adalah menghitung nilai ekonomi, efisien, dan efektivitas.
• Pengukuran Ekonomis
Pengukuran ekonomis hanya mempertimbangkan masukan yang dipergunakan
Rumus pengukuran ekonomis adalah:
➢ Jika diperoleh nilai perbandingan kurang dari 100%, maka dikatakan tidak efisien.
➢ Jika diperoleh nilai perbandingan sama dengan 100%, maka dikatakan efisien
berimbang.
➢ Jika diperoleh nilai perbandingan lebih dari 100%, maka dikatakan efisien.
• Pengukuran Efektivitas
Pengukuran efektivitas hanya memperhatikan keluaran yang didapat. Efektivitas hanya
melihat apakah suatu program atau kegiatan telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Rumus pengukuran efektivitas adalah:
Outcome: Dampak yang ditimbulkan dari suatu program
Output: Hasil yang dicapai oleh kebijakan program
Menurut Mahsun (2006), kriteria efektivitas adalah:
➢ Jika diperoleh nilai perbandingan kurang dari 100%, maka dikatakn tidak efektif.
➢ Jika diperoleh nilai perbandingan sama dengan 100%, maka dikatakan efektivitas
berimbang.
➢ Jika diperoleh nilai perbandingan lebih dari 100%, maka dikatakan efektif.
Value for money dapat tercapai apabila organisasi telah menggunakan biaya input paling
kecil untuk mencapai output yang optimum dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
Implementasi konsep value for money diyakini dapat memperbaiki akuntabilitas sektor publik
dan memperbaiki kinerja sektor publik. Menurut Mardiasmo (2002), manfaat penerapan value
for money bagi sektor publik dan masyarakat adalah:
➢ Meningkatkan efektivitas pelayanan publik, dalam arti pelayanan yang diberikan tepat
sasaran.
➢ Meningkatkan mutu pelayanan publik.
➢ Menurunkan biaya pelayanan publik karena hilangnya inefisiensi dan terjadinya
penghematan dalam penggunaan input.
➢ Alokasi belanja yang lebih berorientasi pada kepentingan publik.
➢ Meningkatkan kesadaran akan uang publik (public costs awareness) sebagai akar
pelaksanaan akuntabilitas publik.
Perbedaan antara organiasai sektor publik dengan organisasi sektor privat dapat dilihat
dengan membandingkan beberapa hal, yaitu:
• Tujuan Organisasi
➢ Pada sektor publik, tujuan utama organisasi bukan untuk memaksimalkan laba
tetapi pemberian pelayanan publik, seperti pendidikan, kesehatan masyarakat,
keamanan, penegakan hukum, transportasi publik, dan penyediaan barang
kebutuhan publik. Namun, organisasi sektor publik juga memiliki tujuan finansial,
contohnya usaha pemerintah meningkatkan penerimaan negara dan peningkatan
laba pada perusahaan milik negara atau milik daerah (BUMN/BUMD). Tujuan
finansial ini diorientasikan untuk memaksimalkan pelayanan publik, karena untuk
memebrikan pelayanan publik diperlukan dana.
➢ Pada sektor privat, tujuan utama organisasi yaitu memaksimumkan laba (profit
motive). Tujuan finansial diorientasikan pada memaksimalkan laba untuk
memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham.
• Sumber Pembiayaan
➢ Pada sektor publik, sumber pendanaan berasal dari perpajakan dan retribusi,
charging for services, laba perusahaan milik negara, pinjaman pemerintah berupa
utang luar negeri dan obligasi pemerintah, dan lain-lain pendapatan yang sah yang
tidak bertentangan dengan peraturan perundnag-undangan yang telah ditetapkan.
➢ Pada sektor privat, sumber pembiayaan dipisahkan menjadi sumber pembiayaan
internal dan eksternal. Sumber pembiayaan internal terdiri dari bagian laba yang
diinvestasikan kembali ke perusahaan dan modal pemilik. Sedangkan sumber
pembiayaan eksternal, misalkan utang bank, penerbitan obligasi, dan penerbitan
saham baru untuk mendapatkan dana dari publik.
• Pola Pertanggungjawaban
➢ Pada sektor publik, manajemen bertanggung jawab kepada masyarakat karena
sumber dana yang digunakan organisasi sektor publik dalam rangka pemebrian
pelayanan publik berasal dari masyarakat (public money). Pertanggungjawaban
pada sektor ini bersifat horizontal dan vertikal. Pertanggungjawaban vertikal
adalah pertanggungjawaban atas pengoelolaan dana kepada otoritas yang lebih
tinggi, misalnya pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada permerintah
daerah di atasnya atau kepada pemerinta pusat. Pertanggungjawaban horizontal
adalah pertanggungjawaban kepada masyarakat luas.
➢ Pada sektor privat, manajemen bertanggungjawab kepada pemilik perusahaan
(pemegang saham) dan kreditur atas dana yang diberikan.
• Struktur Organisasi
➢ Pada sektor publik, struktur organisasi bersifat birokratis, kaku, dan hierarkis.
➢ Pada sektor privat, struktur organisasi lebih fleksibel. Struktur organisasi pada
sektor privat dapat berbentuk datar, pyramid, lintas fungsional, dan lainnya sesuai
dengan pilihan organisasi.
Salah satu faktor utama yang membedakan sektor publik dengan sektor privat adalah
adanya pengaruh politik yang sangat tinggi pada organisasi sektor publik. Tipologi
pemimpin, termasuk pilihan dan orientasi kebijakan politik akan sangat berpengaruh
terhadap pilihan struktur birokrasi pada sektor publik. Sebagai contoh, pemerintah
memiliki fungsi yang lebih beragam dibandingkan fungsi sektor privat. Fungsi sektor
privat adalah penyediaan barang dan jasa yang menjadi kebutuhan dan permintaan
konsumen. Sedangkan pemerintah memiliki fungsi yang lebih luas meliputi
pertahanan dan keamanan, perlindungan sumber daya alam dan sosial, penegakan
hukum dan perlindungan hak asasi manusia, hubungan luar negeri, dan sebagainya.
Untuk stakeholder sektor publik maupun sektor privat terbagi menjadi 2, yaitu
stakeholder eksternal dan stakeholder internal:
Meskipun sektor publik memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda dengan sektor
privat, akan tetapi dalam beberapa hal terdapat persamaan, yaitu:
1. Kedua sektor, baik sektor publik maupun sektor privat merupakan bagian integral dari
sistem ekonomi di suatu negara dan keduanya menggunakan sumber daya yang sama
untuk mencapai tujuan organisasi.
2. Keduanya menghadapi masalah yang sama, yaitu masalah kelangkaan sumber daya
(scarcity of resources), sehingga baik sektor publik maupun sektor privat dituntut untuk
menggunakan sumber daya organisasi secara ekonomis, efisien, dan efektif.
3. Proses pengendalian manajemen, termasuk manajemen keuangan, pada dasarnya sama
dikedua sektor. Kedua sektor sama-sama membutuhkan informasi yang andal dan relevan
untuk melaksanakan fungsi manajemen, yaitu: perencanaan, pengorganisasian, dan
pengendalian.
4. Pada beberapa hal, kedua sektor menghasilkan produk yang sama, misalnya baik
pemerintah maupun swasta sama-sama bergerak dibidang transportasi massal,
pendidikan, kesehatan, penyediaan energi, dan sebagainya,
5. Kedua sektor terikat pada peraturan perundangan dan ketentuan hukum lain yang
disyaratkan.
American Accounting Association (1970) dalam Glynn (1933) menyatakan bahwa tujuan
akuntansi pada organisasi sektor publik adalah untuk:
a. Untuk mengelola secara tepat, efisien dan ekonomis diberikan informasi dengan tujuan
yang berkaitan pengendalian manajemen (Management control).
b. Untuk melaporkan tanggung jawab mengelola yang telah dilaksanakan dengan teapat dan
efektif dengan tujuan yang berakitan akuntabilitas (accountability).
Ada 3 hal pokok yang berkaitan dengan akuntansi sektor publik diantaranya penyediaan
informasi, pengendalian manajemen dan akuntabilitas. Sebagai alat informasi yang baik bagi
pemerintah sebagai manajemen dan juga alat informasi publik. Informasi akuntansi bagi
pemerintah digunakan sebagai pengendali manajemen diawali dari perencanaan, pembuatan
program, penganggaran, evaluasi kinerja dan yang terakhir pelaporan kinerja.
Istilah "sektor publik" mulai dipakai pertama kali pada tahun 1952. Pada waktu itu, sektor
publik sering dikaitkan sebagai bagian dari manajemen ekonomi makro terkait dengan
pembangunan dan lembaga pelaksana pembangunan. Pada tahun 1970-an, adanya kritikan dan
serangan yang mempertanyakan kembali peran sektor publik dalam pembangunan. Benarkah
sektor publik dapat menggerakkan dan mempertahankan pembangunan?
Berbagai kritik muncul terhadap sektor publik yang keberadaannya dianggap tidak efisien
dan jauh tertinggal dengan kemajuan dan perkembangan yang terjadi di sektor swasta. Sektor
publik dianggap lebih rendah kedudukannya dibandingkan dengan sektor swasta. Kedudukan
sektor publik bertambah lemah karena orientasi pembangunan lebih diarahkan pada
pembangunan sektor swasta dan cenderung mengabaikan pembangunan sektor publik. Baru pada
tahun 1980-an reformasi sektor publik dilakukan di negara-negara industri maju sebagai jawaban
atas berbagai kritikan yang ada.
Berbagai perubahan dilakukan untuk memperbaiki kinerja sektor publik, perlu diadopsi
beberapa praktik dan teknik manajemen yang diterapkan di sektor swasta ke dalam sektor publik,
seperti pengadopsian mekanisme pasar. Dengan adanya perubahan pada sektor publik tersebut,
terjadi pula perubahan pada akuntansi sektor publik. Akuntansi sektor publik kemudian
mengikuti dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Sebagai contoh
adalah terjadinya perubahan sistem akuntansi dari akuntansi berbasis kas menjadi akuntansi
berbasis akrual. Perubahan akuntansi dari basis kas menjadi akuntansi berbasis akrual sudah
diterapkan di beberapa negara-negara seperti Anglo-Saxon, Jepang, Italia, dan negara-negara
Eropa lainnya, meskipun di Italia sistem tersebut kurang efektif dan kurang sukses. Tujuan
memperkenalkan sistem akuntansi akrual adalah untuk membantu meningkatkan transparansi
dan memperbaiki efisiensi dan efektivitas sektor publik.
Anggapan bahwa lembaga sektor publik telah mengalami kebangkrutan di banyak negara
terutama negara - negara berkembang, tidak sepenuhnya benar. Karena di beberapa negara
berkembang yang dianggap mengalami kegagalan dalam lembaga sektor publiknya justru
memiliki pelayanan publik dan perusahaan-perusahaan publik yang baik kinerjanya yang dapat
memberikan kontribusi yang besar terhadap pembangunan nasional dan stabilitas politik. Dari
peristiwa tersebut mulai berkembanglah konsep Sektor Publik yang lebih baik. Melalui
peristiwa-peristiwa tersebut akuntansi sektor publik, mengalami perkembangan-perkembangan
dan mulai menunjukkan titik terang serta memberikan pedoman bagaimana sistem dan prosedur
Akuntansi dan Keuangan Pemerintahan bisa dibuat.
7. Akuntabilitas Publik
Mengacu pada teori agensi (agency theory), akuntabilitas publik dapat diartikan dengan
adanya kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban,
menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi
tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan
kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut. Akuntabilitas merupakan konsep
yang lebih luas dan stewardship. Stewardship mengacu pada pengelolaan atas suatu aktivitas
secara ekonomis dan efisien tanpa dibebani kewajiban untuk melaporkan, sedangkan
accountability mengacu pada pertanggungjawaban oleh seorang steward kepada pemberi
tanggung jawab.
Akuntabilitas publik yang harus dilakukan oleh organisasi sektor publik terdiri atas beberapa
dimensi. Ada 4 (empat) dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh organisasi sektor publik,
yaitu:
1. Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum (accountability for probity and legality);
Akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan (abuse of
power), sedangkan akuntabilitas hukum terkait dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap
hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam penggunaan sumber dana publik.
2. Akuntabilitas proses (process accountability);
Akuntabilitas proses terkait dengan apakah prosedur yang digunakan dalam melaksanakan
tugas sudah cukup baik dalam hal kecukupan sistem informasi akuntansi, sistem informasi
manajemen, dan prosedur administrasi. Pengawasan dan pemeriksaan terhadap pelaksanaan
akuntabilitas proses dapat dilakukan, misalnya dengan memeriksa ada tidaknya mark up dan
pungutan-pungutan lain di luar yang ditetapkan, serta sumber-sumber inefisiensi dan
pemborosan yang menyebabkan mahalnya biaya pelayanan publik dan kelambanan dalam
pelayanan.
3. Akuntabilitas program (program accountability);
Akuntabilitas program terkait dengan pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat
dicapai atau tidak, dan apakah telah mempertimbangkan alternatif program yang
memberikan hasil yang optimal dengan biaya yang minimal.
4. Akuntabilitas kebijakan (policy accountability);
Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah, baik pusat maupun
daerah, atas kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah terhadap DPR/DPRD dan
masyarakat luas. Akuntansi sektor publik dituntut dapat menjadi alat perencanaan dan
pengendalian organisasi sektor publik secara efektif dan efisien, serta memfasilitasi
terciptanya akuntabilitas publik.
8. Desentralisasi/Otonomi Daerah
Tujuan pemberian otonomi luas kepada daerah sebagaimana diamanatkan dalam Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
adalah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Di samping itu melalui
otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan
prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan
keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah
diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi
urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini. Daerah memiliki kewenangan
membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan
pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.
Ada beberapa isu strategis dalam pelaksanaan otonomi di Indonesia, yaitu: tata kepemerintahan
yang baik (good governace), Standar Pelayanan Minimal (SPM), Pengendalian dan Evaluasi
Pelaksanaan Pembangunan, Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, dan
Pengembangan Kapasitas (capacity buiding).
Haryanto dkk. 2007. Akuntansi Sektor Publik Edisi Pertama. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
Mardiasmo. 2018. Akuntansi Sektor Publik – Edisi Terbaru. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Riadi, Muchlisin. (2020). Value for Money (Pengertian, Manfaat, Indikator dan Pengukuran).
Diakses pada 9/9/2022, dari https://www.kajianpustaka.com/2020/05/value-for-money.html