Anda di halaman 1dari 14

HUBUNGAN SKOR GERD-Q DENGAN

KEBERHASILAN TERAPI PADA PASIEN GERD

RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT

SANGLAH DENPASAR

Disusun oleh :

dr. Muhammad Ibrahim

Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu

Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

RSUP Sanglah Denpasar

Bali 2019

1
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN 3
I.1 Latar Belakang 3
I.2 Rumusan Masalah 3
I.3 Pertanyaan Penelitian 3
I.4 Tujuan Penelitian 4
I.5 Hipotesis Penelitian 4
I.6 Manfaat Penelitian 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP 5
II.1 Tinjauan Pustaka 5
II.2 Kerangka Teori 7
II.3 Kerangka Konsep 7
BAB III METODA PENELITIAN 8
III.1 Desain 8
III.2 Tempat dan Waktu 8
III.3 Populasi dan Sampel 8
III.4 Besar Sampel 8
III.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 8
III.6 Identifikasi Variabel 8
III.7 Batasan Operasional 9
III.8 Alur Penelitian 9
III.9 Cara Kerja 9
III.10 Analisis Data 10
III.11 Masalah Etika 10
III.12. Jadwal penelitian 10
DAFTAR PUSTAKA 12
LAMPIRAN 13
1. Formulir Isian Penelitian 13

2
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Refluks gastroesofageal sebenarnya merupakan proses fisiologis normal yang
banyak dialami orang sehat terutama setelah makan.1Gastroesophageal Reflux Disease
(GERD) atau penyakit refluks esophagus (PGRE) adalah kondisi patologis dimana
sejumlah isi lambung berbalik (refluks) ke esofagus melebihi jumlah normal dan
menimbukan berbagai keluhan. Refluks ini ternyata juga menimbulan symptoms
ekstraesofageal disamping penyulit intraesofageal seperti striktur, Barret’s esophagus atau
bahkan adenokarsinoma esophagus.1,2
PRGE dan sindroma dispepsia mempunyai prevalensi yang sama tinggi, dan
seingkali muncul dengan simptom yang tumpang tindih sehingga menyulitkan diagnosis.
Dispepsia non ulkus di masa lalu diklasifikasikan menjadi 4 subgrup yaitu dispepsia tipe
ulkus, dispepsia tipe dismotilitas, dispepsia tipe refluks dan dispepsia non spesifik. Namun
kemudian ternyata dispepsia tipe refluks dapat berlanjut menjadi penyakit organik yang
berbahaya seperti karsinoma esofagus. Karena itulah para ahli sepakat memisahkan
dispepsia tipe refluks dari dispepsia dan menjadikan penyakit tersendiri bernama penyakit
refluks gastroesofageal.3

I.2 Rumusan Masalah


Adanya kebiasaan tidur setelah makan makan berat, nyeri pada epigastrium, mual
dan muntah yang seringkali diabaikan karena diduga penyakit maag biasa. Kurangnya
pengetahuan masyarakat mengenai GERD/PRGE.
Di Indonesia, cukup banyak penderita GERD yang muncul pada fase kronik karena
selama ini hanya mengira penyakit maag biasa. Timbul pertanyaan, adakah hubungan
antara skor GERD-Q dengan keberhasilan terapi. Penelitian skor GERD–Q pada pasien
GERD dengan keberhasilan terapi belum pernah dilakukan di RSUP Sanglah. Penelitian
yang sama di tingkat nasional juga belum banyak. Dengan pertimbangan di atas, maka
direncanakan melakukan penelitian ini.

1.3. Pertanyaan Penelitian:


Pertanyaan umum :
Bagaimana hubungan skor GERD-Q dengan keberhasilan terapi di RSUP Sanglah?
Pertanyaan Khusus :
1. Bagaimana pola klinis pada pasien GERD berdasarkan skor GERD-Q di RSUP
Sanglah?
2. Bagaimana hubungan keberhasilan pengobatan dengan PPI terhadap skor GERD-Q di
RSUP Sanglah?

3
3. Bagaimana hubungan keberhasilan pengobatan dengan DLBS 2411 terhadap skor
GERD-Q di RSUP Sanglah?

I.4 Tujuan Penelitian


Tujuan umum :
Diketahuinya hubungan skor GERD-Q dengan keberhasilan terapi di RSUP Sanglah.
Pertanyaan Khusus :
1. Diketahuinya pola klinis pada pasien GERD berdasarkan skor GERD-Q di RSUP
Sanglah
2. Diketahuinya hubungan keberhasilan pengobatan dengan PPI terhadap skor GERD-Q di
RSUP Sanglah
3. Diketahuinya hubungan keberhasilan pengobatan dengan DLBS 2411 terhadap skor
GERD-Q di RSUP Sanglah

I.5 Hipotesis penelitian:


Untuk pertanyaan no 1-4 tidak ada hipotesis, karena bukan penelitian analitik.
Untuk pertanyaan no 5, hipotesisnya adalah:
1. Ho: GERD-Q rata-rata pada pasien Dispepsia tipe refluks sama dengan pada pasien
GERD
2. HA: GERD-Q rata-rata pada pasien Dispepsia tipe refluks lebih tinggi dibanding pasien
GERD

1.6. Manfaat Penelitian


1. Dengan diketahuinya hubungan skor GERD-Q dengan keberhasilan terapi di RSUP
Sanglah, maka edukasi dapat lebih terarah.
2. Dengan diketahuinya pola klinis pada pasien GERD berdasarkan skor GERD-Q di
RSUP Sanglah, maka diagnosis dini dapat ditegakkan lebih baik.
3. Dengan diketahuinya hubungan keberhasilan pengobatan dengan PPI terhadap skor
GERD-Q di RSUP Sanglah, maka ketepatan tatalaksana dapat dilakukan.
4. Dengan diketahuinya hubungan keberhasilan pengobatan dengan DLBS 2411 terhadap
skor GERD-Q di RSUP Sanglah, maka ketepatan tatalaksana dapat dilakukan.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA,
KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

II.1 Tinjauan Pustaka


Penyakit refluks gastroesofageal (PRGE) atau Gastroesophageal Reflux Disease
(GERD) adalah suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke
dalam esophagus, dengan berbagai gejala yang timbul akibat keterlibatan esophagus,
faring, laring, dan saluran nafas. Telah diketahui bahwa refluks kandungan lambung ke
esophagus dapat menimbulkan berbagai gejala di esophagus maupun ekstraesofagus, dapat
menyebabkan komplikasi yang berat seperti striktur, Barret’s esophagus bahkan
adenokarsinoma di kardia dan esophagus.4
Keadaan ini umum ditemukan pada populasi di negara-negara Barat namun
dilaporkan relative rendah insidennya di negara-negara Asia-Afrika. Di Amerika
dilaporkan bahwa satu dari lima orang dewasa mengalami gejala refluks (heatburn dan/atau
regurgitasi) sekali dalam seminggu serta lebih dari 40% mengalami gejala tersebur sekali
dalam sebulan. Prevalensi esophagitis di Amerika Serikat mendekati 7% sementara di
negara-negara non-western prevalensinya lebih rendah (1,5% di China dan 2,7% di Korea).
Di Indonesia belum ada data epidemiologi mengenai penyakit ini, namun di Divisi
Gatroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSUPN Cipto Mangunkusumo
Jakarta di dapatkan kasus esophagitis sebanyak 22,8% dari semua pasien yang menjalani
pemeriksaan endoskopi atas indikasi dyspepsia. Tingginya gejala refluks pada populasi di
negara Barat diduga disebabkan karena faktor diet dan meningkatnya obesitas.4
Penyakit refluks gastroesofageal bersifat multifactorial. Esofagitis dapat terjadi
sebagai akibat dari refluks gastroesofageal apabila : 1) terjadi kontak dalam waktu yang
cukup lama antara bahan refluksat dengan mukosa esophagus, 2) terjadi penurunan
resistensi jaringan mukosa esophagus, walaupun waktu kontak antara bahan refluksat
dengan esophagus tidak cukup lama.4
Refluks gastroesofageal pada pasien GERD terjadi melalui 3 mekanisme: 1)
Refluks spontan pada saat relaksasi LES yang tidak adekuat, 2) aliran retrograde yang
mendahului kembalinya tonus LES setelah menelan, 3) meningkatnya tekanan intra
abdomen. Dengan demikian dapat diterangkan bahwa pathogenesis terjadinya GERD
menyangkut keseimbangan antara faktor defensive dari esophagus dan faktor offensive dari
bahan refluksat.4
Gejala klinis yang khas dari GERD adalah nyeri atau rasa tidak enak di epigastrium
atau retrosternal bagian bawah.Rasa nyeri biasanya dideskripsikan sebagai rasa terbakar
(heartburn), kadang-kadang bercampur dengan gejala disfagia (kesulitan menelan
makanan), mual atau regurgitasi dan rasa pahit di lidah. Walau demikian derajat berat
ringannya keluhan heartburn ternyata tidak berkorelasi dengan temuan ensdokopik. Kadang
timbul rasa tidak enak retrosternal yang mirip dengan keluhan pada serangan angina

5
pectoris. Disfagia yang timbul saat makan makanan padat mungkin terjadi karena striktur
atau keganasan yang berkembang dari Barret’s esophagus. Odinofagia (rasa sakit waktu
menelan makanan) bisa timbul jika sudah terjadi ulserasi esophagus yang berat. GERD
juga dapat menimbulkan manifestasi gejala ekstraesofageal yang atipik dan sangat
bervariasi mulai dari nyeri dada non-kardiak, suara serak, laryngitis, batuk karena aspirasi
sampai timbulnya bronkiektasis atau asma. Di lain pihak, beberapa penyakit paru dapat
menjadi faktor predisposisi untuk timbulnya GERD karena timbulnya perubahan anatomis
di daerah gastroesophageal high pressures zone akibat penggunaan obat-obatan yang
menurunkan tonus LES. Gejala GERD biasanya berjalan perlahan-lahan, sangat jarang
terjadi episode akut atau keadaan yang bersifat mengancam nyawa. Oleh sebab itu,
umumnya pasien dengan GERD memerlukan penatalaksanaan secara medik.5
Beberapa penunjang yang diperlukan untuk menegakkan Diagnosis GERD adalah
(1) Endoskopi saluran cerna bagian atas. Pemeriksaan ini merupakan standar baku untuk
diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di esophagus. Pemeriksaan
endoskopi dapat menilai perubahan makroskopik dari mukosa esophagus, serta
menyingkirkan keadaan patologis lain yang dapat menimbulkan gejala GERD. Jika tidak
ditemukan mucosal break pada pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas berarti
keadaan ini disebut sebagai non-erosive reflux disease (NERD). Pemeriksaan histopatologi
juga dapat memastikan adanya Barret’s esophagus, dysplasia, atau keganasan. (2)
Esofagografi dengan barium. Dibandingkan dengan endoskopi pemeriksaan ini kurang
peka dan seringkali tidak menunjukkan kelainan, terutama pada kasus esophagitis ringan.
Pada keadaan yang lebih berat, gambar radiologi dapat berupa penebalan dinding dan
lipatan mukosa, ulkus atau penyempitan lumen. (3) Pemantauan pH 24 jam. Episode
refluks gastroesofageal menimbulkan asidifikasi bagian distal esophagus. Pengukuran pH
pada esophagus bagian distal dapat memastikan ada tidaknya refluks gastroesofageal, Ph <
4 pada jarak 5 cm di atas LES dianggap diagnostic untuk refluks gastroesophageal. (4)
Manometri esophagus. Tes manometry akan memberi manfaat yang berarti jika pada
pasien-pasien dengan gejala nyeri epigastrium dan regurgitasi yang nyata didapatkan
esofagografi barium dan endoskopi yang normal. (5) Sintigrafi gastroesofageal.
Pemeriksaan ini menggunakan cairan atau campuran mkanan cair dan padat yang di label
dengan radioisotope yang tidak di absorpsi, biasanya technetium. (6) PPI test. Tes ini
merupakan terapi empiric untuk menilai gejala dari GERD dengan memberikan PPI dosis
tinggi selama 1-2 minggu sambil melihat respons yan terjadi. Tes ini dilakukan bila tidak
tersedia modalitas diagnostic seperti endoskopi, pH metri dan lain-lain. Tes dianggap
positif bila terjadi perbaikan dari 50-75% gejala yang terjadi.5
Kejadian ini jarang sebagai penyebab kematian, menginat kemungkinan timbulnya
komplikasi jangka panjang berupa ulserasi, striktur esophagus ataupun Barret’s esophagus
yang merupakan keadaan premaligna, maka seyogyanya penyakit ini mendapatkan
penatalaksanaan adekuat. Pada prinsipnya penatalaksanaan GERD terdiri dari modifikasi
gaya hidup, terapi medikamentosa, terapi bedah serta akhir-akhir ini dengan terapi

6
endoskopik. Target penatalaksanaan GERD adalah: a) menyembuhkan lesi esophagus, b)
menghilangkan gejala ataupun keluhan, c) mencegah kekambuhan, d) memperbaiki
kualitas hidup, e) mencegah timbulnya komplikasi.5

II. 2 Kerangka Teori

Penyakit refluks gastroesofageal


GERD

Sindrom esofageal Sindrom ekstraesofageal

Sindrom simtomatik Sindrom dengan lesi Hubungan yang sudah Hubungan yang
esofagus ditetapkan diajukan

1. Sindrom refluks 1. Esofagitis refluks 1. Sindrom batuk refluks 1. Faringitis


tipikal 2. Striktus refluks 2. Sindrom laryngitis refluks 2. Sinusitis
2. Sindrom nyeri dada 3. Esofagitis refluks 3. Sindrom Asma refluks 3. Fibrosis pulmonal
refluks 4. Adenokarsinoma 4. Sindroma erosi dental idiopatik
esofagus refluks 4. Otitis media berulang
5. Sindrom erosi dental
refluks

II. 3 Kerangka Konsep

GERD SKor GERD Q

Gejala klinis Terapi PPI

1. Heartburn Terapi DLBS 2411


2. Reurgitasi

7
BAB III
METODA PENELITIAN

III.1 Disain Penelitian


• Disain penelitian deskriptif untuk menjawab pertanyaan No. 1
• Disain penelitian analitik untuk menjawab pertanyaan No. 2-3

III.2 Tempat dan waktu


Penelitian dilakukan di Poli Penyakit Dalam RSUP Sanglah dalam jangka waktu 3 bulan.

III.3 Populasi dan Sampel


Populasi target adalah semua penderita GERD yang datang ke Rumah Sakit Sanglah.
Populasi terjangkau adalah semua pasien GERD yang berkunjung ke Poli Penyakit Dalam
pada rentang waktu penelitian.
Subjek penelitian adalah mereka yang termasuk ke dalam populasi terjangkau dan
memenuhi kriteria penelitian yaitu GERD-Q yang memenuhi kriteria inklusi.
Metoda pengambilan sampel adalah dengan cara non-probability sampling yaitu
consecutive sampling.

III.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi


a. Inklusi:
- Untuk tahap 1: semua GERD
- Untuk tahap 2: semua GERD yang memenuhi kriteria GERD-Q
b. Eksklusi:
- Menolak diikutsertakan dalam penelitian
- Keadaan umum jelek sehingga tidak bisa diwawancara

III.5 Besar Sampel


Besar sampel tidak dapat tentukkan karena dalam penelitian ini akan diambil sebanyak-
banyaknya subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak drop out dalam penelitian.

III.6 Identifikasi Variabel


Untuk menjawab pertanyaan No. 1, variabel yang digunakan adalah:
- Pasien dengan GERD, dan
- Kriteria GERD-Q
Untuk menjawab pertanyaan No. 2-3, variabel yang digunakan adalah :
- Variabel bebas : Perbedaan skoring GERD
- Variabel terikat : Pemberian terapi

8
III.7 Batasan Operasional
a. GERD
− Definisi: kondisi patologis dimana sejumlah isi lambung berbalik (refluks) ke
esofagus melebihi jumlah normal dan menimbukan berbagai keluhan. Refluks ini
ternyata juga menimbulan symptoms ekstraesofageal disamping penyulit
intraesofageal seperti striktur, Barret’s esophagus atau bahkan adenokarsinoma
esophagus.6
− Cara ukur: dengan gejala klinis berdasarkan skor GERD-Q, dinyatakan GERD bila
memenuhi kriteria dibawah ini.6
Memenuhi kriteria berikut :
• Heartburn
• Regurgitasi
• Nyeri ulu hati bukan akibat
penyakit lain
• Mual
• Sulit tidur malam karena heartburn/regurgitasi
• Minum obat karena heartburn/regurgitasi
selain yang diberikan oleh dokter
− Alat ukur: skor GERD-Q yang digunakan di RS Sanglah
− Hasil ukur: kategorik, GERD atau NERD

III.8 Alur penelitian


Consecutive sampling Pasien Dispepsia
Tahap 1
Wawancara

Profil klinis, skor GERD-Q

Tahap 2 GERD
GERD

PPI DLBS 2411

III.9 Cara kerja


Tahap 1
a. Semua pasien dispepsia yang berkunjung ke Poli Penyakit Dalam, didata sesuai
dengan formulir isian penelitian yang terlampir dalam lampiran 3

9
b. Diperiksa dan dihitung jumlah skor GERD-Q

Tahap 2
a. Diambil 20 orang pasien dari tahap 1 yang memenuhi kriteria GERD-Q
b. Diambil 10 orang pasien GERD-Q, untuk menggunakan terapi PPI
c. Diambil 10 orang pasien GERD-Q, untuk menggunakan terapi DLBS 2411

III.10 Analisis data


Analisis dilakukan secara univariat.
− Semua data kategori disajikan dalam n (%)
− Semua data numerik yang berdistribusi normal disajikan dalam mean (SD), dan bila
tidak berdistribusi normal disajikan dalam median

III.11 Masalah etika


Akan dimintakan kaji etik dari Panitia Tetap Penilai Etik Penelitian FK Udayana.
Penelitian ini diawali dengan memberi penjelasan kepada pasien yang menjadi subjek
penelitian. Data rekam medik yang dipergunakan dijaga kerahasiaannya.

III.12 Jadwal penelitian


Direncanakan dalam 3 bulan kalender.
Kegiatan Bln ke-1 Bln ke-2  Bln ke-3

Proposal ✓
Pengumpulan ✓
data
Pengolahan data ✓
Analisis data ✓
Publikasi ✓

1. Proposal
a. Membuat judul
b. Membentuk tim
c. Mengumpulkan literature
d. Membuat Pendahuluan
e. Membuat Tinjauan Pustaka
f. Membuat Metoda Penelitian
g. Membuat Anggaran
2. Pengumpulan Data

10
a. Memilih mahasiswa asisten peneliti
b. Mengkoordinasikan kegiatan penelitian dengan Internis di Sanglah
c. Melatih mahasiswa untuk mengumpulkan data
d. Membagi tugas mahasiswa untuk menjaring pasien di Poli Penyakit Dalam dan
Instalasi Gawat Darurat RS Sanglah
e. Mendata semua pasien yang masuk kriteria inklusi
f. Mengambil hasil laboratorium

3. Pengolahan Data
a. Menginput data kedalam bentuk excel
b. Memproses data dengan menggunakan SPSS 20
c. Melakukan konsultasi dengan pakar statistik
4. Analisis Data
a. Membuat tabulasi hasil penelitian
b. Membuat artikel penelitian
5. Publikasi
a. Menetapkan jurnal ilmiah kedokteran untuk publikasi artikel
b. Mengirim artikel

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Fisichella PM, Patti MG.Gastroesophageal reflux disease (cited, 2010 August 24). Available
from url:http://emedicine.medscape. com/article/176595-overview.
2. Makmun D. Penyakit refluks gastroesofageal. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.hlm.317-321Corwin, Elizabeth J. Buku saku
patofisiologi. Jakarta: EGC; 2009.
3. Simadibrata M. Dispepsia and gastroesophageal reflux disease (GERD): Is there any
correlation. Acta Med Indones-Indones J Intern Med 2009; 41(4):222-7.
4. Dent J. Definition of reflux disease and its separation from dyspepsia. Gut 2002; 50 sup 2:
S1-6.
5. Orlando RC. Reflux esophagitis. In Yamada T (ed). Textbook of gastroenterology, 2nd
Edition. Philadelphia: JB Lippincot Co; 1995.p.1214-6.
6. Ndraha S. Bahan ajar gastroenterohepatologi. Jakarta: Biro Publikasi FK UKRIDA;
2012.h.21-8.

12
Lampiran

FORMULIR ISIAN PENELITIAN

IDENTITAS
Nama (inisial) :
No MR :
Alamat :
Telpon/HP :

Data isian
1. Jenis kelamin :
a. Laki-laki
b. Perempuan
2. Umur = ...................... tahun
3. Keluhan klinis GERD
a. Regurgitasi
b. Heartburn
4. Faktor risiko: (ya/tidak)
a. Obesitas
b. Diet tinggi lemak
c. Makan terlalu banyak
d. Makan cepat selesai
e. Makan berbumbu tajam
f. Rokok
g. Pakaian ketat
h. Stres emosi
i. Kopi dan teh
j. Hamil
k. Obat-obatan:
l. Berbaring setelah makan
5. IMT:
a. TB= cm
b. BB= kg
c. IMT= kg/m2
− Pasien yang mempunyai salah satu atau kedua keluhan klinis GERD diminta
mengisi kuesioner GERD-Q
− Hitung score GERD-Q

13
− Pasien dirandomisasi untuk masuk kelompok A (Kelompok PPI/Kontrol) atau B
(Kelompok DLBS2411/Uji)
− Kelompok A diberi omeprazol 2 x 20 mg selama 2 minggu, sedangkan Kelompok
B diberi DLBS2411 2 x 250 mgselama 2 minggu
− Sepanjang 2 minggu keikutsertaan pasien dalam penelitian, pasien diminta untuk
menghindari makan dalam 2–3 jam sebelum tidur.
− Sesudah 2 minggu, kembali dihitung skor GERD Q, dan perbaikan skor pada
kedua kelompok dibandingkan.
Sepanjang penelitian, obat-obat penyerta yang dapat mengganggu evaluasi hasil penelitian tidak
dapat digunakan : antasida, H2 bloker,PPI selain yang diberikan dalam studi, aspirin,
kortikosteroid, calcium chanel bloker, NSAID, dan teofilin.

14

Anda mungkin juga menyukai