Anda di halaman 1dari 3

Takdir tak Berpihak

Desa kecil yang tenang, terhanyut dalam pesona alamnya, Bukit-bukit hijau melingkari
daerah ini. Suara gemericik air sungai dan rimbunnya pepohonan yang sejuk menciptakan
suasana damai.

Hidup seorang gadis muda bernama jessy. Dia adalah anak perempuan dari keluarga
sederhana, namun cita-citanya jauh melampaui apa pun yang bisa dipikirkan orang tuanya.
Sejak kecil, Jessy telah memendam impian besar: dia ingin menjadi seorang penyair
terkenal, menulis puisi yang akan menggetarkan hati banyak orang, dan membahagiakan
kedua orang tuanya.

Jessy tumbuh dalam keluarga yang sangat kekurangan, tetapi penuh kasih. Orang tuanya,
Ibu maya dan Ayah Daniel, selalu bekerja keras untuk memberikan yang terbaik bagi putri
kesayangan mereka. Mereka adalah orang yang selalu memberikan dukungan dan cinta
pada Jessy, meskipun mereka tahu bahwa impian besar anak mereka akan membutuhkan
banyak pengorbanan.

Suara gemericik air sungai yang mengalir di belakang rumah mereka menjadi sumber
inspirasi bagi Jessy. Dia sering duduk di bawah pohon rindang sambil mendengarkan melodi
alam yang lembut, dan kata-kata puisi mulai mengalir begitu saja. Jessy menulis puisi-puisi
dengan penuh gairah, menciptakan dunia dengan kata-kata yang indah dan mempesona.
Kata-katanya seakan menghidupkan kisah-kisah kecil yang ada di kota kecilnya.

Ketika Jessy berusia 16 tahun, dia memutuskan untuk mengikuti sebuah kontes puisi tingkat
nasional. Hadiah utama adalah beasiswa pendidikan yang bisa membawanya ke perguruan
tinggi terkemuka di kota. Jessy merasa bahwa ini adalah kesempatan besar untuk
mendekati mimpinya dan membahagiakan orang tuanya.

"Saya tahu bahwa mencapai cita-cita ini tidak akan mudah, tapi saya akan mencoba yang
terbaik, Ayah, Ibu," kata Jessy kepada orang tuanya dengan mata berbinar.

Orang tuanya hanya tersenyum dan memberikan dukungan penuh pada putri mereka.
Mereka tahu bahwa Jessy memiliki bakat istimewa dalam menulis puisi, dan mereka yakin
dia bisa mencapai apa pun yang dia inginkan.

Jessy mempersiapkan puisi terbaiknya dengan penuh semangat. Ia menghabiskan


berjam-jam di bawah pohon rindang di belakang rumahnya, menciptakan kata-kata yang
penuh makna dan keindahan. Puisi itu adalah ungkapan cintanya pada alam sekitarnya,
pada kedua orang tuanya yang selalu mendukungnya, dan pada impian-impian besar yang
telah menghiasi hidupnya.

Ketika hari kontes tiba, Jessy pergi ke kota dengan harapan tinggi. Dia bersaing dengan
penyair-penyair muda berbakat lainnya dari seluruh penjuru negeri. Jessy merasa gugup,
tetapi dia percaya pada puisi-puisinya. Dia ingin membagikan kisahnya, suaranya yang
lembut tentang cinta pada alam dan keluarganya, pada dunia.
Hasil pengumuman pemenang pun tiba. Ketika nama Jessy disebut sebagai pemenang
pertama, ia merasa seakan-akan dunia berhenti berputar sejenak. Tangis bahagia pun
mengalir begitu saja, dan dia berlari menuju panggung, meraih hadiahnya dengan tangan
gemetar.

Ayah dan Ibu yang selalu setia mendukungnya berada di sana, tersenyum dengan mata
berkaca-kaca. Mereka merasa begitu bangga pada putri mereka yang telah mencapai
sesuatu yang luar biasa.

Namun, kemenangan di kontes puisi tingkat nasional adalah awal dari perjuangan yang
lebih besar. Jessy harus berjuang melanjutkan pendidikannya di ibu kota, meninggalkan
kampung halamannya, dan menghadapi banyak tantangan. Dia merindukan suara gemericik
sungai, pohon rindang, dan pelukan hangat orang tuanya.

Tidak ada yang pernah mengatakan bahwa mencapai impian besar itu mudah. Jessy harus
bekerja keras untuk mengejar gelar sastranya, belajar tentang puisi dari para profesor
terbaik di universitasnya, dan menciptakan karya-karya baru yang mampu bersaing di dunia
seni. Meskipun perjalanan penuh dengan kesulitan, Jessy tidak pernah menyerah. Dia
selalu memikirkan kedua orang tuanya dan impian besar yang ada dalam dirinya.

Waktu berlalu, dan Jessy semakin terkenal sebagai penyair muda yang berbakat. Karyanya
diterbitkan dalam berbagai majalah sastra, dan dia diundang untuk membacakan
puisi-puisinya di berbagai acara besar. Kehidupannya seakan berubah menjadi impian yang
menjadi kenyataan.

Namun, kesuksesan juga membawa cobaan. Jessy mulai terseret dalam dunia gemerlap
kota, kehilangan kontak dengan akar-akarnya, dan bahkan mulai melupakan orang tuanya
yang begitu berarti dalam hidupnya. Dia hanya bisa mengunjungi kampung halamannya
beberapa kali dalam setahun, dan setiap kunjungan itu terasa singkat.

Suatu hari, saat Jessy sedang bersiap-siap untuk membacakan puisi di sebuah acara besar
di ibu kota, dia menerima telepon darurat dari Ayahnya.

"Ayah sakit parah, Jessy. Kamu harus segera pulang," kata Ayah dengan suara serak.

Aria membatalkan penampilannya dan langsung pulang ke kampung halamannya. Ketika


dia tiba, dia melihat Ayahnya yang lemah terbaring di tempat tidur, wajahnya pucat.

Ibu Maya duduk di sampingnya, menangis. "Kami sangat merindukanmu, Jessy. Ayahmu
butuhmu di sini."

Jessy duduk di samping Ayahnya dan memegang tangan lemahnya. "Ayah, maafkan aku.
Aku telah terlalu sibuk dengan kesuksesanku dan melupakan apa yang sebenarnya penting
dalam hidup."

Ayahnya tersenyum lemah. "Tidak, Jessy. Lanjutkan pendidikan mu dan capailah impian
mu,ayah bangga padamu nak"
Jessy memeluk ayah dengan sangat erat tetesan air mata pun mulai bercucuran mengingat
perjuangan sang ayah yang selalu ingin melihat anaknya bahagia dalam pilihan nya.

Keadaan ayah yang semakin melemah membuat Jessy dan Ibu kebingungan. Ayah tak kuat
menahan sakit dan terbaring di pangkuan Jessy dan berkata "Nak.. ayah ingin kamu sukses
meraih cita citamu,sayangi ibumu karena doa ibu lah yang membawa mu sampai ke titik ini.
Ayah sayang kamu J-jess..."

Ayah menghembuskan nafas dan memejamkan matanya, Jessy berusaha menyadarkan


ayah "Ayah ayahh bangun yahh" ucap Jessy dengan suara yang bergetar ketakutan. Namun
ternyata itu adalah hembusan nafas terkahir dari sang ayah. Ayah sudah meninggal kan
Jessy untuk selamanya

Setelah satu bulan sejak kepergian sang ayah, Jessy merasa bahwa saatnya baginya untuk
kembali ke kota dan melanjutkan pendidikannya. Namun, ia sangat merindukan ibunya dan
tidak ingin meninggalkannya sendiri di pedesaan. Jessy akhirnya memutuskan untuk
mengajak ibunya untuk tinggal bersamanya di kota, berharap bisa memberikan kenyamanan
dan dukungan pada ibunya dalam kehidupan baru mereka. Mereka memulai perjalanan
dengan harapan baru, namun sayangnya, takdir berkata lain. Dalam perjalanan mereka
mengalami sebuah kesalahan besar yang tragis dan tidak terduga, yang menyebabkan
kematian yang mendalam kepada Jessy dan ibunya.

Anda mungkin juga menyukai