Anda di halaman 1dari 8

Riau Kepri Com

Begini Caranya KGM Meranti Memotivasi Pelajar Gemar Menulis

admin admin

2 tahun ago

RiauKepri.com, MERANTI-Komunitas Gemar Menulis (KGM), Kecamatan Tasik Putri Puyu, Kabupaten
Kepulauan Meranti, memotivasi pelajar untuk menulis. Ahad, 09 Desember 2018, komunitas ini menaja
diskusi memotivasi menulis bagi pelajar di Desa Dedap.

Perhelatan ini dipusatkan di Halaman Kantor Desa, dari pukul 15.30 sd 17.00 WIB, yang diawali dengan
buka lapak baca, kemudian baca puisi oleh Dania, Firma dan Juma.

Kades Dedap yang akrab disapa Wak Bayu, dalam kata elu-eluannya menyampaikan kegembiraannya
terhadap kegiatan ini, dan beliau berharap kegiatan serupa dapat dilaksanakan secara inten. “Kami
sangat mengapresiasi dan mendukung kegiatan ini,” katanya.

Baca Juga : Main Mercon, Bocah di Tapung Ini Terbakar, Begini Ceritanya

Ketua KGM, Zulkafi pada kesempatan itu mengatakan, tujuan kegiatan ini untuk menarik minat dan
mengajak pelajar di Kecamatan Tasik Putri Puyu umumnya, agar membudayakan membaca dan menulis.

Kegiatan diskusi menulis ini, sebagai pembicara seniman Riau yang juga seorang guru, Jasman Bandul.
Dia juga tercatat sebagai pembimbing di Komunitas Gemar Menulis.

Sementara itu, di lain tempat pembina Komunitas Gemar Menulis lainnya, Saiful Anas, yang tak sempat
hadir, merasa senang dan mengharapkan KGM tetap semangat berkreativitas.

Kegiatan ini ditutup dengan tanya jawab dan foto bersama Kades Dedap serta bersama nara sumber,
berikut panitia. (RK1)

Categories: Budaya, Meranti, Pendidikan, Riau


Tags: komunitas gemar menulis merantip

Leave a Comment

Riau Kepri Com

Back to top

Jasman Bandul lahir di Bandul, Kepulauan Meranti pada 10 juni 1984. Beberapa puisinya pernah terbit
dimedia massa seperti Riau Pos, Pekanbaru, koran kampus Universitas Riau. Puisinya pernah mendapat
juara tanpa peringkat pada sayembara menulis puisi DKR tahun 2013. Saat ini bertugas sebagai tenaga
pengajar di SMAN 2 Merbau, Kabupaten Meranti, Riau. Aktif menggerakkan komunitas Gemar Menulis
di Kecamatan Tasik Putripuyu.

Mata kuliah Apresiasi Puisi ini menuntut saya untuk membaca sajak-sajak Jasman Bandul yang ada
dalam Antologi Puisi: Puti Bungsu. Di dalam buku ini terdapat berbagai macam sajak ciptaan beliau
seperti:

bulan hinggap di daun tingkap

berkaca di wajah bunda

tanjung ke tanjung

negeri di balik belukar

bulanku, matahariku, bersinarlah!

mimpi sekampung

memapah asap
pulau akar

kirimkan gubuk

rindu matahari

melukah bulan di malam kemarau

ketibaanmu

orang-orang laut

orang-orang dayung

orang-orang sungai

seorang tua berselimut malam

Seorang Jasman Bandul ini adalah seorang yang sangat peduli terhadap lingkungan sekitarnya, karna
setiap sajak-sajak yang ia buat selalu tentang politik, kehidupan, dan keluh kesah orang di sekitarnya.
Seperti puisi beliau yang berjudul “tanjung ke tanjung”, “memapah asap”, “pulau akar”, “kirimkan
gubuk”, “orang-orang laut”, “orang-orang dayung”, “orang-orang sungai”. Semua sajak beliau ini
tentang kehidupan seseoang. Ia sangat peduli terhadap lingkungan sekitar sehingga ia dapat merasakan
pahit manisnya kehidupan di lingkungan sekitarnya.

Analisis pembaca:
Sebagai seorang pembaca sajak beliau, saya suka membaca sajak-sajaknya. Bahasanya mudah
dimengerti, namun ada beberapa bahasa yang saya tidak mengerti sama sekali. Dalam kumpulan sajak
ini saya dapat mengambil pelajaran.

Diksi yang digunakan Jasman Bandul dalam puisi-puisinya sudah mewakili perasaan dan pengalaman
pengarang. Selain itu, juga mewakili perasaan semua rakyat yang sedang mempertahankan kehidupan di
jagat raya ini. Tema yang diangkat pada puisi ini adalah tentang perjuangan dan pertahanan hidup.
Tema ini sesuai dengan isi tiap larik yang selalu berharap diberi kemudahan dalam segala hal.

Analisis teks:

Puisi Jasman Bandul yang berjudul “bulan hinggap di daun tingkap” mengandung makna bahwa ada
seseorang yang dipuja. Anggap saja seseorang di sini adalah wanita. Wanita ini memancarkan keindahan
bagi setiap orang yang memandangnya. Keindahan ini bahkan tak ada yang menandinginya. Lalu dia
bertanya pada dirinya sendiri apa yang terjadi pada dirinya sehingga ia selalu memikirkan sang pujaan
ini. Hal ini terbukti dalam sajaknya:

bulan hinggap di daun tingkap

sayapnya kuncup merecup

wajanyah calar mengadu

dibahu tiada cindai beledu

bedegap jantung kalbu

ada pertanda apa malam ini?

Pada bait berikutnya, pengarang menyampaikan bahwa semakin malam, semakin ia mengingat masa
lalu. Masa lalu yang tidak dapat dilupakan. Lalu ia mengingat akan hal yang telah dilaluinya dengan
wanita itu. Ia terbayang akan keindahan dan keelokan rupa dan tingkah lakunya. Namun saat ia
membayangkan sosok ini, ia merasakan bahwa ada yang mengobati luka dalam hatinya. Hal ini terlihat
dalam sajaknya:

sayup terdengar rentak malam

cangkrik tua menyiulkan masa lalu

seperti malam itu, ketika bulan


hinggap di ranting kemuning

didepan rumahku

Pada bait berikutnya, dari penggalan sajak ini kita dapat mengambil makna bahwa ketika penyair
melihat rembulan pada malam itu, ia membayangkan akan gadis itu dan ia hendak menyampaikan
kerinduannya terhadap gadis itu. Pada saat itu ia mempertegas bahwa malam yang di laluinya pada saat
ia melihat bulan yang memancarkan sinarnya pada hari itu ia merasa pada saat itu ia merindukan
kehadiran sang gadis tersebut menemuinya. Terlihat dalam sajaknya:

ada melukut di bawah bibirnya

sampaikan pesan senada pilu

“ini malam, sayapku luluh”

kata bulan pada angin deru

Sajak Jasman Bandul yang berjudul “bercermin di wajah bunda” memiliki arti cerminan kehidupan ini
dapat dilihat dari ketulusan hati ibu. Cerminan di sini artinya melihat kembali kehidupan dimana kita
masih ada dalam rahim ibu. Dari sinilah timbul semangat ketika kita mengalami kegagalan hidup. Dibalik
senyuman indah yang terpancar terdapat sebuah masalah yang bisa saja disebut berat dalam kehidupan
ini. Ada hubungan yang telah lama berjalan baik seakan-akan robek dimakan waktu karena perkataan
yang menyayat hati.

Dalam hal ini ibu tak akan melihatkan bebannya kepada anaknya, namun tetap memberi senyuman. Ia
selalu menunjukkan ketegarannya dalam menghadapi hidup ini. Ia bertanya-tanya, siapakah yang
mampu mengubah beban itu menjadi senyuman, tawa, dan ketegaran? Hal ini terlihat dalam kutipan
sajaknya:

siapa kan pungut pecahan wajah bunda?

ingin bercermin

menyulap wajah biar menor

menyisir rambut kehidupan yang perang

bahkan berwarna kelam?

Sajak “negeri di balik semak” memiliki arti ada negeri yang mana di dalamnya terdapat keganjilan yang
mana mempunyai makna bahwa penggambaran tentang sebuah negara dibalik kesukaran yang besar.
Belukar dalam puisi ini mempunyai artinya adalah dibalik negara yang tentram terdapat berbagai
permasalahan yang sangat rumit. Penggalan-penggalan sajak ini mengisahkan keadaan negara dibalik
kerancuan atau berbagai masalah yang berbelit-belit yang dilanda oleh negara kita. Dikatakan negara
berarti menyangkut seluruh rakyat yang ada di dalamnya. “cuk gelucuk si gali-gali ubi”, dalam kutipan
sajak ini penyair menggambarkan negara ini seperti ubi-ubian yang sedang digali. Artinya mencari atau
menggali suatu yang berguna dimasa depan atau dimasa yang akan datang. “dimana batang bengkok,
disitu di makan api” makna yang terdapat dalam penggalan sajak ini adalah bahwa orang lemah akan
tertindas oleh orang yang lebih kuat dan akan menjadi bahan kemurkaaan dari yang lebih kuat. “menitik
suam air mata dipangkuan sejarah, budak-budak melayu yang lupa”, penggalan sajak ini mengandung
arti bahwa kita mengenang masa lalu, masa lalu mengenai sejarah suatu bangsa, terkadang kita sampai
menitikkan air mata dan kesedihan yang mendalam karena perjuangan itu mengandung banyak hal yang
harus dikorbankan.

Selain nyawa, masa depan negara ini akan tetapi banyak generasi bangsa yang melupakan sejarah
perjaungan bangsa kita. Telah bannyak waktu yang kita jalani dihidup ini. Berbagai permasalahan dan
tindakan yang lainnya telah kita lampaui sesuai dengan apa yang telah ditakdirkan. Negeri kita
berkembang baik dalam segi teknologi dan budaya. Tetapi perkembangan itu menjadi masalah karena
salah menggunakan. Dalam hal ini penyair mulai mengingatkan para pembaca bahwa tidak lama lagi
kota-kota dinegara kita ini akan memiliki permasalahan yang serius, seperti kejahatan dan kesengsaraan.

Sajak “bulanku, matahariku, bersinarlah!” menyatakan sebuah motivasi terhadap si anak. Bulanku,
matahariku di sisni bermaksud kepunyaan, yaitu si anak. Penyair mengenalkan arti dari kehidupan ini
yang mana dalamnya terdapat kebahagiaan dan kepahitan dalam hidup kepada si anak. Dalam sajak ini
penyair memberi harapan kepada putra putrinya ketika ia mengalami kegagalan agar tidak langsung
menyerah dengan keadaan tetapi bangkit dan berjalan terus menuju keberhasilan. Ketika sebuah
permasalahan datang jangan langsung menyerah, tunjukkan kalau kita bisa dan ketika masalah itu
datang berlakulah seperti orang yang tidak pernah dilanda permasalahan dan tetap tersentum baik itu
dalam suka maupun duka.

Sajak “memapah asap” membahas mengenai kebakaran hutan. Arti dari budak-budak adalah orang-
orang yang hidup dan tinggal dalam timbunan asap yang mana asap tersebut ditimbulkan oleh
kebakaran hutan yang menyebar dimana-mana. Di tempat-tempat orang jarang penghuni dan jauh dari
pemukiman warga merupakan salah satu sebagai sasaran utama pembakaran hutan. Dampak asap yang
telah melanda lingkungan sekitar terjadinya kebakaran hutan. Akibat dari kebakaran hutan banyak hal
yang dirugikan baik dari segi manusianya maupun tumbuhan. Banyak orang yang membuka lahan ketika
kemarau tiba tanpa mempedulikan efek dari tingkah laku mereka.
Sajak “kirimkan kami gubuk” ditujukan oleh orang jalanan yang tak punya apa-apa baik tempat tinggal
atau barang berharga. Secara sadar memang bagi gelandangan terkadang mereka memikirkan nasibnya
dan tak menerima dengan kenyataan yang telah menimpanya. Sesaat bila direnungi sejenak memang
tak dapat diterima, tapi lambat laun apa daya mereka harus menerima kenyataan dan mulai terbiasa.
Puisi ini mengenai orang yang tinggal dijalanan yang tidur dikolong jembatan sebab mereka tak
mempunyai tempat untuk berteduh.

Sehingga mereka meminta bantuan pada pemerintah setempat agar dapat membangun sebuah tempat
perteduhan untuk orang jalanan yang tidak mempunyai tempat tinggal. Hidup ini bagai panggung
sandiwara itulah kata yang pantas untuk mengambarkan kehidupan ini, bumi yang kita injak ini
merupakan simbol sebuah pentas yang mana di dalamnya terdapat pernak-pernik kehidupan yang
penuh dengan tangisan dan deraian air mata yang tak dipandang oleh pemerintahan setempat. Dalam
puisi ini, “sepekat gubuk” yaitu tempat yang menampung orang jalanan agar dapat dibimbing walaupun
tempat persinggahan itu yang cocok hanyalah beberapa orang saja dari pada tidak sama sekali.

Sajak “orang-orang laut” menyatakan pada dirinya sendiri tetapi ia menggambarkan kehidupan para
nelayan, karena orang laut identik dengan menangkap ikan. Menuturkan kisah pada laut artinya
mengabdikan atau bekerja sebagai nelayan, yang mana setiap harinya berhadapan dengan terik
matahari yang membakar tubuh. Mata pencaharian para nelayan merupakan dilaut yaitu mencari ikan,
maka dari itu mereka setiap hari berharap dari melaut dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
Dalam penggalan sajak pada bait selanjutnya penyair mulai menggambarkan bagaimana bahaya yang
menghadang ketika kita pergi melaut, kita akan berjumpa dengan ombak dan topan yang terkadang
dapat mengancam keselamatan kita. Orang yang bekerja di laut khususnya neyalan akan berhadapan
dengan ombak dan angin laut, berada sampan sudah menjadi rumah kedua bagi mereka, karena dari
situlah mereka mendapatkan rezeki.

Sajak “ketibaanmu” penantian yang tak akan sia-sia jika suatu saat nanti datang kembali. Menanti dalam
sebuah harapan adalah hal yang paling membosankan tetapi ketika penanti itu berbuah maka disitulah
tempat menuangkan rasa jenuh, bosan dan lainnya dapat teratasi. Seperti mengobati luka yang telah
mengores hati ketika kepergiannya dan dapat melepas rindu yang telah bersemi dihati.

Sajak “melekah bulan dimalam kemarau” merupakan salah satu judul puisi dari Jasman Bandul. Langit
keruh merupakan simbol akan terjadinya masa kekeringan pada masa yang akan datang. Langit merekah
pertanda akan terjadi kekeringan pada masa yang akan datang yang mengakibatkan kesengsaraan. Telah
lama terjadinya musim kering di bumi ini, sehingga banyak menimbulkan kesengsaraan bagi manusia
yang tinggal di bumi ini dikarenakan kekurangan air. Penderitaan ini digambarkan pada sajak yang
terakhir yang berbunyi “musim menjerat bulan,......di bulan yang kemarau” hal ini menunjukkan
kemarau tak berkesudahan dalam waktu yang lama.
Sajak selanjutnya “rindu matahari” melambangkan sebuah kerinduan akan kedatangan seseorang yang
akan membuat ia senang dan bahagia yang mana “malam” dalam sajak ini adalah sebuah kekelaman
atau kehancuran diri. “Malam temarang, nyahlah!, bisik embun pada bulan serakah” dalam puisi ini
menyatakan bahwa penyair sedang dilanda kegalauan dan ingin rasa galau itu pergi. Namun ia berharap
esoknya tak akan ada lagi rasa galau.

Anda mungkin juga menyukai