Kata Kunci: instrumen kebijakan moneter, kinerja bank, dan rasio keuangan.
Data yang digunakan dalam penelitian dengan menjual atau membeli surat
adalah data yang bukan didapatkan dari hasil securities). Jika ingin menambah
usaha observasi yang dilakukan sendiri oleh jumlah uang beredar, pemerintah
peneliti, namun data sekunder diperoleh dari akan membeli surat berharga
pihak lain yang telah mengolah data primer pemerintah. Namun, bila ingin
atau data yang paling pertama kali diperoleh jumlah uang yang beredar berkurang,
dari suatu peristiwa sehingga menjadi bentuk maka pemerintah akan menjual surat
diteliti atau biasanya disebut dengan studi pemerintah antara lain adalah
Teknik analisis yang digunakan dalam (2) Sertifikat Bank indonesia Syariah
menganalisis data pada penelitian ini adalah (SBIS), SBIS adalah surat berharga
analisis kuantitatif adalah studi yang bertujuan berjangka waktu pendek dalam mata
untuk mencari uraian secara menyeluruh, uang rupiah yang diterbitkan oleh
dengan pendekatan kuantitatif, seorang analis sebagai sarana penitipan dana jangka
akan berkonsentrasi pada fakta kuantitatif atau pendek guna menjaga asetnya.
data yang berhubungan dengan masalah dan (3) Non Performing Loan (NPL) atau
merupakan spesifikasi kegiatan peneliti dalam bank. Sehingga semakin tinggi rasio
mengukur suatu variabel. Spesifikasi tersebut ini maka akan semakin semakin
buruk Kualitas kredit/pembiayaan yang dimaksud adalah meningkatkan output
bank yang menyebabkan jumlah keseimbangan atau terpeliharanya stabilitas harga
kredit/pembiayaan bermasalah (inflasi terkontrol). Melalui kebijakan moneter
semakin besar maka kemungkinan pemerintah mampu mempertahankan, menambah
suatu bank dalam kondisi bermasalah dan mengurangi jumlah uang yang beredar dalam
semakin besar. upaya untuk mempertahankan perekonomian agar
(4) Return on Assets (ROA), Rasio ini tumbuh dan sekaligus mengendalikan inflasi. Jika
digunakan untuk mengukur yang dilakukan adalah menambah uang yang
kemampuan manajemen bank dalam beredar makan disebut kebijakan ekspansif,
memperoleh keuntungan (laba) sedangkan kebijakan moneter yang digunakan
secara keseluruhan. Semakin besar untuk mengurangi uang yang beredar maka disebut
ROA suatu bank, semakin besar pula kebijakn moneter kontraktif atau yang dikenal
tingkat keuntungan yang dicapai kebijan uang ketat.
bank tersebut dan semakin baik pula Kebijakan moneter adalah salah satu alat
posisi bank tersebut dari segi untuk mengatur permintaan aggregate melalui
penggunaan aset. pngaturan jumlah uang yang beredar. Kebijakan
(5) Loan to Deposit Ratio (LDR) atau moneter ini adalah Tindakan yang dilakukan oleh
Financing to Deposit Ratio (FDR), otoritas moneter biasanya bank sentral, untuk
LDR/FDR adalah rasio antara seluruh mengetahui jumlah uang yang beredar dan kredit
jumlah kredit/pembiayaan yang yang pada gilirannya akan mempngaruhi kegiatan
diberikan bank dengan dana yang ekonomi masyarakat. Tujuan kebijakan moneter
diterima oleh bank. Rasio ini khususnya untuk stabilisasi ekonomi yang dapat
digunakan untuk mengetahui diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga
kemampuan bank dalam membayar setts neraca pembayaran internasional yang
kembali kewajiban kepada para seimbang.
nasabah yang telah menanamkan Kebijakn moneter pada prisipnya ini dapat
dananya dengan kredit/pembiayaan dikelompokkan menjadi dua yaitu pengendalian
yang telah diberikan kepada para permintaan (demand management) dan target
debiturnya. Semakin tinggi rasionya moneter (monetary targetry). Pengendalian
semakin tinggi tingkat likuiditasnya. permintaan dalam kaitannya dengan pengendalian
inflasi, misal dilakukannya dengan menjaga agar
HASIL DAN PEMBAHASAN permintaan uang, barang dan jasa dapat
mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah aktivitas kegiatan perekonomian dengan tujuan
akhir pencapaian inflasi. Namun jalur atau
transmisi dari keputusan BI rate sampai dengan Himbauan Moral (Moral Suasion) (d) Operasi
pencapaian sasaran inflasi tersebut sangat Pasar terbuka (Open Market Operation). Dalam
kompleks dan memerlukan waktu (time lag). Operasi Pasar Terbuka, BI dapat melakukan
transaksi jual beli surat berharga yang diantranya
Tujuan Kebijakan Moneter Islam
terdapat Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
Menurut Iqbal dan Khan tujuan kebijakan Instrumen kebijakan moneter Islam menurut
moneter Islam adalah kesejahteraan ekonomi yang Karim (2002:203-204) adalah: (a) Sertifikat
dengan kesempatan kerja penuh dan laju Wadiah Bank Indonesia (SWBI) atau yang saat
pertumbuhan yang optimal, keadilan sosio- ini dikenal sebagai Sertifikat Bank Indonesia
ekonomi dan distribusi pendapatan dan kekayaan Syariah (SBIS) (b) Giro Wajib Minimum
yang merata, serta stabilitas uang. (Statutory Reserve Requirment) (c) Sertifikat
Menurut Chapra tujuan kebijakan moneter Investasi mudharabah antar Bank Syariah
nilai t-hitung pada tabel 4.16 untuk variabel Sementara itu, pada tabel 4.16 variabel SBIS
SBI sebesar 3.279 dengan nilai probabilitas memperoleh t-hitung sebesar -5.895 dengan nilai
sebesar 0.002, sedangkan pada tabel 4.17 nilai probabilitas sebesar 0.000, sedangkan pada tabel
thitung variabel SBI adalah sebesar 0.745 dengan 4.17 nilai t-hitung variabel SBIS adalah sebesar -
nilai probabilitas sebesar 0.4616. Dari hasil 3.399 dengan nilai probabilitas sebesar 0.001.
tersebut tampak bahwa SBI berpengaruh positif Dari hasil tersebut tampak bahwa SBIS
dan signifikan terhadap NPL bank konvensional berpengaruh negatif dan signifikan terhadap NPL
tetapi tidak berpengaruh signifikan terhadap NPF bank konvensional maupun terhadap NPF bank
syariah pada tingkat kepercayaan 95 persen (α = Pada rasio profitabilitas (ROA), bank
0.05 persen). Hal ini berarti bahwa jika bonus konvensional mempunyai rata-rata (mean)
SBIS naik sebesar 1 persen, maka jumlah kredit ROA sebesar 2.68 persen lebih besar jika
bermasalah perbankan konvensional maupun dibandingkan rata-rata bank syariah yaitu
perbankan syariah menurun sebesar 0.918588 dan sebesar 1.85 persen. Hal ini menunjukkan
0.496099, cateris paribus. Hal ini disebabkan ROA bank konvensional mempunyai nilai
karena SBIS masih dipengaruhi oleh tingkat suku yang relatif lebih baik dibanding dengan
bunga SBI. Ketika suku bunga pinjaman bank bank syariah, semakin besar ROA semakin
konvensional tinggi, masyarakat lebih tertarik bagus, karena perolehan laba yang
untuk meminjam uang ke bank syariah. Hal itu dihasilkan pada bank tersebut semakin
menyebabkan berkurangnya jumlah kredit tinggi. Sehingga laba yang dimiliki bank
bermasalah pada bank konvensional. Sementara konvensional dan bank syariah telah
ketika nilai bonus SBIS tinggi bank syariah lebih memenuhi standar yang ditetapkan Bank
tertarik mengalokasikan sebagian dananya untuk Indonesia, yaitu diatas 1.5 persen selama
membeli SBIS dibanding untuk memberikan periode bulan Januari tahun 2007 sampai
pembiayaan kepada masyarakat. Sehingga dengan bulan Desember 2009.
berdampak pada menurunnya jumlah pembiayaan Pada rasio likuiditas (LDR/FDR),
bermasalah bank syariah. bank konvensional mempunyai rata-rata
(mean) LDR sebesar 70.35 persen lebih
PENUTUP
kecil jika dibandingkan dengan rata-rata
Kesimpulan bank syariah, yaitu sebesar 101.35 persen.
Rasio kredit bermasalah (NPL/NPF), Hal ini menunjukkan FDR bank syariah
bank konvensional mempunyai rata-rata mempunyai nilai yang relatif lebih baik
(mean) NPL sebesar 4.36 persen lebih kecil dibandingkan dengan bank konvensional,
jika dibandingkan rata-rata NPF bank semakin besar LDR/FDR semakin bagus,
syariah, yaitu sebesar 5.06 persen. Hal ini karena semakin besar LDR/FDR akan
menunjukkan NPL bank konvensional memperlihatkan likuiditas bank yang
mempunyai nilai yang relatif lebih baik semakin baik dalam memberikan
dibandingkan dengan bank syariah, kredit/pembiayaan kepada masyarakat.
semakin rendah NPL/NPF semakin bagus, Selama periode bulan Januari tahun 2007
karena semakin tinggi rasio ini akan sampai dengan bulan Desember tahun 2009
menunjukkan bahwa banyak kredit LDR bank konvensional belum mampu
bermasalah yang terjadi, dan bank akan memenuhi standar yang ditetapkan Bank
mengalami kesulitan keuangan. Sehingga Indonesia, sedangkan FDR bank syariah
risiko kreditnya menjadi lebih besar selama telah mampu memehui standar yang
periode bulan Januari tahun 2007 sampai ditetapkan oleh Bank Indonesia.
dengan bulan Desember tahun 2009. Hasil analisis regresi berganda pada
ROA bank konvensional menunjukkan Bagaimanapun rasio-rasio tersebut
bahwa pada tingkat kepercayaan 95 persen menunjukkan performa atau kinerja bank,
secara parsial semua variabel independen yang menentukan sehat atau tidaknya
yaitu SBI, dan SBIS ternyata signifikan. kondisi dari bank tersebut.
Pengujian ini juga secara simultan .