Anda di halaman 1dari 15

PENGARUH INSTRUMEN KEBIJAKAN MONETER ISLAM TERHADAP

KINERJA BANK SYARIAH DAN BANK KONFENSIONAL DI INDONESIA

Binti1, Imroatun2, Ahsinil3, Novi4


e-mail: bintisaniatu@gmail.com1, imroatun417@gmail.com2,
ahsinilumam550@gmail.com3, novidianita97@gmail.com4
Program Studi Ekonomi Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Universitas
Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung.
Abstrak: jurnal ini dibuat untuk menganalisis kinerja bank konvensional dan bank syariah yang dilihat
dari rasio keuangannya pada periode Januari 2007- Desember 2009. Selain itu penelitian ini juga
bertujuan untuk menganalisis pengaruh instrument kebijakan moneter konvensional dan instrumen
kebijakan moneter Islam terhadap kinerja bank konvensional dan bank syariah. Alat analisis yang
dipakai dalam penelitian ini adalah persamaan regresi linear berganda, dengan menggunakan metode
Ordinary Least Square (OLS). Instrumen kebijakan moneter yang digunakan adalah Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Sedangkan rasio keuangan yang
digunakan adalah Non Performing Loan (NPL) atau Non Performing Financing (NPF), Return on
Assets (ROA), Loan to Deposit Ratio (LDR) atau Financing to Deposit Ratio (FDR).

Kata Kunci: instrumen kebijakan moneter, kinerja bank, dan rasio keuangan.

THE EFFECT OF ISLAMIC MONETARY POLICY INSTRUMENTS ON THE


PERFORMANCE OF SHARIA BANKS AND CONFESSIONAL BANKS IN
INDONESIA
Abstract: This journal was created to analyze the performance of conventional banks and Islamic banks as seen
from their financial ratios in the period January 2007- December 2009. In addition, this study also aims to
analyze the effect of conventional monetary policy instruments and Islamic monetary policy instruments on the
performance of conventional banks and Islamic banks. The analytical tool used in this study is multiple linear
regression equations, using the Ordinary Least Square (OLS) method. The monetary policy instruments used
are Bank Indonesia Certificates (SBI) and Bank Indonesia Sharia Certificates (SBIS). While the financial ratios
used are Non Performing Loans (NPL) or Non Performing Financing (NPF), Return on Assets (ROA), Loan to
Deposit Ratio (LDR) or Financing to Deposit Ratio (FDR).

Keywords: monetary policy instruments, bank performance, and financial ratios.

PENDAHULUAN terselenggaranya dua sistem perbankan


(konvensional dan syariah) secara
Pemerintah telah melakukan berbagai
berdampingan. Strategi ini dilakukan
cara, tindakan, maupun upaya untuk
berdasarkan pengalaman sewaktu krisis
memperbaiki perekonomian di Indonesia
dimana bank yang beroperasi berdasarkan
setelah terjadinya krisis moneter pada
prinsip syariah dapat bertahan ditengah
tahun 1998 lalu. Salah satu tindakan yang
gejolak nilai tukar dan tingkat suku bunga
dilakukan oleh pemerintah di sektor
yang tinggi.
perbankan adalah dengan pengembangan
Dalam aktivitasnya terdapat perbedaan
bank syariah yang dilakukan melalui
antara perbankan konvensional dan perbankan
diterapkannya dual banking system yaitu
syariah. Pada perbankan syariah, hubungan
antara bank dengan nasabah bukan hubungan
debitur dengan kreditur, melainkan hubungan Tabel 1.1
Pertumbuhan Perbankan Syariah dan
kemitraan (partnership) antara penyandang
Konvensional
dana (shohibul maal) dengan pengelola dana
(mudharib). Oleh karena itu, tingkat laba bank
syariah tidak saja berpengaruh terhadap tingkat
hasil untuk para pemegang saham tetapi juga
berpengaruh terhadap hasil yang dapat Sumber: Bank Indonesia

diberikan kepada nasabah penyimpan.


Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa
Perbedaan lain dari karakteristik kegiatan
pertumbuhan bank syariah terhadap Aset, Dana
usaha bank syariah dengan bank konvensional
Pihak Ketiga (DPK), dan Pembiayaan yang
diantaranya adalah bank syariah melarang
diberikan selama lima tahun terakhir
bunga bank (riba) dan melarang transaksi
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
keuangan yang bersifat spekulatif..
Pada tahun 2006 industri perbankan syariah
Keberadaan dua sistem perbankan
mengalami peningkatan volume usaha sebesar
(konvensional dan syariah) yang berkembang
Rp. 5,8 miliar dari tahun sebelumnya sehingga
secara paralel dan yang mempunyai hubungan
pada akhir periode laporan total asset yang
keuangan terbatas satu sama lain diharapkan
dimiliki mencapai Rp. 26,722 miliar.
akan dapat meminimalkan risiko yang timbul
Peningkatan tersebut memperbesar pangsa aset
yang pada gilirannya akan mengurangi masalah
perbankan syariah terhadap total aset
systemic risk pada saat terjadi krisis keuangan.
perbankan nasional dari 1,4 persen pada akhir
Perkembangan perbankan syariah yang begitu
tahun 2005 menjadi 1,6 persen pada akhir 2006
pesat menjadikan penyeimbang bagi dunia
(Direktori Perbankan Syariah Bank
perbankan konvesional yang sudah berdiri
Indonesia).Referensi ditulis sesuai dengan
sejak lama. Terlebih lagi setelah diterapkannya
aturan yang dikeluarkan oleh American
dual banking system sebagai salah satu
Psychological Association (APA).
terobosan bagi dunia perbankan, khususnya
Di sisi penghimpunan dana,
bagi perbankan nasional cara ini diterapkan
perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK)
agar adanya keseimbangan yang saling mengisi
perbankan syariah pada tahun 2006 mengalami
antara sistem konvensional yang sudah sejak
peningkatan sebesar Rp. 5,079 miliar dari
lama dipergunakan dengan sistem syariah yang
tahun sebelumnya, sedangkan untuk tahun
bisa menjadi salah satu alat solusi
2007 dan 2008 Dana Pihak Ketiga (DPK)
perekonomian. Hal ini dapat dilihat dengan
mengalami peningkatan masing-masing
terus berkembangnya indikator-indikator
sebesar Rp. 7,338 miliar dan Rp. 8,842 miliar,
pendukung seperti aset, Dana Pihak Ketiga
sementara pada tahun 2009 merupakan
(DPK), dan kredit/pembiayaan yang diberikan,
peningkatan DPK terbesar selama lima tahun
yang dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.
terakhir yaitu sebesar Rp. 15,419 miliar dari
tahun sebelumnya sehingga total DPK yang suatu perbankan maka akan turut membantu
dimiliki mencapai Rp. 52,271 miliar. Dari segi menjaga stabilitas perekonomian di Indonesia.
pembiayaan yang diberikan oleh perbankan Kinerja bank konvensional dan bank
syariah dari tahun 2005–2009 setiap tahun syariah merupakan tolak ukur yang sangat
pembiayaan yang diberikan juga mengalami penting dalam melihat seberapa jauh sistem
peningkatan. Pada tahun 2008 merupakan perbankan ganda berperan dalam mengelola
peningkatan pembiayaan terbesar dibanding dan menjalankan kegiatan usaha dalam dunia
tahun-tahun lainnya yaitu sebesar Rp. 10,246 perbankan. Kinerja dari bank konvensional dan
miliar. Dan total pembiayaan yang diberikan bank syariah dapat kita lihat dari rasio
oleh perbankan konvensional pada akhir 2009 keuangannya. Dimana, rasio keuangan tersebut
mencapai Rp. 46,886 miliar. diantranya terdiri dari: (1) Rasio Permodalan
Begitupun dengan bank konvensional (Solvabilitas), Rasio solvabilitas diantaranya
dalam lima tahun terakhir ini, dari segi aset adalah Capital Adequacy Ratio (CAR) (2)
yang dimiliki, Dana Pihak Ketiga (DPK), dan Rasio Kualitas Aktiva Produktif (KAP), Rasio
Kredit yang diberikan semuanya mengalami Kualitas Aktiva Produktif diantranya adalah
peningkatan. Dari sisi aset pada tahun 2006 Non Performing Loan (NPL) atau Non
perbankan konvensional mengalami Performing Financing (NPF) (3) Rasio
peningkatan volume usaha sebesar Rp, 224,023 Rentabilitas (Earning) Rasio rentabilitas
miliar dibanding tahun sebelumnya, sedangkan diataranya adalah Return on Assets (ROA) (4)
pada tahun 2007 peningkatan volume usaha Rasio Likuiditas (Liquidity), Rasio likuiditas
perbankan konvensional sebesar Rp. 292,651 diantaranya adalah Loan to Deposit Ratio
miliar. Untuk tahun 2008 peningkatan volume (LDR) atau Financing to Deposit Ratio (FDR).
usaha perbankan konvensional merupakan
peningkatan yang terbesar dalam kurun waktu METODE PENELITIAN
lima tahun terakhir yaitu sebesar Rp. 324,056 A. Ruang Lingkup Penelitian
miliar. Dan pada akhir laporan tahun 2009 total Penelitian ini dilakukan terhadap bank
aset yang dimiliki oleh perbankan konvesional konvensional dan bank syariah secara
mencapai Rp. 2,534 triliun. terbesar selama keseluruhan yang ada di Indonesia sejak bulan
lima tahun terakhir yaitu sebesar Rp. 130,242 Januari tahun 2007 sampai dengan bulan
miliar, sehingga total kredit yang diberikan Desember tahun 2009 dengan menggunakan
oleh perbankan konvensional menjadi Rp. data bulanan. Kinerja dari bank konvensional
1,437 triliun. Dari peningkatan indikator- dan bank syariah secara keseluruhan dilihat
indikator perbankan yang terjadi tersebut, dari rasio keuangan yang dimilikinya. Rasio
merupakan suatu hasil yang positif khususnya keuangan yang diteliti tersebut antara lain
bagi perbankan nasional. Baik bagi perbankan adalah rasio Kualitas Aktiva Produktif (KAP)
syariah maupun perbankan konvensional, yang diwakili oleh Non Performing Loan
karena dengan terus membaiknya likuiditas (NPL) atau Non Performing Financing (NPF),
rasio rentabilitas (Earning) yang diwakili oleh menunjukan pada dimensi-dimensi dan
Return on Assets (ROA), dan rasio likuiditas indikator-indikator dari variabel penelitian
(Liquidity) yang diwakili oleh Loan to yang diperoleh melalui pengamatan dan
Deposit Ratio (LDR) atau Financing to penelitian terdahulu.
Deposit Ratio (FDR). (1) Sertifikat Bank Indonesia (SBI),
Operasi pasar terbuka adalah cara
B. Metode Pengumpulan Data
mengendalikan uang yang beredar

Data yang digunakan dalam penelitian dengan menjual atau membeli surat

ini merupakan data sekunder. Data sekunder berharga pemerintah (government

adalah data yang bukan didapatkan dari hasil securities). Jika ingin menambah

usaha observasi yang dilakukan sendiri oleh jumlah uang beredar, pemerintah

peneliti, namun data sekunder diperoleh dari akan membeli surat berharga

pihak lain yang telah mengolah data primer pemerintah. Namun, bila ingin

atau data yang paling pertama kali diperoleh jumlah uang yang beredar berkurang,

dari suatu peristiwa sehingga menjadi bentuk maka pemerintah akan menjual surat

data jadi yang tentunya data tersebut berharga pemerintah kepada

berhubungan dengan penelitian yang akan masyarakat. Surat berharga

diteliti atau biasanya disebut dengan studi pemerintah antara lain adalah

kepustakaan. Sertifikat Bank Indonesia (SBI).

Teknik analisis yang digunakan dalam (2) Sertifikat Bank indonesia Syariah

menganalisis data pada penelitian ini adalah (SBIS), SBIS adalah surat berharga

menggunakan analisis kuantitatif. Dimana berdasarkan prinsip syariah

analisis kuantitatif adalah studi yang bertujuan berjangka waktu pendek dalam mata

untuk mencari uraian secara menyeluruh, uang rupiah yang diterbitkan oleh

teliti, dan komprehensif berdasarkan data Bank Indonesia. SBIS dapat

empiris. digunakan oleh bank-bank syariah

Suatu permasalahan yang diselesaikan yang mempunyai kelebihan likuiditas

dengan pendekatan kuantitatif, seorang analis sebagai sarana penitipan dana jangka

akan berkonsentrasi pada fakta kuantitatif atau pendek guna menjaga asetnya.

data yang berhubungan dengan masalah dan (3) Non Performing Loan (NPL) atau

selanjutnya membuat model matematik yang Non Performing Financing (NPF),

menjelaskan tujuan, hambatan dan lain-lain Rasio ini menunjukan bahwa

yang berhubungan dengan permasalahan. kemampuan manajemen bank dalam

C. Operasional Variabel Penelitian. mengelola kredit/pembiayaan

Operasional variabel penelitian bermasalah yang diberikan oleh

merupakan spesifikasi kegiatan peneliti dalam bank. Sehingga semakin tinggi rasio

mengukur suatu variabel. Spesifikasi tersebut ini maka akan semakin semakin
buruk Kualitas kredit/pembiayaan yang dimaksud adalah meningkatkan output
bank yang menyebabkan jumlah keseimbangan atau terpeliharanya stabilitas harga
kredit/pembiayaan bermasalah (inflasi terkontrol). Melalui kebijakan moneter
semakin besar maka kemungkinan pemerintah mampu mempertahankan, menambah
suatu bank dalam kondisi bermasalah dan mengurangi jumlah uang yang beredar dalam
semakin besar. upaya untuk mempertahankan perekonomian agar
(4) Return on Assets (ROA), Rasio ini tumbuh dan sekaligus mengendalikan inflasi. Jika
digunakan untuk mengukur yang dilakukan adalah menambah uang yang
kemampuan manajemen bank dalam beredar makan disebut kebijakan ekspansif,
memperoleh keuntungan (laba) sedangkan kebijakan moneter yang digunakan
secara keseluruhan. Semakin besar untuk mengurangi uang yang beredar maka disebut
ROA suatu bank, semakin besar pula kebijakn moneter kontraktif atau yang dikenal
tingkat keuntungan yang dicapai kebijan uang ketat.
bank tersebut dan semakin baik pula Kebijakan moneter adalah salah satu alat
posisi bank tersebut dari segi untuk mengatur permintaan aggregate melalui
penggunaan aset. pngaturan jumlah uang yang beredar. Kebijakan
(5) Loan to Deposit Ratio (LDR) atau moneter ini adalah Tindakan yang dilakukan oleh
Financing to Deposit Ratio (FDR), otoritas moneter biasanya bank sentral, untuk
LDR/FDR adalah rasio antara seluruh mengetahui jumlah uang yang beredar dan kredit
jumlah kredit/pembiayaan yang yang pada gilirannya akan mempngaruhi kegiatan
diberikan bank dengan dana yang ekonomi masyarakat. Tujuan kebijakan moneter
diterima oleh bank. Rasio ini khususnya untuk stabilisasi ekonomi yang dapat
digunakan untuk mengetahui diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga
kemampuan bank dalam membayar setts neraca pembayaran internasional yang
kembali kewajiban kepada para seimbang.
nasabah yang telah menanamkan Kebijakn moneter pada prisipnya ini dapat
dananya dengan kredit/pembiayaan dikelompokkan menjadi dua yaitu pengendalian
yang telah diberikan kepada para permintaan (demand management) dan target
debiturnya. Semakin tinggi rasionya moneter (monetary targetry). Pengendalian
semakin tinggi tingkat likuiditasnya. permintaan dalam kaitannya dengan pengendalian
inflasi, misal dilakukannya dengan menjaga agar
HASIL DAN PEMBAHASAN permintaan uang, barang dan jasa dapat

Pengertian Kebijakan Moneter dipertahankan pada tingkat yang tidak mendorong


inflasi. Target moneter khususnya target jumlah
Kebijakan moneter adalah upaya
uang beredar memang kebijakan moneter murni.
mengendalikan atau mengarahkan perekonomian
makro ke kondisi yang lebih baik dengan mengatur kebijakan moneter islam
jumlah uang yang beredar. Kondisi yang lebih baik
sistem moneter sepanjang zaman telah (tercantum dalam UU No. 3 tahun 2005 pasal 7).
mengalami banyak perkembangan, sistem Yang dimaksud kestabilan nilai rupiah antara lain
keuangan inilah yang paling banyak dilakukan kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa
studi empiris maupun hitoris bila dibandingkan yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai
dengan disiplin ilmu ekonomi yang lain. tujuan ini sejak tahun 2005 Bank Indonesia
menerapkan kerangka kebijaksanaan moneter
Sistem keuangan pada zaman rosulullah
dengan inflasi sebagai sasaran utama
digunakan bimetallic standard, yaitu emas dan
kebijaksanaan moneter (inflation targeting
perak (dirham dan dinar). Karena keduannya
framework) dengan menganut system nilai tukar
adalah alat pembayaran yang sah yang beredar di
yang mengambang (free floating rate). Peran
masyarakat. Dalam Al quran maupun sunnah tidak
kestabilan nilai tukar sangat penting dalam
ditemukan secara spesifik keharusan untuk
mencapai stabilitas harga dan system keuangan,
menggunakan dinar (emas) dan dirham (perak)
oleh karena itu Bank Indonesia juga menjalankan
sebagai standar nilai tukar uang. Khalifah Umar
kebijaksanaan nilai tukar untuk mengurangi
Bin Khattab telah mencoba untuk
volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk
memperkenalkan jenis uang dari kulit binatang.
mengarahkan nilai tukar pada level tertentu.
Oleh beberapa fuqaha yang terkenal keberadaan
uang fiducier ini juga mendapat dukungan seperti Dalam pelaksanaannya Bank Indonesia
Ahmad Ibn Taimiyah. Merujuk dari pendapat para memiliki kewenangan untuk melakukan
fuqaha ini tidak dikemukaakan akan keharusan kebijaksanaan moneter melalui penetapan sasaran-
memakai emas dan perak sebagai alat pembayaran, sasaran moneter seperti: uang beredar atau tingkat
walaupun pada masa itu keberadaan full-bodied bunga dengan tujuan utama menjaga sasaran laju
money merupakan sebuah kelaziman. inflasi yang yang ditetapkan oleh pemerintah.
Kebijan moneter sebenarnya bukan hanya Secara operasional pengendalian sasaran tersebut
mengutamakan suku bunga. Bahkan sejak zaman menggunakan instrument : operasi pasar terbuka di
nabi Muhammad dan khulafaur rasyidin, kebijakn pasar uang baik rupiah maupun valuta asing,
moneter dilakukan tanpa menggunakan instrument penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan
bunga sama sekali. Di islam tujuan yang hendak wajib minimum, dan pengaturan kredit atau
dicapai tidak dapat dipisahkan dari idiologi dan pembiayaan.
keyakinan, sepanjang tujuan tersebut didasarkan Tujuan akhir kebijaksanaan moneter adalah
pada Al Quran dan sunnah maka menjadi menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah
keharusan bukan persoalan tawar-menawar dan yang salah satunya tercermin dari tingkat inflasi
untung-untungan prinsip moneter islam. yang rendah dan stabil. Untuk mencapai tujuan itu
Bank Indonesia menetapkan suku bunga
Tujuan Kebijakan Moneter
kebijaksanaan BI Rate sebagai instrumen

Bank Indonesia memiliki tujuan untuk kebijaksanaan utama untuk mempengaruhi

mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah aktivitas kegiatan perekonomian dengan tujuan
akhir pencapaian inflasi. Namun jalur atau
transmisi dari keputusan BI rate sampai dengan Himbauan Moral (Moral Suasion) (d) Operasi
pencapaian sasaran inflasi tersebut sangat Pasar terbuka (Open Market Operation). Dalam
kompleks dan memerlukan waktu (time lag). Operasi Pasar Terbuka, BI dapat melakukan
transaksi jual beli surat berharga yang diantranya
Tujuan Kebijakan Moneter Islam
terdapat Sertifikat Bank Indonesia (SBI).

Menurut Iqbal dan Khan tujuan kebijakan Instrumen kebijakan moneter Islam menurut

moneter Islam adalah kesejahteraan ekonomi yang Karim (2002:203-204) adalah: (a) Sertifikat

dengan kesempatan kerja penuh dan laju Wadiah Bank Indonesia (SWBI) atau yang saat

pertumbuhan yang optimal, keadilan sosio- ini dikenal sebagai Sertifikat Bank Indonesia

ekonomi dan distribusi pendapatan dan kekayaan Syariah (SBIS) (b) Giro Wajib Minimum

yang merata, serta stabilitas uang. (Statutory Reserve Requirment) (c) Sertifikat

Menurut Chapra tujuan kebijakan moneter Investasi mudharabah antar Bank Syariah

Islam adalah kelayakan ekonomi yang luas (Sertifikat IMA)

berlandaskan full employment dan tingkat


Dari dua insturmen kebijakan moneter baik
pertumbuhan ekonomi yang optimum, keadilan
konvensional maupun Islam yang disebutkan
sosio-ekonomi dengan pemerataan distribusi
diatas, penelitian ini mencoba menggabungkan
pendapatan dan kesejahteraan, stabilitas dalam
instrument kebijakan moneter konvensional
nilai uang sehingga memungkinkan medium of
dengan instrumen kebijakan moneter Islam yang
exchange dapat dipergunakan sebagai satuan
masing-masing diwakili oleh :
perhitungan, patokan yang adil dalam
penangguhan pembayaran, dan nilai tukar yang 1. Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
stabil, serta penagihan yang efektif dari semua jasa
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat
biasanya diharapkan dari sistem perbankan.
berharga dalam mata uang rupiah yang dikeluarkan
Dari tujuan-tujuan kebijakan moneter Islam
Bank Indonesia sebagai bentuk pengakuan utang
yang coba didefinisikan oleh para ahli ekonomi
jangka pendek dengan sistem bunga atau diskonto.
Islam diatas, sekilas hampir sama dengan tujuan-
SBI memiliki jangka waktu atau jatuh tempo untuk
tujuan kebijakan moneter yang diterapkan oleh
pencairannya. Artinya, apabila waktu jatuh tempo
sistem kapitalis. Akan tetapi jika dikaji lebih
tiba, pembeli bisa menjualnya kembali ke Bank
dalam, ada perbedaan penekanan dan komitmen
Indonesia.
yaitu tentang nilai-nilai spiritual, keadilan sosio-
ekonomi, dan persaudaraan manusia. 2. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)

Instrumen Kebijakan Moneter Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)


adalah surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah
Instrumen kebijakan moneter konvensional
berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah
menurut Bank Indonesia terdiri dari(a) Tingkat
yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. SBIS dapat
Diskonto (Discount Rate) (b) Giro Wajib
digunakan oleh bank-bank syariah yang
Minimum (Statutory Reserve Requirment) (c)
mempunyai kelebihan likuiditas sebagai sarana mendatang. Maka dari itu, kegunaan rasio
penitipan dana jangka pendek guna menjaga tergantung pada keahlian dalam penerapan dan
asetnya. SBIS yang diterbitkan oleh Bank interprestai dan itu adalah hal yang paling
Indonesia menggunakan akad ju’alah yaitu janji menantang dari analisis rasio.
atau komitmen (iltizam) untuk memberikan Prasnanugraha, “Analisis Pengaruh Rasio-
imbalan tertentu (‘iwadh/ju’l) atas pencapaian rasio Keuangan Terhadap Kinerja Bank Umum
hasil yang ditentukan dari suatu pekerjaaan. di Indonesia”, Jurnal Studi Empiris Bank-bank
Umum Yang Beroperasi Di Indonesia, 2007.
Kinerja Perbankan
Terdapat beberapa rasio keuangan diantaranya
Kinerja perbankan mempunyai arti sebagai
yaitu:
hasil yang dicapai oleh suatu bank dengan
mengelola sumber daya yang ada dalam bank Rasio Kualitas Aktiva Produktif (KAP)
dengan seefektif dan seefisien mungkin untuk
Aktiva produktif merupakan aset yang
mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh suatu
dimiliki oleh bank yang penggunaannya dilakukan
manajemen. Penilaian kinerja perbankan penting
menggunakan cara penanaman dana kepada para
dilakukan karena operasi perbankan dapat
pelaku ekonomi dan masyarakat. Sesuai dengan
mempengaruhi perkembangan atau kemunduran
SK DIR BI Nomor: 30/11/KEP/DIR tanggal 30
perekonomian suatu negara.kinerja perbankan
April 1997 tentang tata cara penilaian tingkat
dapat dinilai dengan pendekatan analisis rasio
kesehatan bank, bahwa KAP yang baik yaitu
keuangan.
dibawah 10,35%. Aktiva produktif juga sering
Analisis rasio adalah salah satu alat analisis
disebut dengan earning assets atau aktiva yang bisa
keuangan yang sering digunakan. Rasio
menghasilkan, karena penanaman dana tersebut
merupakan alat yang memberikan pandangan
merupakan untuk mencapai besarnya penghasilan
tentang kondisi yang mendasarinya. Rasio
(laba) yang diharapkan. Dalam menjalankan
merupakan titik awal, bukan titik akhir. Rasio
penanaman dana, aktiva produktif dapat
yang diinterprestasikan dengan tepat perlu
menggambarkan kinerja bank, selain itu aktiva
dilakukan penyelidikan lebih lanjut. Analisa
produktif juga mempunyai dampak pada tingkat
rasio dapat mengungkapkan hubungan penting
profitabilitas. Salah satu komponen dalam
dan berfungsi sebagai dasar perbandingan untuk
penilaian faktor Kualitas Aktiva Produktif (KAP)
menemukan kondisi dan tren yang sulit dideteksi
dalam ketentuan yaitu perbandingan (rasio) antara
dengan mempelajari setiap komponen yang
Aktiva Produktif Yang Diklasifikasikan (APYD)
membentuk rasio. Rasio paling bermanfaat jika
dan jumlah Aktiva Produktif (AP). Produktif
berorientasi ke depan. Hal ini berarti kita sering
(KAP) dapat diukur dengan rumus.
menyesuaikan faktor yang mempengaruhi rasio
untuk kemungkinan tren dan ukuran di masa KAP = x 100%
mendatang. Kita juga harus menilai faktor yang
memiliki potensi mempengaruhi rasio di masa Capital Adequacy Ratio (CAR)
CAR adalah rasio yang memperlihatkan Pinjaman (Total Loan) dengan Total simpanan
seberapa jauh seluruh aktiva bank yang (Total Deposit) ditambah Modal (Equity) yaitu
mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat dengan rumus sebagai berikut.
berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari
LDR = 100%
dana modal sendiri bank, di samping memperoleh
dana-dana dari sumber-sumber di luar bank, Susila, Agus, “Pengaruh Kuallitas Aktiva
seperti dana masyarakat, pinjaman (hutang), dan Produktif, Capital Adequacy Ratio, dan Loan to
lain-lain. CAR sebagai salah satu indikator Deposit Ratio Terhadap Profitabilitas pada
kemampuan bank dalam menutup penurunan Lembaga Perkreditan Desa”, Jurnal Ilmu Sosial
aktiva sebagai akibat kerugian yang diderita bank. dan Humaniora, Vol. 6, No.2: 111, 2017.
CAR adalah kecukupan modal yang
menunjukkan kemampuan bank dalam Keterkaitan Antara Variabel HARRY ANDRA
mempertahankan modal yang mencukupi dan
Stabilitas sistem perbankan dan stabilitas
kemampuan manajemen bank dalam
moneter merupakan dua hal yang saling berkaitan.
mengidentifikasi, mengukur, mengawasi, dan
Stabilnya sistem perbankan secara umum
mengontrol risiko yang timbul dan dapat
diwujudkan dengan kondisi perbankan yang sehat
berpengaruh terhadap besarnya modal bank. Bank
dan memiliki fungsi intermediasi perbankan yang
diwajibkan untuk menyediakan modal minimum
berjalan dalam mengatur simpanan masyarakat
8% dari aktiva tertimbang. Indikator CAR dapat
untuk disalurkan dalam bentuk kredit dan
dinilai dari jumlah modal dibandingkan dengan
pembiayaan lainnya pada dunia usaha. Apabila
Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).
kondisi yang seperti ini tetap dijaga,maka proses
CAR = 100% perputaran uang dan mekanisme transmisi
kebijakan moneter dalam ekonomi yang sedang
Loan to Deposit Ratio (LDR) terjadi melalui sistem perbankan juga bisa berjalan
dengan baik.
LDR (Loan to Deposit Ratio) adalah rasio
Keterkaitan kebijakan moneter dengan
yang digunakan untuk mengukur komposisi
perbankan terjadi melalui dua tahap. Salah satu
jumlah kredit yang diberikan dibandingkan dengan
diantaranya yaitu interaksi anatara bank sentral
jumlah dana masyarakat dan modal sendiri yang
dengan perbankan dalam berbagai transaksi di
digunakan. Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah
pasar uang. Dengan interaksi ini, kebijakan
rasio yang digunakan untuk mengukur komposisi
moneter berpengaruh terhadap perkembangan suku
jumlah kredit yang diberikan dibandingkan dengan
bunga, banyaknya dana masyarakat yang disimpan
jumlah dana masyarakat dan modal sendiri yang
di bank, kredit yang disalurkan bank kepada dunia
digunakan. Besarnya LDR menurut peraturan
usaha, dan berkembangnya transaksi pasar uang
pemerintah maksimum adalah 110%. Rumus yang
yang dilakukan oleh perbankan. Pencapaian
digunakan untuk mengukur Loan to Deposit Ratio
sasaran keseimbangan moneter dapat didukung
(LDR) adalah dengan membandingkan Total
oleh pencapaian kesehatan dan keseimbangan
perbankan dengan melalui beberapa hal. Agar hanya di awal, baris judul, dan akhir tabel.
kebijakan moneter dapat ditransmisikan secara Ukuran font ukuran meja dapat diminimalkan.
efektif diberbagai aktivitas ekonomi maka Berikut ini adalah contoh penulisan tabel dan
diperlukan sistem perbankan yang sehat. gambar.
Tabel 4.1
Gambaran Umum Obyek Penelitian Hasil Olah Data Deskriptif
Obyek penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kinerja bank umum
konvensional dan bank umum syariah secara
keseluruhan yang ada di Indonesia serta
Sumber: Bank Indonesia
instrumen kebijakan moneter yang biasa Pada tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa
digunakan oleh Bank Indonesia, baik instrumen jumlah observasi atau jumlah data yang
kebijakan moneter konvensional maupun digunakan dalam penelitian ini sebanyak 36
instrumen kebijakan moneter Islam. Sejak bulan sampel data selama periode pengamatan
Januari tahun 2007 sampai dengan bualan (2007:01-2009:12) yang diambil dari Statistik
Desember tahun 2009, dengan menggunakan data Perbankan Indonesia (SPI). Berdasarkan hasil
bulanan statistik perbankan Indonesia perhitungan diatas tampak bahwa Non
(Indonesian Bank Statistics) yang diterbitkan oleh Performing Loan (NPL) bank konvensional
Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan, memiliki nilai terendah sebesar 3.2 persen dan
Bank Indonesia. Kinerja dari bank umum yang tertinggi sebesar 6.2 persen, sementara Non
konvensional dan bank umum syariah secara Performing Financing (NPF) bank syariah
keseluruhan dilihat dari rasio keuangan yang memiliki nilai terendah sebesar 3.95 persen dan
dimilikinya. Rasio keuangan yang digunankan yang tertinggi sebesar 6.63 persen. Hal tersebut
dalam penelitian ini diantaranya adalah rasio menunjukkan bahwa secara statistik, selama
Kualitas Aktiva Produktif (KAP) yang diwakili periode penelitian.
oleh Non Performing Loan (NPL) atau Non
besarnya NPL bank konvensional dan NPF bank
Performing Financing (NPF), rasio rentabilitas
syariah di Indonesia melebihi standar yang
(Earning) yang diwakili oleh Return on Assets
ditetapkan Bank Indonesia, yaitu di bawah 5
(ROA), dan rasio likuiditas (Liquidity) yang
persen. Rata-rata NPL bank konvensional adalah
diwakili oleh Loan to Deposit Ratio (LDR) atau
4.3592 persen dengan nilai standar deviasi
Financing to Deposit Ratio (FDR). Sedangkan
sebesar 0.9941, sementara rata-rata NPF bank
Instrumen kebijakan moneter konvensional dan
syariah adalah 5.0608 persen dengan nilai standar
instrumen kebijakan moneter Islam masing-
deviasi sebesar 0.8400. Hal tersebut
masing diwakili oleh Sertifikat Bank Indonesia
menunjukkan bahwa data yang digunakan dalam
(SBI), dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah
variabel NPL bank konvensional dan NPF bank
(SBIS).Perhatikan bahwa tabel tidak berisi garis-
syariah mempunyai sebaran yang kecil karena
garis vertikal (tegak) dan garis horizontal (datar)
standar deviasi lebih kecil dari nilai rata-ratanya
(mean), sehingga simpangan data pada variabel FDR bank syariah di Indonesia sudah bisa
NPL bank konvensional dan NPF bank syariah memenuhi standar yang ditetapkan Bank
ini dapat dikatakan baik. Indonesia, yaitu berkisar antara 80-110 persen.
Return on Assets (ROAĸ) bank konvesional Nilai rata-rata LDR bank konvensional adalah
memiliki nilai terendah sebesar 2.33 persen dan 70.3533 persen dengan nilai standar deviasi
nilai tertinggi sebesar 3.34 persen, sedangkan sebesar 5.3828, sementara nilai rata-rata FDR
Return on Assets (ROAs) bank syariah memiliki bank syariah adalah 101.3856 persen dengan nilai
nilai terendah sebesar 1.38 persen dan nilai standar deviasi sebesar 5.0353. Hal tersebut
tertinggi sebesar 2.44 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa data yang digunakan dalam
menunjukkan bahwa secara statistik, selama variabel LDR bank konvensional dan FDR bank
periode penelitian besarnya ROAĸ bank syariah mempunyai sebaran yang kecil karena
konvensional dan ROAs bank syariah di standar deviasi lebih kecil dari nilai rata-ratanya
Indonesia sudah memenuhi standar yang (mean), sehingga simpangan data pada variabel
ditetapkan Bank Indonesia, yaitu diatas 1.5 LDR bank konvensional dan FDR bank syariah
persen. Sedangkan nilai rata-rata ROAĸ bank dapat dikatakan baik.
konvensional adalah 2.7589 persen dengan nilai Berdasarkan hasil perhitungan diatas tampak
standar deviasi sebesar 0.1902, sementara nilai bahwa Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan
rata-rata ROAs bank syariah adalah 1.8411 Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
persen dengan nilai standar deviasi sebesar memiliki nilai rata-rata sebesar 8.3647 persen dan
0.2413. Hal tersebut menunjukkan bahwa data 7.0989 persen dengan nilai standar deviasi
yang digunakan dalam variabel ROAĸ bank sebesar 1.2443 dan 1.3879. Hal tersebut
konvensional dan bank syariah mempunyai menunjukkan bahwa data yang digunakan dalam
sebaran yang kecil karena standar deviasi lebih variabel SBI dan SBIS mempunyai sebaran yang
kecil dari nilai rata-ratanya (mean), sehingga kecil karena standar deviasi lebih kecil dari nilai
simpangan data pada variabel ROAĸ bank rata-ratanya, sehingga simpangan data pada
konvensional dan ROAs bank syariah ini dapat variabel SBI dan SBIS ini dapat dikatakan baik.
dikatakan baik.
LDR bank konvensional memiliki nilai Tabel 4.16
Hasil Uji Regresi NPL Bank Konvensional
terendah sebesar 60.55 persen dan yang tertinggi
sebesar 79.02 persen, sementara itu Financing to
Deposit Ratio (FDR) bank syariah memiliki nilai
terendah sebesar 89.70 persen dan yang tertinggi
sebesar 113.02 persen. Hal tersebut menunjukkan
Sumber: Bank Indonesia
bahwa secara statistik, selama periode penelitian
besarnya LDR bank konvensional di Indonesia
masih belum bisa memenuhi standar yang
ditetapkan Bank Indonesia, sedangkan besarnya Tabel 4.17
Hasil Uji Regresi NPF Bank Syariah bank syariah pada tingkat kepercayaan 95 persen
(α = 0.05 persen). Hal ini berarti bahwa jika suku
bunga SBI naik sebesar 1 persen, maka jumlah
kredit bermasalah perbankan konvensional
meningkat sebesar 0.662032, cateris paribus. Hal
ini disebabkan karena ketika nilai
Sumber: Bank Indonesia
suku bunga SBI naik maka bank
Berdasarkan tabel dan persamaan regresi konvensional akan lebih tertarik menanamkan
linear berganda diatas, diperoleh nilai F-hitung dananya pada surat berharga dan mengurangi
NPL bank konvensional sebesar 17.453 dengan alokasi dananya terhadap kredit, dana yang
nilai probabilitas sebesar 0.000, sedangkan nilai digunakan untuk membeli SBI mengakibatkan
F-hitung NPF bank syariah sebesar 6.374 dengan likuiditas bank berkurang. Untuk itu bank
nilai probabilitas sebesar 0.004. Oleh karena nilai menaikkan suku bunga depositonya untuk
probabilitas dari NPL bank konvensional dan menarik dana masyarakat sehingga likuiditas
NPF bank syariah adalah < 0.05, maka dapat bank tetap terjaga, namun disisi lain bank juga
dikatakan terdapat pengaruh yang signifikan meningkatkan suku bunga pinjamannya. Dengan
antara variabel SBI, dan SBIS terhadap variabel tingkat suku bunga pinjaman yang tinggi akan
NPL bank konvensional maupun terhadap NPF mendorong tingkat NPL menjadi tinggi.
bank syariah secara bersama-sama (simultan). Sementara tidak signifikannya SBI dikarenakan
Sementara itu nilai koefisien determinasi (R²) posisi SBI yang merupakan instrumen kebijakan
NPL bank konvensional adalah sebesar 0.514, moneter konvensional, sedangkan bank syariah
sedangkan koefisien determinasi (R²) NPF bank hanya beroperasi berdasarkan prinsip syariah.
syariah adalah sebesar 0.279. Hal ini berarti Sehingga jumlah pembiayaaan bermasalah (NPF)
bahwa kemampuan instrumen kebijakan moneter bank syariah tidak dipengaruhi oleh instrumen
secara bersama-sama dalam menerangkan variasi kebijakan moneter konvensional yaitu SBI. Hasil
perubahan variabel terikat adalah sebesar 51 temuan ini sejalan dengan hasil penelitian dari
persen untuk NPL bank konvensional dan 28 Amalia (2006:89-90) yang menunjukkan bahwa
persen untuk NPF bank syariah, sementara SBI berpengaruh positif signifikan terhadap NPL
sisanya dipengaruhi oleh variabel lain. bank konvensional.

nilai t-hitung pada tabel 4.16 untuk variabel Sementara itu, pada tabel 4.16 variabel SBIS

SBI sebesar 3.279 dengan nilai probabilitas memperoleh t-hitung sebesar -5.895 dengan nilai

sebesar 0.002, sedangkan pada tabel 4.17 nilai probabilitas sebesar 0.000, sedangkan pada tabel

thitung variabel SBI adalah sebesar 0.745 dengan 4.17 nilai t-hitung variabel SBIS adalah sebesar -

nilai probabilitas sebesar 0.4616. Dari hasil 3.399 dengan nilai probabilitas sebesar 0.001.

tersebut tampak bahwa SBI berpengaruh positif Dari hasil tersebut tampak bahwa SBIS

dan signifikan terhadap NPL bank konvensional berpengaruh negatif dan signifikan terhadap NPL

tetapi tidak berpengaruh signifikan terhadap NPF bank konvensional maupun terhadap NPF bank
syariah pada tingkat kepercayaan 95 persen (α = Pada rasio profitabilitas (ROA), bank
0.05 persen). Hal ini berarti bahwa jika bonus konvensional mempunyai rata-rata (mean)
SBIS naik sebesar 1 persen, maka jumlah kredit ROA sebesar 2.68 persen lebih besar jika
bermasalah perbankan konvensional maupun dibandingkan rata-rata bank syariah yaitu
perbankan syariah menurun sebesar 0.918588 dan sebesar 1.85 persen. Hal ini menunjukkan
0.496099, cateris paribus. Hal ini disebabkan ROA bank konvensional mempunyai nilai
karena SBIS masih dipengaruhi oleh tingkat suku yang relatif lebih baik dibanding dengan
bunga SBI. Ketika suku bunga pinjaman bank bank syariah, semakin besar ROA semakin
konvensional tinggi, masyarakat lebih tertarik bagus, karena perolehan laba yang
untuk meminjam uang ke bank syariah. Hal itu dihasilkan pada bank tersebut semakin
menyebabkan berkurangnya jumlah kredit tinggi. Sehingga laba yang dimiliki bank
bermasalah pada bank konvensional. Sementara konvensional dan bank syariah telah
ketika nilai bonus SBIS tinggi bank syariah lebih memenuhi standar yang ditetapkan Bank
tertarik mengalokasikan sebagian dananya untuk Indonesia, yaitu diatas 1.5 persen selama
membeli SBIS dibanding untuk memberikan periode bulan Januari tahun 2007 sampai
pembiayaan kepada masyarakat. Sehingga dengan bulan Desember 2009.
berdampak pada menurunnya jumlah pembiayaan Pada rasio likuiditas (LDR/FDR),
bermasalah bank syariah. bank konvensional mempunyai rata-rata
(mean) LDR sebesar 70.35 persen lebih
PENUTUP
kecil jika dibandingkan dengan rata-rata
Kesimpulan bank syariah, yaitu sebesar 101.35 persen.
Rasio kredit bermasalah (NPL/NPF), Hal ini menunjukkan FDR bank syariah
bank konvensional mempunyai rata-rata mempunyai nilai yang relatif lebih baik
(mean) NPL sebesar 4.36 persen lebih kecil dibandingkan dengan bank konvensional,
jika dibandingkan rata-rata NPF bank semakin besar LDR/FDR semakin bagus,
syariah, yaitu sebesar 5.06 persen. Hal ini karena semakin besar LDR/FDR akan
menunjukkan NPL bank konvensional memperlihatkan likuiditas bank yang
mempunyai nilai yang relatif lebih baik semakin baik dalam memberikan
dibandingkan dengan bank syariah, kredit/pembiayaan kepada masyarakat.
semakin rendah NPL/NPF semakin bagus, Selama periode bulan Januari tahun 2007
karena semakin tinggi rasio ini akan sampai dengan bulan Desember tahun 2009
menunjukkan bahwa banyak kredit LDR bank konvensional belum mampu
bermasalah yang terjadi, dan bank akan memenuhi standar yang ditetapkan Bank
mengalami kesulitan keuangan. Sehingga Indonesia, sedangkan FDR bank syariah
risiko kreditnya menjadi lebih besar selama telah mampu memehui standar yang
periode bulan Januari tahun 2007 sampai ditetapkan oleh Bank Indonesia.
dengan bulan Desember tahun 2009. Hasil analisis regresi berganda pada
ROA bank konvensional menunjukkan Bagaimanapun rasio-rasio tersebut
bahwa pada tingkat kepercayaan 95 persen menunjukkan performa atau kinerja bank,
secara parsial semua variabel independen yang menentukan sehat atau tidaknya
yaitu SBI, dan SBIS ternyata signifikan. kondisi dari bank tersebut.
Pengujian ini juga secara simultan .

memperoleh nilai Fhitung yang signifikan DAFTAR PUSTAKA


dan nilai koefisien determinasi (R²) sebesar
Naf’an. 2014. Ekonomi Makro: Tinjauan
0.369. Hasil regresi berganda pada ROA
Ekonomi Syariah. Yogyakarta: Graha
bank syariah menunjukkan bahwa pada
Ilmu.
tingkat kepercayaan 95 persen secara
parsial semua variabel baik SBI, maupun Sihono, Teguh. 2010. Statement Kebijakan
SBIS tidak ada yang signifikan. Pengujian Moneter. Jurnal Ekonomi dan
ini juga secara simultan memperoleh nilai Pendidikan. Vol 7. Diakses 9 Maret
F-hitung yang tidak signifikan dan nilai 2023.
koefisien determinasi (R²) sebesar 0.050. Bank Indonesia. Cetak Biru Pengembangan
Berimplikasi Perlunya Perbankan Syariah Indonesia, Jakarta,
memperhatikan instrumen kebijakan 2002.
moneter yang diambil bank sentral, baik
Teniwut, Wellem A. “Pengaruh Perubahan
instrumen kebijakan moneter Islam maupun
Giro Wajib Minimum (GWM) Terhadap
instrumen kebijakan moneter konvensional
Tingkat Kinerja Perbankan Indonesia”,
guna mengatur jumlah uang yang beredar di
Bogor, 2006.
masyarakat. Karena instrumen yang
digunakan tersebut ternyata berpengaruh
cukup besar bagi kinerja perbankan, baik
perbankan konvensional maupun perbankan
syariah.
Perlunya untuk terus menggalakan
upaya-upaya yang dapat mendorong kearah
peningkatan kinerja bank. Untuk maksud
tersebut, tentunya diperlukan berbagai
kebijakan dan program bank yang dapat
merangsang keinginan dari para investor
atau nasabah untuk menitipkan uangnya ke
bank.
Perlunya bank-bank, baik bank
konvensional maupun bank syariah untuk
terus memperhatikan rasio keuangannya.

Anda mungkin juga menyukai